do-not-copy { -webkit-user-select:none; -khtml-user-select:none; -moz-user-select:none; -ms-user-select:none; user-select:none;

Selasa, 31 Januari 2012

Penentuan Nasib dengan Burung (Tathoyyur)


Sering dijumpai bila seseorang melihat atau mendengar suara burung seperti burung hantu atau burung yang lainnya, maka orang itu mengatakan “Akan ada orang yang celaka atau meninggal di daerah sini”. Mereka menjadikan burung itu sebagai penentu nasib pembawa sial (petaka). Ramalan atau kepercayaan itu merupakan suatu kesyirikan kepada Allah Subhanahu wata’ala, mari simak ulasan ulama berikut ini berdasarkan Alquran dan hadits.
Al Qur’an
1.Firman Allah Subhanahu wata’ala :
ألا إنما طائرهم عند الله ولكن أكثرهم لا يعلمون
Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi mereka tidak mengetahui” (QS. Al A’raf, 131).
2. Allah Subhanahu wata’ala berfirman :
قالوا طائرهم معكم أئن ذكرتم بل أنتم قوم مسرفون
Mereka (para Rasul) berkata : “kesialan kalian itu adalah karena kalian sendiri, apakah jika kamu diberi peringatan (kamu bernasib sial)? sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas.” (QS. Yasin, 19).
Al Hadits
1. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
“لا عدو ولا طيرة ولا هامة ولا صفر ” أخرجاه, وزاد مسلم ” ولا نوء ولا غول”.
Tidak ada ‘penularan penyakit (Adwa), tidak ada burung penentu nasib baik dan buruk (Thiyarah), tidak ada burung hantu pembawa sial (Hamah), tidak ada bulan shafar pembawa sial atau keberuntungan (Shofar)” (HR. Bukhori dan Muslim), dan dalam riwayat Imam Muslim terdapat tambahan : “ dan tidak ada bintang penentu hujan (Nau)’, serta tidak ada hantu (ghaul).” 1).
2. Imam Bukhori dan Muslim meriwayatkan pula dari Anas bin Malik Radhiallahu’anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam telah bersabda :
“لا عدو ولا طيرة ويعجبني الفأل”، قالوا : وما الفأل ؟ قال : ” الكلمة الطيبة”.
Tidak ada ‘Adwa dan tidak ada Thiyarah, tetapi Fa’l menyenangkan diriku”, para sahabat bertanya : “apakah Fa’l itu ?” beliau menjawab : “yaitu kalimah thoyyibah (kata kata yang baik)”.
3. Abu Daud meriwayatkan dengan sanad yang shoheh, dari Uqbah bin Amir, ia berkata : “Thiyarah disebut-sebut dihadapan Rasulullah, maka beliaupun bersabda :
“أحسنها الفأل، ولا ترد مسلما، فإذا رأى أحدكم ما يكره فليقل : اللهم لا يأتي بالحسنات إلا أنت، ولا يدفع السيئات إلا أنت، ولا حول ولا قوة إلى بك”.
Yang paling baik adalah Fa’l, dan Thiyarah tersebut tidak boleh menggagalkan seorang muslim dari niatnya, apabila salah seorang di antara kamu melihat sesuatu yang tidak diinginkannya, maka hendaknya ia berdo’a : “Ya Allah, tiada yang dapat mendatangkan kebaikan kecuali Engkau, dan tiada yang dapat menolak kejahatan kecuali Engkau, dan tidak ada daya serta kekuatan kecuali atas pertolonganMu”.
4. Abu Daud meriwayatkan hadits yang marfu’ dari Ibnu Mas’ud, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
“الطيرة شرك، الطيرة شرك، وما منا إلا …، ولكن الله يذهبه بالتوكل ” رواه أبو داود والترمذي وصححه وجعل آخره من قول ابن مسعود.
Thiyarah itu perbuatan syirik, thiyarah itu perbuatan syirik, tidak ada seorangpun dari antara kita kecuali (telah terjadi dalam hatinya sesuatu dari hal ini), hanya saja Allah Subhanahu wata’ala bisa menghilangkannya dengan tawakkal kepadaNya”.(HR.Abu Daud). Hadits ini diriwayatkan juga oleh At Tirmidzi dan dinyatakan shoheh, dan kalimat terakhir ia jadikan sebagai ucapannya Ibnu Mas’ud)
5. Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
“من ردته الطيرة عن حاجته فقد أشرك “، قالوا : فما كفارة ذلك ؟ قال : أن تقول : اللهم لا خير إلا خيرك، ولا طير إلا طيرك، ولا إله إلا غيرك”.
Barang siapa yang mengurungkan hajatnya karena thiyarah ini, maka ia telah berbuat kemusyrikan”, para sahabat bertanya : “lalu apa yang bisa menebusnya ?”, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam menjawab :” hendaknya ia berdoa : “Ya Allah, tiada kebaikan kecuali kebaikan dariMu, dan tiada kesialan kecuali kesialan dariMu, dan tiada sesembahan kecuali Engkau”.
6. Dan dalam riwayat yang lain dari Fadl bin Abbas, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
“إنما الطيرة ما أمضاك أو ردك”
Sesugguhnya Thiyarah itu adalah yang bisa menjadikan kamu terus melangkah, atau yang bisa mengurungkan niat (dari tujuan kamu)”.
Penjelasan bab ini :
1. Peringatan atas firman Allah “Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi mereka tidak mengetahui” dan “kesialan kalian itu adalah karena kalian sendiri”
2. Menghapus adanya kepercayaan adanya penularan penyakit
3. Menghapus penentuan nasib dengan burung dan yang lainnya
4. Menghapus kepercayaan terhadap burung hantu (suara burung hantu) yang dianggap pembawa sial
5. Menghapuskan adanya kesialan dalam bulan shafar
6. Al Fa’l tidak termasuk yang dilarang oleh Rasulullah, bahkan dianjurkan.
Penjelasan tentang makna Al Fa’l.
Apabila terjadi tathoyyur dalam hati seseorang, tetapi dia tidak menginginkannya, maka hal itu tidak apa-apa baginya, bahkan Allah Subhanahu wata’ala akan menghilangkannya dengan tawakkal kepadaNya.
7. Penjelasan tentang doa yang dibacanya, saat seseorang menjumpai hal tersebut.
8. Ditegaskan bahwa thiyarah itu termasuk syirik.
Penjelasan tentang thiyarah yang tercela dan terlarang.
1)Adwa : Penjangkitan atau penularan penyakit. Maksud sabda Nabi di sini ialah untuk menolak anggapan mereka ketika masih hidup di zaman jahiliyah, bahwa penyakit berjangkit atau menular dengan sendirinya, tanpa kehendak dan takdir Allah. Anggapan inilah yang ditolak oleh Rasulullah, bukan keberadaan penjangkitan atau penularan, sebab dalam riwayat lain, setelah hadits ini, disebutkan :
(وفروا من المجذوم كما تفروا من الأسد)
“… dan menjauhlah dari orang yang terkena penyakit kusta (lepra) sebagaimana kamu menjauh dari singa.” (HR. Bukhori).
Ini menunjukkan bahwa penjangkitan atau penularan penyakit dengan sendirinya tidak ada, tetapi semuanya atas kehendak dan takdir Ilahi, namun sebagai insan muslim di samping iman kepada takdir tersebut haruslah berusaha melakukan tindakan preventif sebelum terjadi penularan sebagaimana usahanya menjauh dari terkaman singa. Inilah hakekat iman kepada takdir Ilahi.
Thiyarah : merasa bernasib sial atau meramal nasib buruk karena melihat burung, binatang lainnya, atau apa saja.
Hamah : Burung hantu. Orang-orang jahiliyah merasa bernasib sial dengan melihatnya, apabila ada burung hantu hinggap di atas rumah salah seorang diantara mereka, dia merasa bahwa burung ini membawa berita kematian tentang dirinya sendiri, atau salah satu anggota keluarganya. Dan maksud beliau adalah untuk menolak anggapan yang tidak benar ini. Bagi seorang muslim, anggapan seperti ini harus tidak ada, semua adalah dari Allah dan sudah ditentukan olehNya.
Shafar : Bulan kedua dalam tahun hijriyah, yaitu bulan sesudah Muharram. Orang-orang jahiliyah beranggapan bahwa bulan ini membawa nasib sial atau tidak menguntungkan. Yang demikian dinyatakan tidak ada oleh Rasulullah. Dan termasuk dalam anggapan seperti ini : merasa bahwa hari rabu mendatangkan sial, dan lain lain. Hal ini termasuk jenis thiyarah, dilarang dalam Iselam.
Nau’ bintang, arti asalnya adalah : tenggelam atau terbitnya suatu bintang. Orang-orang jahiliyah menisbatkan turunnya hujan kepada bintang ini, atau bintang itu. Maka Islam datang mengikis anggapan seperti ini, bahwa tidak ada hujan turun karena suatu bintang tertentu, tetapi semua itu adalah ketentuan dari Allah.
Ghaul Hantu (gendruwo), salah satu makhluk jenis jin. Mereka beranggapan bahwa hantu ini dengan perubahan bentuk maupun warnanya dapat menyesatkan seseorang dan mencelakakannya. Sedang maksud sabda Nabi di sini bukanlah tidak mengakui keberadaan makhluk seperti ini, tetapi menolak anggapan mereka yang tidak baik tersebut yang akibatnya takut kepada selain Allah, serta tidak bertawakkal kepadaNya, inilah yang ditolak oleh beliau, untuk itu dalam hadits lain beliau bersabda : “Apabila hantu beraksi manakut-nakuti kamu, maka serukanlah adzan.” Artinya : tolaklah kejahatannya itu dengan berdzikir dan menyebut Allah. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Al Musnad.
Dikutip dari: file chm kitab tauhid penulis Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi, Judul Asli : Kitabut-Tauhid, Bab 28: Penentuan Nasib Dengan Burung (Tathoyyur).

Senin, 30 Januari 2012

Bersenda Gurau Dengan Menyebut Nama Allah, Alqur’an Atau Rasulullah


Sering kita dalam keseharian mendengar orang ataupun rekan kita  bercanda dengan menyebut nama Allah, nama Rasulullah atau dengan ayat ayat Al Quran, terutama sekali di televisi berupa lawakan ataupun sinetron seperti “Astagfirullah,” “laa ilaha illallah“, “Allahu Akbar“, yang semua hanyalah candaan semata, ataupun ijab Kabul palsu dan sebagainya. Bagaimana Rasulullah  Shallallahu ‘alaihi wassalam menyikapi orang seperti ini simak Al Qur’an dan hadits dibawah ini. :
Firman Allah Subhanahu wata’ala :
ولئن سألتهم ليقولن إنما كنا نخوض ونلعب قل أبالله وأياته ورسوله كنتم تستهزؤون لا تعتذروا قد كفرتم بعد إيمانكم
Dan jika kamu tanyakan kepada orang-orang munafik (tentang apa yang mereka lakukan) tentulah mereka akan menjawab : “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja”, katakanlah : “Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya kalian selalu berolok-olok ?”, tidak usah kamu minta maaf, karena kamu telah kafir sesudah beriman” (QS. At Taubah, 65 – 66).
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, Muhammad bin Kaab, Zaid bin Aslam, dan Qatadah, suatu hadits dengan rangkuman sebagai berikut : “Bahwasanya ketika dalam peperangan tabuk, ada seseorang yang berkata : “Belum pernah kami melihat seperti para ahli membaca Alqur’an (qurra’) ini, orang yang lebih buncit perutnya, dan lebih dusta mulutnya, dan lebih pengecut dalam peperangan”, maksudnya adalah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam dan para sahabat yang ahli membaca Al Qur’an. Maka berkatalah Auf bin Malik kepadanya: “kau pendusta, kau munafik, aku beritahukan hal ini kepada Rasulullah”, lalu berangkatlah Auf bin Malik kepada Rasulullah untuk memberitahukan hal ini kepada beliau, akan tetapi sebelum ia sampai, telah turun wahyu kepada beliau.
Dan ketika orang itu datang kepada Rasulullah, beliau sudah beranjak dari tempatnya dan menaiki untanya, maka berkatalah ia kepada Rasulullah : “Ya Rasulullah, sebenarnya kami hanya bersenda gurau dan mengobrol sebagaimana obrolan orang yang mengadakan perjalanan untuk menghilangkan penatnya perjalanan”, kata Ibnu Umar : “sepertinya aku melihat orang tadi berpegangan sabuk pelana unta Rasulullah, sedang kedua kakinya tersandung-sandung batu, sambil berkata : “kami hanyalah bersenda gurau dan bermain main saja”, kemudian Rasulullah bersabda kepadanya :
أبالله وآياته ورسوله كنتم تستهزؤون
Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya, dan RasulNya kamu selalu berolok olok”.
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam mengatakan seperti itu tanpa menengok, dan tidak bersabda kepadanya lebih dari pada itu.
Penjelasan bab ini :
1. Masalah yang sangat penting sekali, bahwa dalam ayat diatas menyebutkan orang yang bersenda gurau dengan menyebut nama Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya adalah kafir.
2. Ada perbedaan yang sangat jelas antara menghasut dan setia Allah dan RasulNya. (dan melaporkan perbuatan orang-orang fasik kepada waliyul amr untuk mencegah mereka, tidaklah termasuk perbuatan menghasut tetapi termasuk kesetiaan kepada Allah dan kaum muslimin seluruhnya).
3. Ada perbedaan yang cukup jelas antara sikap memaafkan yang dicintai Allah dengan bersikap tegas terhadap musuh-musuh Allah.
4. Tidak setiap permintaan maaf dapat diterima. (ada juga permintaan maaf yang harus ditolak).
Dikutip dari: file chm kitab tauhid penulis Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi, Judul Asli : Kitabut-Tauhid, Bab 48 Bersenda Gurau Dengan Menyebut Nama Allah, Alqur’an Atau Rasulullah

Minggu, 29 Januari 2012

Adab Menjelang Waktu Magrib atau Malam Hari


Beberapa adab menjelang malam diantaranya: Memasukan anak-anak kedalam rumah, mengunci pintu rumah dan jendela dengan ucapan Bismillah karena disaat itu setan betebaran masuk kerumah. juga tutuplah bejana (tempat air atau air minum) sekali pun dengan sepotong kayu yang melintang diatasnya serta matikanlah lampu lampumu, dengan menyebut nama Allah. Lengkapnya simak hadits dibawah ini.
Beberapa Adab Dan Kebaikan
إِذَا كَانَ جُنْحُ اللَّيْلِ -أَوْ أَمْسَيْتُمْ- فَكُفُّوْا صِبْيَانَكُمْ؛ فَإِنَّ الشَّيَاطِيْنَ تَنْتَشِرُ حِيْنَئِذٍ، فَإِذَا ذَهَبَ سَاعَةٌ مِنَ اللَّيْلِ فَخَلُّوْهُمْ، وَأَغْلِقُوا اْلأَبْوَابَ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللهِ؛ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لاَ يَفْتَحُ بَابًا مُغْلَقًا، وَأَوْكُوْا قِرَبَكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللهِ، وَخَمِّرُوْا آنِيَتَكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللهِ، وَلَوْ أَنْ تَعْرُضُوْا عَلَيْهَا شَيْئًا، وَأَطْفِئُوْا مَصَابِيْحَكُمْ
267. “Jika malam menjelang atau kamu masuk pada sore hari, tahanlah anak anak kecil kamu. Karena syaiton bertebaran pada waktu itu, dan Apabila malam telah terlewati sesaat, maka biarkanlah mereka, Kuncilah pintu-pintu dan sebut nama Allah (membaca: Basmillaah), karena Sesungguhnya setan tidak membuka pintu yang terkunci. Tutuplah tempat tempat air kalian ( qirbah) dan sebutlah nama Allah. Tutuplah bejana bejana kalian dan sebutlah nama Allah, meskipun kalian meletakan sesuatu yang melintang diatasnya. Dan padamkan lampu-lampumu kalian.” [288] Hadits Riwayat Al-Bukhari dengan Fathul Bari 10/88, Muslim 3/1595.
Penjelasan:
Hadits mengandung bebagai kebaikan dan adab yang lengkap untuk kemaslahatan dunia dan akherat. Maka dalam hal ini Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam memerintahkan beberapa adab yang semoga shalawat dan salam serta berkah senantiasa tercurah atas Nabi kita Muhammad beserta keluiarga dan para sahabatnya sekalian.
Sumber: Kitab Perisai Seorang Muslim (Hisnul Muslim), Penulis: Said bin Ali Al Qathani, Penerjemah Al Ustadz Abu Muhammad HArits Abrar Thalib cover Abu Yazid Achmad, cet. Kelima September 2008. Penerbit: Al Ghuroba, Do’a dan Dzikir dari Al Quran dan Sunnah.

Sabtu, 28 Januari 2012

Hukum Syukuran Menempati Rumah Baru


Apakah hukumnya melakukan syukuran ketika akan pindah rumah dan hal-hal apa yg perlu dilakukan ketika akan pindah rumah menurut tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alayhi Wasallam ?
(Ibnu Sarbini – abdullahxxx@yahoo.com)
Jawab : Syaikh Al-Fauzan ditanya mengenai masalah ini, maka beliau menjawab, “Tidak mengapa mengadakan pesta (undangan makan) ketika pindah ke rumah baru, dengan mengundang teman-teman dan karib kerabat, jika dia mengerjakannya semata-mata untuk mengungkapkan kesenangan dan kegembiraannya. Adapun jika acara itu disertai dengan keyakinan bahwa acara itu bisa mencegah kejelekan jin, maka mengerjakan amalan ini tidak boleh, karena itu adalah kesyirikan dan keyakinan yang rusak. Adapun jika dikerjakan karena adat, maka tidak masalah.”[Dinukil dari Al-Muntaqa jilid 5 no. 444]
Dan Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya dengan teks soal sebagai berikut: Telah membudaya di tengah-tengah manusia, bahwa siapa saja yang pindah ke rumah baru atau membeli rumah baru atau dia mendapat pekerjaan atau dia naik jabatan atau yang semisalnya, maka dia mengadakan semacam acara makan-makan.  Apa hukum amalan ini?
Beliau menjawab, “Ini termasuk dari pesta-pesta yang mubah, maka boleh bagi seseorang untuk mengadakan acara ketika dia pindah ke rumah baru atau ketika dia lulus -misalnya-. Yang jelas, jika pestanya diadakan karena adanya moment tertentu, maka tidak ada masalah.
[Dinukil dari Fatawa Muhimmah li Muwazhzhifil Ummah]
Wallahu A’lam
Sumber : http://almakassari.com/?p=76, Oleh : Ustadz Hammad Abu Mu’awiyah, Judul: Hukum Syukuran Menempati Rumah Baru

Jumat, 27 Januari 2012

Hukum Air Laut dan Bangkai Binatang Laut


Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu berkata : “Seorang datang pada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam lantas berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami sering mengarungi lautan dan membawa sedikit air, kalau kami berwudhu dengannya maka kami akan kehausan, apakah kami boleh berwudhu dengan air laut?”.
Rasululullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
Ia (air laut) thahur suci mensucikan airnya, lagi halal bangkainya.”[lihat Ash-Shahihah no. 480].
Dalam hadits ini terdapat faedah penting, yaitu:
Halalnya semua yang mati di lautan dari binatang yang memang hidup di sana sekalipun dia telah terapung di atas air.
Dan alangkah bagusnya apa yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar bahwa dia ditanya lalu dia menjawab : “Sesungguhnya Rasululullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya airnya laut itu suci mensucikan dan bangkainya halal.” (Hadits Riwayat Ad-Daraquthni no. 538)
Adapun hadits yang melarang memakan apa yang sudah terapung darinya (air laut) tidaklah sah. [Ash-Shahihah I/788].
Dinukil dari http://najiyah1400h.wordpress.com dari Fiqh Pilihan Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani. Penulis : Mahmud bin Ahmad Rasyid. Penerjemah : Ustadz Muhammad Fuad Qawam, Lc. Pustaka Salafiyah, Banyumas. Cet. Ke-1, Shafar 1429H/Maret 2008 M. Hal. 268-269.

Rabu, 25 Januari 2012

Jujurlah dan Jangan Dusta


Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata:
Kedustaan itu tidak pantas digunakan untuk suatu keseriusan, dan tidak pula dalam senda gurauan. Jika engkau mau…,
bacalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَكُوْنُوا مَعَ الصَّادِقِيْنَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan jadilah kalian bersama orang-orang yang jujur.” (At-Taubah: 119)
Kemudian beliau katakan: “Apakah dalam ayat ini engkau dapati adanya satu keringanan bagi seorang pun (untuk berdusta,)?”
Ibnu Katsir rahimahullahu berkata:
Jujurlah engkau dan pegang erat-erat kejujuran itu. Niscaya engkau akan menjadi orang yang jujur dan selamat dari hal-hal yang membinasakanmu. Dan niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menjadikan untukmu kelapangan berikut jalan keluar bagi (segala) urusanmu.”
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu berkata:
Jika engkau ingin dikelompokkan dalam golongan orang-orang yang jujur, maka wajib bagimu untuk zuhud2 dalam dunia ini dan menahan diri dari (menyakiti) manusia.”
Maraji’: Tafsir Ibnu Katsir (2/525-526)
Dikutip dari http://www.asysyariah.com Penulis : Al-Ustadz Zainul Arifin , judul Jujurlah
Tambahan:
1.Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ الَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِ اللهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْكَاذِبُونَ
Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta.” (An-Nahl: 105)
2.Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ بِالْحَدِيْثِ لِيُضْحِكَ بِهِ القَوْمَ فَيَكْذِبُ، وَيْلٌ لَهُ، وَيْلٌ لَهُ
Binasalah orang yang berbicara untuk membuat orang-orang tertawa dengan ucapannya, lalu dia berdusta. Binasalah dia, binasalah dia!” (HR. At-Tirmidzi no. 2315)

Selasa, 24 Januari 2012

Cerita-Cerita Khayalan dalam Komik Untuk Anak-Anak


Cerita fiksi, dengan niat sebaik apapun termasuk “berdakwah”, tetaplah kedustaan. Sehingga tak sepantasnya anak-anak kita dijejali oleh beragam cerita rekaan yang hanya akan memperkuat fantasi khayalnya. Terlebih cerita-cerita tersebut, baik yang berbentuk cerpen, komik, ataupun novel, mengandung hal-hal yang bisa merusak akidah mereka.
Kalau kita berkunjung ke perpustakaan atau toko buku, deretan buku cerita untuk anak-anak sangat mudah kita jumpai. Dari cerita legenda sampai yang bertema agama. Mulai cerita daerah sampai cerita yang diadopsi dari negeri asing.
Memang, anak-anak sebagaimana orang dewasa– sangat menyukai cerita. Cerita memang bisa menjadi media yang sangat efektif untuk menyampaikan dan menanamkan berbagai nilai, baik positif maupun negatif, pada diri anak.
Namun sayang, sebagian besar cerita yang disuguhkan kepada anak-anak adalah cerita fiksi. Dengan kata lain, menyuguhkan kedustaan dan khayalan. Ironisnya, cerita-cerita seperti inilah yang justru digemari oleh anak-anak, termasuk anak-anak kaum muslimin. Karakter-karakter khayal dan asing dengan alur cerita yang mengasyikkan membuat mereka menjadi pengkhayal; ingin menjadi seorang “jagoan” yang perkasa atau seorang “putri” yang lembut dan jelita. 
Isi cerita pun turut mendukung kerusakan yang ada. Cerita yang seram dan menakutkan membuat anak menjadi ciut nyali dan kehilangan keberaniannya. Bahkan banyak cerita yang nyaris meruntuhkan tauhid. Cerita tentang “kantong ajaib” sampai “peri yang baik” bisa membuat anak percaya, segala yang mereka inginkan bisa tercapai bukan melalui kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Wal ‘iyadzu billah!
Kalaupun ada cerita bertema agama baik yang tercantum di rubrik-rubrik kisah majalah anak ataupun yang terbukukan, seringkali yang ada adalah cerita rekaan, atau kisah-kisah yang benar namun dibumbui dengan berbagai tambahan dan pengurangan. Semuanya berujung pada kedustaan.
Tidak dipungkiri, cerita dapat menimbulkan pengaruh bagi yang mendengar atau membacanya. Oleh karena itulah di dalam Al-Qur`an kita dapati berbagai kisah yang bermanfaat, tentang para nabi ataupun umat-umat terdahulu. Begitu pula Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, menuturkan kisah-kisah dengan bahasa yang begitu fasih, penyampaian yang begitu jelas dan gamblang. 
Namun bedanya, kisah-kisah dalam Al-Qur`an maupun yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berisi tentang kenyataan yang benar-benar terjadi dan jauh dari sekadar dusta dan khayalan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي اْلأَلْبَابِ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَى وَلَكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal. Al-Qur`an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi sebagai pembenar kitab-kitab yang sebelumnya dan penjelas segala sesuatu, dan sebagai petunjuk serta rahmat bagi kaum yang beriman.” (Yusuf: 111)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman pula tentang Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى. إِنْ هُوَ إِلاَّ وَحْيٌ يُوْحَى
Tidaklah dia berkata dari hawa nafsunya. Yang dikatakannya itu tidak lain wahyu yang diwahyukan.” (An-Najm: 3-4)
Maka dari itu, mestinya kita benar-benar memerhatikan ketika hendak memilihkan bacaan, menuliskan cerita atau menuturkan kisah kepada anak-anak. Tak boleh ada unsur kedustaan sepanjang cerita itu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Kitab-Nya:
إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ الَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِ اللهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْكَاذِبُونَ
Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta.” (An-Nahl: 105)
Dusta, biarpun dalam rangka berkisah yang sifatnya menghibur anak-anak, tetaplah dilarang.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyatakan hal itu dalam sabda beliau yang diriwayatkan oleh Bahz bin Hakim dari ayahnya dari kakeknya, dia berkata: Aku mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ بِالْحَدِيْثِ لِيُضْحِكَ بِهِ القَوْمَ فَيَكْذِبُ، وَيْلٌ لَهُ، وَيْلٌ لَهُ
Binasalah orang yang berbicara untuk membuat orang-orang tertawa dengan ucapannya, lalu dia berdusta. Binasalah dia, binasalah dia!” (HR. At-Tirmidzi no. 2315, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi)
Oleh karena itu, kita perlu waspada dan ekstra hati-hati agar tidak terjerumus dalam perbuatan seperti ini. Apalagi jika kita terbiasa membuat-buat dongeng atau cerita rekaan, hingga tanpa terasa kita jadi terbiasa berdusta. Sementara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan bahwa orang yang terbiasa berdusta akan dicatat di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai seorang pendusta. Na’udzu billah!
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى البِرِّ وَإِنَّ البِرَّ يَهْدِي إلَى الْجَنَّةِ ومَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيْقًا، وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُوْرِ وَإِنَّ الْفُجُوْرَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَلاَ يَزَالُ الْعَبْدُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا 
Sesungguhnya kejujuran akan membimbing pada kebaikan, dan kebaikan akan membimbing ke surga, dan seseorang senantiasa jujur dan membiasakan untuk jujur hingga dicatat di sisi Allah sebagai seorang yang jujur. Dan sesungguhnya dusta akan membimbing pada kejahatan, dan kejahatan akan membimbing ke neraka, dan seorang hamba senantiasa berdusta dan membiasakan untuk dusta hingga dicatat di sisi Allah sebagai seorang pendusta.” (HR. Al-Bukhari no. 6094 dan Muslim no. 2607)
Dusta juga termasuk perangai orang munafik. Demikian dinyatakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا ائْتُمِنَ خَانَ
Tanda orang munafik itu ada tiga: bila bicara dia dusta, bila berjanji dia mengingkari, dan bila diberi amanah dia mengkhianati.” (HR. Al-Bukhari no. 33 dan Muslim no. 107)
Lebih dari itu, dusta merupakan dosa besar yang diancam dengan azab di neraka, sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Samurah bin Jundab radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa suatu pagi, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabat:
إِنَّهُ أَتَانِي اللَّيْلَةَ آتِيَانِ وَإِنَّهُمَا ابْتَعَثَانِي وَإِنَّهُمَا قَالاَ لِي: انْطَلِقْ. وَإِنِّي انْطَلَقْتُ مَعَهُمَا…- الْحَدِيثَ- وَفِيهِ: وَأَمَّا الرَّجُلُ الَّذِي أَتَيْتَ عَلَيْهِ يُشَرْشِرُ شِدْقَهُ إِلَى قَفَاهُ وَمِنْخَرَهُ إِلَى قَفَاهُ وَعَيْنَهُ إِلَى قَفَاهُ فَإِنَّهُ الرَّجُلُ يَغْدُو مِنْ بَيْتِهِ فَيَكْذِبُ الْكِذْبَةَ تَبْلُغُ الْآفَاقَ 
Semalam aku didatangi oleh dua orang malaikat, lalu mereka berdua mengajakku pergi. Mereka berkata padaku, ‘Mari kita pergi!’ Aku pun pergi bersama mereka berdua….” (sampai beliau mengatakan), “Adapun orang yang kaulihat sedang merobek/memotong mulutnya hingga ke tengkuknya, hidungnya hingga ke tengkuknya, kedua matanya hingga ke tengkuknya adalah orang yang suka berangkat di pagi hari dari rumahnya, lalu dia membuat kedustaan, sampai kedustaan itu mencapai seluruh penjuru.” (HR. Al-Bukhari no. 7047)
Orang seperti ini berhak mendapatkan azab, karena berbagai kerusakan yang timbul dari kedustaan yang dibuatnya. Sementara, dia melakukan dusta itu dengan keinginannya, bukan karena dipaksa atau karena terdesak. (Fathul Bari, 12/557)
Ancaman apa lagi yang lebih mengerikan daripada azab seperti ini?
Kalau memang kita ingin memberikan kisah-kisah untuk memberikan pelajaran kepada anak dan menanamkan akhlak yang baik, kita bisa mengambil cerita-cerita yang ada di dalam Al-Qur`an dan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih. Atau melalui kisah hidup Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat beliau radhiyallahu ‘anhum, dari kitab-kitab biografi yang ditulis oleh para ulama, yang di dalamnya sarat dengan keteladanan dan pelajaran serta dituturkan sebagaimana jalan cerita yang ada, tanpa pengurangan dan penambahan, sekalipun kita menuturkannya dengan bahasa anak-anak.
Yang banyak pula ditemukan sekarang ini, kisah-kisah para tokoh Islam, baik dari kalangan para rasul, sahabat, dan yang lainnya, dalam bentuk cerita bergambar. Nabi Adam ‘alaihissalam maupun nabi-nabi yang lain digambarkan sedemikian rupa dalam ilustrasi buku cerita maupun karakter film kartun. Begitu pula tokoh-tokoh yang lainnya.
Yang seperti ini dilarang, karena jelas-jelas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita membuat gambar-gambar makhluk bernyawa ataupun menyimpannya di dalam rumah. Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma pernah mengatakan:
سَمِعْتُ مُحَمَّدًا صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: مَنْ صَوَّرَ صُوْرَةً فِي الدُّنْيَا كُلِّفَ أَنْ يَنْفُخَ فِيْهَا الرُّوْحَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلَيْسَ بِنَافِخٍ 
Aku pernah mendengar Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Siapa yang membuat sebuah gambar (makhluk hidup) di dunia, ia akan dibebani untuk meniupkan ruh kepada gambar tersebut pada hari kiamat, padahal ia tidak bisa meniupkannya’.” (HR. Al-Bukhari no. 5963 dan Muslim no. 5507)
Jabir radhiyallahu ‘anhu juga mengatakan:
نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَنِ الصُّوْرَةِ فِي الْبَيْتِ وَنَهَى أَنْ يَصْنَعَ ذَلِكَ
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memasukkan gambar (makhluk hidup) ke dalam rumah dan melarang untuk membuat yang seperti itu.” (HR. At-Tirmidzi no. 1749, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi)
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menyampaikan pula bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
إِنَّ أَصْحَابَ هَذِهِ الصُّوَرِ يُعَذَّبُوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَيُقَالُ: أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ. وَقَالَ: إِنَّ الْبَيْتَ الَّذِي فِيْهِ الصُّوَرُ لاَ تَدْخُلُهُ الْمَلاَئِكَةُ
Sesungguhnya pembuat gambar-gambar (makhluk bernyawa) seperti ini akan diazab pada hari kiamat dan dikatakan pada mereka, ‘Hidupkan apa yang kalian ciptakan ini!’.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Sesungguhnya rumah yang di dalamnya terdapat gambar-gambar (makhluk bernyawa) tidak akan dimasuki oleh malaikat.” (HR. Al-Bukhari no. 5961 dan Muslim no. 2107)
Di samping itu, perbuatan semacam ini mengandung pelecehan terhadap para nabi dan para tokoh yang digambarkan. Demikian difatwakan oleh para ulama, sebagaimana termaktub dalam fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah lil Buhutsil ‘Ilmiyyah wal Ifta` yang diketuai oleh Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdillah bin Baz : “Dilarang menggambar para sahabat atau salah seorang di antara mereka, karena hal itu mengandung peremehan dan pelecehan terhadap mereka, serta mengakibatkan penghinaan terhadap para sahabat. Walaupun diyakini di sana ada maslahat, namun mafsadah yang ditimbulkan jauh lebih besar. Sementara segala sesuatu yang mafsadahnya lebih besar itu terlarang. Keputusan tentang larangan atas hal ini telah ditetapkan dalam Majlis Hai`ah Kibaril ‘Ulama. (Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah lil Buhutsil ‘Ilmiyyah wal Ifta`, 1/712 no. 2044)
Bagaimana kiranya dengan menggambar para nabi yang lebih mulia daripada para sahabat? Tentu lebih jelas lagi pelarangannya.
Sudah semestinya kita bersikap bijak untuk memilah, mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang menyelamatkan dan mana yang membahayakan, baik untuk anak-anak maupun diri kita. 
Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.
Dikutip dari http://www.asysyariah.com Penulis : Al-Ustadzah Ummu ‘Abdirrahman Bintu ‘Imran, judul Cerita dalam Dunia Anak

Senin, 23 Januari 2012

Batas Terakhir untuk Shalat Isya


Sebenarnya batas akhir shalat Isya itu kapan?, karena sering ana lihat teman ana shalat Isya sampai jam 03.00 pagi bahkan sudah mendekati fajar ?,
Demikian pertanyaan dari ana. Jazakumullah khairan katsira.
Dijawab oleh: Al Ustadz Luqman Baabduh.
Para ulama berbeda pendapat tentang batasan akhir shalat Isya’:
1.Pendapat pertama, batas akhir waktu shalat Isya adalah sampai dengan seperempat malam yang pertama;
2.Pendapat kedua, batas akhir waktu shalat Isya adalah sampai dengan sepertiga malam yang pertama;
3.Pendapat ketiga, batas akhir waktu shalat Isya adalah sampai dengan pertengahan malam;
4.Pendapat keempat, batas akhir waktu shalat Isya adalah sampai terbit fajar yang kedua.
Dari sekian pendapat ini, yang paling rajih (kuat) insya Allah adalah pendapat ketiga, yaitu pendapat yang menyatakan bahwa batas akhir waktu shalat Isya adalah hingga pertengahan malam. Hal ini didasarkan pada hadits Abdillah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, yang diriwayatkan Al Imam Muslim, bahwa Rasulullah bersabda :
“… dan akhir dari waktu shalat Isya adalah sampai dengan pertengahan malam.” (HR. Muslim no.172)
Apa yang terkandung dalam hadits ini tidaklah bertentangan dengan hadits Ibnu ‘Abbas, sebagaimana yang diriwayatkan At Tirmidzi dan Abi Daawud, bahwa Rasulullah bersabda :
Dan akhir dari waktu shalat Isya adalah setelah mencapai sepertiga malam (yang pertama).” (HR Abu Tirmidzi dan Abu Dawud)
Hal ini dikarenakan sepertiga malam yang pertama, masih merupakan bagian dari setengah malam yang disebutkan dalam hadits Abdillah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, sebagaimana telah disebutkan oleh Al Imam As Syaukaani dalam kitabnya Ad Daroori Al Mudhiiah, jilid I hal. 175-176.
Adapun tentang pendapat yang menyatakan bahwa batasan akhir waktu shalat Isya sampai terbitnya fajar kedua, maka telah berkata Al Imam Al Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Baari jilid II hal. 244: Aku tidak mendapatkan adanya satu hadits pun yang jelas dan shahih, yang menjelaskan bahwa waktu akhir shalat Isya adalah sampai terbitnya fajar kedua.
Begitu pula Al Imam Al Bukhari telah menyebutkan dalam shahihnya; Baab Waqtil ‘Isyaa’i ilaa Nishfil Laili () yaitu bab yang menjelaskan tentang waktu akhir shalat Isya, bahwasanya waktu akhir shalat Isya adalah sampai pertengahan malam.
Untuk lebih lengkapnya mengenai bantahan atas pendapat yang menyatakan bahwa waktu Isya berlanjut hingga terbit fajar kedua, maka dapat dilihat dalam Kitab Tamaamul Minnah hal. 141-142 yang ditulis As Syaikh Al Albani. Wallahu a’lamu bisshawaab.
Dikutip dari http://www.asysyariah.com Penulis : Al Ustadz Luqman Baabduh , judul : Batas Akhir Shalat Isya, dengan sedikit edit tanpa mengurangi makna.

Minggu, 22 Januari 2012

Melindungi Tauhid dan Menutup Jalan Kemusyrikan


Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam telah memperingatkan umatnya dan berusaha dengan sungguh-sungguh dalam menjauhkan umatnya dari jalan yang menuju kepada kemusyrikan, serta menutup setiap jalan yang menjurus kepadanya. Simak uraian ulama dibawah ini:
Al Quran
Firman Allah Subhanahu wata’ala :
لقد جاءكم رسول من أنفسكم عزيز عليه ما عنتم حريص عليكم بالمؤمنين رؤوف رحيم
Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sediri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) untukmu, amat belas kasihan lagi penyayang kepada orang-orang mu’min.” (QS. At Taubah, 128).
Al Hadits
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
“لا تجعلوا بيوتكم قبورا، ولا تجعلوا قبري عيدا، وصلوا علي فإن صلاتكم تبلغني حيث كنتم” رواه أبو داود بإسناد حسن ورواته ثقات.
Janganlah kalian jadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan, dan janganlah kalian jadikan kuburanku sebagai tempat perayaan, ucapkanlah sholawat untukku, karena sesungguhnya ucapan sholawat kalian akan sampai kepadaku dimana saja kalian berada” (HR. Abu Daud dengan sanad yang baik, dan para perowinya tsiqoh).
Dalam hadits yang lain, Ali bin Al Husain Radhiallahu’anhu menuturkan, bahwa ia melihat seseorang masuk kedalam celah-celah yang ada pada kuburan Rasulullah, kemudian berdo’a, maka ia pun melarangnya seraya berkata kepadanya : “Maukah kamu aku beritahu sebuah hadits yang aku dengar dari bapakku dari kakekku dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, beliau bersabda:
“لا تتخذوا قبري عيدا، ولا بيوتكم قبورا، وصلوا علي فإن تسليمكم يبلغني حيث كنتم”
Janganlah kalian jadikan kuburanku sebagai tempat perayaan, dan janganlah kalian jadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan, dan ucapkanlah doa salam untukku, karena doa salam kalian akan sampai kepadaku dari mana saja kalian berada” (diriwayatkan dalam kitab Al Mukhtarah).
Penjelasan bab ini :
1. Penjelasan tentang ayat yang terdapat dalam surat Al Baro’ah 1).
2. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam telah memperingatkan umatnya dan berusaha dengan sungguh-sungguh dalam menjauhkan umatnya dari jalan yang menuju kepada kemusyrikan, serta menutup setiap jalan yang menjurus kepadanya.
3. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam sangat menginginkan keimanan dan keselamatan kita, dan amat belas kasihan lagi penyayang kepada kita.
4. Larangan Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam untuk tidak menziarahi kuburannya dengan cara tertentu, [yaitu dengan menjadikannya sebagai tempat perayaan], padahal menziarahi kuburan beliau termasuk amalan yang amat baik.
5. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam melarang seseorang banyak melakukan ziarah kubur.
6. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam menganjurkan untuk melakukan sholat sunnah di dalam rumah.
7. Satu hal yang sudah menjadi ketetapan dikalangan kaum salaf, bahwa menyampaikan sholawat untuk Nabi tidak perlu masuk di dalam kuburannya.
8. Alasannya karena sholawat dan salam seseorang untuk beliau akan sampai kepada Beliau dimanapun ia berada, maka tidak perlu harus mendekat, sebagaimana yang diduga oleh sebagian orang.
9. Nabi Shallallahu’alaihi wasallam di alam barzakh, akan ditampakkan seluruh amalan umatnya yang berupa sholawat dan salam untuknya.
1) Ayat ini, dengan sifat-sifat yang disebutkan didalamnya untuk pribadi Nabi Muhammad, menunjukkah bahwa beliau telah memperingatkan umatnya agar menjauhi syirik, yang merupakan dosa paling besar, karena inilah tujuan utama diutusnya Rasulullah.
Dikutip dari: file chm kitab tauhid penulis Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi, Judul Asli “ Bab 22 Upaya Rasulullah Dalam Menjaga Tauhid Dan Menutup Jalan Yang Menuju Kepada Kemusyrikan

Sabtu, 21 Januari 2012

Janganlah Mencaci Angin Akan Tetapi Berdoalah


Al Hadits
Diriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
لا تسبوا الريح، وإذا رأيتم ما تكرهون فقولوا :
Janganlah kamu mencaci maki angin. Apabila kamu melihat suatu hal yang tidak menyenangkan, maka maka berdoalah :
اللهم إنا نسألك من خير هذه الريح، وخير ما فيها، وخير ما أمرت، ونعوذ بك من شر هذه الريح، وشر ما فيها، وشر ما أمرت به ” صححه الترمذي.
Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepadaMu kebaikan angin ini, dan kebaikan apa yang ada didalamnya, dan kebaikan yang untuknya Kau perintahkan ia, dan kami berlindung kepadaMu dari keburukan angin ini, dan keburukan yang ada didalamnya, dan keburukan yang untuknya Kau perintahkan ia. ” (HR. Turmudzi, dan hadits ini ia shohih).
Penjelasan bab ini :
1. Larangan mencaci maki angin.
2. Petunjuk Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam untuk mengucapkan doa, apabila manusia melihat sesuatu yang tidak menyenangkan ketika angin sedang bertiup kencang.
3. Pemberitahuan Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bahwa angin mendapat perintah dari Allah. Oleh karena itu, mencaci maki angin berarti mencaci maki Allah, Tuhan yang menciptakan dan memerintahkannya.
4. Angin yang bertiup itu kadang diperintah untuk suatu kebaikan, dan kadang diperintah untuk suatu keburukan.
Dikutip dari: file chm kitab tauhid penulis Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi, Judul Asli Bab 58 Larangan Mencaci Maki Angin

Jumat, 20 Januari 2012

Hukum Suami Melarang Istri Memakai Jilbab


Tanya : “ Adakah lelaki yang sudah menikah dan sudah dikaruniai anak-anak. Istrinya ingin memakai pakaian yang sesuai dengan syari’at tetapi suaminya melarang. Apa nasehat Anda ? Semoga Allah memberi berkah kepada Anda.
Jawab :
Kami menasehati agar ia takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam urusan keluarganya, dan agar ia memuji Allah Ta’ala yang telah memberinya istri semacam ini, yang ingin melaksanakan perintah Allah dalam hal pakaian yang menjamin keselamatannya dari fitnah.
Allah telah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman untuk memelihara dirinya dan keluarganya dari api neraka.
Sebagaimana di sebutkan dalam firman-Nya :
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang di perintahkan. “(QS. At-Tahrim : 06).
Dan Rasulullah telah menjadikan seorang laki-laki sebagai penanggung jawab dalam urusan rumah tangganya, sebagaimana dalam sabdanya : “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggung jawabannya atas apa yang dipimpinnya. “
Maka tidaklah pantas laki-laki tersebut memaksa istrinya untuk menanggalkan pakaian yang sesuai dengan syari’at dan memerintahkan memakai pakaian haram yang hanya bias menimbulkan fitnah bagi dirinya ataupun bagi orang lain. Maka hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam urusan dirinya dan keluarganya, serta memuji Allah Ta’ala yang telah memberinya kenikmatan berupa istri yang sholihah.
Sedangkan bagi para istri, tidak boleh baginya mentaati suaminya dalam perbuatan maksiat (durhaka) kepada Allah selamanyakarena tidak boleh taat kepada makhluk dalam perbuatan dalam maksiat kepada Dzat Pencipta yakni Allah Subhanahu wa ta’ala..
Wallahu a’lam.
Maroji’ :
Di jawab oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin rahimahullah dalam Durus wa Fatawa Al-Haram Al-Makki.
Dikutipdari darussalaf offline, Buletin Dakwah At-Tashfiyyah, Surabaya Edisi : 15 / Robi’ul Awal / 1425, Penulis: Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin rahimahullah, Judul: Hukum Melarang Istri Memakai Hijab/Jilbab