do-not-copy { -webkit-user-select:none; -khtml-user-select:none; -moz-user-select:none; -ms-user-select:none; user-select:none;

Senin, 31 Mei 2010

Cara Menguatkan Iman dan Melembutkan Hati


Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Soal :
Bagaimana seseorang mampu menjadikan imannya kuat padahal ia tidak terpengaruh oleh ayat-ayat Al-Qur’an yang dibacanya kecuali sedikit ?
Jawab :
Riskas kata, di sini nampak bahwa orang yang mengatakan perkataan ini beriman kepada hari akhir dan membenarkannya, padahal dalam hatinya ada sedikit sifat keras kepala. Pada zaman kita sekarang orang yang mempunyai sifat keras kepala seperti ini sangat banyak. Yang menjadi sebabnya adalah sikap menjauhkan diri dari memperhambakan dan merendahkan diri secara sempurna kepada Allah.
Sekiranya manusia mau memperhatikan Al-Qur’an dan merenungkannya, niscaya hatinya akan lembut dan khusyu’ karena Allah berfirman (yang artinya) :
“ Sekiranya Kami menurunkan Al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah di sebabkan takut kepada Allah…”(QS. Al-Hasyr (50) : 21).
Diantara sebab-sebab manusia menjadi bersifat keras kepala adalah karena glamournya kehidupan dunia masa kini dan terfitnah oleh keglamouran ini serta banyaknya kesulitan-kesulitan hidup di dunia. Oleh karena itu, Anda menemukan orang-orang kecil yang tidak memiliki akses kepadanya, mereka justru menjadi orang yang khusyu’ dan lebih banyak menangis daripada orang-orang yang terpandang. Hal ini dapat kita saksikan dan kalian pun dapat menyaksikan orang seperti ini sekarang di lantai-lantai Masjidil Haram.
Anda dapat menemukan remaja-remaja berumur 18 tahun dan yang sebaya dengannya menangis ketika membaca ayat-ayat Al-Qur’an yang berisikan ancaman dan kabar gembira.
Tangis mereka labih keras daripada tangis orang-orang dewasa, karena hati mereka lebih lembut. Hal ini disebabkan mereka belum banyak tergantung kepada dunia dan belum pula terjepit oleh berbagai berbagai kesulitan yang besar atau yang kecil. Oleh karena itu, kita melihat mereka jauh lebih khusyu’ dan hatinya lebih lembut dari pada mereka yang memperoleh akses dunia dan mendapatkan kesempatan mengolah dunia, sehingga hati mereka galau, pikiran mereka bercabang-cabang kesana kemari.
Maka dari itu, nasehat kepada saudara adalah hendaknya hatinya dan pikirannya terfokus pada agama saja, keinginan kuat untuk membaca Al-Qur’an dengan penuh renungan dan perlahan-lahan. Hendaknya ia juga berkemauan keras untuk menelaah hadits-hadits yang membuat kabar gembira dan ancaman agar hatinya menjadi lunak.
Di jawab oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dalam kitab Majmu’ Duruus wa Fataawa Al-Haraam Al-Makii, juz 3, hal. 380.
Sumber : Buletin Dakwah At-Tashfiyyah, Surabaya Edisi : 17 / Rajab / 1425 H dari darussalaf.or.id offline Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Judul: Cara Menguatkan Iman.

Minggu, 30 Mei 2010

Dua Orang sedang Sholat Berjama’ah, lalu Datang Orang Ketiga, Dimana Posisi Dia Berdiri?


Penulis: Asy Syaikh ‘Allaamah Ahmad bin Yahya An-Najmi
Kami memiliki satu pertanyaan : Apabila dua orang shalat berjamaah, kemudian datang orang ketiga ingin berjamaah bersama mereka. Maka apa yang dia lakukan dan dimana dia berdiri?Kami mohon keterangan dari anda, jazakumullah khairan.
بسم الله الرحمن الرحيم
فضيلة الشيخ العلامة أحمد بن يحيى النجمي –حفظه الله-.
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته.
عندنا سؤال : إذا صلّى الرجلان جماعةً, ثم جاء الثالث يريد الجماعةَ أيضا معهما. فماذا يفعل وأين يقف ؟
أفيدونا جزاكم الله خيرا.
الجواب : إن كان البراحُ أمامك, أشرتَ إلى الإمام أن يتقدَّم. وإن كان البراحُ خلفك, أشرتَ إلى المأموم أن يتأخَّر. وإلاّ إذا المكان ضيق, وقف المأموم الثاني على يمين الإمام هو والذي معه.
وبالله التوفيق.
(التوقيع)
13 رجب 1428 هـ
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Yang Mulia Syaikh ‘Allaamah Ahmad bin Yahya An-Najmi –semoga Allah menjaganya-.
Assalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.
Kami memiliki satu pertanyaan : Apabila dua orang shalat berjamaah, kemudian datang orang ketiga ingin berjamaah bersama mereka. Maka apa yang dia lakukan dan dimana dia berdiri? Kami mohon keterangan dari anda, jazakumullah khairan.
Jawab :
Apabila terdapat tempat yang luas didepan anda, maka berilah isyarat kepada imam untuk maju kedepan. Apabila terdapat tempat luas dibelakang anda, maka berilah isyarat kepada ma’mum untuk mundur. Namun apabila tempatnya sempit, maka ma’mum kedua berdiri (sejajar) disamping imam dan ma’mum pertama. Wabillahit-Taufiq.
(Tandatangan)
13 rajab 1428 H
Sumber: dari darussalaf.or.id offline dari Milis Salafi-Indonesia : http://groups.yahoo.com/group/Salafi-Indonesia/ Penulis: Asy Syaikh ‘Allaamah Ahmad bin Yahya An-Najmi Judul: Posisi Makmum Ketiga yang Masbuk

Sabtu, 29 Mei 2010

Hukum Menindik Telinga dan Hidung


Penulis: Asy Syaikh Muhammad bin Sholih Al-‘Utsaimin
Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Sholih Al-‘Utsaimin rahimahullah dittany:”Apa hukum menindik telinga dan hidung anak perempuan untuk tujuan berhias?”
Jawab:
Menindik telinga hukumnya boleh, karena tujuannya untuk berhias. Telah diriwayatkan bahwa istri-istri sahabat mempunyai anting-anting yang mereka pergunakan di telinga mereka. Menusuknya adalah menyakiti, tetapi hanya sedikit, jika ditindik ketika masih kecil, sembuhnyapun cepat. Sedang menindik hidung, hukumnya sama dengan menindik telinga.(Fatawa wa Rosail Syaikh Ibn ‘Utsaimin, 4/137; Fatawa Lajnah Ad-Daiman, 5/121).
Syaikh Abdullah Al-Fauzan berkata:”Diperbolehkan menindik telinga karena bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fithrah wanita untuk berhias. Adanya rasa sakit ketika ditindik tidaklah merupakan halangan, karena hanya merupakan sakit sedikit dan sebentar. Dan menindik telinga seringkali hanya dilakukan ketika anak masih kecil.
Menindik telinga merupakan perkara biasa bagi wanita dari dulu hingga sekarang. Tidak ada larangan tentangnya, baik di dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah, justru ada riwayat yang mengisyaratkan diperbolehkannya dan pengakuan manusia atasnya. Terdapat riwayat dari Abdurrahman bin Abbas, ia berkata bahwa Ibn Abbas radhiallahu ‘anhuma ditanya:’Pernahkah kamu menyaksikan hari raya bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam?’, dia menjawab:’Pernah, kalaulah bukan karena kedudukanku di sisinya, saya menyaksikannya semenjak kecil. Beliau mendatangi tenda di rumah Katsir bin Shalt (Rumah Katsir bin Shalt dipergunakan sebagai kiblat untuk sholat Ied). Lalu beliau sholat kemudian berkhutbah tanpa terdengar azan maupun iqomah. Beliau memerintahkan untuk bersedekah, maka para wanita mengulurkan tangannya ke telinga-telinga mereka dan leher-leher mereka (untuk membuka perhiasan mereka) dan beliau memerintahkan kepada Bilal untuk mendatangi tempat wanita, setelah selesai Bilal kembali menghadap Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalam lafazh riwayat Imam Bukhori dari Ibn Abbas disebutkan, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk bersedekah, maka saya melihat para wanita mengulurkan tangan ke telinga dan leher mereka untuk mengambil perhiasan mereka. (Zinatul Mar’ah; Syaikh Abdullah Al-Fauzan, hal: 54).
Sumber: dari darussalaf.or.id offline dikutip dari http://abdurrahman.wordpress.com/2007/10/02/hukum-menindik-telinga Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Judul: Hukum Menindik Telinga

Jumat, 28 Mei 2010

Kisah Batil dalam Kitab Fadha’il al-A’mal


Lajnah Daimah ditanya:
Syaikh Muhammad Zakaria rahimahullah termasuk ulama yang paling masyhur di India dan Pakistan, khususnya dilingkungan jama’ah tabligh. Dia memiliki beberapa tulisan, diantaranya kitab “fadha’il al-a’mal“, dimana kitab ini dibanyakan dihalaqah-halaqah yang membahas agama dikalangan jama’ah tabligh.para anggota jama’ah ini meyakini kitab ini seperti “shahih bukhari“, dan yang semisalnya, dan dahulu akupun bersama mereka. Disaat sedang membaca kitab ini, aku mendapati banyak kisah-kisah yang diriwayatkan, yang terkadang sulit difahami dan meyakininya. Oleh karena itu,aku mengirim kepada lembaga kalian agar dapat memberi jalan keluar dari permasalahanku ini.
Diantara kisah ini adalah kisah yang diriwayatkan oleh Sayyid Ahmad Rifa’I, dimana dia berkata: tatkala dia selesai menunaikan ibadah haji, diapun mengunjungi kuburan Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam sambil melantunkan bait-bait syair berikut dan berdiri di depan kuburan Nabi Shallallahu alaihi wasallam sambil berkata:
فـي حالـة البعـد روحي كنت أرسلها. . . . . . . . . . تقبــل الأرض عني وهي نائبتي
وهــذه دولــة الأشباح قد حضرت. . . . . .. . . .. فامدد يمينـك كي تحظى بها شفتي
Dikejauhan aku melepaskan ruhku
Bumipun menerimanya dan dia menjadi penggantiku
Inilah negeri orang-orang yang telah hadir
julurkanlah tanganmu agar bibirku mendapat bagian darinya
Setelah membaca bait-bait ini,keluarlah tangan kanan Rasul Shallallahu alaihi wasallam, lalu akupun menciumnya. (Al-Hawi,As-Suyuthi).
Dan dia menyebutkan bahwa ada Sembilan puluh ribu muslim yang telah melihat kejadian besar ini, dan mereka dimuliakan dengan mengunjungi tangan yang memiliki berkah itu.Diantara mereka adalah Syaikh Abdul Qadir Jaelani rahimahullah.Yang waktu itu berada di masjid nabawi yang mulia adalah bangunan yang inggi.Maka berkenaan dengan kisah ini,aku ingin bertanya kepada kalian:
1. Apakah kisah ini memiliki asal, atau tidak ada hakekatnya?
2. Apa menurut kalian tentang kitab “Al-Hawi” karya As-Suyuthi, dimana dia menetapkan adanya kisah ini?
3. Jika kisah ini tidak benar, apakah boleh shalat dibelakang imam yang meriwayatkan kisah ini dan meyakini kebenarannya? Apakah sah keimamahannya atau tidak?
4. Apakah boleh membaca kitab-kitab seperti ini dihalaqah-halaqah agama di masjid-masjid?Dimana kitab ini dibacakan dimasjid-masjid di Britania oleh kaum jama’ah tabligh , dan juga sangat masyhur di kerajaan Arab Saudi, khususnya di Madinah Munawwarah, dimana penulis kitab ini hidup lama di Madinah Munawwarah. Saya berharap kepada para Syaikh yang mulia agar memberi faedah kepada kami dengan jawaban yang cukup dan terperinci, agar saya dapat menerjemahkannya kedalam bahasa negeri setempat lalu menyebarkanya kepada para sahabat dan temanku, dan kaum muslimin lainnya yang saya berbincang dengannya dalam pembahasan ini?
Lajnah menjawab:
هذه القصة باطلة لا أساس لها من الصحة ؛ لأن الأصل في الميت نبيا كان أم غيره أنه لا يتحرك في قبره بمد يد أو غيرها ، فما قيل من أن النبي صلى الله عليه وسلم أخرج يده للرفاعي أو غيره غير صحيح ، بل هو وهم وخيال لا أساس له من الصحة ، ولا يجوز تصديقه ، ولم يمد يده صلى الله عليه وسلم لأبي بكر ولا عمر ولا غيرهما من الصحابة فضلا عن غيرهم ، ولا يغتر بذكر السيوطي لهذه القصة في كتابه : (الحاوي) ؛ لأن السيوطي في مؤلفاته كما قال العلماء عنه : حاطب ليل يذكر الغث والسمين ، ولا تجوز الصلاة خلف من يعتقد صحة هذه القصة لأنه مصدق بالخرافات ومختل العقيدة ، ولا تجوز قراءة كتاب (فضائل أعمال) وغيره مما يشتمل على الخرافات والحكايات المكذوبة على الناس في المساجد أو غيرها ؛ لما في ذلك من تضليل الناس ونشر الخرافات بينهم .
نسأل الله عز وجل أن يوفق المسلمين لمعرفة الحق والعمل به إنه سميع مجيب . وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه .
ini adalah kisah yang batil yang tidak ada landasan kebenarannya sama sekali,sebab asal hukum orang yang telah mati apakah dia seorang nabi atau bukan bahwa dia sudah tidak bergerak dalam kuburannya,apakah dengan menjulurkan tangannya atau yang lainnya.Adapun yang disebutkan bahwa Nabi Shallallahu alaihi wasallam mengeluarkan tangannya kepada Rifa’I atau yang lainnya,tidaklah benar. Bahkan ini merupakan khayalan yang tidak ada landasan kebenarannya, dan tidak boleh membenarkannya.Nabi Shallallahu alaihi wasallam tidak pernah menjulurkan tangannya kepada Abu Bakar,Umar , tidak pula selain keduanya dari kalangan para sahabat,terlebih lagi selain mereka.Jangan pula tertipu dengan penyebutan Suyuthi terhadap kisah ini dalam kitabnya (Al-Hawi) , sebab Suyuthi dalam tulisan-tulisannya seperti yang disebutkan para ulama: hathibul lail (pencari kayu bakar dimalam hari)1 , dia menyebut yang kurus dan yang gemuk (tidak memperhatikan kebenaran apa yang dinukilnya,pen), dan tidak diperbolehkan shalat dibelakang orang yang meyakini kebenaran kisah ini sebab dia meyakini perkara-perkara khurafat ini dan ada kerusakan dalam akidahnya, dan tidak boleh pula membacakan kepada manusia kitab “fadha’il al-a’mal” dan yang lainnya dari kitab yang mengandung berbagai khurafat dan cerita-cerita palsu di masjid-masjid atau yang lainnya,sebab yang demikian menyebabkan tersesatnya manusia dan tersebarnya perkara khurafat dikalangan diantara mereka.
Kami memohon kepada Allah Azza wajalla agar memberi taufik kepad kaum muslimin untuk mengenal kebenaran dan mengamalkannya. Sesungguhnya Dia maha mendengan dan maha mengabulkan. Shalawat dan Salam tercurah kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu alaihi wasallam , keluarga dan para sahabatnya.
Lajnah Daimah untuk pembahasan ilmiah dan fatwa
Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah Alus Syaikh, Anggota: Abdullah Ghudayyan, Saleh Al-Fauzan, Bakr Abu Zaid, (lajnah Daimah fatwa No:21412)
Dikutip dari Darussalaf.or.id Alih bahasa : Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi dari : http://www.salafybpp.com Penulis: Al Lajnah Ad Da’imah Lil Buhuts Ilmiyah wal Ifta’ Kedudukan Kitab “Fadha’il al-a’mal”, Kitab Rujukan Utama Jama’ah Tabligh

Kamis, 27 Mei 2010

10 (Sepuluh) Adab dalam Masalah Buang Hajat


Buang hajat merupakan rutinitas amaliyah yang sering dilakukan semua orang. Maka alangkah baiknya bila kita mengetahui adab-adab buang hajat sesuai dengan tuntunan syari’at Islam yang mulia ini.
Adanya tuntunan dalam masalah buang hajat ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang sangat sempurna. Tidak ada yang tersisa dari problematika umat ini, melainkan telah dijelaskan secara gamblang oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Tak heran, jika kaum musyrikin pernah terperangah seraya berkata kepada Salman Al-Farisi radhiallahu ‘anhu:
Sungguh nabi kalian telah mengajarkan segala sesuatu sampai-sampai perkara adab buang hajat sekalipun.” Salman menjawab: “Ya, benar…” (HR. Muslim No. 262)
1. Berdo’a Sebelum Masuk WC
WC dan yang semisalnya merupakan salah satu tempat yang dihuni oleh setan. Maka sepantasnya seorang hamba meminta perlindungan kepada Allah subhanahu wata’ala dari kejelekan makhluk tersebut. Oleh karena itu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan do’a ketika akan masuk WC:
(بِسْمِ اللهِ) اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُبِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَ الْخَبَائِثِ
(Dengan menyebut nama Allah) Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan setan laki-laki dan setan perempuan.” (HR. Al-Bukhari no. 142 dan Muslim no. 375. Adapun tambahan basmalah diawal hadits diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani)
Doa ini dapat pula dibaca dengan lafazh:
(بِسْمِ اللهِ) اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُبِكَ مِنَ الْخُبْثِ وَ الْخَبَائِثِ
“(Dengan menyebut nama Allah) Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari segala bentuk kejahatan dan para pelakunya.” (Lihat Fathul Bari dan Syarhu Shahih Muslim pada penjelasan hadits diatas)
2. Mendahulukan Kaki Kiri Ketika Masuk WC Dan Mendahulukan Kaki Kanan Ketika Keluar
Dalam masalah ini tidak terdapat hadits shahih yang secara khusus menyebutkan disukainya mendahulukan kaki kiri ketika hendak masuk WC. Hanya saja terdapat hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menyukai mendahulukan yang kanan pada setiap perkara yang baik.” (HR. Muslim)
Oleh karena itu, beberapa ulama seperti Al-Imam An-Nawawi dalam kitab beliau, Syarhu Shahih Muslim, dan juga Al-Imam Ibnu Daqiqil ‘Id menyebutkan disukainya seseorang yang masuk WC dengan mendahulukan kaki kiri dan ketika keluar dengan mendahulukan kaki kanan.
3. Tidak Membawa Sesuatu Yang Terdapat Padanya Nama Allah subhanahu wata’ala Atau Ayat Al-Qur`an kedalam WC
Sesuatu apapun yang terdapat padanya nama Allah subhanahu wata’ala, atau terdapat padanya ayat Al-Qur’an, atau terdapat padanya nama yang disandarkan kepada salah satu dari nama Allah subhanahu wata’ala seperti Abdullah, Abdurrahman dan yang lainnya, maka tidak sepantasnya dimasukkan ke tempat buang hajat (WC). Allah subhanahu wata’ala berfirman:
Barangsiapa yang mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati.” (QS. Al-Hajj: 32)
Adapun hadits yang sering dipakai dalam masalah ini tentang peletakan cincin Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam ketika masuk WC merupakan hadits yang dilemahkan para ulama. (Taudhihul Ahkam, 1/324)
4. Berhati-hati Dari Percikan Najis
Tidak berhati-hati dari percikan kencing merupakan salah satu penyebab diadzabnya seseorang di alam kubur. Tetapi perkara ini sering disepelekan oleh kebanyakan orang. Suatu ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam melewati dua kuburan, seraya beliau shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Sungguh dua penghuni kubur ini sedang diadzab. Tidaklah keduanya diadzab melainkan karena menganggap sepele perkara besar. Adapun salah satunya, ia diadzab karena tidak menjaga dirinya dari kencing. Sedangkan yang lainnya, ia diadzab karena suka mengadu domba….” (HR. Al-Bukhari no. 216 dan Muslim no. 292)
Dan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam telah memperingatkan:
Bersucilah kalian dari kencing. Sungguh kebanyakan (orang) diadzab di alam kubur disebabkan karena kencing.” (HR. Ad-Daraquthni)
5. Tidak Menampakkan Aurat
Menutup aurat merupakan perkara yang wajib dalam Islam. Oleh karena itu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam melarang seseorang dalam keadaan apapun, termasuk ketika buang hajat, untuk menampakkan auratnya di hadapan orang lain. Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Apabila dua orang buang hajat, maka hendaklah keduanya saling menutup auratnya dari yang lain dan janganlah keduanya saling berbincang-bincang. Sesungguhnya Allah sangat murka dengan perbuatan tersebut.” (HR. Ahmad dishahihkan Ibnus Sakan, Ibnul Qathan, dan Al-Albani, dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu)
Oleh karena itu, kebiasaan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam adalah menjauh dari pandangan para sahabatnya ketika hendak buang hajat. Abdurrahman bin Abi Qurad radhiallahu ‘anhu berkata:
Aku pernah keluar bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam ke tempat buang hajat. Kebiasaan beliau ketika buang hajat adalah pergi menjauh dari manusia.” (HR. An Nasa’i No. 16. Dishahihkan Asy Syaikh Muqbil dalam Al-Jami’us Shahih, 1/495)
6. Tidak Beristinja’ dengan Tangan Kanan
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam melarang beristinja’ dengan tangan kanan sebagaimana sabda beliau shalallahu ‘alaihi wasallam:
لاَيَمَسَّنَّ أَحَدُكُمْ ذَكَرَهُ بِيَمِيْنِهِ وَهُوَيَبُوْلُ وَلاَ يَتَمَسَّحْ مِنَ الْخَلاَءِ بِيَمِيْنِهِ
Janganlah seseorang diantara kalian memegang kemaluan dengan tangan kanannya ketika sedang kencing dan jangan pula cebok dengan tangan kanan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari shahabat Abu Qotadah radhiallahu ‘anhu)
Hadits inipun mengandung larangan memegang kemaluan dengan tangan kanan ketika sedang kencing. Hal ini menunjukkan bahwa Islam sangat memperhatikan adab (etika yang baik) dan kebersihan, termasuk ketika buang hajat sekalipun.
7. Boleh Bersuci dengan Batu (Istijmar)
Diantara bentuk kemudahan dari Allah subhanahu wata’ala ialah dibolehkan bagi seseorang untuk bersuci dengan batu (istijmar). Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata:
Suatu hari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam buang hajat, lalu beliau meminta kepadaku tiga batu untuk bersuci.” (HR. Al-Bukhari No. 156)
Namun batu yang dipakai harus berjumlah ganjil dengan jumlah minimal tiga batu sebagaimana dinyatakan Salman Al-Farisi radhiallahu ‘anhu:
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam melarang bersuci (istijmar) kurang dari tiga batu.” (HR. Muslim)
Juga hadits dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Jika kalian bersuci dengan batu (istijmar), maka hendaklah dengan bilangan ganjil.” (HR. Muslim)
Para ulama menyebutkan kriteria batu yang dipakai adalah batu yang suci lagi kering. Tidak boleh jika batu tersebut dalam keadaan basah. Dibolehkan juga menggunakan benda-benda lain selagi bisa menyerap benda najis dari tempat keluarnya, yaitu qubul dan dubur, dengan syarat berjumlah ganjil dan minimal 3 (tiga) buah.
8. Larangan Beristinja’ dengan Tulang dan Kotoran Binatang
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam melarang beristinja’ dengan tulang atau kotoran binatang, disamping keduanya merupakan benda yang tidak dapat menyucikan. Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu berkata:
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam telah melarang beristinja’ dengan tulang dan kotoran binatang.” (HR. Muslim)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan hikmah pelarangan beristinja’ dengan tulang sebagaimana disebutkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Tulang adalah makanan saudara kalian dari kalangan jin.” (HR. Al-Bukhari)
9. Tidak Menghadap Atau Membelakangi Kiblat Ketika Buang Hajat
Para ulama berbeda pendapat dalam permasalahan ini. Sebagian ulama berpendapat dilarangnya buang hajat dengan menghadap atau membelakangi kiblat secara mutlak, baik di tempat terbuka maupun di tempat tertutup. Inilah pendapat Ibnu Taimiyyah, Asy-Syaukani, Asy-Syaikh Al-Albani dan yang lainnya. Berdalil dengan hadits dari Abu Ayyub Al-Anshari radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Apabila seseorang dari kalian buang hajat, maka janganlah menghadap kiblat atau membelakanginya. Akan tetapi hendaknya ia menyamping dari arah kiblat.” (HR. Al-Bukhari No. 394 dan Muslim No. 264)
Sebagian ulama lain berpendapat bahwa larangan buang hajat dengan menghadap kiblat adalah apabila di tempat terbuka. Namun jika di tempat tertutup, maka dibolehkan menghadap kiblat. Dalil yang menunjukkan bolehnya perkara tersebut adalah hadits dari Ibnu ‘Umar radhiallahu ‘anhu, ia berkata:
Aku pernah menaiki rumah saudariku Hafshah (salah satu istri Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam) untuk suatu kepentingan. Maka aku melihat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam sedang buang hajat dengan menghadap ke arah negeri Syam dan membelakangi Ka’bah.” (HR. Al-Bukhari No. 148 dan Muslim No. 266)
Demikian pula hadits Jabir bin ‘Abdillah radhiallahu ‘anhu, ia berkata:
Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam melarang kami membelakangi atau menghadap kiblat ketika buang hajat. Akan tetapi aku melihat beliau kencing dengan menghadap kiblat setahun sebelum beliau wafat.” (HR. Ahmad, 3/365, dihasankan Asy-Syaikh Muqbil dalam Al-Jami’us Shahih, 1/493)
Pendapat inilah yang nampak bagi penulis lebih kuat. Dan ini pendapat yang dipilih Al-Imam Malik, Ahmad, Asy-Syafi’i, dan mayoritas para ulama.
Namun dalam rangka berhati-hati, sebaiknya tidak menghadap kiblat ketika buang hajat walaupun di tempat tertutup. Hal ini disebabkan karena perbedaan pendapat yang sangat kuat diantara para ulama dalam masalah ini.
10. Berdo’a Setelah Keluar WC
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan do’a yang dibaca ketika keluar dari tempat buang hajat. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:
Bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam jika keluar dari tempat buang hajat membaca do’a:
غُفْرَانَكَ
(Aku memohon pengampunanmu).” (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah dan dishahihkan Al-Albani dalam Irwa’ul Ghalil No. 52)
Terdapat riwayat-riwayat lain yang menyebutkan beberapa bentuk do’a yang dibaca setelah buang hajat. Namun seluruh hadits-hadits tersebut didha’ifkan para ulama pakar hadits. Al-Imam Abu Hatim Ar-Razi berkata: “Hadits yang paling shahih tentang masalah ini adalah hadits ‘Aisyah (yang telah disebutkan diatas).” (Taudhihul Ahkam, 1/352)
Inilah beberapa perkara yang perlu dicermati oleh setiap muslim. Sungguh tidak layak bagi seorang muslim menganggap hal ini sebagai perkara yang sepele.
Wallähu ta’älä a’lam.
Sumber Darussalaf.or.id dari Assalafy.org/mahad/?p=268 Judul: Tuntunan Syariat Dalam Masalah Buang Hajat

Rabu, 26 Mei 2010

Ringtone Dengan Ayat Ayat Al-Qur’an


Semakin maraknya penggunaan telepon selular (Handphone) dikalangan manusia, menyebabkan terjadinya banyak penyalahgunaan yang menyelisihi syariat pada saat menggunakannya. Diantaranya adalah menggunakan ringtone (nada sambung) dengan lantunan musik, lagu, dan yang semisalnya. Sebailknya, sebagian kaum muslimin ada yang enggan menggunakan ringtone dari musik, namun terjatuh dalam kesalahan lain, yaitu menggunakan Bacaan Ayat-ayat al-Qur’an, Azan, dan yang semisalnya sebagai ringtone, yang ini juga merupakan bentuk merendahkan ayat-ayat Allah Azza Wajalla tersebut.
Walhamdulillah masih banyak ringtone lainnya yang lebih selamat, seperti suara burung, suara dering telepon biasa, atau yang semisalnya yang lebih selamat dan tidak terjatuh dalam perbuatan yang diharamkan. Berikut kami nukilkan fatwa Ulama dalam masalah ini.
Fatwa Syaikh Ibrahim Ar-Ruhaili Hafizhahullah Ta’ala
Berkata Syaikh Ibrahim Ar-Ruhaili hafizhahullah Ta’ala:
Termasuk yang dikhawatirkan menjadikan agama sebagai permainan dan perbuatan sia-sia,apa yang muncul belakangan ini dan menyebar–sangat disayangkan sekali-diantara banyak dari orang-orang yang mulia dan memiliki keutamaan, bahkan kami katakan: tidak terlepas pula sebagian penuntut ilmu, yang menjadikan al-qur’an di telepo-telepon selular mereka sebagai tanda masuknya deringan telepon (ringtone) yaitu potongan (ringtone) untuk menunggu panggilan tatkala ada yang menghubunginya. Sehingga tatkala tersambung, ayat-ayat dari kitabullah inipun muncul. Tatkala dia ingin menjawabnya, ayat-ayat tersebut terputus ,sehingga seakan-akan kitab Allah dijadikan sebagai hiburan semata, dan sunnah Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam diejek dan dihinakan.
Kami tidak berprasangka bahwa orang yang menjadikan hal ini dari mereka yang memiliki kebaikan bahwa dia ingin mengejek. Namun kami katakan: Sesungguhnya kedudukan kitab Allah sepantasnya dibersihkan dari hal-hal seperti ini, demikian pula sunnah Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam sepantasnya dibersihkan, demikian pula do’a-do’a yang diucapkan oleh para imam, tidak boleh digunakan untuk alat seperti ini.Jika orang yang menggunakanya itu meyakini bahwa itu agama, maka ini termasuk bid’ah, dan jika dia mengetahui bahwa hal itu tidak termasuk agama, namun dia hanya mengatakan bahwa ayat-ayat tersebut sebagai pengganti ringtone yang bermusik, maka ini termasuk merendahkan kitab Allah Azza Wajalla. Maka sepantasnya kita bersikap pertengahan antara mereka yang berlebihan dan melampaui batas, dengan orang-orang yang fasik yang menggunakan potongan-potongan ringtone musik, dan mengganggu kaum muslimin hingga di masjid-masjid mereka.
Alat (HP) ini merupakan nikmat dari Allah Azza Wajalla, sepantasnya digunakan dengan cara yang benar. Ada banyak ringtone yang tidak ada unsur musiknya yang bisa digunakan sebagai tanda masuknya panggilan. Adapun sikap berlebihan dalam perkara ini, sehingga kalian melihat diantara manusia penuh keanehan dalam hal ini, terkadang muncul suara-suara hewan, terkadang anak-anak menangis atau tertawa, demi Allah ini perkara-perkara yang membuat tertawa, menangis, yang muncul dari orang-orang yang kami menyangka mereka memiliki keutamaan, terlebih lagi orang awam.
Agama Allah sepantasnya disucikan, kitab Allah sepantasnya disucikan, sunnah sepantasnya disucikan pula, demikian pula do’a, demikian pula ini yang engkau dengarkan sepantasnya dibersihkan dari menjadikannya sebagai alat untuk datangnya panggilan atau menjawabnya melalui alat (HP) ini.
Berikut ini transkrip ceramah Beliau dalam bahasa Arab:
مما يُخشى أن يكون من اتخاذ الدين لعباً ولهوا، ما وجد في الفترة الأخيرة وانتشر للأسف بين الكثير من الأخيار والأفاضل بل نقول أنه لرُبما لم يسلم بعض طُلاب العلم من اتخاذ القرآن في الجوالات علامة على ورود المُكالمات وهو مَقطع لوقت الإنتظار عندما يتصل مُتصل فينبعث عندما يتصل هذه الآيات من كتاب الله عز وجل، فإذا ما أراد الرد انقطعت الآيات وكأن كتاب الله يُتخذ للتسلية وسنة النبي -صلى الله عليه وسلم- يُهزئ بها ويُسخر بها، ونحن لا نظن بمن يتخذ هذا من أهل الخير أنه يُريد السُخرية، ولكن نقول أن مقام كتاب الله عز وجل يَنبغي أن يُنزه عن هذه الأمور وسُنة النبي -صلى الله عليه وسلم- يَنبغي أن تُنزه و كذلك الأدعية التي يقوم بها الأئمة لايجوز أن تُجعل في هذه الأجهزة، وإذا كان من يتخذ هذا، يتخذه ويعتقد أنه دين فإن هذه من البدع وإذا كان يعلم أنه ليس بـدين وإنما يقول الآيات بدل النغمات الموسيقية فإن هذا من امتهان كتاب الله -عز وجل- فينبغي أن نتوسط بين أهل الغلو وأهل التنطُع وبين أهل الفسوق أيضا الذين اتخذوا المقاطع الموسيقية ويُؤذون بها المُسلمين حتى في مساجدهم، هذا الجهاز نعمة من الله (عز وجل) ينبغي أن يُستخدم الإستخدام الصحيح، هناك أجراس ليس فيها موسيقى تُجعل علامة على ورود المُكالمة وأما المُبالغة في هذا الأمر حتى أصبح الناس، يعني ترى منهم العجب في هذه الأمور أحيانا أصبحت حيوانات أحيانا أطفال يبكون أو يضحكون يعني أُمور والله مُضحكة مُبكية، يعني تصدُر من بعض من يُظن بهم الفضل فضلاً عن غيرهم من العوام، فدين الله ينبغي أن يُنزه كتاب الله يُنزه السُنة ينبغي أن تُنزه الدُعاء هذا الذي تسمعُه ينبغي أن يُنزه أن يكون وسيلة لوُرود المُكالمات أو الرد على هذا الجهاز..، انتهى كلام الشيخ -حفظه الله تعالى- .
Fatwa Syaikh Saleh Al-Fauzan Hafizhahullah
Beliau ditanya :
Apa pendapatmu tentang orang yang menjadikan handphone-nya sebagai pengganti musik dengan adzan atau bacaa al-qur’an al-karim ?
Beliau menjawab :
ini termasuk merendahkan azan, zikir, dan al-qur’an al-karim,maka tidak boleh dijadikan sebagai alarm (ringtone). Al-qur’an tidak boleh digunakan sebagai alarm, lalu dikatakan: ini lebih baik dari musik. Apakah anda diharuskan melakukannya? Tinggalkan musik, gunakan alarm yang tidak ada musik padanya dan tidak pula al-qur’an, sekedar pemberi peringatan.Iya
Berikut tarnskrip dalam bahasa Arab :
يقول السائل: ما رأيكم فيمن يضع في الجوال بدلاً من الموسيقى أذان أو قراءة القرآن الكريم؟
أجاب الشيخ: (( هذا امتهان للأذان والذكر وللقرآن الكريم فلا يُتخذ لأجل التنبيه. ما يُتخذ القرآن لأجل التنبيه ويقال هذا خير من الموسيقى، طيب الموسيقى أنت ملزم بها؟! أترك الموسيقى. ضع شيء منبه لا فيه موسيقى ولا فيه قرآن. منبه فقط. نعم.)) انتهى كلام الشيخ حفظه الله.
Sumber: http://www.salafybpp.com dinukil http://www.assalafy.org/mahad/?p=422 Penulis: Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Judul: Ringtone Dengan Ayat Ayat Al-Qur’an

Selasa, 25 Mei 2010

Barang-barang BERTUAH Penolak Bala


Lihatlah sebagian orang menggunakan “Batu Bertuah”, “Keris Sakti”, “Sabuk Bertuah”, “Permata Pelaris Dagangan”, “Rompi Penarik Hati”, “Kopiah Penolak Bala”, “Permata Pelaris Bisnis”, “Tanduk Kucing Penyebab Kekebalan”, “Tanduk Babi”, “Rotan Pembawa Rejeki”, dan lainnya…
Setiap orang menginginkan keselamatan di dunia, maupun di akhirat. Oleh karena itu, masing-masing orang mencari sebab untuk mendatangkan keselamatan dan kebahagiaan bagi dirinya. Hanya saja tak semua orang mengetahui sebab yang baik dan diizinkan oleh Allah -Azza wa Jalla-. Bahkan banyak diantara mereka sembarangan dan sembrono dalam mencari sebab, sehingga ada sebagian orang jahil yang mengambil sesuatu yang bukan sebab keselamatan dan kebahagiaan baginya.
Realita seperti ini banyak kita temukan di lapangan kehidupan. Lihatlah sebagian orang menggunakan “batu bertuah”, “keris sakti“, “Sabuk Bertuah”, “Permata Pelaris Dagangan“, “Rompi Penarik Hati”, “Kopiah Penolak Bala”, “Permata Pelaris Bisnis”, “Tanduk Kucing Penyebab Kekebalan“, “Tanduk Babi”, “Rotan Pembawa Rejeki”, dan lainnya. Semua barang-barang ini diyakini oleh sebagian orang jahil sebagian penyebab tertolaknya bala’ (petaka), dan penyebab datangnya kebahagiaan berupa rejeki, kesehatan, jodoh, dan lainnya. Ini adalah keyakinan jahiliah yang telah dihapus oleh Allah dengan kedatangan Nabi Muhammad -Shallallahu alaihi wa sallam- membawa Islam yang menghapus segala bentuk paganisme, dan penyembahan kepada selain Allah beserta sebab-sebabnya. (Lihat Al-Qoul As-Sadid (hal. 46))
Allah -Ta’ala- berfirman,
Katakanlah: “Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah. Jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya?. Katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku”. Kepada-Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri“.(QS. Az-Zumar : 38).
Syaikh Ibnu Sholih Al-Utsaimin -rahimahullah- berkata, “Syahid (dalil penguat) dari ayat ini bahwa berhala-berhala ini tidak mampu memberikan manfaat bagi penyembah-penyembahnya, baik dalam mendatangkan manfaat maupun menolak bala’. Berhala-berhala itu bukanlah sebab bagi hal itu. Maka dianalogikan (disamakan) dengan berhala-berhala itu segala sesuatu yang bukan merupakan sebab syar’iy, atau qodariy (yang ditetapkan berdasarkan taqdir). Jadi, menjadikan hal-hal itu sebagai sebab, dianggap sebagai bentuk kesyirikian kepada Allah“. [Lihat Al-Qoul Al-Mufid (1/168)]
Jadi, tali, bebatuan, permata, keris jika semuanya dijadikan sebagai sebab yang mendatangkan kebahagian dan penolak bala’, maka semua barang-barang itu bukanlah sebab-sebab yang dibenarkan dalam agama kita. Bahkan itu merupakan kesyirikan kepada Allah; diharamkan dalam agama kita!! Benda-benda itu tidak dapat mendatangkan kebahagiaan atau menolak bala’ menurut pandangan syari’at. Jika ditinjau berdasarkan taqdir (ketentuan) Allah, maka benda-benda itu tidaklah menjadi sebab datangnya kebahagiaan dan tertolaknya bala’.
Burhanuddin Ibrahim bin Umar Al-Biqo’iy -rahimahullah- berkata saat menafsirkan ayat di atas, “Tatkala telah dimaklumi bahwa mereka (orang-orang kafir) terdiam dari pertanyaan ini, sebab mereka mengetahui adanya keharusan kontradiksi saat mereka menjawab dengan kebatilan. Diantara kebatilan agama mereka, mereka menjawab dengan kebenaran“. [Lihat Nazhm Ad-Duror fi Tanaasub Al-Ayat wa As-Suwar (7/258)]
Perhatikanlah, ketika orang-orang kafir ditanya, apakah sembahan-sembahan mereka dapat mendatangkan mudhorot (bala’), dan menghalangi rahmat dan kebaikan Allah, maka mereka mengakui bahwa sembahan-sembahan mereka tak dapat melakukan hal itu!! Ini pernyataan dan penegasan orang-orang kafir. Tragisnya di zaman ini ada sebagian orang yang mengaku “muslim”, tapi mereka mengakui bahwa ada benda atau makhluk yang mampu mendatangkan rejeki atau menolak bala’. Padahal semua itu telah dilarang dan dingkari oleh Allah.
Para pembaca yang budiman, ketika kita mengingkari orang yang meyakini bahwa ada yang mampu mendatangkan manfaat dan kebahagiaan atau menolak bala’ dari selain Allah, maka sebagian orang jahil menyangkal seraya berkata, “Kami tidak meyakini bahwa benda-benda ini dapat mendatangkan manfaat atau menolak bala’!! Kami hanya meyakini bahwa benda-benda ini hanya menjadi sebab yang mendatangkan manfaat dan menolak bala’, karena hanya Allah yang mampu melakukan hal itu”.
Ketahuilah bahwa ini hanyalah bualan mereka. Mereka hanya ingin menipu kaum awam yang tak memahami agamanya dengan baik. Untuk menjawab bualan dan syubhat (kerancuan) mereka ini, maka silakan anda dengarkan penjelasan Syaikh Ibn Nashir As-Sa’diy -rahimahullah- saat beliau berkata, “Wajib bagi seorang hamba untuk mengenal tiga perkara tentang MASALAH SEBAB. Pertama, seorang hamba tidak menjadikan diantara sebab-sebab itu sebagai suatu SEBAB, kecuali yang telah nyata bahwa ia adalah sebab menurut syari’at dan taqdir (ketetapan Allah). Kedua, seorang hamba tidak bersandar kepada sebab-sebab itu, bahkan ia hanya bersandar kepada Yang Mengadakan dan Menetapkan sebab (yakni, Allah). Di samping itu, ia tetap melakukan sesuatu yang disyari’atkan diantara sebab-sebab itu, dan bersemangat terhadap sebab yang bermanfaat. Ketiga, seorang hamba mengetahui bahwa sebab-sebab itu bagaimana pun besar dan kuatnya, tapi sebab-sebab itu tergantung kepada ketentuan Allah, dan taqdir-Nya; tak akan keluar dari ketentuan-Nya“. [Lihat Al-Qoul As-Sadid Syarh Kitab At-Tauhid (hal. 43-44)]
Jadi, barangsiapa menggunakan benda-benda yang dikeramatkan baik berupa batu, atau tali, dan lainnya dengan maksud untuk menghilangkan bala’ setelah terjadinya, atau untuk menolak bala’ sebelum terjadinya, maka sungguh ia telah berbuat syirik (mempersekutukan Allah dengan makhluk). Sebab jika ia meyakini bahwa benda-benda itulah yang menolak dan menghilangkan bala’, maka ini adalah syirik akbar (besar), yaitu syirik dalam sifat rububiyyah, karena ia telah meyakini adanya sekutu bagi Allah dalam hal penciptaan dan pengaturan makhluk; juga syirik dalam uluhiyyah (peribadahan), sebab ia telah menghambakan diri kepada benda-benda itu, serta menggantungkan hatinya pada benda-benda itu karena mengharapkan manfaat dan kebaikannya.
Jika seorang hamba meyakini bahwa Allah-lah yang Memberi manfaat dan menolak bala’, tapi seseorang masih meyakni bahwa benda-benda yang dikeramatkan tersebut adalah sebab yang ia menolak bala’ dengannya, maka sungguh ia telah menjadikan sesuatu yang bukanlah sebab yang disyari’atkan dan tidak pula ditaqdirkan oleh Allah sebagai suatu sebab. Ini adalah perbuatan yang diharamkan dan bentuk kedustaan atas nama syari’at dan taqdir. Menjadikan benda-benda yang dikeramatkan sebagai suatu sebab dalam menolak bala’ atau mendatangkan rejeki dan kebahagiaan merupakan perkara yang diharamkan dalam agama kita. Oleh karenanya, Uqbah bin Amir -radhiyallahu anhu- berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَقْبَلَ إِلَيْهِ رَهْطٌ فَبَايَعَ تِسْعَةً وَأَمْسَكَ عَنْ وَاحِدٍ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ بَايَعْتَ تِسْعَةً وَتَرَكْتَ هَذَا قَالَ إِنَّ عَلَيْهِ تَمِيمَةً فَأَدْخَلَ يَدَهُ فَقَطَعَهَا فَبَايَعَهُ وَقَالَ مَنْ عَلَّقَ تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ
Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- pernah didatangi oleh oleh suatu rombongan. Beliau membai’at sembilan orang, dan enggan membai’at satu orang. Mereka pun berkata, “Wahai Rasulullah, engkau telah membai’at sembilan orang, dan meninggalkan satu orang”. Beliau bersabda, “Pada dirinya ada jimat”. Kemudian beliau memasukkan tangannya dan memutuskan jimat itu. Lalu membai’atnya seraya berkata, “Barangsiapa yang menggantung jimat, maka sungguh ia telah berbuat syirik“. [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (4/156), Al-Hakim dalam Al-Mustadrok (4/219), dan Al-Harits Ibn Abi Usamah dalam Musnad-nya. Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (492)]
Menjadikan jimat sebagai sebab dalam menolak bala’ atau mendatangkan manfaat (kebahagiaan) merupakan perbuatan yang diharamkan dalam agama kita sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- dalam hadits di atas.
Selain itu, jimat atau benda yang dikeramatkan lainnya, jika ditinjau berdasarkan taqdir (ketetapan Allah), maka ia bukanlah sebab yang menolak bala’ dan mendatangkan manfaat berupa kesembuhan dan kebahagiaan, sebab menurut tajribah (pengalaman dan eksperimen), jimat tidaklah mendatangkan kesembuhan dan menolak marabahaya; jimat atau keris yang dikeramatkan hanyalah benda mati yang tidak bisa berbicara atau bergerak, apalagi mau menolong orang. Inilah yang dinyatakan oleh Allah dalam firman-Nya,
Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari korma. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan dihari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberi keterangan kepadamu sebagaimana yang diberikan oleh yang Maha Mengetahui (Allah)”.(QS. Faathir : 13-14)
Seorang muslim tidak boleh mengharap berkah, rahmat, dan manfaat dari makhluk , sebab makhluk-makhluk itu tak memiliki daya dan upaya, tidak bisa mendengar, dan tidak pula melihat. Kalaupun bisa, maka ia tak mampu memenuhi permintaan kita.
Di zaman ini kita amat heran dengan adanya sekelompok orang-orang jahil yang mengharapkan hal-hal itu dari makhluk lemah. Kalian akan heran melihat ada diantara mereka yang mendatangi kuburan para “wali” untuk mengharap kebaikan dan berkah dari mereka. Kalian akan melihat keanehan saat mendengar ada sebagian orang yang memandikan keris, mengolesinya dengan parfum, dan menyimpannya di tempat yang mulia sebagaimana ia menempatkan Al-Qur’an. Semua ini mereka lakukan karena mengharapkan berkah, kebaikan dan manfaat dari keris itu. Ini adalah bentuk paganisme yang diharamkan oleh Allah -Azza wa Jalla- dan Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-.
Kalian akan melihat keajaiban dunia yang menakjubkan saat anda menyaksikan sebagian kaum awam mengikuti Kiyai Slamet (seekor kerbau yang dikeramatkan di Solo). Mereka bergerombol dan berdesakan mengikuti kerbau yang hina itu demi ngalap (mencari) berkah darinya. Gilanya lagi, sebagian mereka berebutan memungut tahi (kotoran) dari kerbau hina itu. Alangkah celakanya mereka!!!
Anda akan terheran ketika mendengar dan menyaksikan orang-orang bodoh menyiksa diri ketika antri menunggu giliran di depan tempat tinggal PONARI demi mengharapkan berkah dan kesembuhan dari “Batu Ajaib” milik PONARI. Demi Allah, semua ini adalah bentuk PAGANISME alias BERHALAISME yang sangat diharamkan dalam agama kita!!! Sebab tak sesuatu pun dari selain Allah yang mampu memberikan manfaat dan menolak bala’ dari makhluk lain. Semua makhluk tidak memiliki daya dan upaya di sisi Allah. Minta dan berharaplah dari Allah -Azza wa Jalla-; jangan mengharap dari makhluk, apalagi benda mati.
Allah -Ta’ala- berfirman,
“Ibrahim berkata: Maka mengapakah kalian menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikitpun dan tidak (pula) memberi mudharat kepada kalian?” Ah (celakalah) kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah. Maka apakah kalian tidak memahami?” (QS. Al-Anbiyaa: 66-67)
Ayat ini membatalkan semua bentuk kemusyrikan; orang-orang musyrikin mengharapkan sesuatu dari selain Allah dan takut kepadanya, karena mereka meyakini bahwa makhluk-makhluk yang mereka sembah mampu mendatangkan kebaikan, dan menolak bala’. Jadi, seorang mengharap berkah dari selain Allah juga merupakan kemusyrikan yang telah dibatalkan oleh ayat di atas.
Syaikh Sholih Ibn Abdil Aziz -hafizhohullah- berkata usai menjelaskan makna dan jenis-jenis tabarruk (ngalap berkah) yang pernah dilakukan oleh kaum musyrikin Quraisy, “Tabarruk (ngalap berkah) yang beragam ini seluruhnya merupakan tabarruk syirik“. [Lihat At-Tamhid li Syarh Kitab At-Tauhid (hal. 127)
Terakhir kami nasihatkan kepada kaum muslimin agar membersihkan aqidah (keyakinan)nya dari meyakini adanya benda-benda yang dikeramatkan sebagai pembawa kebaikan dan penolak bala’. Jauhilah keyakinan batil ini, niscaya kalian akan selamat, insya Allah.
Sumber : Darussalaf.or.id dari Buletin Jum’at At-Tauhid edisi 117 Tahun III. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas Judul: Barang-barang Penolak Bala

Senin, 24 Mei 2010

TERORISME Mencoreng Citra Islam di Mata Dunia


Apa Faham yang dianut orang orang pembuat Fitnah ini, apa ciri-ciri khas mereka dan sebab sebab terjadi fitnah serta asal muasal munculnya faham teroris ini.
Di tengah menghadapi krisis ekonomi global, kaum muslimin di cengangkan dengan beberapa aksi TERORISME yang telah mencoreng citra islam di mata dunia. Kejadian-kejadian itu menimbulkan banyak keraguan di hati manusia -khususnya kaum muslimin- tentang agamanya sebagai agama yang penuh rahmat dan kasih sayang. Sehingga mereka menjadi bingung dan berusaha menjauhi agamanya yang murni serta antipati terhadap sunnah Nabinya -Shallallahu ‘ Alaih Wa Sallam-. Naudzu billahi min dzaalik.
Ini disebabkan karena kaum muslimin tidak mau lagi mempelajari agamanya dan hadits-hadits -Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-yang menjelaskan tentang kejadian-kejadian yang akan muncul di akhir zaman sebagaimana yang telah diwahyukan Allah -Azza Wa Jalla- kepada Beliau pada 14 abad yang silam, namun telah terbukti pada hari ini. Hal ini menambah keimanan kepada kaum muslimin bahwa Beliau -Shallallahu ‘ Alaih Wa Sallam- adalah seorang rasul yang tidak ada lagi nabi setelahnya. Allah -Azza wa Jalla- berfirman,
” Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). ” (QS. An-Najm :4)
Karenanya, orang-orang yang sering membaca hadits-hadits -Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam- tidaklah merasa heran dan menganggap kejadian-kajadian itu sebagai suatu hal yang baru, karena orang yang melakukan aksi-aksi tersebut telah memiliki pendahulu di zaman -Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan para sahabat.
Aksi-aksi brutal tersebut lahir dari orang-orang khawarij yaitu makhluk terjelek yang ada di kolong langit. Nabi -Sholllallahu alaihi wa sallam- dan para sahabat sejak dahulu telah memperingatkan kita tentang bahaya kesesatan mereka, yang mereka saling mewarisi pemahaman sesat ini sejak dulu sampai pada hari ini. Merekalah yang disebutkan oleh Rasulullah -Sholllallahu alaihi wa sallam- sebagai anjing-anjing neraka . Abu Ghalib -rahimahullah- berkata,
لَمَّا أُتِيَ بِرُءُوسِ الْأزَارِقَةِ فَنُصِبَتْ عَلَى دَرَجِ دِمَشْقَ جَاءَ أَبُو أُمَامَةَ فَلَمَّا رَآهُمْ دَمَعَتْ عَيْنَاهُ فَقَالَ كِلَابُ النَّارِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ هَؤُلَاءِ شَرُّ قَتْلَى قُتِلُوا تَحْتَ أَدِيمِ السَّمَاءِ وَخَيْرُ قَتْلَى قُتِلُوا تَحْتَ أَدِيمِ السَّمَاءِ الَّذِينَ قَتَلَهُمْ هَؤُلَاءِ قَالَ فَقُلْتُ فَمَا شَأْنُكَ دَمَعَتْ عَيْنَاكَ قَالَ رَحْمَةً لَهُمْ إِنَّهُمْ كَانُوا مِنْ أَهْلِ الْإِسْلَامِ قَالَ قُلْنَا أَبِرَأْيِكَ قُلْتَ هَؤُلَاءِ كِلَابُ النَّارِ أَوْ شَيْءٌ سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنِّي لَجَرِيءٌ بَلْ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَيْرَ مَرَّةٍ وَلَا ثِنْتَيْنِ وَلَا ثَلَاثٍ قَالَ فَعَدَّ مِرَارًا
Ketika didatangkan kepala orang-orang Azariqah (salah satu sekte khawarij yang dicetuskan oleh Nafi’ bin Al-Azraq.) dan dipancangkan di atas tangga-tangga Kota Damaskus, datanglah Abu Umamah Al Bahili -radhiyallahu anhu-. Ketika melihat mereka, air matanya pun mengalir dari kedua pelupuk matanya dan berkata, “Mereka adalah anjing-anjing neraka, anjing-anjing neraka, anjing-anjing neraka. Mereka ini (Khawarij) adalah sejelek-jelek orang yang dibunuh di bawah kolong langit ini, dan sebaik-baik orang yang terbunuh dibawah kolong langit adalah orang-orang yang dibunuh oleh mereka (Khawarij). Abu Ghalib kemudian bertanya,”Kenapa engkau menangis?” Abu umamah -radhiyallahu anhu- menjawab, ”Aku kasihan kepada mereka, dahulunya mereka itu ahlul islam” Abu Ghalib berkata lagi, ”Apakah pernyataanmu, “Mereka adalah anjing-anjing neraka” adalah pendapatmu sendiri atau perkataan yang engkau dengar (langsung) dari Nabi -Sholllallahu alaihi wa sallam- ?” Abu Umamah -radhiyallahu anhu- menjawab, ”Kalau aku mengatakan dengan pendapatku sendiri, maka sungguh aku adalah orang yang lancang. Tapi perkataan ini aku dengar dari Rasulullah -Sholllallahu alaihi wa sallam- tidak hanya sekali, bahkan tidak hanya dua kali atau tiga kali.” (HR. At-Tirmidzi (3000), Ibnu Majah (176), Ahmad (V/253).)
Diantara ciri khas mereka (Khawarij), Mengkafirkan pemerintah kaum muslimin dan orang-orang yang bersama pemerintah tersebut (karena melakukan dosa-dosa besar), memberontak kepada pemerintah kaum muslimin , menghalalkan darah dan harta kaum muslimin
Pemberontakan pertama dalam sejarah islam dilakukan oleh gembong Khawarij yaitu Dzul Khuwaishirah dimasa Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Imam Ibnul Jauzi -rahimahullah- di dalam kitabnya Talbis Iblis, “Khawarij yang pertama dan yang paling jelek adalah Dzul Khuwaishirah.”[Lihat Al-Muntaqo An-Nafis (hal. 89)]
Al-Imam Al-Bukhari -Rahimahullah- meriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri, bahwa beliau berkata,
بَعَثَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ الْيَمَنِ بِذُهَيْبَةٍ فِي أَدِيمٍ مَقْرُوظٍ لَمْ تُحَصَّلْ مِنْ تُرَابِهَا قَالَ فَقَسَمَهَا بَيْنَ أَرْبَعَةِ نَفَرٍ بَيْنَ عُيَيْنَةَ بْنِ بَدْرٍ وَأَقْرَعَ بْنِ حابِسٍ وَزَيْدِ الْخَيْلِ وَالرَّابِعُ إِمَّا عَلْقَمَةُ وَإِمَّا عَامِرُ بْنُ الطُّفَيْلِ فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِهِ كُنَّا نَحْنُ أَحَقَّ بِهَذَا مِنْ هَؤُلَاءِ قَالَ فَبَلَغَ ذَلِكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَلَا تَأْمَنُونِي وَأَنَا أَمِينُ مَنْ فِي السَّمَاءِ يَأْتِينِي خَبَرُ السَّمَاءِ صَبَاحًا وَمَسَاءً قَالَ فَقَامَ رَجُلٌ غَائِرُ الْعَيْنَيْنِ مُشْرِفُ الْوَجْنَتَيْنِ نَاشِزُ الْجَبْهَةِ كَثُّ اللِّحْيَةِ مَحْلُوقُ الرَّأْسِ مُشَمَّرُ الْإِزَارِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ اتَّقِ اللَّهَ قَالَ وَيْلَكَ أَوَلَسْتُ أَحَقَّ أَهْلِ الْأَرْضِ أَنْ يَتَّقِيَ اللَّهَ قَالَ ثُمَّ وَلَّى الرَّجُلُ قَالَ خَالِدُ بْنُ الْوَلِيدِ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَا أَضْرِبُ عُنُقَهُ قَالَ لَا لَعَلَّهُ أَنْ يَكُونَ يُصَلِّي فَقَالَ خَالِدٌ وَكَمْ مِنْ مُصَلٍّ يَقُولُ بِلِسَانِهِ مَا لَيْسَ فِي قَلْبِهِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي لَمْ أُومَرْ أَنْ أَنْقُبَ عَنْ قُلُوبِ النَّاسِ وَلَا أَشُقَّ بُطُونَهُمْ قَالَ ثُمَّ نَظَرَ إِلَيْهِ وَهُوَ مُقَفٍّ فَقَالَ إِنَّهُ يَخْرُجُ مِنْ ضِئْضِئِ هَذَا قَوْمٌ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ رَطْبًا لَا يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ وَأَظُنُّهُ قَالَ لَئِنْ أَدْرَكْتُهُمْ لَأَقْتُلَنَّهُمْ قَتْلَ ثَمُودَ
Ali pernah mengirim dari Yaman untuk -Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam- sepotong emas dalam kantong kulit yang telah disamak, namun emas itu belum dibersihkan dari kotorannya. Maka -Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam- membaginya kepada empat orang; ‘Uyainah bin Badr, Aqra’ bin Habis, Zaid Al-Khail dan yang ke-empat, ‘Alqamah atau ‘Amir bin Ath-Thufail. Maka seseorang dari para sahabatnya menyatakan,”Kami lebih berhak dengan (harta) ini dibanding mereka”.
Ucapan itu sampai kepada Rasulullah -Shallallahu ‘ Alaihi Wa Sallam- , maka Beliau bersabda, “Apakah kalian tidak percaya kepadaku, padahal aku adalah kepercayaan Dzat yang ada dilangit (Allah), wahyu turun kepadaku dari langit diwaktu pagi dan sore”.
Kemudian datanglah seorang laki-laki (Dzul Khuwaishirah) yang cekung kedua matanya, menonjol kedua atas pipinya, menonjol kedua dahinya, lebat jenggotnya, botak kepalanya, dan tergulung sarungnya. Orang itu berkata,” Bertaqwalah kepada Allah, wahai Rasulullah!!”
Maka Rasulullah -Sholllallahu alaihi wa sallam- bersabda, ”Celaka engkau!! Bukankah aku manusia yang paling bertakwa kepada Allah?!” Kemudian orang itu pergi. Maka Khalid bin Al-Walid -radhiyallahu anhu- berkata,”Wahai Rasulullah bolehkah aku penggal lehernya?”
Nabi -Sholllallahu alaihi wa sallam- bersabda,”Jangan, barangkali dia masih shalat (yakni, masih muslim).” Khalid berkata,”Berapa banyak orang yang shalat dan berucap dengan lisannya (syahadat) ternyata bertentangan dengan isi hatinya.” Nabi -Sholllallahu alaihi wa sallam- bersabda, “Aku tidak diperintah untuk mengorek isi hati manusia, dan membela dada-dada mereka.”
Kemudian Nabi -Sholllallahu alaihi wa sallam- melihat kepada orang itu, sambil berkata,“Sesungguhnya akan keluar dari keturunan orang ini sekelompok kaum yang membaca Kitabullah (Al-Qur’an) dengan mudah, namun tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka melesat dari (batas-batas) agama mereka seperti melesatnya anak panah dari sasarannya”. Saya (Abu Sa’id Al-Khudriy) yakin beliau -Shollallahu alaihi wa sallam- bersabda,
لَئِنْ أَدْرَكْتُهُمْ لأَقْتُلَنَّهُمْ قَتْلَ ثَمُوْدَ
Jika aku menjumpai mereka, niscaya aku akan bunuh mereka seperti dibunuhnya kaum Tsamud.”. [HR. Al-Bukhari dalam Kitab Al-Maghozi (4351), dan Muslim dalam Kitab Az-Zakah (2448)]
Dalam riwayat lain, Abu Sa’id -radhiyallahu anhu- berkata,
بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَقْسِمُ قِسْمًا أَتَاهُ ذُو الْخُوَيْصِرَةِ وَهُوَ رَجُلٌ مِنْ بَنِي تَمِيمٍ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ اعْدِلْ فَقَالَ وَيْلَكَ وَمَنْ يَعْدِلُ إِذَا لَمْ أَعْدِلْ قَدْ خِبْتَ وَخَسِرْتَ إِنْ لَمْ أَكُنْ أَعْدِلُ فَقَالَ عُمَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ائْذَنْ لِي فِيهِ فَأَضْرِبَ عُنُقَهُ فَقَالَ دَعْهُ فَإِنَّ لَهُ أَصْحَابًا يَحْقِرُ أَحَدُكُمْ صَلَاتَهُ مَعَ صَلَاتِهِمْ وَصِيَامَهُ مَعَ صِيَامِهِمْ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ
Ketika kami bersama Rasulullah -Sholllallahu alaihi wa sallam- , beliau sedang membagi ghonimah, tiba-tiba Dzul Khuwaishirah –seseorang dari Bani Tamim- mendatangi beliau kemudian berkata, ‘Wahai Rasulullah berbuat adillah!!” Rasulullah -Sholllallahu alaihi wa sallam- bersabda, “Celaka engkau, siapa lagi yang bisa berbuat adil jika saya sudah (dikatakan) tidak adil. Sungguh celaka dan rugi jika saya tidak bisa berbuat adil”. Maka Umar berkata,”Wahai Rasulullah, izinkan saya untuk memenggal lehernya! ”Rasulullah -Sholllallahu alaihi wa sallam- bersabda, “Biarkan dia. Sesungguhnya dia mempunyai pengikut, dimana kalian akan merendahkan (menganggap kecil) shalat kalian dibanding shalat mereka, puasa kalian dibanding puasa mereka. Mereka membaca Al-Qur’an, tapi tidak mencapai tenggorokan mereka. Mereka melesat dari (batas-batas) agama seperti melesatnya anak panah dari sasaran (buruan)nya…”.(HR. Al-Bukhari dalam Kitab Al-Manakib (3610) dan Muslim dalam Kitab Az-Zakah (2453)).
Rasulullah -Sholllallahu alaihi wa sallam- juga bersabda,
إِنَّ مِنْ ضِئْضِئِ هَذَا أَوْ فِي عَقِبِ هَذَا قَوْمًا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ مُرُوقَ السَّهْمِ مِنْ الرَّمِيَّةِ يَقْتُلُونَ أَهْلَ الْإِسْلَامِ وَيَدَعُونَ أَهْلَ الْأَوْثَانِ لَئِنْ أَنَا أَدْرَكْتُهُمْ لَأَقْتُلَنَّهُمْ قَتْلَ عَادٍ
Sesungguhnya diantara keturunan orang ini, ada suatu kaum yang mereka itu ahli membaca Al-Qur’an, namun bacaan tersebut tidaklah melewati tenggorokan mereka. Mereka melesat (keluar) dari (batas-batas) agama seperti melesatnya anak panah dari (sasaran) buruannya. Mereka membunuh orang-orang Islam dan membiarkan hidup para penyembah berhala. Jika aku sempat mendapati mereka, akan aku bunuh mereka dengan cara pembunuhan terhadap kaum ‘Aad.”(HR. Al Bukhari dalam Kitab Ahadits Al-Anbiya’ (3344) Muslim dalam Kitab Az-Zakah (2448), Abu Dawud dalam Kitab As-Sunnah (4764), dan An-Nasa’iy dalam Kitab Tahrim Ad-Daam (4112)).
Oleh karena itu, janganlah kita tertipu dengan banyak dan kuatnya ibadah mereka; meski selalu shalat di malam hari dan puasa di siang hari, namun amal kebaikan mereka tidak bermanfaat sedikitpun disebabkan kedurhakaan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya serta menyelewengkan makna ayat-ayat Al Qur’an sesuai dengan hawa nafsunya. Patokannya bukanlah banyak sedikitnya suatu ibadah, namun cocok tidaknya seseorang di atas sunnah. Karenanya, Rasulullah -Sholllallahu alaihi wa sallam- memerintahkan kita untuk memerangi mereka sebagaiamana yang ditegaskan oleh Rasulullah -Sholllallahu alaihi wa sallam- .
سَيَخْرُجُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ قَوْمٌ أَحْدَاثُ الْأَسْنَانِ سُفَهَاءُ الْأَحْلَامِ يَقُولُونَ مِنْ خَيْرِ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ فَإِذَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاقْتُلُوهُمْ فَإِنَّ فِي قَتْلِهِمْ أَجْرًا لِمَنْ قَتَلَهُمْ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Akan keluar di akhir zaman, suatu kaum yang muda-muda umurnya lagi pendek akalnya. Mereka mengucapkan ucapan sebaik-baik manusia. Mereka membaca Al-Qur’an (tapi) tidak melewati kerongkongan mereka. Mereka melesat (keluar) dari (batas-batas) agama ini seperti melesatnya anak panah dari (sasaran) buruannya. Maka jika kalian mendapati mereka(Khawarij), perangilah mereka! Karena sesungguhnya orang-orang yang memerangi mereka akan mendapat pahala di sisi Allah pada hari kiamat” .(HR. Al Bukhari (6930) Muslim (1066))
Pada masa pemerintahan Khalifah ‘Utsman bin Affan -radhiyallahu anhu- muncul pula gerakan teror dan pemberontakkan yang memprovokasi massa untuk anti terhadap khalifah yang sah, Amirul Mukminin ‘Utsman Bin Affan. Gembong gerakan ini adalah ‘Abdullah bin Saba’ Al-Yahudi (nenek moyang orang Syi’ah). Dia menampilkan diri sebagai seorang muslim, namun kedengkian dan kekufurannya terhadap Islam tersimpan di dadanya. Dia berpindah dari suatu tempat ke tempat lainnya (diberbagai negeri kaum muslimin) dengan tujuan untuk menebarkan kesesatan di tengah-tengah umat dan memprovokasj mereka. Sampai akhirnya dia mendapatkan tempat yang cocok, yaitu Mesir. Dari sanalah kemudian dia mengendalikan fitnah dan menyalakan apinya dalam rangka menentang Allah dan Rasul-Nya. Provokasi yang dia propagandakan disambut baik oleh orang-orang jahat yang setipe dengannya, yang cenderung emosional dan reaksioner dalam menilai dan menyikapi kondisi. Kaum pemberontak ini mengklaim bahwa Khalifah ‘Utsman bin Affan telah melakukan 18 kemungkaran dan kezholiman yang nyata!!.
Kemudian pada bulan Syawal kaum Khawarij dari kalangan saba’iyyun ini, bergerak dari Mesir menuju Madinah dengan menampakkan diri seolah-olah hendak berhaji yang terbagi dalam empat regu, setiap regu mempunyai amir. Gerakan para pemberontak dan teroris juga dari Kufah. Sesampai di Madinah mereka mendemo dan mengepung rumah ‘Utsman dan secara paksa meminta Khalifah ‘Utsman untuk turun dari jabatannya! Demikianlah mereka mengepung rumah Khalifah ‘Utsman sehingga beliau terhalang dari sholat jama’ah di mesjid. Bahkan membiarkan ‘Utsman tidak minum dan menghalangi jalannya air kepadanya. Hal ini membuat para sahabat yang lainnya marah, sehingga ‘Ammar bin Yasiir -radhiyallahu anhu- berkata,”Subhanallah!! Dia telah membeli sumur Ruumah (untuk kaum muslimin) kemudian kalian menghalangi dia dari airnya? Biarkan jalan air itu (jangan di halangi dari ‘utsman)!”
Kemudian ‘Ammar mendatangi ‘Ali bin Abi Thalib -radhiyallahu anhu- dan melaporkan hal ini. Maka segera ‘Ali -radhiyallahu anhu- mengirimkan pemuda-pemudanya untuk menorobos masuk ke rumah Khalifah ‘Utsman -radhiyallahu anhu- memberikan air minum kepada beliau.
Setelah 40 hari beliau dikepung di rumah beliau sendiri, para pemberontak (Khawarij) itu berani menerobos masuk ke rumah Khalifah ‘Utsman dengan menaiki dinding-dinding rumah beliau.Kemudian dengan kejinya mereka membunuh Amirul Mukminin ‘Utsman bin Affan -radhiyallahu anhu- yang ketika itu sedang membaca Al-Qur’an. Muncratlah darah segar seorang sahabat Rasulullah -Shollallahu alaihi wa sallam- yang mulia, dan tetesan pertama darah beliau mengenai mush-haf yang ada di pangkuannya tepat mengenai ayat Allah,
Maka Allah akan mencukupimu (membalas) dari mereka” dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” .((QS. Al Baqarah:137).
Kemudian tangan istri ‘Utsman dipotong, lalu pembunuh keji tersebut menusukkan pedangnya ke dada Khalifah ‘Utsman dan terbunuhlah beliau! Inna lillahi wa inna lillahi raji’un. (Lihat Tarikh Al-Islam (1/439-449) karya Al-Imam Abu Abdillah Adz-Dzahabiy)
Seorang yang membeli tanah dengan harta pribadinya untuk mesjid Rasulullah -Sholllallahu alaihi wa sallam- , dilarang shalat di dalamnya. Seorang yang membeli sumur Rumah dan digali dengan harta pribadinya untuk kaum mukminin, dihalangi untuk minum airnya. Seorang yang paling sabar dan tidak mengizinkan adanya pertumpahan darah di kalangan kaum muslimin, ternyata ditumpahkan darahnya oleh para Khawarij yang haus darah.
Maka hendaklah kita waspada terhadap kelompok ini, sebab mereka berada di sekitar kita sampai hari ini. Mereka tidak segan-segan menumpahkan darah kaum muslimin dengan mengatas namakan jihad. Berlindunglah kepada Allah dari mereka. Hanya kepada Allah Azza Wa Jalla tempat kita mengadu.
Sumber : Darussalaf.or.id dari Buletin Jum’at At-Tauhid edisi 119 Tahun II. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas Judul: Anjing-anjing Neraka