Sering dijumpai bila seseorang melihat atau mendengar suara burung seperti burung hantu atau burung yang lainnya, maka orang itu mengatakan “Akan ada orang yang celaka atau meninggal di daerah sini”. Mereka menjadikan burung itu sebagai penentu nasib pembawa sial (petaka). Ramalan atau kepercayaan itu merupakan suatu kesyirikan kepada Allah Subhanahu wata’ala, mari simak ulasan ulama berikut ini berdasarkan Alquran dan hadits.
Al Qur’an
1.Firman Allah Subhanahu wata’ala :
ألا إنما طائرهم عند الله ولكن أكثرهم لا يعلمون
“Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi mereka tidak mengetahui” (QS. Al A’raf, 131).
2. Allah Subhanahu wata’ala berfirman :
قالوا طائرهم معكم أئن ذكرتم بل أنتم قوم مسرفون
“Mereka (para Rasul) berkata : “kesialan kalian itu adalah karena kalian sendiri, apakah jika kamu diberi peringatan (kamu bernasib sial)? sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas.” (QS. Yasin, 19).
Al Hadits
1. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
“لا عدو ولا طيرة ولا هامة ولا صفر ” أخرجاه, وزاد مسلم ” ولا نوء ولا غول”.
“Tidak ada ‘penularan penyakit (Adwa), tidak ada burung penentu nasib baik dan buruk (Thiyarah), tidak ada burung hantu pembawa sial (Hamah), tidak ada bulan shafar pembawa sial atau keberuntungan (Shofar)” (HR. Bukhori dan Muslim), dan dalam riwayat Imam Muslim terdapat tambahan : “ dan tidak ada bintang penentu hujan (Nau)’, serta tidak ada hantu (ghaul).” 1).
2. Imam Bukhori dan Muslim meriwayatkan pula dari Anas bin Malik Radhiallahu’anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam telah bersabda :
“لا عدو ولا طيرة ويعجبني الفأل”، قالوا : وما الفأل ؟ قال : ” الكلمة الطيبة”.
“Tidak ada ‘Adwa dan tidak ada Thiyarah, tetapi Fa’l menyenangkan diriku”, para sahabat bertanya : “apakah Fa’l itu ?” beliau menjawab : “yaitu kalimah thoyyibah (kata kata yang baik)”.
3. Abu Daud meriwayatkan dengan sanad yang shoheh, dari Uqbah bin Amir, ia berkata : “Thiyarah disebut-sebut dihadapan Rasulullah, maka beliaupun bersabda :
“أحسنها الفأل، ولا ترد مسلما، فإذا رأى أحدكم ما يكره فليقل : اللهم لا يأتي بالحسنات إلا أنت، ولا يدفع السيئات إلا أنت، ولا حول ولا قوة إلى بك”.
“Yang paling baik adalah Fa’l, dan Thiyarah tersebut tidak boleh menggagalkan seorang muslim dari niatnya, apabila salah seorang di antara kamu melihat sesuatu yang tidak diinginkannya, maka hendaknya ia berdo’a : “Ya Allah, tiada yang dapat mendatangkan kebaikan kecuali Engkau, dan tiada yang dapat menolak kejahatan kecuali Engkau, dan tidak ada daya serta kekuatan kecuali atas pertolonganMu”.
4. Abu Daud meriwayatkan hadits yang marfu’ dari Ibnu Mas’ud, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
“الطيرة شرك، الطيرة شرك، وما منا إلا …، ولكن الله يذهبه بالتوكل ” رواه أبو داود والترمذي وصححه وجعل آخره من قول ابن مسعود.
“Thiyarah itu perbuatan syirik, thiyarah itu perbuatan syirik, tidak ada seorangpun dari antara kita kecuali (telah terjadi dalam hatinya sesuatu dari hal ini), hanya saja Allah Subhanahu wata’ala bisa menghilangkannya dengan tawakkal kepadaNya”.(HR.Abu Daud). Hadits ini diriwayatkan juga oleh At Tirmidzi dan dinyatakan shoheh, dan kalimat terakhir ia jadikan sebagai ucapannya Ibnu Mas’ud)
5. Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
“من ردته الطيرة عن حاجته فقد أشرك “، قالوا : فما كفارة ذلك ؟ قال : أن تقول : اللهم لا خير إلا خيرك، ولا طير إلا طيرك، ولا إله إلا غيرك”.
“Barang siapa yang mengurungkan hajatnya karena thiyarah ini, maka ia telah berbuat kemusyrikan”, para sahabat bertanya : “lalu apa yang bisa menebusnya ?”, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam menjawab :” hendaknya ia berdoa : “Ya Allah, tiada kebaikan kecuali kebaikan dariMu, dan tiada kesialan kecuali kesialan dariMu, dan tiada sesembahan kecuali Engkau”.
6. Dan dalam riwayat yang lain dari Fadl bin Abbas, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
“إنما الطيرة ما أمضاك أو ردك”
“Sesugguhnya Thiyarah itu adalah yang bisa menjadikan kamu terus melangkah, atau yang bisa mengurungkan niat (dari tujuan kamu)”.
Penjelasan bab ini :
1. Peringatan atas firman Allah “Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi mereka tidak mengetahui” dan “kesialan kalian itu adalah karena kalian sendiri”
2. Menghapus adanya kepercayaan adanya penularan penyakit
3. Menghapus penentuan nasib dengan burung dan yang lainnya
4. Menghapus kepercayaan terhadap burung hantu (suara burung hantu) yang dianggap pembawa sial
5. Menghapuskan adanya kesialan dalam bulan shafar
6. Al Fa’l tidak termasuk yang dilarang oleh Rasulullah, bahkan dianjurkan.
Penjelasan tentang makna Al Fa’l.
Apabila terjadi tathoyyur dalam hati seseorang, tetapi dia tidak menginginkannya, maka hal itu tidak apa-apa baginya, bahkan Allah Subhanahu wata’ala akan menghilangkannya dengan tawakkal kepadaNya.
7. Penjelasan tentang doa yang dibacanya, saat seseorang menjumpai hal tersebut.
8. Ditegaskan bahwa thiyarah itu termasuk syirik.
Penjelasan tentang thiyarah yang tercela dan terlarang.
1)Adwa : Penjangkitan atau penularan penyakit. Maksud sabda Nabi di sini ialah untuk menolak anggapan mereka ketika masih hidup di zaman jahiliyah, bahwa penyakit berjangkit atau menular dengan sendirinya, tanpa kehendak dan takdir Allah. Anggapan inilah yang ditolak oleh Rasulullah, bukan keberadaan penjangkitan atau penularan, sebab dalam riwayat lain, setelah hadits ini, disebutkan :
(وفروا من المجذوم كما تفروا من الأسد)
“… dan menjauhlah dari orang yang terkena penyakit kusta (lepra) sebagaimana kamu menjauh dari singa.” (HR. Bukhori).
Ini menunjukkan bahwa penjangkitan atau penularan penyakit dengan sendirinya tidak ada, tetapi semuanya atas kehendak dan takdir Ilahi, namun sebagai insan muslim di samping iman kepada takdir tersebut haruslah berusaha melakukan tindakan preventif sebelum terjadi penularan sebagaimana usahanya menjauh dari terkaman singa. Inilah hakekat iman kepada takdir Ilahi.
Thiyarah : merasa bernasib sial atau meramal nasib buruk karena melihat burung, binatang lainnya, atau apa saja.
Hamah : Burung hantu. Orang-orang jahiliyah merasa bernasib sial dengan melihatnya, apabila ada burung hantu hinggap di atas rumah salah seorang diantara mereka, dia merasa bahwa burung ini membawa berita kematian tentang dirinya sendiri, atau salah satu anggota keluarganya. Dan maksud beliau adalah untuk menolak anggapan yang tidak benar ini. Bagi seorang muslim, anggapan seperti ini harus tidak ada, semua adalah dari Allah dan sudah ditentukan olehNya.
Shafar : Bulan kedua dalam tahun hijriyah, yaitu bulan sesudah Muharram. Orang-orang jahiliyah beranggapan bahwa bulan ini membawa nasib sial atau tidak menguntungkan. Yang demikian dinyatakan tidak ada oleh Rasulullah. Dan termasuk dalam anggapan seperti ini : merasa bahwa hari rabu mendatangkan sial, dan lain lain. Hal ini termasuk jenis thiyarah, dilarang dalam Iselam.
Nau’ : bintang, arti asalnya adalah : tenggelam atau terbitnya suatu bintang. Orang-orang jahiliyah menisbatkan turunnya hujan kepada bintang ini, atau bintang itu. Maka Islam datang mengikis anggapan seperti ini, bahwa tidak ada hujan turun karena suatu bintang tertentu, tetapi semua itu adalah ketentuan dari Allah.
Ghaul : Hantu (gendruwo), salah satu makhluk jenis jin. Mereka beranggapan bahwa hantu ini dengan perubahan bentuk maupun warnanya dapat menyesatkan seseorang dan mencelakakannya. Sedang maksud sabda Nabi di sini bukanlah tidak mengakui keberadaan makhluk seperti ini, tetapi menolak anggapan mereka yang tidak baik tersebut yang akibatnya takut kepada selain Allah, serta tidak bertawakkal kepadaNya, inilah yang ditolak oleh beliau, untuk itu dalam hadits lain beliau bersabda : “Apabila hantu beraksi manakut-nakuti kamu, maka serukanlah adzan.” Artinya : tolaklah kejahatannya itu dengan berdzikir dan menyebut Allah. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Al Musnad.
Dikutip dari: file chm kitab tauhid penulis Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi, Judul Asli : Kitabut-Tauhid, Bab 28: Penentuan Nasib Dengan Burung (Tathoyyur).