Arah kebijakan kepemimpinan, siapa pun yang terpilih kelak, akan sangat menentukan perjalanan bangsa ke depan. Dan tak kalah penting, yakni membawa segenap masyarakat menuju apa yang dicita-citakan bersama, kesejahteraan lahir dan bathin. Ini tentu bukan pekerjaan mudah. Lantaran untuk mencapainya, dibutuhkan sosok pemimpin, yang dari kacamata Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia(IKADI) Prof Dr Ahmad Satori Ismail, punya kualitas rabbani, atau yang mampu menyelamatkan bangsa dari bermacam krisis.
Menurut Kiai Satori, figur pemimpin rabbani adalah mereka yang memang mendermakan segala amal baktinya untuk umat serta Allah SWT. ‘’Itulah yang perlu kita persiapkan. Mencari pemimpin rabbani perlu menjadi prioritas umat,’‘ tegasnya saat menjadi pembicara pada Sarasehan Nasional Temu Dai dan Tokoh Nasional bertajuk Pemimpin Penyelamat Bangsa : Antara Harapan dan Tantangan, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Dia lantas mengemukakan kriteria pemimpin rabbani. Pertama, mampu bekerjasama dengan umat, mampu menyatu dan menyatukan umat. Kedua, berkeadilan, meyakini tugas dan sasarannya. Ketiga, tawadhu dan disiplin. Keempat, menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Kelima, berkemampuan untuk mengambil keputusan benar pada waktu yang tepat. Keenam, berkemauan kuat dan ketabahan. Ketujuh, bertanggungjawab. Kedelapan, berpandangan jauh dan memiliki visi yang jujur. Kesepuluh, mengetahui kejiwaan yang dipimpinnya.
Lebih jauh diungkapkan, untuk melahirkan Pemimpinan nasional yang mampu menyelamatkan bangsa, harus melibatkan peran ormas Islam, terutama para dai. ‘’Saya kira sudah saatnya para dai mengambil peran lebih dalam hal ini. Kalau ini dapat diwujudkan, peluangnya sangat besar.’‘ Nah, agar peluang tadi bisa dimaksimalkan, Kiai Satori mengajukan syarat yang harus dimiliki umat. Pertama, keimanan dan amal saleh, sesuai QS An-Nur ayat 55. Kemudian merealisasikan dengan ibadah.
‘’Kalau umat sudah mampu merealisasikan itu, insya Allah akan memang,’‘ tegas Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah ini. Cara kedua yakni harus ada upaya memerangi kemusyrikan. Masalahnya, imbuh Kiai Satori, sekarang saja ada yang masih percaya batu untuk pengobatan dan sebagainya. ‘’Ini problema bangsa. Tidak akan bisa menang kita kalau hal-hal seperti itu masih banyak,’‘tandasnya seraya menambahkan syarat lainnya adalah bertakwa kepada Allah SWT.
Sementara itu, Irsyad Sudiro dari Fraksi Golkar di DPR RI yang menjadi peserta aktif sarasehan, sepakat perlunya mencari pemimpin Islami yang mampu menyalamatkan bangsa. ‘’Saya kira, kita semua menginginkan munculnya pemimpin yang berwawasan, berkomitmen tinggi, punya kompetensi serta memiliki keberpihakan kepada umat,’‘ papar Irsyad. Dalam kesempatan tersebut, Irsyad malah mempertanyakan, mengapa sosok yang diidamkan, belum juga mengemuka. Padahal, dengan jumlah umat Islam Indonesia yang besar, serta didukung parpol maupun Ormas Islam, tapi sampai kini belum lahir pemimpin Islami yang mampu menyelamatkan bangsa dari krisis multidimensi.
Dijelaskan, dalam sejarahnya, mulai dari kemerdekaan sampai sekarang, terdapat sistem negara yang perlu diperhatikan. Yakni sistem nilai, norma, yang berangkat secara mendalam dari keyakinan (akidah) hingga ke pelaksanaannya. Inilah sistem nilai yang sifatnya dasar. Kemudian sistem nilai yang bersifat instrumental ini, menjadi kebersamaan dengan dimulai dari perumusan Undang-Undang Dasar. Inilah sumber dari aturan-aturan yang akan dibuat untuk kepentingan bersama sampai kepada aturan praktis untuk kehidupan sehari-hari.
‘’Itulah bagaimana pemimpin yang Islami bisa menuntun bangsa ini melaksanakan nilai dasar menjadi peraturan perundang-undangan sampai kepada praktisnya,’‘ terang Irsyad lagi. Konstitusi bangsa dia pun mencontohkan maraknya pornografi, dalam berbagai bentuknya, dewasa ini. Jadi, menurutnya, pemimpin yang dibutuhkan untuk menyelamatkan bangsa adalah pemimpin yang bisa menuntun palaksanaan nilai-nilai yang bersumber dari akidah dan keimanan. ‘’Kemudian dari syariah itu terejawantahkan dalam kehidupan,’‘ jelas dia.
Adapun Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan DPR RI, Drs Lukman Hakim Saefuddin, mengung kapkan sebagai bangsa Indonesia, patut bersyukur karena sistem kenegaraan dan pemerintahan sudah mengakomodasi agama Islam untuk berkembang. ‘’Tidak ada lagi larangan, pemaksaan atau kendala dari negara terhadap umat Islam dalam menjalankan keyakinannya dan menyebarluaskan dakwah,’‘ ungkap dia.
Karena itu, sambung alumni Pondok Modern Daarussalam Gontor Ponorogo ini, ketika harus menentukan pemimpin nasional, mau tidak mau harus mengacu kepada konstitusi bangsa, UUD 1945. ‘’Di situ sebenarnya sudah cukup berkesesuaian dengan nilai-nilai agama, meskipun dibedakan dengan negara, tapi hakekatnya sulit untuk dipisahkan. ‘’ Persoalannya ke depan, adalah bagaimana umat dalam konteks saat ini mencari pemimpin. Dirinya melihat, momentum tadi harus dijaga, hal-hal yang sudah baik dalam konstitusi, akan dipraktekkan dalam peraturan perundang-undangan di bawahnya, untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara demi menuju harapan bersama. dam
Sumber:RepublikaOnline
Tidak ada komentar:
Posting Komentar