Muqadimah
Pemahaman dan pengamalan umat Islam terhadap sunnah (ajaran) Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam semakin hari makin terkikis.
Banyak diantara mereka yang masih mengaku sebagai muslim, namun dalam kenyataannya justru asing dengan ajaran yang datang dari Nabinya Shalallahu ‘alaihi wassalam. Dalam masalah ibadah, mereka banyak meninggalkan ajaran Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam , bahkan melakukan amalan-amalan yang tidak diperintah oleh beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam.
Demikian pula dalam kehidupan sehari-harinya, tidak tampak identitas mereka sebagai seorang muslim. Hal itu dikarenakan banyak diantara mereka yang meninggalkan sunnah RasulNya dan mengikuti ajaran-ajaran yang justru tidak disyari’atkan-Nya.
Bahkan muncul pula aliran-aliran yang dengan terang-terangan menolak sunnah (ajaran) Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam sebagai asas kedua dari ajaran Islam, sepertiQur’aniyyun, Ingkarus Sunnah, Jaringan Islam Liberal (JIL) dan lainnya. Bukan hanya menolak sunah Rasul-nya, mereka bahkan mengolok-olok sunnah Nabinya, termasuk mengolok-olok mereka yang berusaha melaksanakannya dengan konsekuen.
Hal yang demikian terjadi karena agama ini telah menjadi sesuatu yang asing di hadapan mereka. Rasulullah pun Shalallahu ‘alaihi wassalam telah mensinyalir keadaan ini dalam sabdanya:
إنَّ اْلإِسْلاَمَ بَدَأَ غَرِيْبًا وَسَيَعُوْدُ غَرِيْبًا كَمَا بَدَأَ، فَطُوْبَى لِلْغُرَبَاءِ. (رواه مسلم)
Sesungguhnya pada awalnya Islam itu asing, dan akan kembali asing seperti awalnya, maka beruntunglah orang-orang yang asing. (HR. Muslim)
Keharusan Mengagungkan Sunnah
Dari sinilah perlunya seorang muslim dan para da’i untuk senantiasa mengamalkan dan menyebarkan sunnah-sunnah RasulNya di kalangan umat Islam. Sudah selayaknya pula mereka mempunyai tanggung jawab untuk memahamkan umatnya dari keterkikisan pemahaman dan pengamalan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam yang makin memprihatinkan.
Hal itu perlu agar umat mengenal kembali dan mengamalkan ajaran-ajaran yang telah datang kepada mereka. Karena pada hakekatnya Islam adalah sunnah, sunnah adalah Islam dan tidak akan tegak salah satunya kecuali dengan menegakkan yang lainnya, sebagaimana dikatakan oleh Imam Al-Barbahari dalam Syarhu Sunnahnya.
Sunnah harus kembali ditegakkan dan diagungkan di tengah-tengah umat, hingga mereka akhirnya akan menjadikan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya melebihi kecintaan kepada siapapun. Karena tidaklah sempurna iman seseorang, hingga ia mencintai Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam melebihi kecintaan terhadap siapapun. Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘laihi wassalam :
لا َ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبُّ إَلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجمَعِيْنَ. (متفق عليه)
Tidaklah beriman seseorang di antara kalian, hingga aku lebih dicintai olehnya dari pada bapak-bapaknya, anak-anaknya dan manusia keseluruhannya. (Muttafaq ‘alaihi)
Wujud kecintaan terhadap Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam adalah dengan mentaati seluruh perintah-perintahnya dan menjauhi seluruh larangan-larangannya.
Sehingga seseorang yang benar-benar mencintai Rasulllah Shalallahu ‘alaihi wassalam adalah mereka yang taat kepadanya. Demikian pula sebaliknya, jika seseorang mengaku mencintai Rasullah Shalallahu ‘alaihi wassalam akan tetapi tidak mentaati beliau, maka pengakuan ini adalah pengakuan yang dusta.
Allah telah mengutus Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam kepada manusia agar menjelaskan apa-apa yang turun kepada mereka (berupa wahyu) dan mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya. Memberikan petunjuk kepada mereka ke jalan yang lurus. Oleh karena itu wajib bagi seluruh manusia untuk mencintai beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam dan mentaatinya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي اْلأَمْرِ مِنْكُمْ… ]النساء: 59[
Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kalian. (an-Nisa’: 59)
Ketaatan terhadap sunah atau ajaran Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam merupakan salah satu tonggak ajaran Islam. Barangsiapa yang telah mengikrarkan dua kalimat syahadat, maka wajib baginya untuk senantiasa mentaati seluruh ajaran yang telah diberikan beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam kepada umatnya dan menjauhi seluruh larangannya. Allah menegaskan perintah ini pada ayat-Nya yang mulia:
...وَمَا ءَآتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا... ]الحشر: 7[
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. (al-Hasyr: 7)
Ketaatan kepada Allah dan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam adalah bersifat mutlak. Hal ini berbeda dengan ketaatan terhadap ulil amri atau yang lainnya. Kita mentaati mereka, jika ketaatan tersebut tidak keluar dari ketaatan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu jika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam telah memerintahkan sesuatu, maka tidak ada pilihan lain bagi kita kecuali melaksanakan perintahnya. Demikian pula jika beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam melarang sesuatu, maka wajib bagi kita untuk meninggalkannya.
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلاَ مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً مُبِينًا. ]الأحزاب: 36[
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata. (al-Ahzab: 36)
Demikian pula haram hukumnya bagi kita mendahulukan perkataan, pendapat atau pemikiran seseorang –siapapun dia - di atas perkataan dan perintah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam Bahkan mengeraskan suara di atas suara Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam pun merupakan perbuatan terlarang. Allah tegaskan hal ini dalam firman-Nya:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ. ]الحجرات: 1[
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mendahului Allah dan RasulNya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (al-Hujuraat: 1)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلاَ تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لاَ تَشْعُرُونَ. ]الحجرات: 2[
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian meninggikan suara kalian melebihi suara Nabi, dan janganlah kalian berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kalian terhadap sebagian yang lain, supaya tidak terhapus (pahala) amalan kalian , sedangkan kalian tidak menyadari. (al-Hujuraat: 2)
Jawaban bagi seorang mukmin tatkala telah datang kepadanya perintah dan larangan RasulNya adalah “Kami mendengar dan taat”, sebagaimana Allah telah menerangkan dalam firman-Nya:
ءَامَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ ءَامَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ. ]البقرة: 285[
Rasul telah beriman kepada Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Rabb-Nya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami ta’at.” (Mereka berdo’a): “Ampunilah kami ya Rabb kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.” (Al-Baqarah: 285)
Sikap Salafus Shalih Pengagungan Terhadap Sunnah
Diriwayakan dari Irbadl bin Sariyah, telah berkata Rasulullah Shallahu ‘alaihi wassalam :
أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهَ عَزَّ وَجَلَّ وَالسَّمْعُ وَالطَّاعَةُ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ مِنْ بَعْدِي عَضُّوْا عَلَيْهَا بِانَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ. (رواه أبو داود والترمذي وابن ماجه)
Aku wasiatkan kepada kalian agar bertaqwa kepada Allah azza wa jalla. Mendengar dan taatlah sekalipun yang memerintahkan kepada kalian seorang hamba. Karena sesungguhnya barangsiapa di antara kalian yang masih hidup, maka ia akan menjumpai perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kalian untuk berpegang dengan sunnahku dan sunnah khalifah yang terbimbing dan mendapatkan petunjuk setelahku. Gigitlah ia dengan gigi geraham kalian, dan berhati-hatilah terhadap hal-hal yang baru, karena sesungguhnya seluruh bid’ah adalah sesat. (HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Berkata Abu Bakar ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu: “Janganlah engkau meninggalkan satu amalan pun yang Rasulullah melakukan amalan tersebut, kecuali engkau beramal dengannya. Sungguh aku sangat khawatir, jika engkau meninggalkan amalan yang diperintahkan oleh Rasulullah, maka engkau akan menyimpang”.
Berkata Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhu: “Sungguh aku sangat khawatir hujan batu akan menimpa
kalian, aku mengatakan: “Telah berkata Rasulullah”, sedangkan kalian mengatakan: “Telah berkata Abu Bakar dan Umar”.
Berkata Umar bin Abdul Aziz : “Janganlah engkau berpaling kepada seseorang, padahal bersamaan dengan itu telah ada sunnah (ajaran) dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam”.
Berkata imam Adz-Dzahabi: “Jika engkau melihat ahlul kalam berkata: “Tinggalkan kami dari al-Qur’an dan hadits-hadits ahad, dan berikan kepada kami akal”, ketahuilah bahwasanya ia adalah Abu Jahal. Dan jika engkau melihat seorang sufi berkata: “Tinggalkan kami dari naql dan akal, dan berikan kepada kami perasaan dan kecintaan”, ketahuilah bahwa Iblis telah menampakkan dalam bentuk manusia atau ia telah menyatu dengannya. Jika engkau takut kepadanya, menghindarlah. Tapi jika engkau tidak takut, bantinglah ia dan dekaplah dalam dadamu dan bacakanlah padanya ayat Kursi dan cekiklah (lehernya)”.
Ketika imam Syafi’i ditanya tentang satu masalah dan beliau menjawab dengan menyebutkan riwayat dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam berkata seorang penanya: “Wahai Abu Abdillah, engkau berkata dengannya?”. Maka beliau bergetar dan menggigil (badannya) dan bergoncang seraya berkata: “Wahai demi bumi yang menjadi hamparanku dan langit yang menaungiku, jika aku telah meriwayatkan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam satu hadits, maka aku tidak berkata dengannya? Ya, wajib bagiku untuk mendengar dan memperhatikannya”.
Berkata Imam Al-Barbahari: “Jika engkau melihat seorang lelaki mencela hadits-hadits, menolak, atau menghendaki selainnya, maka ragukanlah keislamannya. Dan tidak diragukan lagi jika ia adalah ahlul ahwa (pengikut hawa nafsu) dan ahlul bid’ah”.
Berkata: Abul Qasim al-Ashbahani: “Telah berkata ahlus sunnah dari kalangan salaf: “Jika seorang lelaki mencela atsar-atsar (hadits), maka sepantasnya untuk diragukan keislamannya””.
Dan berkata Imam Ahmad bin Hambal: “Barangsiapa yang menolak hadits Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam maka ia telah berada pada jurang kehancuran”.
Khatimah
Demikianlah begitu urgensinya kedudukan pengagungan terhadap sunnah-sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam, hingga para ulama meragukan keislaman bagi mereka yang menolak sunnah, mengolok-olok, meragukan atau mencelanya. Demikian pula Allah telah mengancam mereka dengan adzab yang pedih pada hari kiamat nanti (selengkapnya baca risalah Manhaj Salaf edisi 10).
Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban bagi kaum muslimin untuk senantiasa berupaya meniti jalan di atas manhaj dan jalan yang telah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam tunjukkan kepada kita semua. Sudah semestinya kita berusaha sesuai dengan kemampuan kita untuk mengamalkan sunnah serta mendukung dan berwala’ kepada mereka yang mengamalkan sunnah tersebut. Perbanyaklah istighfar (meminta ampun) kepada Allah atas kekurangan-kekurangan kita dalam menjalankan seluruh perintah-perintah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam dan menjauhi larangan-larangan beliau.
Wallahu a’lam.
Maraji’:
1. Ta’dhimus Sunnah, Abdul Qayyum bin Muhammad bin Nashir.
2. Syarhus Sunnah, Imam Al-Barbahari.
3. Al-Firqatun Najiyyah, Syaikh Muhammad bin Jamil Zaenu.
(Dikutip dari Bulletin Dakwah Manhaj Salaf edisi 11, penulis Ustadz Muhammad Umar As Sewed, judul asli “Pengagungan terhadap Sunnah”. Risalah Dakwah MANHAJ SALAF, Insya Allah terbit setiap hari Jum’at. Infaq Rp. 100,-/exp. Pesanan min. 50 exp di bayar di muka. Diterbitkan oleh Yayasan Dhiya’us Sunnah, Jl. Dukuh Semar Gg. Putat RT 06 RW 03, Cirebon. telp. (0231) 222185. Penanggung Jawab: Ustadz Muhammad Umar As-Sewed; Redaksi: Muhammad Sholehuddin, Dedi Supriyadi, Eri Ziyad; Sekretaris: Ahmad Fauzan; Sirkulasi: Arief Subekti, Agus Rudiyanto, Zaenal Arifin; Keuangan: Kusnendi. Pemesanan hubungi: Arif Subekti telp. (0231) 481215.)
Sumber artikel : http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=727, Penulis: Ustadz Muhammad Umar As Sewed, Judul: Pengagungan kepada Sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar