SEJARAH
ATLETIK DI INDONESIA
A. Atletik Di
Indonesia pada Zaman penjajahan
Di Indonesia atletik dikenal lewat bangsa Belanda yang
selama tiga setengah abad telah menjajah negeri ini. Namun demikian atletik
tiada dikenal secara luas. Yang mendapat kesempatan melakukan latihan-latihan
atletik hanyalah sekolah-sekolah dan kemiliteran saja, itupun sekedar untuk
melengkapi kebutuhan pendidikan jasmani saja. Organisasi atletik pertama kali
didirikan di Indonesia pada Zaman Belanda adalah Nederlands Indisehe Atletiek
Unie yang disingkat NIAU yang dalam bahasa Indonesia berarti : Perserikatan
Atletik Hindia Belanda yang didirikan pada tahun 1917. Propaganda untuk
menyebarkan atletik memang ada tetapi usaha untuk mendirikan
perkumpulan-perkumpulan atletik atau cabang dari NIAU hanya dapat terlaksana
dibeberapa kota besar yang mempunyai sekolah-sekolah lanjutan dan yang ada
tangsi-tangsi militernya, antara lain Jakarta, Bandung, Surabaya,
Yogyakarta,Semarang, Solo, Medan.
Pada zaman itu tiap tahun diadakan
perlombaan/kejuaraan atletik di Jakarta yang penyelenggaraannya bertepatan
dengan penyelenggaraan Pasar Gambir (semacam Jakarta fair sekarang) pada akhir
bulan Agustus atau awal September. Atlet yang menonjol prestasinya pada aman
penjajahan Belanda itu antara lain: Mohammad Noerbambang, pelari 100m yang
konon pernah mencapai 10,8 detik dan Harun Alrasyid pelompat tinggi yang pernah
melewati mistar mencapai 1,80m dan lompat jauhnya mendekati 7,00 m. Pada zaman
pendudukan Jepang selama tiga setengah tahun mulai awal tahun 1942 sampai
Agustus 1945 , keolahragaan pada umumnya mengalami perkembangan. Semua pelajar
mahasiswa melalui siaran radio yang dikenal dengan 22nama Radio Taiso
menyelenggarakan latihan-latihan dari berbagai cabang olahraga,termasuk senam
dan atletik. Atletik mendapat perhatian yang cukup baik.
Hampir setiap menjelang tutup tahun ajaran diadakan
pertandingan-pertandingan olehraga dengan atletik sebagai nomor utamanya, baik
yang berbentuk pertandingan antar kelas, antar sekolah atau antar kota. Pada
tahun 1943 di Solo diselenggarkan perlombaan atletik segitiga antar pelajar
Sekolah Menengah Bandung, Yogya, dan Solo. Pelajar-pelajar dari Bandung di
bawah panji-panji GASEMBA (Gabungan Sekolah Menengah Bandung ) dari Yogya
GASEMMA ( Gabungan Sekolah Menengah Mataram ) dan dari Solo GASEMBO
(Gabungan Sekolah Menengah Solo ). Perlombaan atletik untuk umum juga
sering diadakan. Lari jarak jauh dan lari jarak pendek dengan membawa beban
adalah yang paling sering diperlombakan. Dalam bidang organisasi selama
masa pendudukan Jepang ini juga nampak ada kemajuan. Perhimpunan-perhimpunan
atletik juga bermunculan dibeberapa kota besar, antara lain IKADA ( Ikatan
Atletik Djakarta ),GABA ( Gabungan Atletik Bandung ), IKASO ( Ikatan Atletik
Solo) IPAS ( Ikatan Perhimpunan Atletik Surabaya ) dan lain-lain. Pada tahun
1949 oleh ISI ( Iakatan Sport Indonesia ) diselenggarakan Pekan Olahraga di
lapangan IKADA yang diikuti oleh sejumlah atlet dari seluruh Jawa. Atlet-atlet
yang menonjol pada pendudukan Jepang antara lain : Soetantio, pelari 100m yang
mencapai 11,00 detik. Soetrisno , atlet Pancalomba dan Bram Matulessi, pelempar
Lembing.
B. Atletik setelah Indonesia Merdeka
Dengan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta, maka terbukalah bagi bangsa
Indonesia untuk memajukan dan mengembangkan bangsa dan negara dalam segala
bidang, termasuk memajukan keolahragaan pada umumnya dan khususnya cabang
olahraga atletik. Meskipun pada waktu itu bangsa Indonesia sedang berjuang
mati-matian untuk mempertahankan kemerdekaan melawan Belanda dengan sekutunya
yang ingin kembali menjajah Indonesia, namun rakyat Indonesia terutama para
pelajar dan mahasiswanya masih tetap melakukan atletik. Ditempat-tempat yang
tidak diduduki tentara Belanda, disaat-saat tidak melakukan perang gerilya,
mereka berlatih dan berlomba atletik yang merupakan cabang olahraga yang
digemari. Pada bulan Januari 1946 dikota Solo diselenggarakan kongres
yang ingin menghidupkan kembali semangat keolahragaan di Indonesia,maka
didirikan “PORI” (Persatuan Olahraga Republik Indonesia). Langkah pertama yang
dilakukan PORI adalah menyelenggarakan Pekan Olahraga Nasional (PON). Maksud
penyelenggaraan PON pada masa revolusi fisik melawan kekuatan Belanda dengan
sekutunya yang menduduki kota-kota besar diIndonesia, mengandung tujuan yang
lebih mulia ialah memberi kejutan politik kepada dunia agar terbuka matanya
bahwa negara Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus
1945 itu benar-benar ada. PON diadakan di Solo dibuka oleh Presiden Soekarno
pada tanggal 12 September 1948, dihadiri oleh wakil Presiden dengan segenap
anggota kabinet,hadir pula wakil-wakil dari negara lain termasuk pejabat Komisi
Tiga Negara PBB diIndonesia. Atlet-atlet yang terkenal pada waktu itu adalah :
-
Soedarmodjo , sebagai pelompat tinggi
- Arie
Mauladi , sebagai pelompat jangkit
- Soetopo ,
menjuarai 5000 m dan 10.000 m
- Nasir
Rosydi , pelari gawang dan lompat jauh
- Fuat Sahil
, pelari 400 m
- Soetrisno
, tolak peluru dan lempar cakram
- Darwati ,
pelari 100 m
- Anie
Salamun , Pelempar cakram
Pada tanggal 3 September 1950 berkumpullah tokoh-tokoh
atletik dari perhimpunan atletik beberapa daerah Indonesia di kota Semarang
untuk membentuk Induk organisasi atletik bagi seluruh wilayah Indonesia.
Lahirlah kemudian organisasi atletik yang diberi nama “ Persatuan Atletik
Seluruh Indonesia” disingkat PASI. Sebagi langkah pertama di Bandung pada bulan
Desember 1950 yang diikuti tidak hanya atlet-atlet dari pulau Jawa tetapi juga
dari Sulawesi. Langkah selanjutnya adalah menjadikan PASI dapat diterima sebagai
anggota IAAF agar atlet-atlet Indonesia dapat mengikuti Olympiade dan
perlombaan-perlombaan Internasional lainnya. Pemusatan latihan yang pertama
kali diadakan di Yogyakarta dalam rangka persiapan pengiriman atlet untuk
mengikuti Asian Games I yang diselenggarakan di New Delhi, India pada bulan
Maret 1951. beberapa atlet yang memperoleh medali perunggu pada Asian games I
adalah :
-
Soedarmodjo , untuk lompat tinggi
- Hardarsin
, untuk lompat jangkit
- A.F
Matulessy , untuk lempar lembing
- Anie Salamun
, untuk lempar cakram
- Regu
estafet 4 x 400 m atas nama : Tri Wulan, Nyi. Soerjowati, Darwati, dan Lie
Jiang Nio.
PON II diselenggarakan di Jakarta bulan Oktober 1951.
Atletik merupakan perlombaan nomor utama. Selanjuntnya PASI memutuskan untuk
menyelenggarakan kejuaraan atletik setiap tahun. Tahun 1952 di langsungka
kejuaraan Nasional di Surabaya. Untuk pertama kali PASI mengirimkan atletnya ke
olympiade pelompat tingginya Soedarmodjo dikirimkan ke olympiade di Helsinki.
Tahun 1953 dilangsungkan PON III di Medan. Tahun 1954 dilangsungkan kejuaraan
Nasional. Yang selalu mendominasi perlombaan atletik Nasional adalah Dasuki,
untuk lari 100 m, Yopie Timisela, untuk lari 400 m dan 10.000 m, Soetrio untuk
lompat tinggi galah dan Dasalomba. Soedarmodjo, Maridjo dan Okamona untuk
lompat tinggi. Hendarsin dan Bin Suryo untuk lompat jangkit. Soetrisno, Sarbe
Hupono dan Bram Matulessi untuk nomor lempar cakram dan tolak peluru. Tahun
1955 dilangsungkan Kejuaraan Nasional di Jakarta. Indonesia mendatangkan Bin Miner
untuk membentuk Coach-coach atletik di Indonesia yang pada waktu itu belum
dimiliki. Tahun 1957 penyelenggaraan PON IV di Makasar (Ujung Pandang). Tahun
1958 kejuaraan Nasional di Jakarta. PASI mengirimkan atletnya ke Asian Games
ke-3 diTokyo.
Atlet putri Kamah, berhasil memperoleh medali perunggu
untuk lempar lembing. Tahun 1959 kejuaraan Nasional di Jakarta. Tahun 1960
seleksi Nasional di Bandung dalam rangka persiapan Asian Games ke-4 yang akan
diselenggarakan di Jakarta tahun 1962. Disamping itu PASI mengirimkan peninjau
ke Olympiade di Roma untuk mempelajari seluk beluk penyelenggaraan Olympiade
dalam rangka persiapan menjadi tuan rumah Asian Games yang akan
diselenggarakan di jakarta. Semenajk ditetapkan Jakarta sebagai tempat penyelenggaran
Asian Games IV , PASI berusaha sekuat tenaga agar dapat mencapai sukses bukan
hanya sukses dalam penyelenggaraan tetapi juga sukses dalam prestasi
atlet-atletnya. PASI mengirimkan peninjau ke Olympiade Roma dan mendatangkan
tenaga-tenaga penasihat dari Jepang yang telah berhasil sebagai penyelenggara
Asian Games III. Dibidang peningkatan prestasi PASI mendatangkan
pelatih-pelatih dari luar negeri. Pelatih yang didatangkan adalah Bin Miner,
Norman Ford dan Tom Rosandich dari Amerika Serikat, disamping untuk
meningkatkan prestasi para atlet yang dimasukkan dalam pusat latihan atau TC
(Training Center), mereka juga dimafaatkan untuk menatar kader-kader pelatih.
Indonesia. Segala persiapan menjadi tuan rumah Asian Games IV berjalan lancar,
berkat bantuan sepenuhnay dana dan fasilitas dari pemerintah RI. Tahun
1962 Asian Games IV dilaksanakan di Jakarta. Pemusatan latihan yang dilakukan
dengan persiapan yang cukup ternyata membuahkan hasil yang membanggakan. Untuk
pertama kali atlet-atlet Indonesia dapata memperoleh medali emas dalam
perlombaan Internasional meskipun bari tingkat Asia. Mohammad Sarengat
memperoleh 2 medali emas untuk lari 100 m (10,4) dan Untuk lari gawang 110 m
(14,3) serta dua perunggu untuk lari 200 m ( 21,6). Awang Papilaya memperoleh 2
medali perunggu untuk 800 m (2:40,8) dan Lompat jauh. Regu estafet 4 x 100 m
putri memperoleh medali perunggu atas nama Suratmi, Emawati, W.Tomasoa, Wiewiek
Machwijar (50,5). Tahun 1963 penyelenggaraan GANEFO I di
Jakarta.
a)Medali Emas di capai oleh :
- Jootje
Oroh lari 200 m (21,8)
- Regu 4 x
100 m putra (41,8) atas nama Jootje Oroh, Soenjoto, Mohammad Sarengat dan
Bambang Wahyudi.
- Regu 4 x
400 m putra ( 3:20,6) atas nama Aminuddin M, Agus Soegiri, Strive Mainake, dan
Stive Thenu.
b)Medali perak di capai oleh :
- regu 4 x
100 m putri (50,5) atas nama Emawati, Soeratmi,W.Tomasoa. dan W.Machwijar.
- Mohammad
Sarengat lari gawang 110 m (14,6)
- I Gusti
Ngurah Manik lempar lembing (65,53)
- Abdul Rab
Khan dasalomba (nilai 5807)
- Nicky
Pattiasina lari 3.000 m Steeple chase (9:28,9)
c)Medali perunggu dicapai oleh :
- Wlily
Tomasoa lari 200 m (26,8)
- Soeratmi
lari 400 m (58,8)
- Soeratmi
lari 800 m (2:20)
- Emawati
lari gawang 80 m (12,5)
- Ni Luh
Armoni Widari lompat jauh (5,45)
- Jean Toar
lempar lembing (39,31)
- Ni Luh
Armoni Widari pancalomba (nilai 3407)
- Aminuddin
Machmud lari 400 m (50,3)
- Z.
Lesnussa lari 10.000 m (32:51,1)
- Ismail
Abiddin lari marathon (31.01:40.8)
Rekor Nasional banyak sekali diciptakan pada periode
tahun 1962-1963 ini.
Tehun 1964 kejuaraan Nasional di Jakarta. Sayang pada
tahun ini karena alas an politis, Indonesia tidak mengikuti Olympiade yang
diselenggarakan di Tokyo, meskipun atletnya telah dipersiapkan dengan baik.
Pada tahun 1964 ini Indonesia mengirimkan atlet-atletnya ke RRC. Beberapa rekor
dipecahkan ternyata sampai sekarang masih bertahan. Rekor Untung Pribadi lompat
tinggi galah (3,95), I G.Ngurah Manik lempar lembing 66,91, Usman Effendi tolak
peluru 15,26.
Tahun 1965 meletuslah peristiwa G30S/PKI yang merupak
tragedi nasional bagi bangsa Indonesia , sehingga PON VI yang sedianya akan
dilaksanakan di Jakarta gagal. Tahun 1966 mengikuti SEA GAMES V di Bangkok.
Medali perak didapatkan oleh regu 4 x 100 m atas nama Soepardi, Jootje Oroh,
Bambang Wahyudi dan Agus Soegiri.. meskipun tidak memperoleh medalai, beberapa
rekor Indonesia telah dipecahkan di Bangkok yang sampi tahun 1979 belum
diperbaharui antara lain rekor lari 800 m oleh Charanjit Singh (1:50,7) ; rekor
lari 4 x 100 m : oleh Eddy, Charanjit Singh,V Gosal dan Agus Sorgiri (3:15,3) ;
rekor lari 3.000 m Steeple chase oleh Nicky Patiasina (9:25,1) ; tahun 1968
kejuaraan Nasional di Jakarta yang dikuti oleh para atlet dari Singapura. ;
Tahun 1969 PON VII di Surabaya ; tahun 1970 kejuaraan di Semarang, Indonesia
mengirimkan atletny untuk mengikuti Asian Games VI di Bangkok. Hasil yng
diperoleh medali perunggu untuk lari 200 m dan 100 m atas nama Carolina
Rieuwpassa. Tahun 1971 kejuaraan nasional di Jakarta.
PASI bekerja sama coaching clinic atletik yang diikuti
oleh 45 orang coach muda dari seluruh daerah di Indonesia. Carolina Rieuwpassa
dikirim ke Jerman untuk berlatih menghadapi olympiade Munich. Selama berlatih
di jermania memperbaiki rekor Nasional 100 m menjadi 11,7 detik dan 200 m
menjadi 22,2 detik sampai tahun 1979 rekor ini belum ada yang menumbangkannya.
Tahun kejuaraan Nasional di Jakarta Carolina Rieuwpassa dikirim ke Jerman untuk
mengikuti Olympiade di Munich. Pada lari 100 m babak penyisihan ia menduduki
urutan kedatangan ke 6 dengan catatan waktu 12,23 sedangkan pada lari 200 m
babak pendahuluan ia menempati urutan kedatangan ke 6 dengan catatan waktu
24,68 detik. Kemudian PASI mengirimkan 22 atlet kekejuaraan atletik Asia di
Manila tanpa memperoleh medali.
Tahun 1975 kejuaraan Nasional di Jakarta. Pada tahun
ini di selenggarakan Asian Games VII di Taheran Indonesia tidak mengirimkan tim
atletik. Tahun 1975 kejuaraan di Jakarta disamping itu untuk meningkatkan
prestasi atletik di Indonesia perlu meningkatkan frekwensi perlombaan. Maka
pada tahun 1976 ini diselenggarakan kejuaraan atletik se-Jawa dan Bali di
Semarang tahun 1976 merupakan tahun penyelenggaraan Olympiade. Indonesia
mengirimkan Carolina Rieuwpassa untuk mengikuti olympiade di Montreal. Beberapa
atlet ke Pakistan dan Malaysia. Tahun 1977 penyelenggaraan PON IX di Jakarta.
Untuk pertama kali Indonesia mengikuti SEA GAMES IX di Kuala Lumpur. Indonesia
memperoleh 2 medali emas melalui Carolina Rieuwpassa untuk lari 100 m dan Usman
Efendi untuk lempar cakram, serta 5 medali perak dan medali perunggu.
Tahun 1978 Asian Games VII diselenggarakan di Bangkok.
Athun 1978 kejuaraan di Jakarta diikuti juga oleh atlet dari Singapura. Sebagai
balasan ikut sertanya atlet mengikuti Sukan di Singapura. Beberapa rekor di
pertajam : Jefrry Matahelemual memperbaiki rekor dari 200 m menjadi 21,1 detik.
Mujiono memperbaiki rekor dari 400 m menjadi 47,8 detik. Regu nasional 4 x 100
m memecahkan rekor menjadi 40,930detik. Meny Moffu memperbaiki rekor lari
gawang menjadi 51,9 detik. Starlet memperbaiki rekor 800 m menjadi 2:14,0 detik
yang juga mempertajam rekor lari 1.500 m menjadi 4:36,4 detik. Tahun 1978
adalah tahun penyelenggaraan Asian Games VIII yang seharusnya dilaksanakan di
Pakistan, tetapi karena situasi Negara Pakistan tidak memungkinkan kemudian
diselenggarakan di Bangkok. Karena alasan politis penyelenggaraan perlombaan
atletik Asian Games VIII tidak mendapat restu dari IAAF dan pesertanya diancam
skorsing. Dengan pertimbangan Indonesia akan menjadi tuan rumah SEA GAMES I
tahun 1979, maka Indonesia tidak mengirimkan atlet-atletnya.
Tahun 1979 indonesia menjadi tuan rumah SEA GAMES X di
Jakarta. Indonesia memperoleh 3 medali emas melalui Henny Maspaitela untuk lari
200 m. Meny Moflu untuk lari gawang 400 m dan regu estafet atas nama Meny
Moflu,haryanto,Matias Mambay dan Mujiono. Sejak tahun 1984 banyak rekor
bertumbangan lagi. Tahun 1984 Purnomo memecahkan rekor lari 100 m menjadi 10.39
detik. Di bagian wanita Henny Maspaitena memecahkan rekor 100 m menjadi 11,61
detik pada tahun 1985. Pada tahun ini pula Ketut Widiana dalam lompat tinggi
dengan lompatan 2,04 m. Prestasi atletik Indonesia masih ketinggalan dari
negaranegara lain. Untuk kawasan Asia Tenggara sidah dapat mulai berbicara,
tetapi untuk tingkat Asia lebih-lebih dunia masih jauh tertinggal. Ini menjadi
tanggung jawab bagi generasi muda terutama bagi kita semua para pelajar yang
hobi beroleh raga Atletik untuk mengejar ketinggalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar