BAB I
PENDAHULUAN
Istilah abortus
dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
diluar kandungan. Sampai saat ini janin yang terkecil yang dilaporkan dapat
hidup diluar kandungan, mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir. Akan tetapi
karena jarangnya janin yang dilahirkan dengan berat badan dibawah 500 gram
dapat hidup terus, maka abortus ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan
sebelum janin mencapai berat 500 gram atau kurang dari 20 minggu. Abortus yang
berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan. Abortus buatan adalah
pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu akibat tindakan. Abortus terapeutik
ialah abortus buatan yang dilakukan atas indikasi medik1.
Penelitian-penelitian
terdahulu menyebutkan bahwa angka kejadian abortus sangat tinggi. Sebuah
penelitian pada tahun 1993 memperkirakan total kejadian abortus di Indonesia
berkisar antara 750.000. dan dapat mencapai 1 juta per tahun dengan rasio 18
abortus per 100 konsepsi. Angka tersebut mencakup abortus spontan maupun
buatan. Abortus inkomplit sendiri merupakan salah satu bentuk klinis dari
abortus spontan maupun sebagai komplikasi dari abortus provokatus kriminalis
ataupun medisinalis. Insiden abortus inkompit sendiri belum diketahui secara
pasti namun yang penting diketahui adalah sekitar 60 % dari wanita hamil yang
mengalami abortus inkomplit memerlukan perawatan rumah sakit akibat perdarahan
yang terjadi2,3,4.
Abortus
inkomplit memiliki komplikasi yang dapat mengancam keselamatan ibu karena
adanya perdarahan yang masif yang bisa menimbulkan kematian akibat adanya syok
hipovolemik apabila keadaan ini tidak mendapatkan penanganan yang cepat dan
tepat. Seorang ibu hamil yang mengalami abortus inkomplit dapat mengalami
guncangan psikis. tidak hanya pada ibu namun juga pada keluarganya, terutama
pada keluarga yang sangat menginginkan anak.
Mengenal lebih
dekat tentang abortus inkomplit menjadi penting bagi para pelayan kesehatan agar
mampu menegakan diagnosis kemudian memberikan penatalaksanaan yang sesuai dan akurat,
serta mencegah komplikasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Abortus
inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20
minggu dan masih ada sisa yang tertinggal di dalam uterus1.
2.2 Epidemiologi
Insiden abortus
inkomplit belum diketahui secara pasti, namun demikian disebutkan sekitar 60
persen dari wanita hamil dirawat dirumah sakit dengan perdarahan akibat
mengalami abortus inkomplit. Inisiden abortus spontan secara umum disebutkan
sebesar 10% dari seluruh kehamilan. Angka-angka tersebut berasal dari data-data
dengan sekurang-kurangnya ada dua hal yang selalu berubah, kegagalan untuk
menyertakan abortus dini yang tidak diketahui, dan pengikutsertaan abortus yang
ditimbulkan secara ilegal serta dinyatakan sebagai abortus spontan5.
Lebih dari 80%
abortus terjadi dalam 12 minggu pertama kehamilan dan angka tersebut kemudian
menurun secara cepat pada umur kehamilan selanjutnya. Anomali kromosom
menyebabkan sekurang-kurangnya separuh dari abortus pada trimester pertama,
kemudian menurun menjadi 20-30% pada trimester kedua dan 5-10 % pada trimester
ketiga5.
Resiko abortus
spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas di samping dengan semakin
lanjutnya usia ibu serta ayah. Frekuensi abortus yang dikenali secara klinis
bertambah dari 12% pada wanita yang berusia kurang dari 20 tahun, menjadi 26%
pada wanita yang berumur di atas 40 tahun. Untuk usia paternal yang sama,
kenaikannya adalah dari 12% menjadi 20%. Insiden abortus bertambah pada
kehamilan yang belum melebihi umur 3 bulan5,6.
2.3 Etiologi
Mekanisme pasti
yang bertanggungjawab atas peristiwa abortus tidak selalu tampak jelas. Pada
beberapa bulan pertama kehamilan, ekspuisi hasil konsepsi yang terjadi secara
spontan hampir selalu didahului kematian embrio atau janin, namun pada
kehamilan beberapa bulan berikutnya, sering janin sebelum ekspuisi masih hidup
dalam uterus.
Kematian janin
sering disebabkan oleh abnormalitas pada ovum atau zigot atau oleh penyakit
sistemik pada ibu, dan kadang-kadang mungkin juga disebabkan oleh penyakit dari
ayahnya5.
2.3.1
Perkembangan Zigot yang Abnormal
Abnormalitas
kromosom merupakan penyebab dari abortus spontan. Sebuah penelitian
meta-analisis menemukan kasus abnormalitas kromosom sekitar 49% dari abortus
spontan. Trisomi autosomal merupakan anomali yang paling sering ditemukan
(52%), kemudian diikuti oleh poliploidi (21 %) dan monosomi X (13%)7'8
.
2.3.2 Faktor
Maternal
Biasanya
penyakit maternal berkaitan dengan abortus euploidi. Peristiwa abortus tersebut
mencapai puncaknya pada kehamilan 13 minggu, dan karena saat terjadinya abortus
lebih belakangan, pada sebagian kasus dapat ditentukan etiologi abortus yang
dapat dikoreksi. Sejumlah penyakit, kondisi kejiwaan dan kelainan perkembangan
pernah terlibat dalam peristiwa abortus euploidi5.
a.Infeksi
Organisme
seperti Treponema pallidum, Chlamydia trachomatis, Neisseria gonorhoeae,
Streptococcus agalactina, virus herpes simpiek, cytomegalovirus Listeria
monocytogenes dicurigai berperan sebagai penyebab abortus. Toxoplasma juga
disebutkan dapat menyebabkan abortus. Isolasi Mycoplasma hominis dan Ureaplasma urealyticun dari traktus
genetalia sebagaian wanita yang mengalami abortus telah menghasilkan hipotesis
yang menyatakan bahwa infeksi mikoplasma yang menyangkut traktus genetalia dapat
menyebabkan abortus. Dari kedua organisme tersebut, Ureaplasma Urealyticum
merupakan penyebab utama5.
b.Penyakit-Penyakit
Kronis yang Melemahkan
Pada
awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan keadaan ibu misalnya
penyakit tuberculosis atau karsinomatosis jarang menyebabkan abortus5'9.
Hipertensi
jarang disertai dengan abortus pada kehamilan sebelum 20 minggu, tetapi keadaan
ini dapat menyebabkan kematian janin dan persalinan prematur5'9.
Diabetes maternal pemah ditemukan oleh sebagian peneliti sebagai faktor
predisposisi abortus spontan, tetapi kejadian ini tidak ditemukan oleh peneliti
lainnya5.
c. Pengaruh
Endokrin
Kenaikan
insiden abortus bisa disebabkan oleh hipertiroidisme, diabtetes mellitus, dan
defesiensi progesteron5'9. Diabetes tidak menyebabkan
abortus jika kadar gula dapat dikendalikan dengan baik. Defesiensi progesteron karena
kurangnya sekresi hormon tersebut dari korpus luteum atau plasenta mempunyai
hubungan dengan kenaikan insiden abortus. Karena progesteron berfungsi mempertahankan
desidua, defesiensi hormon tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi
pada hasil konsepsi dan dengan demikian turut berperan dalam peristiwa kematiannya5.
d. Nutrisi
Pada
saat ini, hanya malnutrisi umum sangat berat yang paling besar kemungkinanya
menjadi predisposisi meningkatnya kemungkinan abortus. Nausea serta vomitus
yang lebih sering ditemukan selama awal kehamilan dan setiap deplesi nutrient
yang ditimbulkan, jarang diikuti dengan abortus spontan. Sebagaian besar
mikronutrien pemah dilaporkan sebagai unsur yang penting untuk mengurangi
abortus spontan.
e. Obat-Obatan
dan Toksin Lingkungan
Berbagai
macam zat dilaporkan berhubungan dengan kenaikan insiden abortus. Namun ternyata
tidak semua laporan ini mudah dikonfirmasikan.
f. Faktor-faktor
Imunologis
Faktor
imunologis yang telah terbukti signifikan dapat menyebabkan abortus spontan
yang berulang antara lain : antikoagulan lupus (LAC) dan antibodi anti
cardiolipin (ACA) yang mengakibatkan destruksi vaskuler, trombosis, abortus
serta destruksi plasenta.
g.
Gamet yang Menua
Baik
umur sperma maupun ovum dapat mempengaruhi angka insiden abortus spontan.
Insiden abortus meningkat terhadap kehamilan yang berhasil bila inseminasi
terjadi empat hari sebelum atau tiga hari sesudah peralihan temperatur basal
tubuh, karena itu disimpulkan bahwa garnet yang bertambah tua di dalam
traktus genitalis wanita sebelum fertilisasi dapat menaikkan kemungkinan
terjadinya abortus. Beberapa percobaan binatang juga selaras dengan hasil
observasi tersebut5,7.
h. Laparotomi
Trauma
akibat laparotomi kadang-kadang dapat mencetuskan terjadinya abortus. Pada
umumnya, semakin dekat tempat pembedahan tersebut dengan organ panggul, semakin
besar kemungkinan terjadinya abortus. Meskipun demikian, sering kali kista
ovarii dan mioma bertangkai dapat diangkat pada waktu kehamilan apa mengganggu
gestasi. Peritonitis dapat menambah besar kemungkinan abortus.
i. Trauma Fisik
dan Trauma Emosional
Kebanyakan
abortus spontan terjadi beberapa saat setelah kematian embrio atau kematian
janin. Jika abortus disebabkan khususnya oleh trauma, kemungkinan kecelakaan
tersebut bukan peristiwa yang baru terjadi tetapi lebih merupakan kejadian yang
terjadi beberapa minggu sebelum abortus. Abortus yang disebabkan oleh trauma
emosional bersifat spekulatif, tidak ada dasar yang mendukung konsep abortus
dipengaruhi oleh rasa ketakutan marah ataupun cemas5,7,9.
j. Kelainan
Uterus
Kelainan
uterus dapat dibagi menjadi kelainan akuisita dan kelainan yang timbul dalam
proses perkembangan janin,defek duktus mulleri yang dapat terjadi secara
spontan atau yang ditimbulkan oleh pemberian dietilstilbestrol (DES)5,7.
Cacat uterus akuisita yang berkaitan dengan abortus adalah leiomioma
dan perlekatan intrauteri. Leiomioma uterus yang besar dan majemuk
sekalipun tidak selalu disertai dengan abortus, bahkan lokasi leiomioma
tampaknya lebih penting daripada ukurannya.
Mioma
submokosa, tapi bukan mioma intramural atau subserosa, lebih besar
kemungkinannya imtuk menyebabkan abortus. Namun demikian, leiomioma dapat dianggap
sebagai faktor kausatif hanya bila hasil pemeriksaan klinis lainnya temyata
negatif dan histerogram menunjukkan adanya defek pengisian dalam kavum
endometrium. Miomektomi sering mengakibatkan jaringan parut uterus yang dapat
mengalami ruptur pada kehamilan berikutnya, sebelum atau selama persalinan.
Perlekatan
intrauteri (sinekia atau sindrom Ashennan) paling sering terjadi akibat tindakan
kuretase pada abortus yang terinfeksi atau pada missed abortus atau
mungkin pula akibat komplikasi postpartum. Keadaan tersebut disebabkan oleh
destruksi endometrium yang sangat luas. Selanjutnya keadaan ini mengakibatkan
amenore dan abortus habitualis yang diyakini terjadi akibat endometrium yang
kurang memadai untuk mendukung implatansi hasil pembuahan.
k. Inkompetensi
serviks
Kejadian
abortus pada uterus dengan serviks yang inkompeten biasanya terjadi pada
trimester kedua. Ekspuisi jaringan konsepsi terjadi setelah membran plasenta
mengalami ruptur pada prolaps yang disertai dengan balloning membran plasenta ke dalam vagina.
2.3.3
Faktor Paternal
Hanya
sedikit yang diketahui tentang peranan faktor paternal dalam proses timbulnya
abortus spontan. Yang pasti, translokasi kromosom dalam sperma dalam
menimbulkan zigot yang mendapat bahan kromosom terlalu sedikit atau terlalu
banyak, sehingga terjadi abortus5,7.
2.4. Patogenesis
Proses abortus
inkomplit dapat berlangsung secara spontan maupun sebagai komplikasi dari
abortus provokatus kriminalis ataupun medisinalis. Proses terjadinya adalah
berawal dari pendarahan pada desidua basalis yang menyebabkan nekrosis jaringan
diatasnya. Selanjutnya sebagian atau seluruh hasil konsepsi terlepas dari
dinding uterus. Hasil konsepsi yang terlepas menjadi benda asing terhadap
uterus sehingga akan dikeluarkan langsung atau bertahan beberapa waktu. Pada
kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi biasanya dikeluarkan seluruhnya
karena villi korialies belum menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan
antara 8 minggu sampai 14 minggu villi koriales menembus desidua lebih dalam sehingga
umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak
perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu umumnya yang mula-mula
dikeluarkan setelah ketuban pecah adalah janin, disusul kemudian oleh plasenta
yang telah lengkap terbentuk. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera
terlepas dengan lengkap1,5,9.
2.5. Gambaran
Klinis
Gejala umum yang
merupakan keluhan utama berupa perdarahan derajat sedang sampai berat disertai
dengan kram pada perut bagian bawah, bahkan sampai ke punggung. Janin
kemungkinan sudah keluar bersama-sama plasenta pada abortus yang terjadi
sebelum minggu ke-10, tetapi sesudah usia kehamilan 10 minggu, pengeluaran
janin dan plasenta akan terpisah. Bila plasenta, seluruhnya atau sebagian tetap
tertinggal dalam uterus, maka pendarahan cepat atau lambat akan terjadi dan
memberikan gejala utama abortus inkompletus. Sedangkan pada abortus dalam usia
kehamilan yang lebih lanjut, sering pendarahan berlangsung amat banyak dan
kadang-kadang masif sehingga terjadi hipovelemis berat5'7.
2.6. Diagnosis
Diagnosis
abortus inkomplit ditegakkan berdasarkan gambaran klinis melalui anamnesis dan
hasil pemeriksaan fisik, setelah menyingkirkan kemungkinan diagnosis banding
lain, serta dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik mengenai
status ginekologis meliputi pemeriksaan abdomen, inspikulo dan vaginal
toucher. Palpasi tinggi fundus uteri pada abortus inkomplit dapat sesuai
dengan umur kehamilan atau lebih rendah. Pemeriksaan penunjang berupa USG akan
menunjukkan adanya sisa jaringan.
Tidak ada nyeri
tekan ataupun tanda cairan bebas seperti yang terlihat pada kehamilan ektopik
yang terganggu. Pemeriksaan dengan menggunakan spekulum akan memperlihatkan
adanya dilatasi serviks, mungkin disertai dengan keluarnya jaringan konsepsi
atau gumpalan-gumpalan darah. Bimanual palpasi untuk menentukan besar dan
bentuk uterus perlu dilakukan sebelum memulai tindakan evakuasi sisa hasil
konsepsi yang masih tertinggal. Menentukan ukuran sondase uterus juga penting
dilakukan untuk menentukan jenis tindakan yang sesuai4.
2.7. Diagnosis
Banding
Abortus
inkomplit dapat di diagnosis banding dengan abortus iminens, abortus insipien,
abortus komplit, kehamilan ektopik tuba, dan abortus mola.14
2.8.
Penatalaksanaan
Terlebih dahulu
dilakukan penilaian mengenai keadaan pasien dan diperiksa apakah ada
tanda-tanda syok. Penatalaksanaan abortus spontan dapat dilakukan dengan
menggunakan teknik pembedahan maupun medis. Teknik pembedahan dapat terdiri
dari dilatasi serviks yang diikuti dengan pengosongan isi uterus baik dengan
cara kuretase, aspirasi vakum, dilatasi dan evakuasi, maupun dilatasi dan
ekstrasi, teknik induksi haid, dan laparotomi yang dapat dilakukan dengan
histerotomi maupun histerektomi. Induksi abortus dengan tindakan medis
menggunakan preparat antara lain : oksitosin intravenus, lamtan hiperosmotik
intraamnion seperti larutan salin 20% atau urea 30%, prostaglandin Ez, F2a dan
analog prostaglandin yang dapat berupa injeksi intraamnion, injeksi
ekstraokuler, insersi vagina, injeksi parenteral maupun per oral,
antiprogesteron - RU 486 (meferiston), atau berbagai kombinasi tindakan
tersebut diatas.
Pada kasus-kasus
abortus inkomplit, dilatasi serviks sebelum tindakan kuretase sering tidak
diperlukan. Pada banyak kasus, jaringan plasenta yang tertinggal terletak
secara longgar dalam kanalis servikalis dan dapat diangkat dari ostium ekstema
yang sudah terbuka dengan memakai forsep ovum atau forsep cincin. Bila plasenta
seluruhnya atau sebagian tetap tertinggal di dalam uterus, induksi medis
ataupun tindakan kuretase untuk mengevakuasi jaringan tersebut diperlukan untuk
mencegah terjadinya perdarahan lanjut.
Perdarahan pada
abortus inkomplit kadang-kadang cukup berat, tetapi jarang berakibat fatal5.
Evakuasi jaringan sisa di dalam uterus untuk menghentikan perdarahan dilakukan
dengan cara13.
1.
Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang dari 16 minggu,
evakuasi dapat dilakukan secara digital atau cunam ovum untuk mengelaurkan
hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika pendarahan berhenti, beri
ergometrin 0,2 mg intramuskular atau misoprostol 400 mcg per oral.
2.
Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang dari 16
minggu, evakuasi hasil konsepsi dengan:
•
Aspirasi Vakum merupakan metode evakuasi yang terpilih. Evakuasi dengan kuret
tajam sebaiknya dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak tersedia.
•
Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg
intramuskular (diulangi setelah 15 menit jika perlu) atau misoprostol 400 mcg
per oral (dapat diulangi setelah 4 jam jika perlu).
3. Jika
kehamilan lebih dari 16 minggu:
•
Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologis
atau Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit sampai terjadi ekspuisi
hasil konsepsi.
•
Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg pervaginam setiap 4 jam sampai terjadi
ekspuisi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg).
• Evakuasi sisa
hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.
Teknik kuretase
dengan penyedotan (aspirasi vakum) sangat bermanfaat untuk mengosongkan uterus,
dilakukan dengan menyedot isi uterus menggunakan kanula yang terbuat dari bahan
plastik atau metal dengan tekanan negatif. Tekanan negatif dapat menggunakan
pompa vakum listrik atau dengan syringe pump 60 ml. Aspirasi vakum
merupakan prosedur pilihan yang lebih aman jika dibandingkan dengan teknik
kuretase tajam, digunakan pada kehamilan kurang dari 12 minggu, dapat dilakukan
hanya dengan atau tanpa analgesia lokal pada serviks maupun analgesia sistemik
sedang. Aplikasi aspirasi vakum bahkan dapat dilakukan sampai pada umur
kehamilan 15 minggu, tergantung pada ketrampilan dan pengalaman operator. Complete
abortion rate aspirasi vakum berkisar antara 95 - 100%. Metode ini
merupakan metode pilihan untuk mengatasi abortus inkomplit.
Evakuasi
jaringan sisa dapat dilakukan secara lengkap dalam waktu 3-10 menit5'3.
Sebelum melakukan tindakan kuretase, pasien, tempat dan alat kuretase disiapkan
terlebih dahulu. Pada pasien yang mengalami syok, atasi syok terlebih dahulu.
Kosongkan kandung kencing, selanjutnya dapat diberikan anestesi (jika
diperlukan). Lakukan pemeriksaan ginekologik ulang untuk menentukan besar dan
bentuk uterus, kemudian lakukan tindakan antisepsis pada ginitalia ekstema,
vagina dan serviks. Spekulum vagina dipasang dan selanjutnya serviks
dipresentasikan dengan tenakulum. Uterus disoride dengan hati-hati untuk
menentukan besar dan arah uterus. Masukan kanula yang sesuai dengan dalam kavum
uteri melalui serviks yang telah berdilatasi (tersedia ukuran kanula dari 4 mm
sampai 12 mm). Selanjutnya kanula dihubungkan dengan aspirator (60 Hg pada
aspirator listrik atau 0,6 atm pada syringe). Kanula digerakkan
perlahan-lahan dari atas kebawah dan sebaliknya, sambil diputar 360°. Bila
kavum uteri sudah bersih dari jaringan konsepsi, akan terasa dan terdengar
gesekan kanula dengan miometrium yang kasar, sedangkan dalam botol penampung
jaringan akan timbul gelembung udara. Pasca tindakan tanda-tanda vital diawasi
selama 15-30 menit tanpa anestesi dan selama 1 - 2 jam bila dengan anestesi
umum. Pemeriksaan lanjut dapat dilakukan 1 - 2 minggu kemudian13.
Berbagai
kemungkinan komplikasi tindakan kuretase dapat terjadi, seperti perforasi
uterus, laserasi serviks, perdarahan, evakuasi jaringan sisa yang tidak lengkap
dan infeksi. Komplikasi ini meningkat pada umur kehamilan setelah trimester
pertama, dengan demikian, tindakan evakuasi yang dilakukan pada kehamilan
diatas trimester pertama berupa dilatasi dan evakuasi. Panas bukan merupakan
kontraindikasi untuk kuretase apabila pengobatan dengan antibiolik yang memadai
segera dimulai5.
Penatalaksanaaan
abortus dengan teknik medis dibuktikan aman dan efektif. Efikasi terapi
mifepriston dengan misoprostol dilaporkan sebesar 98% pada kehamilan trimester
pertama awal. Namun demikian, pada abortus inkomplit, metode ini tidak
memberikan keuntungan yang signifikan. Untuk mencapai ekspuisi spontan yang
lengkap dengan terapi prostaglandin (misoprostol) diperlukan waktu rata-rata
selama 9 hari. Regimen mefepriston, antiprogesteron digunakan secara luas,
bekeria dengan cara mengikat reseptor prigesteron, sehingga terjadi inhibisi
efek progesteron untuk menjaga kehamilan. Dosis yang digunakan 200 mg.
Kombinasi selanjutnya (36 - 48 jam) dengan pemberian prostaglandin 800 μg insersi vagina mengakibatkan kontraksi uterus lebih
lanjut yang kemudian diikuti dengan ekspuisi jaringan konsepsi.
Efek yang
terjadi pada terapi dengan obat-obatan ini berupa kram pada perut yang disertai
dengan perdarahan yang menyerupai menstruasi namun dengan fase yang memanjang,
selama 9hari bahkan dapat terjadi selama 45 hari. Kontraindikasi penggunaan
obat-obat tersebut adalah pada keadaan dengan gagal ginjal akut, kelainan
fimgsi hati, perdarahan abnormal, perokok berat dan alergi3.
2.9. Prognosis
Kecuali adanya
inkompetensi serviks, angka kesembuhan yang terlihat sesudah mengalami tiga
kali abortus spontan akan berkisar antara 70 dan 85% tanpa tergantung pada
pengobatan yang dilakukan. Abortus inkomplit yang di evakuasi lebih dini tanpa
disertai infeksi memberikan prognosis yang baik terhadap ibu5,9.
2.10. Komplikasi
Abortus
inkomplit yang tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan syok akibat perdarahan
hebat dan terjadinya infeksi akibat retensi sisa hasil konsepsi yang lama
didalam uterus5. Sinekia intrauterine dan infertilitas juga
merupakan komplikasi dari abortus.
Komplikasi juga
dapat terjadi akibat tindakan kuretase antara lain' :
1.
Dapat terjadi refleks vagal yang menimbulkan
muntah-muntah, bradikardi dan cardiac
arrest.
2.
Perforasi uterus yang dapat disebabkan oleh sonde atau
dilatator. Bila perforasi oleh kanula, segera diputuskan hubungan kanula dengan
aspirator. Selanjutnya kavum uteri dibersihkan sedapatnya. Pasien diberikan
antibiotika dosis tinggi. Biasanya pendarahan akan berhenti segera. Bila ada
keraguan, pasien dirawat.
3.
Serviks robek yang biasanya disebabkan oleh tenakulum.
Bila pendarahan sedikit dan berhenti, tidak perlu dijahit.
4.
Pendarahan yang biasanya disebabkan sisa jaringan
konsepsi. Pengobatannya adalah pembersihan sisa jaringan konsepsi.
5.
Infeksi dapat terjadi sebagai salah satu komplikasi.
Pengobatannya berupa pemberian antibitoka yang sensitif terhadap kuman aerobik
maupun anaerobik. Bila ditemukan sisa jaringan konsepsi, dilakukan pembersihan
kavum uteri setelah pemberian antibiotika profilaksis minimal satu hari.
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Penderita
Nama : WEA
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Hindu
Alamat : Peninjoan Bangli
Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status
Perkawinan : Menikah
Tanggal MRS : 5 Maret 2007
3.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan perdarahan pervaginam
sejak sore hari sebelum masuk rumah sakit (±pk 16.00, 5/03/07) dan dikatakan bahwa
perdarahan berupa flek-flek yang warnanya merah kecoklatan. Pasien juga
mengeluh nyeri pada perut bagian bawah bawah sejak siang hari (±pk 14.00,
5/03/07). Nyeri dirasakan bertambah keras setelah keluar flek. Tes kehamilan
pada urin positif satu bulan yang lalu di bidan. Riwayat trauma, panas badan
disangkal. Riwayat APC disangkal.
2. Riwayat menstruasi
·
Menarche umur 14 tahun, dengan siklus teratur setiap 28
hari, lamanya 3-5 hari tiap kali menstruasi.
·
Hari pertama haid terakhir 4/12/06
·
Nyeri saat menstruasi terkadang dirasakan oleh penderita.
3. Riwayat perkawinan
Pasien menikah satu
kali dengan suami yang sekarang selama ± 8 bulan.
4. Riwayat persalinan
1.
ini
5. Riwayat Ante
Natal Care (ANC)
Di bidan sebanyak 2 kali
6. Riwayat KB
Penderita tidak memakai KB.
7.
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit terdahulu dan
riwayat penyakit dalam keluarga seperti asma, penyakit jantung, hipertensi,
diabetes mellitus.
3.3 Pemeriksaan Fisik
1. Status Present
Keadaan umum : baik Kesadaran : E4V5M6(CM)
Tekanan Darah : 110/70 mmHg Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 20 x/menit Suhu
tubuh : 36,4 °C
Tinggi badan : 158 cm Berat
badan : 49 kg
2. Status General
Kepala :
Mata : anemia -/-, ikterus -/-, isokor
Jantung :
S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Pulmo :
Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen :
~ status ginekologi
Ekstremitas :
oedema tidak ada pada keempat ekstremitas
3. Status
Ginekologi
Abdomen : Fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan
tidak ada, tanda cairan bebas tidak ada, massa tidak ada
VT : Flx (+), fl (-), pØ (-), porsio
mencucu, jaringan (-),stolsel (-), perdarahan aktif (-), corpus uteri
antefleksi, cavum douglasi dalam batas normal.
3.4 Diagnosis
Abortus iminens (G1 P0000 12-13 minggu)
3.5
Penatalaksanaan
Pdx : DL, USG
Tx : - bed rest
- IVFD RL 20 tetes/menit
- Preabor 2xI tab
Mx : keluhan, vital sign, tanda-tanda
syok
KIE : pasien dan keluarga
3.6
Perkembangan Pasien Selama Perawatan
Tanggal 6 Maret 2007, pukul 07.00 WITA
S :
Perdarahan pervaginam (+) bergumpal-gumpal, nyeri perut betambah keras
O :
Status present :
Keadaan
umum : baik
Tekanan
darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Temperatur
aksila : 36,3 °C
Status general : dbn
Status
Ginekologi
Abdomen : fundus uteri tidak teraba, nyeri perut
diatas kemaluan (+) nyeri tekan suprasimpisis (-)
Vagina : flx (+), fl(-), perdarahan aktif (-)
VT :
tidak dikerjakan
Pemeriksaan USG:
terdapat sisa jaringan
Diagnosis : Abortus Iminens
P
: Pro Kuretase dengan GA
DL (Hb 10,9 ; WBC 15,5 ; PLT 166 )
Kie pasien dan keluarga
Pkl 10.00 (6/03/07) Penderita dipersiapkan untuk
kuretase (Pasien telah dipuasakan sejak malam harinya)
Pkl 10.30 → Telah dilakukan kuretase. Berhasil
dikeluarkan sisa jaringan ± 50 gram, perdarahan ± 20cc.
Ass : Post
kuretase ok Abortus Inkomplit Hari 0
Terapi: Cefat 3x500mg
Pospargin 3x500mg
Mefinal 3x500mg
Rob 1xI
Observasi paska kuretase
Follow-up Pasien
7 Maret 2007
8 Maret 2007
|
Nyeri perut berkurang, as badan (+)
Panas badan (-), nyeri perut (-)
|
St.Present
T : 90/70 mmHg
N : 76 x/menit
R : 20 x/menit
tax: 37,70C
St. General
dbn
St
ginekologi
Abd : f ut ttb
Vag : perdarahan sedikit
St.Present
T : 90/60 mmHg
N : 68 x/menit
R : 20 x/menit
tax: 36 0C
St. General
dbn
St ginekologi
Abd : f ut ttb
Vag : perdarahan sedikit
|
Post curretage ec abortus
inkomplit Hari I
Post curretage ec abortus inkomplit Hari II
|
Pdx : -
Tx :
Cefat 3x1
Mefinal 3x1
Pospargin 3x1
Rob 1xI
Aff infus
Mobilisasi
Mx : keluhan, vital signKIE : pasien dan keluarga
BPL
Tx :
Cefat 3x1
Mefinal 3x1
Pospargin 3x1
Rob 1xI
|
]
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Diagnosis
Seorang pasien
24 tahun, Hindu, Bali, datang dengan keluhan perdarahan pervaginam sejak sore
hari sebelum masuk rumah sakit (±pk 16.00, 5/03/07) dan dikatakan bahwa
perdarahan berupa flek-flek yang warnanya merah kecoklatan. Pasien juga
mengeluh nyeri pada perut bagian bawah bawah sejak siang hari (±pk 14.00,
5/03/07). Nyeri dirasakan bertambah keras setelah keluar flek. Tes kehamilan
pada urin positif satu bulan yang lalu di bidan. Riwayat trauma, panas badan
disangkal. Riwayat APC disangkal.
Pada pemeriksaan
fisik didapatkan status present dan general normal, pemeriksaan abdomen fundus
uteri tidak teraba, nyeri tekan tidak ada, tanda cairan bebas tidak ada, massa tidak ada. Dari pemeriksaan
dalam didapatkan flx (+), fl (-), pØ (-), porsio mencucu, jaringan (-), stolsel
(-), perdarahan aktif (-), corpus uteri antefleksi, cavum douglasi dalam batas
normal.
Dari anamnesis
dan pemeriksaan fisik diagnosa sementara ditegakkan sebagai Abortus iminens. Selama
perawatan di RS, tgl 6/03/07 pasien mengeluh sakit perutnya bertambah keras dan
darah yang keluar makin banyak dan bergumpal-gumpal. Kemudian dilakukan
pemeriksaan dalam, dengan hasil adanya pembukaan serta teraba sisa jaringan,
diperkuat dengan USG yang menunjukkan adanya sisa jaringan di dalam rahim, sehingga
ditegakkan diagnosa sebagai abortus inkomplit.
4.2 Faktor
predisposisi atau etiologi
Mekanisme pasti
yang bertanggungjawab atas peristiwa abortus tidak selalu tampak jelas.
Kematian janin sering disebabkan oleh abnormalitas pada ovum atau zigot atau
oleh penyakit sistemik pada ibu, dan kadang-kadang mungkin juga disebabkan oleh
faktor paternal seperti translokasi kromosom.
Berdasarkan
anamnesis kejadian abortus ini adalah kejadian yang pertama kalinya. Penyebab
terjadinya abortus inkomplit pada pasien ini belum dapat dipastikan. Faktor
yang mungkin menyebabkan terjadinya abortus adalah faktor infeksi dikarenakan
adanya peningkatan sel darah putih. Penyebab lain yang dapar dipertimbangkan
adalah faktor nutrisi, faktor paternal, serta paparan obat-obatan dan toksin
lingkungan.
4.3
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
kasus tersebut berupa kuretase sebagai terapi pilihan. Mengingat komplikasi
tindakan ini cukup banyak, maka perlu dilakukan dengan prosedur yang benar dan
hati-hati untuk mengurangi resiko tersebut seminimal mungkin. Adapun penanganan
kasus ini adalah dengan:
·
Kuretase
·
Medikamentosa
Cefat 3xI
Pospargin 3xI
Mefinal 3xI
Rob 1Xi
Post
Kuretase hari ke 0:
-
Pasien stabil
-
Amoxsan à mencegah infeksi
-
Mefinal à mengurangi nyeri
-
Metergin à untuk mempertahankan
kontraksi uterus
-
Infus RL à untuk memperbaiki keadaan
umum pasien
4.4 Prognosis
Prognosis pada
pasien ini adalah dubius ad bonam
mengingat tidak ada faktor resiko yang berat pada pasien yang mungkin
menyebabkan terjadinya abortus berulang.
BAB V
KESIMPULAN
Telah diuraikan kasus
wanita 24 tahun, hamil muda 12-13 minggu yang mengalami perdarahan pervaginam.
Dari hasil pemeriksaan klinis didiagnosa dengan abortus inkomplit. Setelah
dilakukan kuretase dan post kuretase keadaan penderita baik dan dipulangkan 24
jam setelah kuretase. Penderita diberikan obat oral yaitu Cefat 3x500 mg,
Pospargin 3x500mg, Mefinal 3x500 mg, Rob 1xI tablet. Penderita disarankan untuk
kontrol ke poliklinik satu minggu kemudian untuk mengetahui perkembangan
penderita.
Abortus
inkomplit adalah berakhirnya kehamilan sebelum viable disertai dengan
pengeluaran sebagian hasil konsepsi dan sebagian lagi masih tertinggal dalam
uterus pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari
500 gram. Insiden abortus inkomplit belum diketahui secara pasti, namun
demikian disebutkan sekitar 60 persen dari wanita hamil dirawat dirumah sakit
dengan perdarahan akibat mengalami abortus inkomplit Insiden abortus spontan
secara umum disebutkan sebesar 10% dari seluruh kehamilan.
Secara garis
besar penyebab terjadinya abortus dapat dibagi menjadi faktor fetal, maternal
dan paternal. Patogenesis terjadinya abortus inkomplit, berawal terjadinya
perdarahan dalam desidua basalis yang diikuti nekrosis jaringan sekitamya. Pada
umur kehamilan 8 sampai 14 minggu vili korealis telah menembus desidua terlalu
dalam, sehingga sebagian keluar dan sebagian lagi akan tertinggal, maka
terjadilah abortus inkomplit. Sisa abortus yang tertahan di dalam rahim
mengganggu kontraksinya sehingga menyebabkan terjadinya perdarahan.
Penatalaksanaan
awal pada kasus abortus adalah melakukan penilaian secara cepat mengenai
keadaan umum pasien dan selanjutnya diperiksa apkah ada tanda-tanda syok. Untuk
mengurangi resiko perdarahan dan komplikasi lain yang mungkin timbul, maka pada
kasus abortus inkomplit ini dilakukan pengeluaran sisa jaringan dengan
kuretase, kemudian diberikan medikamentosa seperti golongan uterotonika,
antibiotika dan analgetik. Abortus inkomplit yang di evakuasi lebih dini tanpa
disertai infeksi memberikan prognosis yang baik.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Wibowo B. Wiknjosastro GH.
Kelainan dalam Lamanya Kehamilan. Dalam :
Wiknjosastro GH, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Hmu
Kebidanan. Edisi 5. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo ; 2002
: hal. 302 - 312.
2. Ministry of
Health Republic of Indonesia. Indonesia Reproductive Health Profile 2003.
2003.Available at: http:/w3.whosea.org/LinkFiles/Reproduc-tive_Health__Profile_RHP-Indonesia.pdf. Accessed January 08,2006.
3. Pedoman Diagnosis –
Terapi Dan Bagian Alir Pelayanan Pasien, Lab/SMF Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RS Sanglah Denpasar. 2003
4.
Abortion. In :
Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Bilstrap LC, Wenstrom KD,
editors. William Obsetrics. 22nd ed. USA : The McGraw-Hills
Companies, Inc ; 2005 : p. 231-247.
5. Abortion. In:
Leveno KJ, et all. Williams Manual of Obstetrics. USA: McGraw-Hill Companies,
2003 : p. 45 – 55
6. Stovall TG.
Early Pregnancy Loss and Ectopic Pregnancy. In : Berek JS, et all. Novak's Gynaecology.
13th ed. Philadelphia; 2002 : p. 507 - 9.
7. Griebel CP,
Vorsen JH, Golemon TB, Day AA. Management of Spontaneus Abortion. AAFP Home
Page>New & Publications>Joumals>American Family Physician. October
012005;72;1.
8. Rand SE. Recurrent spontaneous abortion: evaluation and management. In:
American FamilyPhysician.December1993.http://www/findarticles.com/p/articles/mi_m3255/is_n8_v48/ai_14674724/pg_1
9. Disorder of
Early Pregnancy (ectopic, miscarriage, GTI) In : Campbell S, Monga A, editors.
Gynaecology. London : Arnold, 2000 ; p. 102-6.
10. Lindsey.J.L.Missed
Abortion. Available from htpp :// www.emedicine.com/med/topic last
update : Juli 18, 2005
11. Saifudin AB, Wiknjosastro GH,
Affandi B, Waspodo D. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002.
13. Wiknjosastro
GH, Saifflidin AB, Rachimadhi T. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirorahardjo, 2000.
14.Valley.V.T.Abortion,Incomplete.In:Emedicine.http://www.emedicine.com/emerg/obs-tetrics_and_gynecology.htm : last updated: 30Mei2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar