TUGAS INDIVIDU
ENZIM AMILASE
SUMBER BACHILLUS
LICHENIFORMIS
OLEH :
NAMA : HERNAWATI
NIM : 913.04.040
JURUSAN :
AGROTEKNOLOGI
SEKOLAH TINGGI ILMU
PERTANIAN WUNA
( STIP WUNA )
2016
ENZIM
AMILASE
Enzim adalah molekul biopolimer yang
tersusun dari serangkaian asam amino dalam komposisi dan susunan rantai yang
teratur dan tetap. Enzim memegang peranan penting dalam berbagai reaksi di
dalam sel. Sebagai protein, enzim diproduksi dan digunakan oleh sel hidup untuk
mengkatalisis reaksi, antara lain konversi energi dan metabolisme pertahanan
sel. Amilase mempunyai kemampuan untuk memecah molekul-molekul pati dan
glikogen Molekul pati yang merupakan polimer dari alfa-D-glikopiranosa akan
dipecah oleh enzim pada ikatan alfa-1,4- dan alfa-l,6-glikosida.
Amilase merupakan enzim yang paling
penting dan keberadaanya paling besar, pada bidang bioteknologi, enzim ini
diperjual belikan sebanyak 25% dari total enzim yang lainya. Amilase didapatkan
dari berbagai macam sumber, seperti tanaman, hewan dan mikroorganisme. Amilase
yang berasal dari mikroorganisme banyak digunakan dalam industri, hal ini
dikarenakan mikroorganisme periode pertumbuhanya pendek. Amilase pertama kali
yang diproduksi adalah amilase yang berasal dari fungi pada tahun 1894.
Enzim alfa-amilase merupakan enzim yang
banyak digunakan pada berbagai macam makanan, minuman dan industri tekstil.
Alfa amilase ekstra seluler dihasilkan dari beberapa bakteri, diantaranya
adalah Bacillus coagulans, B. stearothermophilus dan B. Licheniformis. Amilase
adalah enzim yang paling penting dan signifikan dalam bidang bioteknologi,
industri enzim amylase merupakan kelas industri yang memiliki kurang lebih 25%
pasar enzim dunia. Enzim tersebut dapat diperoleh dari bermacam-macam sumber,
seperti tumbuhan, binatang, dan mikroorganisme. Sekarang banyak mikrobia
penghasil amylase yang tersedia secara komersial dan mikrobia tersebut hampir
seluruhnya menggantikan hidrolisis kimia pati pada industri produksi pati.
Amilase yang dihasilkan mikroorganisme
mempunyai spektrum yang luas pada aplikasi industri karena lebih stabil
daripada-amilase yang dihasilkan oleh tumbuhan dan binatang. Keuntungan utama
dalam penggunaan mikroorganisme pada produksi amilase adalah kapasitas produksi
yang besar dan fakta bahwa mikrobia mudah dimanipulasi untuk menghasilkan enzim
dengan karakteristik yang di inginkan.-amilase diperoleh dari bermacam-macam
jamur, yeast dan bakteri. Meskipun demikian, enzim dari sumber jamur dan
bakteri mendominasi aplikasi dalam sektor industri. amilase mempunyai kemampuan
aplikasi yang luas dalam proses industry seperti makanan, fermentasi, tekstil,
kertas, deterjen, dan industri farmasi. Amilase dari jamur dan bakteri dapat
digunakan dalam industri farmasi dan kimia. Meskipun demikian, dengan perkembangan
bioteknologi, aplikasi amilase berkembang di banyak bidang, seperti kesehatan,
obat-obatan, dan analisis kimia, seperti aplikasi dalam sakarifikasi pati pada
tekstil, makanan, brewing, dan industri distilasi.
Biokimia Enzim Amilase
Amylase Pencernaan makanan secara
kimiawi terjadi dengan bantuan zat kimia tertentu. Enzim pencernaan merupakan
zat kimia yang berfungsi memecahkan molekul bahan makanan yang kompleks dan
besar menjadi molekul yang lebih sederhana dan kecil. Molekul yang sederhana ini
memungkinkan darah dan cairan getah bening (limfe) mengangkut ke seluruh sel
yang membutuhkan.
Macam-macam Enzim Amilase
Secara umum, amilase dibedakan menjadi
tiga berdasarkan hasil pemecahan dan letak ikatan yang dipecah, yaitu
alfa-amilase, beta-amilase, dan glukoamilase. Enzim alfa-amilase merupakan
endoenzim yang memotong ikatan alfa-1,4 amilosa dan amilopektin dengan cepat
pada larutan pati kental yang telah mengalami gelatinisasi. Proses ini juga
dikenal dengan nama proses likuifikasi pati. Produk akhir yang dihasilkan dari
aktivitasnya adalah dekstrin beserta sejumlah kecil glukosa dan maltosa.
Alfa-amilase akan menghidrolisis ikatan alfa-1-4 glikosida pada polisakarida
dengan hasil degradasi secara acak di bagian tengah atau bagian dalam molekul. Enzim
beta-amilase atau disebut juga alfa-l,4-glukanmaltohidrolas E.C. 3.2.1.2.
bekerja pada ikatan alfa-1,4-glikosida dengan menginversi konfigurasi posisi
atom C(l) atau C nomor 1 molekul glukosa dari alfa menjadi beta. Enzim ini
memutus ikatan amilosa maupun amilopektin dari luar molekul dan menghasilkan
unit-unit maltosa dari ujung nonpe-reduksi pada rantai polisakarida. Bila tiba
pada ikatan alfa-1,6 glikosida aktivitas enzim ini akan berhenti. Glukoamilase
dikenal dengan nama lain alfa-1,4- glukan glukohidro-lase atau EC 3.2.1.3.
Enzim ini menghidrolisis ikatan glukosida alfa-1,4, tetapi hasilnya
beta-glukosa yang mempunyai konfigurasi berlawanan dengan hasil hidrolisis oleh
enzim a-amilase. Selain itu, enzim ini dapat pula menghidrolisis ikatan glikosida
alfa-1,6 dan alfa-1,3 tetapi dengan laju yang lebih lambat dibandingkan dengan
hidrolisis ikatan glikosida a-1,4.
Sifat dan Fungsi Enzim Amilase
Enzim amylase yang berfungsi untuk
mengubah karbohidrat menjadi gula sederhana. Enzim amylase juga berfungsi untuk
mengubah tepung menjadi gula. Secara umum enzim memiliki sifat :
- Bekerja pada substrat tertentu.
- Memerlukan suhu tertentu.
- Keasaman (pH) tertentu pula.
Suatu enzim tidak dapat bekerja pada
substrat lain. Molekul enzim juga akan rusak oleh suhu yang terlalu rendah atau
terlalu tinggi. Demikian pula enzim yang bekerja pada keadaan asam tidak akan
bekerja pada suasana basa dan sebaliknya. pada suhu tinggi aktivitasnya tinggi
tetapi kemantapan enzyme rendah. Suhu yang yang membuat aktivitas dan kemantaban
suatu enzyme tinggi maka disebut suhu optimum.Jumlah hasil reaksi juga akan
mempengaruhi aktivitas enzim.
Telah disebutkan beberapa factor yang
mempengaruhi aktivitas enzim salah satunya suhu dan pH. Sehubungan dengan
pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim, maka semakin meningkat suhu, aktivitas
enzim akan semakin meningkat. Pada pemanasan tinggi enzim yang merupakan suatu
protein akan mengalami denaturasi protein sehingga aktivitas kerjanya menjadi
nol. Pada umumnya reaksi kima dengan naiknya suhu 10 derajat Celcius maka akan
meningkatkan kecepatan reaksi sebesar 2 kali. Hal ini akan berlaku pada enzyme
dengan suhu maksimum hingga 35 derajat Celcius. Jika lebih dari suhu tersebut
enzim akan mengalami denaturasi sehingga merusak fungsi katalisatonya. Umumnya
enzim mulai kehilangan sifat katalisatornya pada suhu 35 derajat Celcius dan
berakhir pada suhu 60 derajat Celcius.
Oleh sebab itu perlu diketahui nilai
suhu dan pH optimum dari enzim amylase yang ada pada air liur. Agar diketahui
seberapa besar efek hidrolisis maka diperlukan blanko sebagai pembanding.
Blanko ini berisi seperti tabung pengujian yang membedakan hanyalah penambahan
air liur. Amilum akan membentuk kompleks dengan Iodium hingga menghasilkan
larutan berwarna biru. Warna ini dapat di pakai dalam pengukuran absorbansi
yang sebanding dengan kosentrasi amilum. Semakin besar nilai absorbsinya maka
semakin besar kosentrasi amilum yang belum terhidrolisis.Untuk mengetahui
besarnya hasil hidrolisis maka nilai A uji dikurangi dengan nilai A blanko
sehingga di peroleh A yang artinya semakin besar nilai A maka semakin besar
pula amilum yang telah terhidrolisis.
Sehingga jika di buatkan sebuah kurva
hubungan antara suhu dan pH ,akan diperoleh nilai pH dan suhu optimum yang
dipakai oleh enzyme. Enzim amilase adalah salah satu enzim yang mampu
dihasilkan oleh jamur dan jamur yang menghasilkan enzim tersebut biasanya
disebut jamur amilolitik. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, jamur
yang mampu menghasilkan enzim amilase berasal dari genus Penicillium,
Cephalosporium, Mucor, Neurospora, Aspergillus dan Rhizopus.
Substrat dan Kondisi Untuk Sintesis
Enzim Amilase
Sejumlah sumber karbon yang diuji dan
ditelitinya, maltosa merupakan substrat yang terbaik untuk produksi protein dan
amilase. Umumnya tepung gandum dan tepung jagung juga merupakan sumber karbon
yang bagus untuk amilase rizhobia.
Produksi amilase, penambahan kalsium (10
mM) atau pepton 1% pada ekstrak yeast pada mediun mineral, akan memperpendek
periode lag dan menambah pertumbuhan dan sintesis amilase. Penambahan glukosa
pada kultur mengurangi dari sintesis a-amilase, hal ini bisa disebabkan karena
glukosa mempengaruhi kegiatan bakteri ini. Suhu optimum pada sintesis amilase
adalah sekitar 500 C dan pH optimum untuk sintesis amilase sekitar 7,0. Ekstrak
enzim dipertahankan aktivitasnya 100% ketika diinkubasi selama 1 jam pada suhu
900 C dan 40% pada suhu 600 C selama 24 jam.
Komposisi dan konsentrasi media sangat
mempengaruhi produksi dari enzim amilase ekstraseluler pada bakteri, yeast, dan
Aspergillus sp. Komposisi medium sangat mempengaruhi produksi amilase, seperti
halnya sporulasi pada Bacillus cereus. Keberadaan pati akan menginduksi
produksi amilase. Keadaan lingkungan dan sumber nitrogen pada media kultur juga
akan mempengaruhi pertumbuhan produksi amilase. Disamping karbon dan nitrogen,
sodium dan garam potassium, ion metal, dan detergen juga akan mempengaruhi
produksi amilase dan pertumbuhan mikroorganisme.
Manfaat Enzim Amylase
Enzim amylase banyak digunakan sebagai
industri gula cair, makanan, industri tekstil, dan industri farmasi .Enzim ini
juga banyak digunakan pada industri minuman misalnya pembuatan High Fructose
Syrup (HFS) maupun pada industri tekstil, sebagai food additive untuk
memperbaiki tekstur bahan makanan.Penambahan enzim alfa-amilase dalam bentuk
tepung malt atau tepung enzim hasil kerja mikroorganisme dapat meningkatkan
kemampuan menghidrolisa pati yang dikandung dalam tepung terigu, dengan
demikian khamir yang tumbuh pada pembuatan adonan mendapat energi yang cukup
sehingga pembentukan karbon dioksida optimal dan pengembangan adonan menjadi
optimal amilase untuk produksi energi alternatif bioetanol, membantu metabolism
karbohidrat.
Cara Menghasilkan Enzim Amylase
Degradasi yang terjadi pada pati diketahui
dengan hilangnya material yang terwarnai oleh iodine. Uji deteksi α amylase
yang menghidrolisis α-1,4-glikogen dan poliglucosan lainnya. Pada saat awal
perlakuan terjadi penurunan yang cepat berat molekul pati yang dihasilkan dari
pewarnaan iodine. Produk akhir utama dari degradasi ini adalah oligosakarida
dengan berat molekul yang rendah. Sebaliknya, β-amilase mampu mengkatalisis
sebuah serangan exolitik dan mendegradasi pati dengan cara memecah maltose dari
ujung rantai pati. Enzim amylase dari B. subtilis dapat dipisahkan satu sama
lain dan secara subsekuen mengeluarkannya bersama maltose. Enzim amylase dapat
dipisahkan dari protease dengan menambahkan insoluble starch ke dalam kultur
untuk menyerap amilase.
Aktivitas amilase dilakukan oleh enzim
bakteri dan terlihat berwarna biru di dalam iodin. Apabila iodin menyebabkan
media pati berwarna biru pada koloni bakteri maka tidak ada amilase yang
diproduksi. Molekul maltosa yang kecil dapat masuk ke dalam sel untuk digunakan
sebagai energi. Interaksi iodin dengan pati membuat media berwarna biru gelap.
Produksi enzim amilase oleh koloni bakteri pada media ditunjukkan adanya zona
bening dengan penambahan larutan iodin di sekitar koloni bakteri.
A. Bacillus sp.
Bacillus sp
merupakan
bakteri berbentuk batang, tergolong bakteri gram positif, motil, menghasilkan spora yang biasanya resisten pada panas, bersifat aerob (beberapa spesies bersifat anaerob fakultatif),
katalase positif,
dan
oksidasi bervariasi.
Tiap spesies berbeda
dalam penggunaan gula,
sebagian melakukan fermentasi
dan sebagian tidak (Barrow, 1993). Ditambahkan
Claus & Barkeley (1986) genus Bacillus mempunyai
sifat
fisiologis yang menarik karena tiap-tiap jenis
mempunyai kemampuan yang berbeda-beda, diantaranya : (1)
mampu mengdegradasi senyawa organik seperti protein,
pati, selulosa, hidrokarbon dan agar, (2)
mampu menghasilkan
antibiotik; (3) berperan
dalam nitrifikasi
dan dentrifikasi;
(4) pengikat nitrogen;
(7) bersifat
khemolitotrof, aerob
atau fakutatif
anaerob, asidofilik, psikoprifilik,
atau
thermofilik.
Menurut Bergey's
Manual of Determinative Bacteriology, 8 th editions
dalam
Hadioetomo
(1985) kalsifikasi Bacillus spp. adalah
sebagai
berikut:
Kingdom : Procaryotae
Divisi : Bacteria
Kelas : Schizomycetes
Bangsa : Eubacteriales
Suku : Bacillaceae
Marga : Bacillus
Jenis : Bacillus spp.
Gambar 1. Bacillus spp.
B. Bakteri amilolitik
Bakteri amilolitik
merupakan bakteri yang memproduksi
enzim
amilase ( Frazier
& Westhoff,
1988). Fungsi
dari enzim amilase ini yaitu menghidrolisis pati yang
dapat
dihasilkan oleh bakteri, fungi,
tumbuhan dan hewan.
Amilase yang dihasilkan oleh
bakteri amilolitik ini banyak dimanfaatkan
dalam industri
kelompok bakteri amilolitik yang cukup
dikenal luas antara lain Bacillus,
Clostridium, Bacteriodes,
Micrococcus, Thermus, dan Actinomycetes (Reddy et al.2003). Naiola (2008) berhasil menemukan
8 isolat mikroba amilolitik pada
Nira dan Laru dari pulau Timor, Nusa
Tenggara Timur yang
diidentifikasi sebagai
Bacillus licheniformis, Chromobacterium
sp, Lactobacillus, Micrococcus
roseus,
dan Bacillus coagulans.
(Haq et al.,
2005) menemukan Bacillus licheniformis,
Syu &
Chen, (1997) berhasil menenukan
Bacillus amyloliquefaciens yang juga
mampu mendegradasi
amilum.
C. Enzim Amilase
Enzim merupakan
katalis
seluler, hal itulah yang membuat reaksi
biokimia dapat berlanjut
berkali-kali lebih
cepat.
Selain
mampu meningkatkan
reaksi, enzim memiliki
dua sifat lain sebagai katalis sejati. Pertama, enzim tidak
diubah oleh reaksi yang dikatalisnya. Kedua, walaupun
mempercepat reaksi,
enzim
tidak mengubah
kedudukan normal
dari kesetimbangan kimia.
Dengan
kata lain, enzim dapat membantu mempercepat
pembentukan
produk,
tetapi
akhirnya jumlah produk
tetap
sama dengan
produk yang diperoleh tanpa enzim (Madigan et al.,
1997).
Aktivitas enzim di pengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain
:
a. Konsentrasi substrat
Aktivitas enzim berbanding lurus dengan
konsentrasi substrat. Kecepatan
reaksi akan meningkat apabila konsentrasi substrat meningkat, peningkatan kecepatan reaksi
ini akan semakin
kecil hingga tercapai pada suatu titik batas yang pada akhirnya penambahan konsentrasi substrat hanya akan sedikit
meningkatkan
kecepatan (Lehninger, 1998).
b. Pengaruh
pH
Aktivitas enzim sangat
bergantung pada pH
dimana ia berada.
Setiap enzim
mempunyai pH optimum yang berarti konsentrasi tertentu
dimana reaksi enzim berada dalam keadaan maksimal. pH optimal untuk beberapa enzim
pada umumnya terletak diantara netral
atau asam lemah yaitu 4,5
– 8 (Tranggono dan Sutardi, 1990).
c. Temperatur
Suhu
berpengaruh
dalam mempercepat
reaksi. Reaksi katalis enzim umumnya hanya berlaku sampai
60OC. Enzim
akan
nonaktif jika berada di atas suhu ini. Minimumnya enzim
menjadi lambat dan
terhenti pada 70 OC-
80 OC.
d. Konsentrasi enzim
Penambahan
konsentrasi enzim
akan
meningkatkan
kecepatan reaksi
bila substrat tersedia secara berlebih.
Dalam reaksi
enzim, kecepatan
reaksi sebanding dengan konsentrasi
enzim.
Semakin tinggi konsentrasi
enzim
maka kecepatan reaksi
akan
semakin
tinggi (Martin, 1983).
e. Inhibitor
Inhibitor merupakan senyawa atau
ion yang dapat
menghambat aktivitas enzim (Lehninger, 1998).
Amilase adalah enzim yang memiliki kemampuan
untuk memutuskan ikatan glikosida yang terdapat pada molekul amilum.
Pemecahan
molekul amilum ini adalah molekul-molekul yang lebih
kecil seperti maltosa, dekstrin dan
terutama molekul
glukosa sebagai unit terkecil ( Reddy et al., 2003). Menurut Chung, et
al.,(1997) Enzim amilase merupakan salah
satu enzim yang paling banyak diproduksi
dan digunakan.
Amilase merupakan enzim yang menghidrolisa molekul pati untuk menghasilkan produk
bervariasi.
Ditambahkan oleh
Whittaker (1994)
Amilase merupakan enzim yang bekerja menghidrolisis
pati yang
dapat
dihasilkan oleh bakteri, fungi,
tumbuhan dan
hewan. Amilase yang dihasilkan oleh
bakteri banyak
dimanfaatkan
dalam
industri, terutama industri
makanan, minuman,
tekstil,
farmasi, dan detergen.
Hal ini karena umumnya amilase asal
bakteri mempunyai aktivitas yang tinggi dan bersifat lebih stabil
dibandingkan yang berasal
dari
tumbuhan dan hewan. Sebagian besar industri, seperti industri makanan
dan
minuman menggunakan
amilase tahan
asam. Pemanfaatan enzim
dalam
bidang industri harus
memperhatikan
faktor penting yang sangat
mempengaruhi efisiensi
dan efektivitas
dari enzim yang digunakan. Amilase merupakan enzim yang paling penting
dalam
bidang bioteknologi.
Menurut
Poejiadi (1994) amilase dapat
dikelompokkan menjadi
3 golongan enzim
yaitu
:
1. α-amilase
|
2. Beta
amilase (β-amilase)
β-amilase (β-1,4 glukan maltohidrolase) terdapat pada berbagai hasil
tanaman, tetapi tidak
terdapat
pada mamalia, dan mikroba. Secara murni
telah
dapat
diisolasi dari kecambah
barley,
ubi jalar, dan kacang kedelai. Enzim β-
amilase memecah ikatan glukosida
β-1,4 pada pati dan
glikogen dengan
membalik konfigurasi
karbon anomeri glukosa dari α menjadi β. Enzim β-amilase aktif
pada pH 5,0-6,0 (Winarno, 1986).
|
3. Gamma amilase
(γ-amilase)
Glukan 1,4-α-glukosidase, 1,4-α-D-glukan glukohidrolase, exo-1,4-α- glukosidase, glukoamilase,
lisosomal α-glukosidase adalah nama lain dari
Gamma amilase. Pemutusan ikatan akhir α (1-4) glikosida pada
|
D. Penentuan Karakter Bakter
Koloni bakteri
dibentuk oleh sel tunggal
suatu
jenis
bakteri yang terus mengalami pertumbuhan.
Setiap koloni bakteri
dibedakan dari ukuran,
tepi, warna permukaan, elevasi
serta variasi lainnya ( Utomo,
1983).
Berdasarkan pengecatan Gram,
terdapat
dua kelompok bakteri yaitu bersifat
gram positif dan gran gram
negatif. Pengelompokkan
ini di dasarkan pada perbedaan
peptidoglikan yang terdapat antara bakteri yang bersifat
negatif dan
positif ( Lay
& Hastowo,
1994).
Bakteri juga dapat dibedakan berdasarkan sifat
morfologi selnya yang terdiri
dari
basilia, sprilia, koksi, pembentuk spora dan pleomorfik.
Kemampuan fisiologis meliputi
kemampuan meghidrolisis amilum,
kasein,
motilitas, katalase dan lainnya. Selain
itu, terdapat perbedaan
antara lain sumber energi, cara pemanfaatan nitrogen, cara pemanfaatan
karbohidrat, dan
pemanfaatan
oksigen (Sardjono, 2002). Ditambahkan Lay ( 1994)
ciri
lain yang
dapat
membantu dalam karakterisasi
mikroba adalah
pola pertumbuhan, kemampuan memfermentasi
karbohidrat dan penggunaan
asam amino.
E. Limbah Cair Nanas
Limbah
cair bersumber dari kegiatan industri
seperti
halnya pembersihan,
proses pemisahan,
dan prduk konsentrasi
nanas. Tingginya rerata kandungan dari bahan organik (BOD, Biological Oxgen Demand) yang terdapat
pada limbah
nanas yaitu
338 mg/l, menjadikan
suatu
masalah dalam industri nanas. Setiap
harinya, volume
limbah yang dihasilkan berkisar 5.000-7.000 m3. Limbah cair ini
banyak mengandung kurang lebih
87 % air, karbohidrat
10,54 %, serat 1,7 %,
serat kasar
20,87 % protein 0,7 %,
abu 0,5 %, dan lemak
0,02 %,
(Atmodjo dalam biota journal, hal
131). Berdasarkan kandungan
senyawa organik,
limbah nanas ini tinggi akan karbohidrat
dan
gula, yang sering dimanfaatkan
sebagai substrat untuk pertumbuhan bakteri
nata synthesizer.
Sebelum di buang ke lingkungan sekitar,
limbah ini di beri pengolahan
khusus, seperti halnya di tampung terlebih dahulu
pada kolam IPAL selama 2-3 bulan. Beberapa teknik
pengolahan limbah yang telah dikembangkan
salah satunya pengolahan
secara biologi. Karakteristik
biologi digunakan
untuk mengukur kualitas
air
terutama air yang dikonsumsi
sebagai
air
minum dan air bersih.
Bakteri dari Genus Bacillus
memainkan
peranan utama dalam
perkembangan industri.
Karena mempunyai sifat yang mudah
dipelihara dan dikembangbiakkan juga mempunyai karakter yang beraneka ragam yaitu psikrofilik, mesofilik, termofilik di samping itu alkalofilik, neutrofilik dan asidofilik. Bacillus
licheniformis menghasil- kan beberapa enzim ekstraseluler yaitu (J,- amilase,
amino peptidase, protease metal, ~-laktamase, endo- N -asetilglukoaminidase dan lipase.'
Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan bakteri B. licheniformis yang dapat
menghasilkan enzim protease yang bersifat alkalin dan termofilik.
Bahan dan Cara Kerja
Bahan
a. Isolat sampel
B. licheniformis ditumbuhkan di dalam
media
NutrientAgar (NA)
miring. b. Media seleksi enzim
1% susu skim,
0,1 % pepton, 2% agar. c. Media kultur bakteri
1% susu skim,
0,1% pepton
di dalam
bufer
glisin-NaOH pH 8,0
d. Uji aktivitas
0,1%
azokasein dalam
larutan
buffer
glycin- NaOH 0,05 M pH 8, 10% asam trikhloroasetat (TCA)
e. Karakterisasi pH
Substrat azokasein dengan variasi konsentrasi
bufer glisin-NaOH 0,05
M pH 7,5; 8; 8,5; 9,0;
10,0; 11,0.
Cara Kerja
a. Isolat
sampel
B. Licheniformis di dalam media NA diinkubasi
pada suhu kamar sampai berumur 3 hari.
b. Media
seleksi
Media
seleksi
dituangkan
ke dalam cawan
petri steril. Setelah dingin satu ujung ose
B.
licheniformis ditumbuhkan dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 2 hari.
c. Produksi
inokulum.
Satu
ujung ose B. licheniformis dimasukkan ke dalam
tabung
reaksi
berisi
air
steril,
dikocok dengan vorteks. Suspensi
bakteri diukur kerapatan optiknya (OD) dengan spektrofotometer pada
A 600
nm sampai OD mencapai 0,5.
d.
Media
produksi
enzim
Produksi
protease dilakukan dengan menginokulasikan 2,5 mL inokulum ke dalam
25 mL media
kultur dan
diinkubasi pada suhu
37°C selama 1-6 hari di atas pengocok (shaker) inkubator dengan
kecepatan 120 rpm.
Setiap hari dilakukan pengambilan sampel sebanyak
3 mL dan dipisahkan filtrat dan endapannya
dengan cara
disentrifugasi dengan kecepatan
10.160
x g selama 5 menit. Filtrat digunakan
sebagai larutan enzim dan
diuji aktivitas proteasenya. 5
Uji Aktivitas Protease
a. Uji Kadar Asam Amino
Sebanyak
0,2 mL larutan
enzim direaksikan dengan 0,2 mL substrat 0,1%
azokasein dalam larutan buffer
glycin-NaOH 0,05
M dengan pH 8 dan diinHkuUbasi pada suhu
40°C
selama
20 menit. Reaksi dihentikan dengan menambahkan 0,6 mL
10% asam
trikhloroasetat (TCA).
Selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 8000
rpm selama
5
menit dan filtrat
dipisahkan dari
endapan. Pembacaan Optical
density
(OD) terhadap tirosin yang dibebaskan dalam
filtrat dilakukan dengan
spektrofotometer pada A 280 nm. Cara
kerja yang sama dilakukan untuk larutan standar tirosin
dan
blanko berupa air suling. Pada blanko, enzim
ditambahkan setelah direaksikan dengan TCA. Satu
unit aktivitas enzim protease didefinisikan sebagai banyaknya enzim
yang
dapat menghasilkan
1 ug
tirosin dalam
kondisi pengukuran tersebut.
6
Aktivitas protease diuji dengan
mengukur kadar asam amino sebagai
produk hidrolisis protein
dari susu skim oleh enzim protease.
Larutan
enzim
yang menghasilkan asam
amino yang terlalu
tinggi diencerkan terlebih dahulu dan faktor
pengenceran digunakan dalam
perhitungan aktivitasnya.
b. Karakterisasi suhu,
pH dan stabilitasnya
Pengaruh pH dan suhu terhadap aktivitas enzim diuji
dengan
cara
mereaksikan larutan enzim dengan variasi
pH
substrat azokasein 7,5-
11 dan
variasi suhu 30-70°C. Untuk uji
stabilitas
enzim
terhadap pH dan suhu, sampel diinkubasi
pada pH dan suhu masing-masing selama 10 menit. Selanjutnya dianalisis seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya.
Hasil
Pada Gambar 1 dapat dilihat aktivitas
kualitatif protease dari B. licheniformis pada media seleksi agar yang
mengandung substrat
susu skim diperlihatkan dengan adanya
zona bening di sekitar
koloni bakteri.
Pada Gambar
2 dapat
dilihat
aktivitas B.
licheniformis dengan waktu inkubasi 1-6 hari.
Aktivitasnya dari 66,79-150,52 U/mL, pada hari ke 2 didapat aktivitas protease tertinggi sebesar
150,52 U/mL. Pada hari
ke 3-6 terjadi penurunan
aktivitas,
terutama
pada
hari ke 4 walaupun pada hari ke 5 terjadi kenaikan lagi.
Pada
Gambar
3 dapat dilihat pengaruh suhu terhadap aktivitas protease. Aktivitas variasi
dari
51,73- 123,35 U/mL. Pada
suhu inkubasi 30°C
sampai dengan
50°C terjadi kenaikkan aktivitas, tetapi pada suhu
60°C dan 70°C terjadi
penurunan
aktivitas. Pada suhu
50°C
didapat aktivitas protease tertinggi sebesar
123,34
U/mL dengan
stabilitasnya sebesar 93,14 U/mL.
Gambar 1. Zona Bening di sekitar Koloni
B. licheniformis
~ 160
I
<-, 140
2, 120
<l)
|
0.. 60
~ 40
.i::::
~ 20
<r:: 0
Ir- 1 -
r-e-
|
r-
.
2 3 4 5 6
In11kubasi (hari)
Gambar 2. Aktivitas Protease Bakteri B.
licheniformis dalam Waktu
Inkubasi 1-6 hari
~
140 100 ~
|
~
"-'
el)
el)
100 eror:
eror:
60
..•e..l..)•
..•e..l..)• 80
;..., 60 40 c,
|
eror: 40 _Aktivitas
.i::::
-+- Stabilitas
20
..6 20
~
|
30 35 40
50
60
70
Variasi suuhu (ac)
Gambar 3. Pengaruh
suhu terhadap aktivitas dan stabilitas protease
|
2,
el)
tr:
-r-.
~
"-'
|
trro:
ro 150
E
..•e..l..)•
50 8
;c...,,
100
40 c,
tr:
tr:
-+- Stabilitas
30 ro
.~ 50
.i::::
20 .•....•
.~
10 ~..•....•
~
~ 0 0
7.5 8 8.5
9
10 11
Variasi pH
tr:
Gambar 4. Pengaruh
pH terhadap Aktivitas Protease
dan Stabilitas
Pada Gambar 4 dapat dilihat pengaruh pH terhadap
aktivitas protease, pada inkubasi 2
hari dan suhu inkubasi
50°C didapat aktivitas berkisar antara 98,3- 193,14
U/mL. Sedangkan untuk stabilitas enzim dengan waktu inkubasi 10 menit
berkisar 54,31- 83,11 U/mL.
Aktivitas tertinggi didapat pada
pH
10 sebesar
193,14 U/mL, terjadi
penurunan aktivitas setelah enzimnya diinkubasi didalam larutan bufer
selama
10 menit
sebesar
71,88 %.
Pembahasan
Hasil pengujian secara kualitatif
ditunjukkan dengan adanya zona
bening
di
sekitar
koloni
mikroba. Hasil pengujian secara kualitatif
adalah dengan adanya lingkaran bening di sekitar koloni dan pengujian secara
semikualitatif adalah
hasil bagi diameter lingkaran jernih
dengan
diameter koloni dan dinyatakan sebagai
aktivitas protease secara relatif.
7
Isolasi dilakukan dengan
menggunakan medium yang
mengandung azo
kasein, karena azo kasein merupakan substrat yang baik untuk mengisolasi bakteri penghasil enzim protease dan menginduksi sintesis enzim protease alkalin. 8,9
|
48 jam
pada suhu 60°C dan
pH 11.10 Dilihat
dari
kisaran suhu pertumbuhan, B.licheniformis ini dapat digolongkan sebagai bakteri termofil. Bakteri
termofil berkisar antara 45-65°C.
11 Aktivitas enzim juga akan meningkat dengan meningkatnya suhu sampai mencapai suhu optimumnya, tetapi setelah melewati suhu optimumnya aktivitas enzim akan
menurun." Kondisi fermentasi merupakan faktor penting untuk
menghasilkan enzim. Bacillus sp. yang
ditumbuhkan pada
lingkungan alkali menghasil-kan enzim
proteolitik yang
alkali lebih tinggi
dibandingkan bila
bakteri
tersebut ditumbuhkan pada
lingkungan netral. 13 Protease
dari B.licheniformis mempunyai pH optimum untuk
aktivitasnya antara
8 sampai 9. Stabil pada selang pH yang
luas dan dapat
diinaktifkan dengan
cepat pada pH di bawah
5 dan di atas 11.8 B. licheniformis KA-
08 sangat potensi
menghasilkan enzim
termostabil. B. licheniformis merupakan mikroorganisme yang sangat potensial digunakan sebagai sumber
enzim,
karena bersifat termofilik yang dapat hidup pada suhu tinggi
50-65
°C.14 Untuk B. licheniformis N-2 menghasilkan maksimum proteolitik sebesar
123,29
PU/ml optimumnya
pada suhu 60°C dan pH 11.10
Berdasarkan suhu
pertumbuhannya mikroba digolongkan menjadi lima
kelompok yaitu psikrofil tumbuh pada
suhu
-5-20°C, mesofil suhu
20-45°C,
termofil
45-65°C,
termofil
ekstrim 65-85°C dan
hipertermofil 85-l00°CY Menurunnya aktivitas mengikuti meningkatnya suhu di atas
optimum biasanya disebabkan oleh perusakan enzim." Kecepatan reaksi kimia akan
meningkat dengan
meningkatnya suhu karena akan mempercepat gerak
termal molekul dan karenanya akan meningkatkan bagian
molekul
yang memiliki energi dalam jumlah yang cukup untuk memasuki keadaan transisi. Stabilitas enzim
protease ditunjukkan dengan
tidak
terjadinya penurunan aktivitas setelah enzim
diinkubasi selama
10 menit. 16 Pada
suhu 70-80°C enzim akan mengalami kerusakan yang mengakibatkan hilangnya aktivitas enzim. Batasan
ini tidak mutlak,
karena
ada enzim tertentu yang tahan terhadap pemanasan
pada
suhu
tinggi yaitu enzim termostabil dan ada juga enzim yang optimum
pada
suhu rendah.
Enzim-enzim termostabil mempunyai karakteristik biokimiawi yang menarik. Sifat
termostabilitas enzim berkaitan
dengan bagian
asam-asam amino
yang
bersifat hidrofobik , intensitas interaksi elektrostatik dan jembatan disulfida di antara asam
amino penyusun struktur protein. 12
Aplikasi enzim
pada
beberapa industri menghendaki enzim-enzim yang dalam beraktivitas tahan
terhadap panas
(termostabil). Hal ini
berkaitan dengan
keuntungan yang akan diperoleh bila
proses
produksi dilakukan pada suhu
tinggi dapat
menurunkan resiko
kontaminasi, meningkatkan kecepatan reaksi sehingga menghemat waktu,
tenaga
dan biaya, serta menurunkan viskositas larutan
fermentasi sehingga memudahkan proses produksi." Dalam industri fermentasi
protease alkalin
merupakan jenis protease yang paling
banyak
diaplikasikan dalam bidang industri. 1
Adanya mikroorganisme yang unggul
merupakan salah satu faktor penting dalam usaha
produksi enzim.
Oleh
karena
itu, penggalian mikroorganisme penghasil protease perlu dilakukan di Indonesia. Keragaman hayati yang tinggi memberikan peluang yang besar untuk
mendapatkan mikroorganisme yang
potensial untuk dikembangkan sebagai penghasil enzim protease.
Aktivitas tertinggi enzim
protease dari Bacillus licheniformis pada penelitian ini pada pH
10 dan pada
suhu
50°C dapat
digolongkan sebagai enzim
yang
mempunyai kemampuan bertahan pada
lingkungan alkalin (tahan terhadap
basa) dan termofil (tahan terhadap suhu tinggi) sehingga dapat
digunakan untuk
biodeterjen. Enzim alkalin dan
termofil merupakan unsur penting dalam biodeterjen, Protease memiliki pH optimum antara 9 dan 10, apabila
ditambahkan ke dalam biodeterjen dapat menghilangkan kotoran dari protein. 18 B. licheniformis adalah bakteri berbentuk batang
gram-positif. Banyak digunakan untuk keperluan industri seperti produksi enzim, antibiotik dan metabolit
kecil.
Suhu pertumbuhan optimalnya adalah 50°C, tetapi dapat juga bertahan pada suhu yang
lebih
tinggi.
Suhu
optimal
untuk
sekresi enzim adalah
37°C.
Bakteri
ini
dapat bertahan hidup di lingkungan yang keras dengan mengubahnya berbentuk spora
tetapi
apabila kondisi baik, ia akan kembali ke dalam keadaan vegetatif. 19
B. licheniformis adalah mikroorganisme tanah membentuk spora
yang memberikan kontribusi untuk
siklus
nutrisi dan
memiliki
|
113,52 .10-2 U/mU sedangkan setelah pemurnian
isolat Bacillus sp. menghasilkan aktivitas spesifiknya 43,02
U/mg (kromatografi penukar ion DEAE Sephadex A 50),21 isolat Aktinomisetes BYL-15 dan BYL-28 yang
menunjukkan aktivitas
enzim tertinggi, masing-masing 106,450
U/mL dan 100,00 U/mL filtrat
biakan 1, dan
dari
isolat
Bacillus sp. DA 5.2.3 dan
L5 masing-masing 2,0
U/mL dan 1,4 U/mL.22
Kesimpulan
Kemampuan produksi enzim
protease dari bakteri Bacillus licheniformis memiliki
kemampuan, dimana dengan waktu
2 hari inkubasi memiliki
aktivitas tertinggi sebesar 150,52 U/mL, pada pH 10 sebesar 193,14
U/mL
dan pada suhu
50°C sebesar 123,34 U/mL.
Ucapan Terima Kasih
Terima kasih
kami
ucapkan
kepada
DIKTI-
LIPI 2009 yang telah mendanai penelitian ini.
Daftar Pustaka
1. Akhdiya A.
Isolasi Bakteri Penghasil Enzim Protease Alkalin Termostabil Buletin Plasma Nutfah, 2003, 9 (2): 38-44.
2. Ahira A
Protease adalah pemecah protein. www.anneahira.com/enzim-adalah .•
diakses
4 Mei 2011.
3. Moon, S.H.
and
S.J.
Parulekar. Same observation on protease producing in continuous suspention cultures of Bacillus
firmus. Biotech. Bioeng, 1993,41 :43-54.
4. Priest,
EG.
Extracellular Enzymes
Sintesis in the Genus Bacillus. Bacteriological Rev.
, 1977,41(3).
5. Cappuccino J.G., and
N.
Sherman.
Mikrobiology : A Laboratory Manual. Addison- Wesley Publishing Company. California USA, 1983.
6. Yang S.S., C.I. Huang. Proteases production by amylolytic fungi
in
solid state fermentation. Journal Chinese Agri Chem Soe., 1994,32(6): 589-60l.
7. Naiola, E.,
N. Widhyastuti. Isolasi, Seleksi dan Optimasi
Produksi Protease dari Beberapa Isolat Bakteri. Jurnal Berita Biologi, 2002, 6(3): 467- 473.
8. Ward,
O.P.
Proteinase. Di
dalam
W.M.
Fogarty (ed). Microbial
and
Enzyme Biotechnology. Applied Science Publisher, New York, 1983.
9. Fujiwara, N. and Yamamoto, K. Di dalam Akhdiya A Isolasi Bakteri Penghasil
Enzim Protease Alkalin Termostabil Buletin Plasma Nutfah, 2003,
9 (2): 38-44.
10. Nadeem,
M., J.I. Qazi, S. Baig,
Q.
Syed.
Studies
on Commercially Important Alkline
Protease from Bacillus licheniformis N-2
Isolated
from
Decaying Organic Soil. Turk
Journal
Biochemistry, 2007, 32(4): 171-177.
11. Rudiger, A, A Sunna, and G. Antranikian.
Enzymes from Extreme
Thermophilic and Hyperthermophilic Archea
and
Bacteria. Di dalam: Carbohydrases, Handbook of Enzyme Catalysis in
Organic Synthesis. VCH Verlagsgesellschafft, Weinhem,
1994.
12. Suhartono, M.T.
Di
dalam
Rahayu, S.
Karakteristik
Biokimiawi Enzim Termostabil
Penghidrolisis Kitin. Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS 702). Sekolah Pasca Sarjana, Institut
Pertanian
Bogor,
2004.
13. Glazer, AN.
and
H.
Nikaida. Di
dalam AgustienAdan Y.
Rilda. Produksi Keratinase Termostabil dari Bacillus licheniformis KA-
08
Amobil dan Aplikasinya Untuk
Bahan
Penyamak Kulit.
Artikel
Hibah
Bersaing,
2009. repository.un and.ac.id I. ..IARTIKEL-
HIBER - ANTHONI - A GUSTIN-2009
diakses 11 Agustus 2011.
14. AgustierrA, danY. Rilda. Produksi Keratinase
Termostabil
dari Bacillus licheniformis KA-
08
Amobil dan Aplikasinya Untuk
Bahan
Penyamak Kulit.
Artikel
Hibah
Bersaing,
2009. repository.unand.ac.idl...IARTIKEL-
19. Veith,
B., Herzberg, c., Steckel,
S., Feesche,
HIBER - ANTHONI
-
diakses 11 Agustus 2011.
A GUSTIN-2009
J.,
Maurer,
K.
H.,
Ehrenreich, P., Baumer,
S., Henne, A., Liesegang, H., Merkl,
R.,
15. VolkWA&MF.Wheeler. Mikrobiologi Dasar.
Jilid
1.
Soenartono Adisoemarto Editor. Penerbit Erlangga Jakarta.
Terjemahan dari: Basic Microbiology, fifth
edition, 1988.
16. Palmer, T. Extraction and purification of enzymes. In
Understanding Enzymes. Ellis Horwoood Ltd. England,
1991.
17. Rahayu, S. Karakteristik Biokimiawi Enzim Termostabil Penghidrolisis Kitin. Makalah Pengantar Falsafah Sains
(PPS
702). Sekolah Pasca
Sarjana, Institut
Pertanian Bogor, 2004.
18. Snoke,
John
E. (University of California, Los Angeles), and Neal Cornell. Protoplast lysis and inhibition
of growth of Bacillus licheniformis by
bacitracin. J Bacteriol.
1965, 89:4l5-240.,jombangan.com/tautan/
bacillus-licheniformis. Diakses 10
Mei
2011.
Ehrenreich,
A,
Gottschalk,
G.
The complete genome sequence of Bacillus licheniformis DSM13, an
organism with great industrial
potential. J Mol. Microbiol. Biotechnol.
2004,7(4):204-2l1.jombangan.com/tautan/
bacillus-licheniformis diakses 10 Mei 2011.
20. Wikipedia. Bacillus _licheniformis http://
www.epa.gov/pesticides/biopesticides/ ingredients/tech _ docs/brad_ 006492.pdf, diakses 10
Mei 2011.
21. Naiola,
E., N. Widhyastuti. Semi Purifikasi dan Karakterisasi
Enzim Protease Bacillus sp. Jurnal Berkala Penelitian
Hayati,
2007,
13(1): 51-56.
22. Jamilah I,
A
Meryandini, I.
Rusmana, ASuwanto, N.R. Mubarik. Activity of Proteolilytic and
Amylolytic Enzymes
from
Bacillus spp. Isolated from Shrimp Ponds. Microbiology Indonesia, 2009, 3(2): 67-71.
|
Media Litbang
Kesehatan Volume
21 Nomor
2 Tahun
2011
95
Tidak ada komentar:
Posting Komentar