BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Peran bidan dalam memberikan asuhan masa nifas
adalah memberikan asuhan yang konsisten, ramah dan memberikan dukungan pada
setiap ibu dalam proses penyembuhan dari stres fisik akibat persalinan dan
meningkatkan kepercayaan diri dalam merawat bayinya1.
Bayi yang sehat, lahir dengan membawa cukup cairan
dalam tubuhnya. Kondisi ini akan tetap terjaga bahkan dalam cuaca panas
sekalipun, bila bayi diberi ASI secara eksklusif siang dan malam. Rendahnya
pemeberian Air Susu Ibu (ASI) merupakan ancaman bagi tumbuh kembang anak.
Seperti diketahui, bayi yang tidak diberi ASI, setidaknya hingga usia 6 bulan,
lebih rentan mengalami kekurangan nutrisi2.
Beberapa penelitian epidemiologis menyatakan bahwa
ASI melindungi dari penyakit infeksi, misalnya: infeksi saluran pernafasan,
akut bagian bawah, ostitis media, dan diare. Anak yang tetap diberikan ASI
mempunyai volume tinja lebih sedikit, frekuensi diare lebih sedikit, serta
lebih cepat sembuh dibandingkan dengan anak yang tidak mendapatkan ASI3.
1
|
Target pencapaian Millennium
Development Goals (MDGs) tahun 2015 dalam menurunkan Angka Kematian Ibu
(AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi prioritas utama dalam pembangunan
kesehatan di Indonesia. Adapun target MDGs untuk AKI yaitu 102 per 100.000
Kelahiran Hidup (KH), sedangkan target AKB yaitu 23 per 1000 KH4.
Kematian bayi di Indonesia masih terbilang tinggi di
antara negara-negara di Asia Tenggara. Angkanya 37 kematian per 1.000 kelahiran
hidup. Meski angkanya terus menurun, tapi posisi Indonesia di Asia Tenggara
tidak berubah. Indonesia menempati posisi keempat terbanyak5.
United Nations International Childern’s Emergency
Fund (UNICEF) menyatakan
Investasi pada kebijakan nasional yang kuat dalam menyusui dan gizi dapat mencegah
kematian sekitar 20.000 anak balita di Indonesia setiap tahun, meskipun sudah
ada bukti kuat bahwa ASI eksklusif mencegah penyakit seperti diare dan
pneumonia, yang menyebabkan 40% dari kematian balita di Indonesia, tingkat
pemberian ASI eksklusif dalam 6 bulan pertama seorang bayi menurun di Indonesia
dari 40% di tahun 2002 dan 32% pada tahun 20076.
Ketua Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI)
sekaligus konselor ASI Indonesia mengatakan, Survey Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI) 2013 menunjukkan peningkatan terhadap angka pemberian ASI
eksklusif, dibandingkan SDKI 2007. Pada SDKI 2007 angka pemberian ASI eksklusif
itu hanya sekitar 32%, yang di SDKI 2013 sudah meningkat menjadi 42% jadi ada
peningkatan sebanyak 10%7.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi
Selatan tahun 2012, diketahui AKI sebanyak 76 per 1000 kelahiran,
sedangkan AKB tahun 2011 sebanyak 34 per
1000 kelahiran hidup dan menurun menjadi 5 per 1000 kelahiran bayi pada tahun
20128.
Data dari pencatatan
Rumah Sikit Umum Daerah
Bhayangkara Makassar pada bulan September sampai dengan Desember tahun
2013 dan Januari sampai dengan April 2014 tercatat 1078 ibu melahirkan dan
sekitar 25 yang mengalami bendungan ASI.
Dalam pemberian Air Susu Ibu (ASI) terkadang ada
beberapa masalah yang menyebabkan akhirnya ASI yang harusnya didapatkan bayi
dari ibunya akan mengalami hambatan bahkan adakalanya bayi tidak mendapatkan
sama sekali ASI dari ibunya. Hal ini mungkin bukan suatu kesengajaan, akan
tetapi karena ketidak tahuan ibu akibat dari jika ASI tidak dikeluarkan atau
tidak ada hisapan dari sang bayi9.
B.
Ruang Lingkup Penulisan
Ruang lingkup penulisan Karya Tulis Ilmiah ini
adalah Manajemen Asuhan Kebidanan Post Natal Pada Ny.”R” Dengan Masalah
Bendungan ASI di Rumah Sakit Umum Bhayangkara Makassar tahun 2014.
C.
Tujuan Penulisan
1. Tujuan
Umum
Dapat melaksanakan Manajemen Asuhan Kebidanan Post
Natal pada Ny. “R” dengan Bendungan Asi di RSUD Bhayangkara Makassar tanggal 03
s.d 05 Mei tahun 2014 dengan menggunakan pendekatan Manajemen Kebidanan sesuai
dengan wewenangan Bidan.
2. Tujuan
Khusus
a.
Dapat melaksanakan pengkajian dengan analisa data
pada Ny. “R” dengan Bendungan ASI di Rumah Sakit Umum Bhayangkara Makassar
tahun 2014.
b. Dapat merumuskan diagnosa/masalah aktual pada Ny.
“R” dengan Bendungan ASI di Rumah Sakit Umum Bhayangkara Makassar tahun 2014.
c. Dapat merumuskan diagnosa/masalah potensial pada Ny.
“R” dengan Bendungan ASI di Rumah Sakit Umum Bhayangkara Makassar tahun 2014.
d. Dapat melaksanakan tindakan segera dan kolaborasi
pada Ny. “R” dengan Bendungan ASI di Rumah Sakit Umum Bhayangkara Makassar
tahun 2014.
e.
Dapat merencanakan tindakan asuhan kebidanan pada
Ny. “R” dengan Bendungan ASI di Rumah Sakit Umum Bhayangkara Makassar tahun
2014.
f.
Dapat melaksanakan tindakan asuhan kebidanan pada
Ny. “R” dengan Bendungan ASI di Rumah Sakit Umum Bhayangkara Makassar tahun
2014.
g.
Dapat mengevaluasi asuhan kebidanan pada Ny. “R”
dengan Bendungan ASI di Rumah Sakit Umum Bhayangkara Makassar tanggal tahun
2014.
h.
Dapat mendokumentasiakan semua asuhan kebidanan pada
Ny. “R” dengan Bendungan ASI di Rumah Sakit Umum Bhayangkara Makassar tahun
2014.
D.
Manfaat Penulisan
1. Manfaat
Praktis
Sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
pendidikan dan penerapan ilmu yang telah didapatkan pada program Diploma III
Kebidanan Universitas Muslim Indonesia Makassar.
2.
Manfaat Ilmiah
Sebagai bahan masukan / informasi bagi tenaga bidan
di dalam menangani kasus khususnya yang berkaitan dengan Bendungan ASI.
3. Manfaat
Akademik (Institusi)
Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan
dalam penerapan proses Asuhan Kebidanan pada kasus Bendungan ASI.
4. Manfaat
bagi penulis
Dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
serta tambahan pengalaman yang sangat berharga dalam penerapan Asuhan Kebidanan
dengan Bendungan ASI.
E. Metode
Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan Karya Tulis
Ilmiah ini meliputi:
1.
Studi Kepustakaan
Penulis mempelajari berbaga buku-buku,l iteratur,
pengambilan data dari internet, profil dari kesehatan yang ada relevansinya
dengan Karya Tulis ini.
2. Studi
Kasus
Melaksanakan studi kasus dengan menggunakan
pendekatan pemecahan masalah melalui asuhan kebidanan yang meliputi:
pengkajian, merumuskan diagnosis/masalah aktual maupun potensial, implementasi
serta melaksanakan evaluasi terhadap Manajemen Asuhan Kebidanan dengan
Bendungan ASI. Untuk memperoleh data yang akurat, penulis menggunakan teknik:
a. Anamnesa
Melakukan tanya jawab dengn ibu, suami maupun
keluarganya yang dapat membantu memberikan keterangan/informasi yang
dibutuhkan.
b.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis untuk
menjamin diperolehnya data yang lengkap mulai dari kepala sampai ke kaki (haed
to toe) meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi dan pemeriksaan
laboratorium serta pemeriksaan diagnostik lainnya dengan menggunakan format
pengkajian yang telah disusun sebelumnya.
c.
Pengkajian Sosial
Pengkajian psikososial dilakukan meliputi pengkajian
status emosional, respon terhadap kondisi yang dialami serta pola interaksi ibu
terhadap keluarga, petugas kesehatan dan lingkungannya.
3.
Studi Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan dengan mempelajari status
kesehatan ibu yang yang bersumber dari catatan dokter, bidan, perawat, petugas
laboratorium, dan hasil pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat memberi
kontribusi dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
4.
Diskusi
Yaitu penulis melakukan tanya jawab dengan dokter
dan bidan yang menangani langsung ibu tersebut serta mengadakan diskusi dengan
dosen pembimbing Karya Tulis Ilmiah ini
F.
Sistematika Penulis
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Ruang Lingkup Penulisan
C. Tujuan Penulisan
1.
Tujuan Umum
2.
Tujuan Khusus
D. Manfaat Penulisan
E. Metode Penulisan
F. Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan tentang Masa Nifas
1.
Pengertian Masa Nifas
2. Tujuan
Perawatan Masa Nifas
3. Tahapan
Masa Nifas
4. Peran
Bidan pada Masa Nifas
5. Perubahan
pada Masa Nifas
6. Perawatan
Masa Nifas
7. Kebijakan
Program pada Masa Nifas
B. Tinjauan Umum Tentang Proses Laktasi
1. Pengertian
Laktasi
2. Fisiologi
Laktasi
C. Tinjauan Khusus tentang Bendungan ASI
1. Pengertian
Bendungan ASI
2. Tanda
dan gejala Bendungan ASI
3. Etiologi
Bendungan ASI
4. Pencegahan
Bendungan ASI
5. Penatalaksanaan
Bendungan ASI
6. Komplikasi
Bendungan ASI
D. Tinjauan tentang ASI dalam pandangan Islam
E. Tinjauan tentang Proses Manajemen Kebidanan
1. Pengertian
Manajemen Kebidanan
2. Tahapan
dalam Manajemen Kebidanan
3. Pendkumentasian
Asuhan Kebidanan
F. Landasan hukum Kewenangan Bidan
1. Perundang-undangan
yang terkait dengan Praktik Bidan
2. Standar
Kompetensi Bidan
3. Standar
Pelayanan Kebidanan pada Pemberian ASI
4. Kewenangan
yang bisa dilakukan oleh Bidan dalam menjalankan Praktek
BAB III TINJAUAN KASUS
Langkah I
Identifikasi Data Dasar
Langkah II
Identifikasi Diagnosa/Masalah Aktual
Langkah III
Identifikasi Diagnosa/Masalah Potensial
Langkah IV Tindakan Segera (Emergency)/Kolaborasi
Langkah V
Rencana Tindakan Asuhan Kebidanan/
Intervensi
Langkah VI
Implementasi Asuhan Kebidanan
Langkah VII
Evaluasi Asuhan Kebidanan
Pendokumentasian
Asuhan Kebidanan
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan
b. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Tinjauan
Umum tentang Masa Nifas
1.
Pengertian
Masa Nifas
a.
Masa
Nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta
selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti
sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu10.
b.
Masa
nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran placenta dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung selama kira-kira 6 minggu11.
2.
Tujuan
Perawatan Masa Nifas
a.
Menjaga
kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis.
b.
Mendeteksi
masalah, mengobati, dan merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun
bayinya.
c.
Memberikan
pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, KB, cara dan
manfaat menyusui, imunisasi, serta perawatan bayi sehari-hari.
d.
Memberikan
Pelayanan Keluarga Berencana (KB)10.
3.
Tahapan
Masa Nifas
a.
Periode
immediate postpartum
Masa
segera setelah placenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering
terdapat banyak masalah, misalnya pendarahan karena atonia uteri. Oleh karena
itu, Bidan dengan teratur harus melakukan pemeriksaan kontarksi uterus,
pengeluaran lokia, tekanan darah, dan suhu.
b.
Periode
early postpartum (24 jam-1 minggu)
Pada
fase ini bidan memastikan involusio uteri dalam keadaan normal, tidak ada
perdarahan, lokia tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan
makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik.
c.
Periode
late postpartum (1 minggu- 5 minggu)
Pada
periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta
konseling KB10.
4.
Peran dan
Tanggung Jawab Bidan Dalam Masa Nifas
Asuhan
kepada ibu harus dilakukan secara komprehensif dan terus menerus, artinya
selama masa kurun reproduksi seorang wanita harus mendapatkan asuhan yang
berkualitas dan standar, salah satu asuhan berkesinambungan adalah asuhan ibu
selama masa nifas, bidan mempunyai peran dan tanggung jawab antara lain:
a.
Bidan
harus tinggal bersama ibu dan bayi dalam beberapa saat untuk memastikan
keduanya dalam kondisi yang stabil.
b.
Memeriksa
Fundus tiap 15 menit pada jam pertama, dan 30 menit pada jam kedua.
c.
Periksa
tekanan darah, kandung kemih, Nadi, perdarahan tiap 15 jam pertama dan 30 menit
pada jam kedua.
d.
Anjurkan
ibu minum untuk mencegah dehidrasi, membersihkan perineum, dan keanakan pakaian
bersih.
e.
Memberikan
dukungan secara berkesinambungan selama masa nifas sesuai kebutuhan ibu untuk
mengurangi ketegangan fisik, dan psikologis selama masa nifas.
f.
Sebagai
promotor hubungan antara ibu dan bayi serta keluarga.
g.
Mendorong
ibu untuk menyusui bayinya dengan meningkatkan rasa nyaman.
h.
Membuat
kebijakan, perencana program kesehatan yang berkaitan ibudan anak dan mampu
melakukan kegiatan administrasi.
i.
Mendeteksi
komplikasi dan perlunya rujukan.
j.
Memberi
konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara mencegah perdarahan,
mengenali tanda-tanda bahaya, menjaga gizi yang baik.
k.
Melakukan
manajemen asuhan dengan cara mengumpulakn data, menetapkan diagnosa dan rencana
tindakan serta melaksanankannya untuk mempercepat proses pemulihan.
l.
Memberikan
asuhan secara professional9.
5.
Perubahan
pada Masa Nifas
a.
Perubahan
fisiologis masa nifas
1)
Perubahan
sistem Reproduksi
a)
Uterus
Segera
setelah lahirnya placenta, pada uterus yang berkontraksi posisi fundus uteri
berada kurang lebih pertengahan antara umbilikus dan simfisis, atau sedikit
lebih tinggi. Dua hari kemudian, kurang lebih sama dan kemudian mengerut,
sehingga dalam dua minggu telah turun masuk kedalam rongga pelvis dan tidak
dapat diraba lagi dari luar. Dalam keadaan normal, uterus mencapai ukuran besar
pada masa sebelum hamil sampai dengan kurang dari 4 minggu, berat uterus
setelah kelahiran kurang lebih 1 kg sebagai akibat involusio. Satu minggu
setelah melahirkan beratnya menjadi kurang lebih 500 gram, pada akhir minggu
kedua setelah persalinan menjadi kurang lebih 300 gram, setelah itu menjadi 100
gram atau kurang. Otot-otot uterus segera berkontraksi setelah postpartum.
Pembuluh-pembuluh darah yang berada di antara anyaman otot uterus akan
menjepit. Proses ini akan menghenrikan perdarahan setelah placenta dilahirkan.
Tabel
2.1. Tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut masa involusio10
Involusio
|
TFU
|
Berat Uterus
|
Bayi
lahir
|
Setinggi
pusat, 2 jari bawah pusat
|
1.000
gr
|
1
minggu
|
Pertengahan
pusat simfisis
|
750
gr
|
2
minggu
|
Tidak
teraba di atas simfisis
|
500
gr
|
6
minggu
|
Normal
|
50
gr
|
8
minggu
|
Normal
tapi sebelum hamil
|
30
gr
|
b)
Lokia
Lokia
adalah cairan sekret yang berasal dari cavum uteri dan vagina selama masa
nifas. Lokia mengalami perubahan karena proses involusi. Pengeluaran lokia
dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :
(1)
Lochia
rubra (crueanta): berwanrna merah karena berisi darah segar dan sisa-sisa
selaput ketuban, set-set desidua, verniks caseosa, lanuga, dan mekoneum selama
2 hari pascapersalinan
(2)
Lochia
sanguilenta: berwarna merah kuning berisi darah dan lendir yang keluar pada
hari ke-3 sampai ke-7 pascapersalinan.
(3)
Lochia
serosa: Lokia ini bebrbentuk serum dan berwarna merah jambu kemudian kemudian
menjadi kuning. Cairan tidak berdarah lagi pada hari ke-7 sampai hari ke-14
pascapersalinan.
(4) Lochia alba: Dimulai dari
hari ke-14, berbentuk seperti cairan putih serta terdiri atas leukosit dan
sel-sel desidua.
(5)
Lochia
purulenta: ini terjadi karena infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau
busuk.
(6)
Lochiotosis:
lochia tidak lancar keluarnya9.
c)
Serviks
Serviks
mengalami involusio bersama-sama dengan uterus. Warna serviks sendiri merah
kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah. Konsistennya lunak, kadang-kadang
terdapat laserasi/perlukaan kecil. Karena robekan kecil yang terjadi selama
dilatasi, serviks tidak pernah kembali pada keadaan sebelum hamil1.
d)
Vulva
dan Vagina
Vulva
dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses
persalinan dan akan kembali secara bertahap dalam 6-8 minggu postpartum1.
2)
Perubahan
Sistem Pencernaan
Seorang
wanita dapat merasa lapar dan siap menyantap makanannya dua jam setelah
persalianan. Kalsium sangat penting untuk gigi pada kehamilan dan masa nifas,
dimana pada masa ini terjadi penurunan konsentrasi ion kalsium karena
meningkatnya kebutuhan kalsium pada ibu, terutama pada bayi yang dikandungnya
untuk proses pertumbuhan janin juga pada ibu dalam masa laktasi.
3)
Perubahan
Sistem Perkemihan
Pelvis
ginjal dan ureter yang teregang dan berdilatasi selama kehamilan kembali normal
pada akhir minggu keempat setelah melahirkan. Kurang lebih 40% wanita nifas
mengalami proteinuria yang nonpatologis sejak pascamelahirkan sampai dua hari
postpartum agar dapat dikendalikan. Kandung kemih pada puerperium mempunyai
kapasitas yang meningkat secara relatif. Oleh karena itu, distensi yang
berlebihan, urine residual yang berlebihan, dan pengosongan yang tidak
sempurna, harus diwaspadai dengan saksama. Ureter dan pelvis renalis yang
mengalami distensi akan kemabali normal pada dua sampai delapan minggu setelah
persalinan.
4)
Perubahan
Sistem Muskulosketetal
Ligamen-ligamen,
fasia, dan diafragma pelvis yang meregang sewaktu kehamilan dan persalinan
berangsur-angsur kembali seperti sediakala. Tidak jarang ligamen rotundum
mengendur, sehingga uterus jatuh kebelakang. Fasia jaringan penunjang alat
genetalia yang mengendur dapat diatasi dengan latihan-latihan tertentu. Mobilitas
sendi berkurang dan posisi lordosis kembali secara perlahan-lahan.
5)
Perubahan
tanda-tanda Vital
a)
Suhu
Suhu
tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2 derajat celcius. Sesudah
partus dapat naik kurang lebih 0,5 derajat celcius dari keadaan normal, namun
tidak akan melebihi 8 derajat celcius. Sesudah dua jam pertama melahirkan
umunya suhu badan akan kembali normal. Bila suhu lebih dari 38 derajat celcius,
mungkin terjadi infeksi pada klien.
b)
Nadi
dan Pernapasan
Nadi
berkisar antara 60-80 denyutan per menit setelah partus, dan dapat terjadi
bradikardia. Bila terdapat takikardia dan suhu tubuh tidak panas mingkin ada
perdarahan berlebihan atau vitium kordis pada penderita. Pada masa Nifas
umumnya denyut nadi labil dibandingkan dengan suhu tubuh, sedangkan pernapasan
akan sedikit meningkat setelah partus kemudian kembali seperti keadaan semula.
c)
Tekanan
Darah
Pada beberapa kasus ditemukan keadaan
hipertensi postpartum akan menghilang dengan sendirinya apabila tidak terdapat
penyakit-penyakit lain yang menyertai dalam ½ bulan tanpa pengobatan.
6)
Perubahan
Hematologi dan Kardiovaskular
Leukositosis
adalah meningkatnya jumlah sel-sel darah putih sampai sebanyak 15.000 selama
masa persalinan. Leukosit akan tetap tinggi jumlahnya selama beberapa hari
pertama masa postpartum. Jumlah seal-sela darah putih tersebut masih bisa naik
lebih tinggi lagi hingga 25.000-30.000 tanpa adanya kondisi patologis jika
wanita tersebut mengalami persalinan lama. Akan tetapi, berbagai jenis
kemungkinan infeksi harus dikesampingan pada penemuan semacam itu. Jumlah
hemoglobin dan hematokrit serta eritrosit akan sangat bervariasi pada awal-awal
masa nifas sebagai akibat dari volume darah, volume plasma, dan volume sel
darah yang berubah-ubah10.
b.
Perubahan
Psikologis pada Ibu Nifas
Fase-fase
yang akan dialami oleh ibu pada masa nifas antara lain:
1)
Fase taking
in
Fase
ini merupakan periode ketergantungan, yang berlangsung dari hari pertama sampai
hari ke dua setelah melahirkan. Ibu terfokus pada dirinya sendiri, sehingga
cenderung pasif terhadap lingkungannya. Ketidaknyamanan yang dialami antara
lain rasa mules, nyeri luka jahitan, kurang tidur, kelelahan. Hal yang perlu
diperhatikan pada fase ini adalah istirahat yang cukup, komunikasi yang baik
dan asupan nitrisi.
2)
Fase taking
hold
Fase
ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Ibu merasa khawatir akan
ketidakmampuan dan rasa tanggung jawab dalam perawatan bayinya. Perasaan ibu
lebih sensitif sehingga mudah tersinggung. Hal yang perlu diperhatikan adalah
komunikasi yang baik, dukungan dan pemberian penyuluhan/pendidikan kesehatan
tentang perawatan diri dan bayinya.
3)
Fase letting
go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung
jawab akan peran barunya. Fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu
sudah mulai dapat menyesuaikan diri dari ketergantungan bayinya. Terjadi
peningkatan akan perawatan diri dan bayinya. Ibu merasa percaya diri akan peran
barunya, lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan dirinya dan bayinya1.
6.
Perawatan
pada Masa Nifas
a.
Rawat
Gabung
Rawat
gabung adalah satu cara perawatan ibu dan bayi yang baru dilahirkan tidak
dipisahkan, melainkan ditempatkan dalam sebuah ruang, kamar atau tempat
bersama-sama selama 24 jam penuh dalam seharian. Dengan kata lain, rawat gabung
adalah suatu sistem perawatan ibu dan bayi bersama-sama atau pada tempat yang
berdekatan sehingga memungkinkan sewaktu-waktu atau setiap saat ibu menyusui
bayinya12.
b.
Pemeriksaan
umum
1)
Kesadaran
ibu
2)
Keluhan
yang terjadi setelah persalinan
c.
Pemeriksaan
Khusus
1)
Pemeriksaan
TTV : tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan.
2)
Fundus
Uteri : tinggi fundus dan kontraksi
3)
Payudara
: puting susu, pembengkakan, pengeluaran ASI
4)
Pengeluaran
Lokia
5)
Luka
jahitan Episiotomi : apakah baik atau terbuk, apakah ada tanda-tanda infeksi
(tumor, rubor, calor, dolor, dan fungsiolaesa)
7.
Kebijakan
Program Nasional Masa Nifas
Paling
sedikit 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai status ibu dan Bayi
Baru Lahir, dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang
terjadi.
Tabel
2.2. Kebijakan Program Nasional Masa Nifas 11
Kunjungan
|
Waktu
|
Tujuan
|
1
|
6-8
jam setelah persalinan
|
1.
Mencengah
perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
2.
Mendeteksi
dan merawat penyebab lain perdarahan: rujuk bila perdarahan berlanjut
3.
Memberikan
konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaiman mencegah
perdarahan masa nifas karena atonia Uteri
4.
Pemberian
ASI awal
5.
Menjaga
bayi agar tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia
6.
Melakukan
hubungan antara Ibu dan Bayi Baru Lahir.
|
2
|
6
hari setelah persalinan
|
1.
Memastikan
involusio uterus berjalan berjalan normal: uterus berkontraksi, fundus di
bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau.
2.
Menilai
adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal
3.
Memastikan
ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat.
4.
Memastikan
ibu menyusui dengan baik dan tak memperlihatkan tanda-tanda penyulit
5.
Memberikan
konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap
hangat dan merawat bayi sehari-hari.
|
3
|
2
minggu setelah persalinan
|
Sama
seperti diatas (6 hari setelah persalinan)
|
4
|
6
minggu setelah persalinan
|
1.
Menayakan
pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ibu dan bayinya alami
2.
Memberi
konseling KB.
|
B.
Tinjauan
Umum tentang Proses Laktasi
1.
Pegertian
Laktasi
Laktasi
adalah keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI di produksi sampai bayi
menghisap dan menelan ASI. Laktasi merupakan bagian integral dari siklus
reproduksi mamlia termasuk manusia. Masa laktasi mempunyai tujuan meningkatkan
pemberian ASI aksklusif dan meneruskan pemberian ASI sampai anak umur 2 tahun
secara anak mendapatkan kekebalan tubuh secara alami1.
2.
Fisiologi
Laktasi
Laktasi
atau menyusui mempuayai dua pengertian, yaitu produksi ASI (prolaktin)
dan pengeluaran ASI (oksitosin).
a.
Produksi
ASI (prolaktin)
Pembentukan
payudara dimulai sejak embrio berusia 18-19 minggu, dan berakhir ketika mulai
mesntruasi. Hormon yang berperan adalah hormon esterogen dan progesteron yang
membantu maturasi alveoli. Sedangkan hormaon prolaktin berfungsi untuk produksi
ASI.
Selama
kehamilan hormon prolaktin dari plesenta meningkat tetapi ASI belum keluar
karena pengaruh hormon progesteron yang masih tinggi. Kadar estrogrn dan
progesteron akan menurun pada saat hari kedua atau ketinga pascapersalianan,
sehingga terjai sekresi ASI. Pada proses laktasi terdapat dua reflek yang
berperan, yaitu reflek prolaktin dan reflek aliran yang timbul akibat
perangsangan puting susu diarenakan isapan bayi.
b.
Pengeluaran
ASI (Oksitosin)
Apabila
bayi disusui, maka gerakan menghisap yang berirama akan menghisap rangsangan
saraf yang terdapat pada glandula pituitaria posterior, sehingga keluar hormon
oksitosin. Hal ini menyebabkan sel-sel miopitel di sekitar alveoli akan berkontraksi
dan mendorong ASI masuk dalam pembuluh ampula. Pengeluaran oksitosin selain
dipengaruhi oleh isapan bayi, juga oleh reseptor yang terletak pada duktus.
Bila duktus melebar, maka secara reflektoris oksitosin di keluarkan oleh
hipofisis12.
C.
Tinjuan
Khusus Tentang Bendungan ASI
1.
Pengertian
Bendugan ASI
a.
Bendungan
ASI adalah pembendungan ASI karena penyempitan duktus laktiferus atau oleh
kelenjar-kelenjar yang tidak dikosongkan dengan sempurna atau ada kelainan
dengan puting susu13.
b.
Bendungan
ASI adalah penyumbatan pada duktus laktiferus akibat hambatan aliran air susu
karena tekanan internal dan eksternal (misalnya : pembesaran, BH, dan pakaian
ketat)14.
c.
Bendungan
ASI ini sering terjadi pada hari ketiga atau keempat sesudah melahirkan. Statis
pembuluh darah dan limfe akan mengakibatkan meningkatkan tekanan intrakaudal,
yang akan memerangaruhi segmen payudara, sehingga tekanan seluruh payudara
meningkat10.
2.
Tanda
dan gejala
Ditandai
dengan mammae panas serta keras pada berabaan dan nyeri, puting susu bisa
mendatar sehingga bayi sulit menyusu, pengeluaran susu kadang terhalang duktuli
laktiferi menyempit, payudara bengkak, panas, dan keras15.
3.
Etiologi
Bendungan ASI
Bedungan
ASI terjadi karena sumbatan pada saluran ASI, tidak dikosongkan seluruhnya.
Keluhan yang muncul adalah mammae bengkak, keras, dan terasa panas sampai suhu
badan meningkat. Penanganannya dengan mengosongan ASI dengan masase atau pompa,
memberikan estradiol sementara menghentikan pembuatan ASI, dan pengobatan
simtomatis hingga keluhan berkurang16.
4.
Pencegahan
Bendungan ASI
Beberapa
tindakan yang dapat di lakukan untuk mencegah Bendungan ASI adalah sebagai
berikut :
a.
Menyusui
bayi segera setelah lahir dengan posisi dan perletakan yang benar
b.
Menyusui
bayi tanpa terjadwal (on-demand)
c.
Keluarkan
ASI dengan tangan/pompa bila produksi melebihi kebutuhan bayi
d.
Jangan
memberikan minuman lain kepada bayi
e.
Lakukan
perawatan payudara pasca persalinan (masase dan sebagainya)17.
5.
Penatalaksanaan
Bendungan ASI
a.
Anjurkan
Ibu untuk menyusui sedini mungkin dan tidak terjadwal
b.
Ajarkan
pada ibu cara menyusui yang baik apakah dengan cara duduk atau berbaring
c.
Gunakan
BH yang menopang, hindari pakaian yang ketat karena dapat menekan duktus
laktiferus.
d.
Lakukan
Masase payudara dan memerah ASI untuk meningkatkan aliran ASI dengan
membersihkan sinus-sinus dan duktus-duktus laktiferus kolostrum yang lengket.
e.
Peras
ASI sedikit sebelum menyusui. Hal ini akan melunakkan daerah areola sekitar
puting susu sehingga bayi mudah dilekatkan18.
f.
Melakukan
perawatan payudara
Langkah-langkah
perawatan payudara :
1)
Pengurutan
pertama
Licinkan
kedua tangan dengan minyak (baby oil). Tempatkan kedua tangan diantara payudara.
Pengurutan dilakukan dimulai ke arah atas, terus pengurutan kebawah dan
kesamping, selanjutnya melintang. Ulangi masing-masing 20-30 gerakan tiap
payudara.
2)
Pengurutan
kedua
Sokong
payudara kiri dengan tangan kiri, kemudian dua atau tiga jari tangan kanan
membuat gerakan memutar sambil menekan mulai dari pangkal payudara dan berakhir
pada putting susu. Lakukan 2 gerakan tiap payudara bergantian.
3)
Pengurutan
ketiga
Sokong
payudara kiri dengan satu tangan, sedangkan tangan lainnya mengurut dengan sisi
kelingking dari arah puting susu. Lakukan sekitar 30 kali.
4)
Pengurutan
keempat
Kompres
payudara dengan handuk kecil hangat selama 2 menit, lalu ganti dengan kompres
air dingin. Kompres bergantian selama 3 kali dan diakhiri dengan kompres air
hangat17.
g.
Sebaiknya
langsung susui bayi (jangan dipompa), kecuali jika terpaksa karena bayi menolak
menyusui, keluarkan ASI dengan tangan atau pompa.
h.
Langkah-langkah
untuk memerah ASI
1)
Topang
payudara dengan satu tangan
2)
Gunakan
ibu jari dan jari telunjuk atau jari tengah tangan lain dan tempatkan menyilang
terhadap satu sama lain pada sisi yang berlawanan dari putting dibatas luar
areola (sinus laktiferus terletak di area tepi luar areola)
3)
Dengan
menggunakan gerakan memerah, tekan kebelakang (menjauh dari areola), kemudian
kedalam (turun kedalam jaringan), kemudian arah depan (kearah puting), dan
kemudian lepaskan tekanan.
4)
Beri
tekanan perlahan tapi mantap. Tekanan yang tidak perlu dapat menyebabkan trauma
jaringan, tetapi tekanan harus cukup kuat untuk benar-benar mengompresi sinus.
5)
Amati
untuk melihat butiran kolostrum atau susu pada pemukaan putting. Yaitu tempat
muara duktus berada. Ibu mungkin tidak melihat butiran kolostrum atau susu
ketika pertama kali melakukan pemerahan. Namun, setelah melakukan tekanan
berulang-ulang, semua duktus segera mengalir bebas dan ibu tidak hanya akan
melihat kolostrum atau susu, tetapi ia akan melihat alitan kecil pada setiap
gerakan memerah.
6)
Dengan
perlahan seka atau serap kolostrum atau susu dari permukaan puting dengan kain
bersih
7)
Sesuai
metode, gerakkan ibu jari dan jari mengelilingi areola, ulangi langkah 2 sampai 5 untuk masing-masing
lokasi
8)
Ketika
pertama kali memerah ASI, lakukan gerakan memerah tidak lebih dari dua kali
untuk masing-masing payudara agar tidak membuat trauma jaringan ketika teknik
ini dipelajari. Setelah semua duktus dapat mengalirkan susu dengan bebas dan
wanita telah menguasai teknik, memrah ASI dapat dilakukan sampai aliran kolostrum
atau susu berhenti14.
i.
Bila
perlu pemberian analgetika atau anti piretik untuk mengurangi rasa sakit serta
obat antibiotic yang aman untuk ibu menyusui, guna mengatasi infeksi.
j.
Kompres
payudara secara bergantian
Kompres
dinginuntuk mengurangi oedema dan rasa sakit dan kompres air hangat
mengakibatkan pembuluh darah dilatasi dan secara tidak langsung mestimulasi
produksi air susu dan mengalirkannya
k.
Istirahat
akan menghilangkan stres dan meningkatkan kekebalan tubuh ibu kembali. Cara ini
pun bisa meningkatkandaya tahan tubuh karena istirahat dapat memulihakan
kondisi tubuh.
l.
Anjurkan
ibu makan makanan yang bergizi dan banyak minum karena kondisi bendungan ASI
membuat daya tahan tubuh ibu menurun. Daya tahan tubuh ibu yang meningkat dapat
mencegah infeksi.
6.
Komplikasi
Bendungan ASI
Komplikasi
yang dapat tejadi bila Bendungan ASI tidak ditangani, antara lain :
a.
Mastitis
Adalah
peradangan pada payudara. Payudara menjadi merah, bengkak, kadangkala diikuti
rasa nyeri dan panas, suhu tubuh meningkat. Didalam terasa ada masa padat
(lump), dan diluar kulit menjadi merah. Kejadian ini tejadi pada masa nifas 1-3
minggu setelah persalinan diakibatkan oleh sumbatan saluran susu yang berlanjut3.
b.
Abses
Harus
dibedakan antara Mastitis dan Abses. Abses payudara merupakan
kelanjutan/komplikasi dari mastitis. Hal ini disebabkan karena meluasnya
peradangan dalam payudara tersebut. Gejala yang dirasakan adalah ibu tampak
lebih parah sakitnya, payudara lebih mengkilap, benjolan lebih lunak karena
berisi nanah, sehingga perlu di insisi untuk mengeluarkan nanah tersebut10.
D.
Tinjauan
tentang ASI dalam pandangan Islam
Islam
memperhatikan semua aspek kehidupan manusia, tidak terkecuali dalam hal
kesehatan jasmani. Agama dibawa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam
sejak sekitar 25 abad yang lalu, telah membahas mengenai penyusunan bayi yang
lahir dalam rumah tangga seorang muslim. Didalam banyak ayat Al-Qur’an, Allah ‘azza
wa jalla menyinggung masalah pemberian ASI dan hukum-hukum yang terkait
dengannya. Sungguh, begitu besar perhatian Islam terhadap maslahat kemanusiaan.
Diantaranya adalah apa yang disebutkan pada firmal Allah ta’ala :
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ
لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ
رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا
وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ
ۚ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ ۗ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ
مِنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗ وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ
تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا
آتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا
تَعْمَلُونَ بَصِير
Terjemahannya
:
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,
yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi
makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma´ruf. Seseorang tidak dibebani
melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita
kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun
berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun)
dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas
keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada
dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah
kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Al-Baqarah [2] : 233).
Didalam ayat diatas Allah subhanahu wa ta’ala menuntun agar
para ibu menyusui bayi mereka selama dua tahun penuh, walaupun yang demikian
bukan hal yang wajib. Ayat tadi juga menunjukkan bahwa bayi dapat dicarikan ibu
susu lain apabila sang ibu berhalangan atau meninggal, agar tetap mendapatkan
manfaat dari air susu ibu.
Susu merupakan makanan terpenting dan sumber kehidupan
satu-satunya bayi di bulan-bulan pertama usianya. Susu terbalik untuk anak
adalah air susu ibu karena dengan menyusui terjadilah kontak cinta dan kasih
sayang antara ibu dan anak. Ibu adalah orang yang paling mampu memberikan cinta
dan kehangatan yang sesungguhnya kepada anak dengan naluri keibuannya yang
diberikan Allah kepadanya.
Selain itu Imam Amirul Mu’minin Ali a.s berkata yang artinya “ Tidak
ada Air Susu yang lebih berbarokah bagi anak bayi melainkan dari Air Susu
Ibunya sendiri ”. dalam riwayat ahlul bait a.s pun menyatakan “Dengan
menyusui , hubungan cinta dan kasih sayang antara ibu dan anak akan semakin
erat dan akan semakin membuat anak merasa tenang dan aman”.
E. Tinjauan Tentang Proses Manajemen Kebidanan
1. Pengertian
Manajemen Kebidanan
Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang di gunakan oleh bidan
dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis, mulai dari
pengkajian, analisis data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi18.
Manajemen kebidanan merupakan suatu metode atau bentuk yang
digunakan oleh bidan dalam memberi asuahn kebidanan. Langkah-langkah dalam
manajemen kebidanan menggambarkan alur pola berfikir dan bertindak bidan dalam
pengambilan keputusan klinis untuk mengatasi masalah19.
Menurut Helen Varney, proses penyelesaian masalah merupakan salah
satu upaya yang dapat digunakan dalam manajemen kebidanan. Varney berpendapat
bahwa dalam melakukan manajemen kebidanan, bidan harus memiliki kemampuan
berfikir secara kritis untuk menegakkan diagnosa atau masalah potensial
kebidanan. Selain itu, diperlukan pula kemampuan kolaborasi atau kerja sama. Hal
ini dapat digunakan sebagai dasar dalam perencanaan kebidanan selanjutnya20.
Proses manajemen terdiri dari 7 (tujuh) langkah berurutan diaman
setiap langkah disempurnakan secara periodik. Proses dimulai dengan pengumpulan
data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Ketujuh langkah tersebut membentuk
suatu kerangka lengkap yang diaplikasikan dalam situasi apapun. Akan tetapi
langkah dapat diuraikan lagi menjadi langkah-langkah yang lebih rinci dan bisa
berubah sesuai dengan kondisi klien.
2. Tahapan dalam
Manajemen Kebidanan
Adapun dalam tahapan Manajemen Kebidanan yaitu :
a. Langkah I.
Identifikasi Data Dasar
Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber
yang berkaitan dengan kondisi klien untuk memperoleh data dilakukan dengan cara
:
1) Anamnesis
2) Pemeriksaan
fisik sesuai dengan kebutuhannya dan pemeriksaan tanda-tanda vital
3) Pemeriksaan
khusus
Infeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi
4) Pemeriksaan
penunjang
Laboratorium, catatn terbaru, dan sebelumnya
b. Langkah II.
Identifikasi Diagnosa/Masalah Aktual
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar tehadap
diagnosa atau masalah kebutuhan klien berasarkan interpretasi yang benar atas
data-data yang telah dikumpulakan. Data dasar yang sudah dikumpulkan di
interpretasikan, sehingga dapat merumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik.
c. Langkah III.
Antisipasi Diagnosa/Masalah Potensial
Pada langkah ini lita mengidentifikasi diagnosa atau masalah
potensial dan mengantisipasi penanganannya. Pada langkah ini kita
mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosis potensial yang berdasarkan
rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasikan. Langkah ini
membutuhkan antisipasi bila memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati
klien, bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa/masalah potensial ini
benar-benar terjadi. Langkah ini sangat penting dalam melakukan asuhan yang
aman.
d. Langkah IV.
Tindakan segera/Kolaborasi
Pada langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen
kebidanan. Bidan menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera, melakukan
konsultasi, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan yang alin berdasarkan
kondisi klien, pada langkah ini bidan juga harus merumuskan tindakan emergency untuk
menyelamatkan ibu dan bayi, yang mampu dilakukan secara mandiri dan bersifat
rujukan.
e. Langkah V.
Rencana Asuhan Kebidanan
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan
oleh langkah-langkah sebelumnya dan merupakan lanjutan manajemen terhadap
diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasi atau diadaptasi. Rencana
tindakan komprehensif bukan hanya meliputi kondisi klien serta hubungannya
dengan masalah yang dialami oleh klien, tetapi juga dari kerangka pedoman
antisipasiterhadap klien, serta penyuluhan, konseling dan apakah perlu merujuk
klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial-ekonomi, agama,
kultural ataupun masalah psikologis. Setiap rencana asuhan harus disertai oleh
klien dan bidan agar dapat melaksanakan dengan efektif. Sebab itu harus
berdasarkan rasional yang relevan dan kebenarannya serta situasi dan kondisi
tindakan harus secara teoritas.
f. Langkah VI.
Implementasi Asuhan Kebidanan
Melaksanakan rencana tindakan serta efisiensi dan menjamin rasa aman
klien. Implementasi dapat dikerjakan keseluruhan oleh bidan ataupun bekerja
sama dengan kesehatan lain. Bidan harus melakukan implementasi yang efisien dan
akan mengurangi waktu perawatan serta akan meningkatkan kualitas pelayanan
kebidanan klien.
g. Evaluasi
Kebidanan
Mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan asuhan yang
diberikankepada klien. Pada tahap evaluasi ini bidan harus melakukan pengamatan
dan observasi terhadap masalah yang dihadapi klien, apakah masalah diatasi
seluruhnya, sebagian telah dipecahkan atau mungkin timbul masalah baru. Pada
prinsipnya tahapan evaluasi adalah pengkajian kembali terhadap klien untuk
menjawab pertanyaan sejauh mana tercapainya rencana yang dilakukan21.
3. Pendokumentasian
Asuhan Kebidanan
Pendokumentasian adalah catatan tentang interaksi antara tenaga
kesehatan, pasien, keluarga pasien, dan tim kesehatan yang mencatat tentang
hasil pemeriksaan, prosedur pengobatan pada pasien dan pendidikan kepada
pasien, serta respon pasien tehadap semua kegiatan yang dilakukan. Alur
berfikir bidan dalam menghadapi klien meliputi 7 langkah. Untuk mengetahui apa
yang telah dilakukan oleh seorang bidan melalui proses berfikir sistematis di
dokumentasikan dalam bentuk SOAP, yaitu :
a. S: Subjektif
Menggambarkan dokumentasi hasil pengumpulan data klien melalui
anamnesis sebagai langkah I Varney.
b. O: Objektif
Menggambarkan dokumentasi hasil pemeriksaan fisik klien, hasil
laboratorium, dan uji diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk
mendukung asuhan sebagai langkah I Varney.
c. A: Assesment
Menggambarkan dokumentasi hasil analisis dan interpretasi data
subjektif dan objektifdalam suatu identifikasi:
1. Diagnosis/Maslah
2. Antisipasi
diagnosis/ Kemungkinan Masalah
3. Perlunya
tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultasi/kolaborasi, dan atau
perujukan sebagai langkah 2, 3, dan 4 varney
d. P: Planning
Menggambarkan dokumentasi tingkatan (I) dan evaluasi perencanaan
(E) berdasarkan pengakjian langkah 5, 6, dan 7 Varney22.
Bagan pendokumentasian Asuhan Kebidanan
Alur Pikir Bidan Pencatatan Dari
Asuhan Kebidanan
Proses Pendokumentasian
Manajemen Asuhan Kebidanan Kebidanan
7 Langkah dari
Halen Varney
|
5 Langkah Kompetensi Bidan
|
Soap Notes
|
|
1. Pengumpulan data
|
Data
|
Subjektif
Objektif
|
|
2. Merumuskan
Diagnosa
3.Antisipasi Diagnosa/
Masalah
Potensial
4. Tindakan Segera
dan
kolaborasi
Asuhan
Kebidanan
|
Assesment/
Diagnosa
|
Assesment/
Diagnosa
|
|
5. Rencana Tindakan
Asuhan
Kebidanan
|
Membuat rencana
|
Planning:
a. Konsul
b. Tes Lab
c. Rujukan
d. Pendidikan/
konseling
e. Follow Up
|
|
6. Implementasi
|
Implementasi
|
||
7. Evaluasi
|
Evaluasi
|
F. Landasan Hukum Kewenangan Bidan
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia
yang dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip
nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan
sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa
bagi pembangunan nasional.
1. Perundang-Undangan
yang terkait dengan praktik Bidan
Kepmenkes RI No. 900/MENKES/SK/VII/2002/ Tentang Registrasi dan
Praktik Bidan yang terdiri dari 11 bab dan 47 pasal
a. Bab I Ketentuan
Umum
b. Bab II Pelaporan
dan Registrasi
c. Bab III Masa
Bakti
d. Bab IV Perizinan
e. Bab V Praktik
Bidan
f. Bab VI
Pencatatan dan Pelaporan
g. Bab VII Pejabat
yang berwenang mengeluarkan dan mencabut ijin praktik
h. Bab VIII Pejabat
yang berwenang mengeluarkan dan mencabut ijin praktik
i. Bab IX Sanksi
j. Bab X Ketentuan
Peralihan
k. Bab XI Ketentuan
Penutup
2. Standar
Kompetensi Bidan
a. Kompetensi
pertama
Bidan mempunyai persyaratan pengetahuan dan keterampilan dari
ilmu-ilmu sosial, kesehatan masyarakat dan etik yang membentuk dasar dari
asuhan yang bermutu tinggi sesuai dengan budaya, untuk wanita, bayi baru lahir
dan keluarganya.
b. Kompetensi kedua
Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, pendidikan kesehatan
yang tanggap tehadap budaya dan pelayanan menyeluruh dimasyarakat dalam rangka
untuk meningkatkan kehidupan keluarga yang sehat, perencanaan kehamilan, dan
persiapan menjadi orang tua.
c. Kompetensi
ketiga
Bidan memberikan asuhan antenatal yang bermutu tinggi untuk
mengoptimalkan kesehatan ibu selama kehamilan yang meliputi deteksi dini,
pengobatan atau rujukan.
d. Kompetensi
keempat
Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap pada budaya
setempat selama persalinan, memimpin suatu persalinan yang bersih dan aman,
menangani situasi kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan
wanita dan bayi baru lahir.
e. Kompetensi
kelima
Bidan dapat memberikan asuhan terhadap ibu nifas dn menyusui yang
bermutu tinggi setra tanggap terhadap budaya setempat.
f. Kompetensi
keenam
Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan komprehensif pada
Bayi Baru Lahir (BBL) sehat sampai usia 1 bulan.
g. Kompetensi
ketujuh
Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi komprehensif pada bayi
dan balita sehat (1-5 tahun).
h. Kompetensi
kedelapan
Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan komprehensif pada
keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai dengan budaya setempat.
i. Kompetensi
sembilan
Melaksanakna asuhan kebidanan pada wanita/ibu dengan gangguan
sistem reproduksi.
3. Standar
Pelayanan Kebidanan pada pemberian ASI
Sesuai dengan standar kompetensi bidan point kelima yand
disebutkan diatas, yakni Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan menyusui
yang bermutu tinggi dan tanggap terhadap budaya setempat, adapun cakupannya :
1) Pengetahuan
Dasar
Pengetahuan dasar pada kompetensi bidan point lima ini terdiri
dari 13 point, dimana terdapat 3 point yang membahas mengenai menyusui yakni
point 3, 7, dan 9 seperti berikut yang menjelaskan bidan harus memiliki
pengetahuan dasar mengenai :
a) Proses laktasi/menyusui dan teknik menyusui yang benar serta
penyimpangan yang lazim terjadi termasuk pembengkakan payudara, abses,
mastitis, puting susu lecet, puting susu masuk.
b) “Bonding & attechment” orang tua dan bayi baru lahir untuk
menciptakan hubungan yang positif.
c) Indikator
masalah-masalah laktasi
2) Keterampilan
dasar
Keterampilan dasar yang harus dimiliki Bidan pada standar
kompetensi kelima ini terdiri dari 15 point, dimana terdapat 2 point yang
terkait dengan menyusui yakni point ke 6 dan 14 seperti berikut yang
menjelaskan bidan harus memiliki keterampilan dasar mengenai :
a. Memulai
mendukung pemberian ASI eksklusif
b. Memberikan
antibiotika yang sesuai
4. Kewenangan yang
bisa dilakukan bidan dalam menjalankan praktik kebidanan
a. KEPMENKES RI
NO.900/SK/VII/2002 Pasal 16
Tentang pelayanan kebidanan pada ibu
b. KEPMENKES RI
NO.900/SK/VII/2002 Pasal 18
Tentang pelayanan kebidanan pad anak
c. KEPMENKES RI
NO.900/SK/VII/2002 Pasal 18
Tentang tindakan yang termasuk wewenang bidan
d. KEPMENKES RI
NO.900/SK/VII/2002 Pasal 19
Tentang pelayanan Keluarga Berencana (KB)
e. KEPMENKES RI
NO.900/SK/VII/2002 Pasal 20
Tentang pelayanan Kesehatan Masyar
DAFTAR PUSTAKA
(1)
Ambarwati ER., Diah Wulandari. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cindekia; 2010. H. 129; 79-80;
88-9; 6
(2)
Maryunani, Anik. ASI
Eksklusif dan Manajemen Laktasi. Bogor: TIM; 2012.
H. 95
(3)
Kristiyana, weni. Asi,
menyusui, & sadari. Yogyakarta: Nuha
Medika; 2009. H. 20-1, 57-8
(4)
Ditjen BUK , Kemenkes RI. Bidan Berperan Penting Turunkan AKI dan AKB. (online) (diakses tanggal 20 Mei 2014) didapati
dari: http://buk.depkes.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=296:bidan-berperan-penting-turunkan-aki-dan-akb&catid=113:keperawatan&Itemid=139.
(5)
Kurniawan T. Berita satu.com (kesehatan). Indonesia Berada di Posisi 4 Jumlah Kematian
Bayi di Asia Tenggara. (online) (diakses
tanggal 14 Mei 2014). Didapati dari: http://www.beritasatu.com/kesehatan/115962-indonesia-berada-di-posisi-4-jumlah-kematian-bayi-di-asia-tenggara.html
(6)
UNICEF. 2012. Mari
Jadikan Asi Eksklusif Prioritas Nasional. (online) (diakses
pada tanggal 20 Mei 2014). Didapati dari: http://www.unicef.org/indonesia/id/media_19265.html
(7)
Vien Dimyati. 2013. Jurnal Nasional, Ibu Menyusui Meningkat 10 Persen. (online) (diakses pada tanggal 20 Mei 2014).
Diakses dari : http://www.jurnas.com/halaman/11/2013-01-17/232071
(8)
Admin. Dewan Koordinator Indonesia Support Facility.
Sulsel lampaui Target MDG’s. 1 juni 2012. (online) (diakses pada tanggal 21 Mei
2014). Didapati dari : http://ipad.fajar.co.id/berita.php?berita=20120529231615.
(9)
Rukiyah, Ai yeyeh ., Yuliyanti Lia ., Liana Meida. Asuhan Kebidanan III (Nifas). Jakarta: TIM; 2010. H. 35; 3-4; 59-60
(10)
Saleha, sitti. Asuhan
Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika; 2009. H. 4-6, 54-6,
58-9, 105, 109,
48
|
(11)
Prawirohardjo S. Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal, Ed.1, Cetakan kelima. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
2009. H. 122-3
(12)
Yanti, Damai., Sundawati, Dian. Asuhan Kebidanan Nifas. Cimahi: Refika Aditama; 2011. H. 7-9
(13)
Anggairini, yetti. Asuhan
Kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta :
Pustaka Rihana; 2010. H.
(14)
Varney, Helen ., Kriebs Jan M ., Gegor, Carolyn L.,
Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ed.4 Vol.2. jakarta EGC; 2008. H. 992
(15)
Roito, Jaraida H., D,kk. Asuhan
Kebidanan Ibu Nifas. Jakarta EGC; 2011.
H. 54
(16)
IA Chandranita., D,kk. Ilmu
Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB Edisi 2. Jakarta EGC; 2010.
H. 420
(17) NL Vivian, dewi., Sunarsih, tri. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Jakarta: Salemba Medika; 2012. H. 40. 29-30
(18) Muslihatun WN., D,kk. Dokumentasi
Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya; 2009. H. 112, 122-4
(19) Yulita, ritah., Surachmindari. Konsep Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika: 2013. H. 126
(20) Nurlita sari, Rury. Konsep
Kebidanan. Yogyakarta: Graha Ilmu; 2012. H. 91
(21) Estiwidani ., D,kk. Konsep
Kebidanan, cetakan 1. Yogyakarta : Fitramaya; 2009. H. 143-4.
(22) Saminem. Dokumentasi
Asuhan Kebidanan Konsep dan Praktik. Jakarta : ECG;
2010. H. 45-7
Tidak ada komentar:
Posting Komentar