NAMA : AYU LISTIAN
NPM
: 153112540120050
TUGAS : DESAIN KURIKULUM
MODEL MODEL EVALUASI KURIKULUM
1. PENGANTAR TOPIK
Tidak diragukan lagi
bahwa evaluasi kurikulum memiliki peranan yang sangat penting bagi dunia
pendidikan, khususnya pendidikan formal. Melalui evaluasi kurikulum kemajuan
efektifitas mengajar guru dapat diukur, prestasi siswa dapat dipantau dengan
lebih cermat, dan bagi pengembang kurikulum dapat memanfaatkan hasil evaluasi
untuk perbaikan kurikulum di masa yang akan datang. Dalam pelaksanaannya para
evaluator kurikulum banyak memakai berbagai model evaluasi kurikulum yang sudah
banyak dikembangkan saat ini. Ternyata model-model evaluasi kurikulum
berkembang dengan pesat, sehingga gejala perkembangannya tidak berbeda dengan
perkembangan disiplin ilmu pendidikan. Ada model yang mencakup keseluruhan
proses pengembangan kurikulum tetapi ada juga yang memiliki fokus khusus pada
suatu fase kegiatan pengembangan kurikulum.
Evaluasi kurikulum bukanlah suatu
kegiatan yang mudah. Seorang evaluator hendaknya memiliki pemahaman akan
teori-teori kurikulum dan metode atau model-model evaluasi kurikulum. Apalagi
kurikulum satuan pendidikan, yang pelaksanaannya sangat dipengaruhi oleh
kondisi masing-masing sekolah. Tentunya hal ini membutuhkan ketelitian dan
penguasaan model evaluasi kurikulum yang matang dari evaluator. Dan atas dasar
pertimbangan-pertimbangan inilah maka penting kiranya untuk dibahas model-model
evaluasi kurikulum yang berkembang saat ini.
Artikel ini mencoba memaparkan
model-model evaluasi kurikulum yang dapat dipilih untuk diterapkan demi
kemajuan yang hendak dicapai, baik oleh guru sebagai pelaksana maupun
pemerintah sebagai pengembang kurikulum. Antara satu model evaluasi dengan model
evaluasi yang lain memiliki kelebihan dan kekurangan
Satu model evaluasi hanya
mementingkan hasil tanpa memperhatikan proses pencapaian hasil, sedang yang
lain sebaliknya. Untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal dimungkinkan untuk
menggunakan lebih dari satu model evaluasi, sehingga evaluasi bisa lebih
optimal.
2.
DEFENISI
EVALUASI KURIKULUM
Pemahaman mengenai pengertian evaluasi kurikulum
dapat berbeda-beda sesuai dengan pengertian kurikulum yang bervariasi menurut
para pakar kurikulum. Oleh karena itu penulis mencoba menjabarkan definisi dari
evaluasi dan definisi dari kurikulum secara per kata sehingga lebih mudah untuk
memahami evaluasi kurikulum. Pengertian evaluasi menurut joint committee,
1981 ialah penelitian yang sistematik atau yang teratur tentang manfaat atau
guna beberapa obyek. Purwanto dan Atwi Suparman, 1999 mendefinisikan evaluasi
adalah proses penerapan prosedur ilmiah untuk mengumpulkan data yang valid dan
reliabel untuk membuat keputusan tentang suatu program. Rutman and
Mowbray 1983 mendefinisikan evaluasi adalah penggunaan metode ilmiah untuk
menilai implementasi dan outcomes suatu program yang berguna untuk
proses membuat keputusan. Chelimsky 1989 mendefinisikan evaluasi adalah suatu
metode penelitian yang sistematis untuk menilai rancangan, implementasi dan
efektifitas suatu program. Dari definisi evaluasi di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa evaluasi adalah penerapan prosedur ilmiah yang sistematis
untuk menilai rancangan, implementasi dan efektifitas suatu program. Sedangkan
pengertian kurikulum adalah :
a. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu (Pasal 1 Butir 19 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional)
b. Menurut Grayson (1978), kurikulum adalah suatu
perencanaan untuk mendapatkan keluaran (out- comes) yang diharapkan dari
suatu pembelajaran. Perencanaan tersebut disusun secara terstruktur untuk suatu
bidang studi, sehingga memberikan pedoman dan instruksi untuk mengembangkan
strategi pembelajaran (Materi di dalam kurikulum harus diorganisasikan dengan
baik agar sasaran (goals) dan tujuan (objectives) pendidikan yang
telah ditetapkan dapat tercapai. Sedangkan menurut Harsono (2005), kurikulum
merupakan gagasan pendidikan yang diekpresikan dalam praktik. Dalam bahasa
latin, kurikulum berarti track atau jalur pacu. Saat ini definisi
kurikulum semakin berkembang, sehingga yang dimaksud kurikulum tidak hanya
gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program pembelajaran yang
terencana dari suatu institusi pendidikan.
c. Menurut buku
Materi pelatihan implementasi kurikulum 2013 tahun 2014
kurikulum
adalah salah satu unsur yang memberikan kontribusi untuk mewujudkan proses
berkembangnya kualitas potensi peserta didik tersebut.
d. Menurut buku
Panduan Penyusunan KTSP Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah
kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,isi dan bahan
pelajaran serta cara yang di gunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Dari pengertian evaluasi dan kurikulum di atas
maka penulis menyimpulkan bahwa pengertian evaluasi kurikulum adalah penelitian
yang sistematik tentang manfaat, kesesuaian efektifitas dan efisiensi dari
kurikulum yang diterapkan. Atau evaluasi kurikulum adalah proses penerapan
prosedur ilmiah untuk mengumpulkan data yang valid dan reliable untuk membuat
keputusan tentang kurikulum yang sedang berjalan atau telah dijalankan.
Evaluasi kurikulum ini dapat mencakup
keseluruhan kurikulum atau masing-masing komponen kurikulum seperti tujuan,
isi, atau metode pembelajaran yang ada dalam kurikulum tersebut. Secara
sederhana evaluasi kurikulum dapat disamakan dengan penelitian karena evaluasi
kurikulum menggunakan penelitian yang sistematik, menerapkan prosedur ilmiah
dan metode penelitian. Perbedaan antara evaluasi dan penelitian terletak pada
tujuannya. Evaluasi bertujuan untuk menggumpulkan, menganalisis dan menyajikan
data untuk bahan penentuan keputusan mengenai kurikulum apakah akan direvisi
atau diganti. Sedangkan penelitian memiliki tujuan yang lebih luas dari evaluasi
yaitu menggumpulkan, menganalisis dan menyajikan data untuk menguji teori atau
membuat teori baru.
2.1 Penjelasan masing – masing
Model Evaluasi Kurikulum
Ø Pendapat Pertama
Secara umum model-model evaluasi kurikulum yang dikembangkan selama ini ada
lima model evaluasi kurikulum, yaitu: 1) measurement, 2) congruence, 3)
illumination, 4) Model CIPP. Setiap model evaluasi kurikulum yang diterapkan
masing-masing memiliki tingkat kelebihan dan kekurangan serta resiko yang
selalu harus diantisipasi agar setiap model evaluasi kurikulum yang diterapkan
dapat berjalan secara efektif dan efisien.
a. Measurement
Salah bentuk evaluasi kurikulum adalah melalui measurement,
yaitu berupa pengukuran. Untuk memperoleh data yang akurat pengukuran atau
measurement merupakan alternatif yang mungkin dianggap paling tepat
dibandingkan dengan jenis evaluasi lainnya. Hasil belajar siswa yang dituangkan
dalam bentuk angka lebih banyak dilakukan melalui measurement. Contoh lain dari
kegiatan pengukuran misalnya untuk seleksi siswa, membandingkan dua jenis
metode mengajar terhadap hasil belajar siswa, dan lain sebagainya. Dengan
demikian measurement merupakan salah satu alat dalam kegiatan evaluasi, tapi
tidak bisa sebagai pengganti evaluasi “Measurement in not evaluation, but it
can provide usefuldata for evaluation”.
b.
Congruence
Model
evaluasi congruence bertitik tolak pada upaya mencari kesesuaian antara tujuan
program pendidikan dengan hasil belajar yang diperoleh peserta didik. Hasil
dari evaluasi model congruence bisa dijadikan masukan (in-put) untuk perbaikan
program pengembangan kurikulum selanjutnya, misalnya penyempurnaan dalam
kegiatan pembelajaran, bimbingan terhadap peserta didik, dan lain sebagainya.
c.
Illumination
Evaluasi
melalui model illuminnation didasarkan pada upaya mencari data terhadap
pelaksanaan program. Selama program dilaksanakan mungkin terdapat beberapa
aspek yang mempengaruhi pelaksanaan program, seperti faktor lingkungan. Melalui
kegiatan evaluasi ini pula semestinya diperoleh data mengenai kelebihan dan
kelemahan program, yang pada akhirnya akan dijadikan masukan untuk memperbaiki
program-program berikutnya.
d.
Model Educational System Evaluation
Konsep ini
memperlihatkan banyak segi positif untuk kepentingan proses pengembangan
kurikulum. Ditekankannya peranan kriteria absolut maupun relatif dalam proses
evaluasi sangat penting artinya dalam memberikan ciri khas bagi kegiatan
evaluasi. Objek evaluasi mencakup input (bahan, rencana, dan peralatan), proses
dan hasil yang baik. Jenis data yang dikumpulkan meliputi data objektif.
e.
Model CIPP
Fokus yang menjadi subjek evaluasi model CIPP adalah Contect, Input, process,
dan product. Dengan demikian tujuan dari evaluasi model CIPP mengarah pada
seluruh aspek yang terlibat dalam program pendidikan, mulai dari karakteristik
peserta didik, lingkungan, tujuan, isi, peralatan, sarana dan prasarana yang
digunakan. Model ini menitikberatkan pada pandangan bahwa keberhasilan program
oendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya : karakteristik
peserta didik, karakteristik lingkungann tujuan program, peralatan yang
digunakan, dan prosedur/ mekanisme pelaksanaan program evaluasi tersebut
2.2 Pendapat Kedua
a. Evaluasi Model Penelitian
Menurut Sukmadinata (2011) model evaluasi kurikulum yang menggunakan model
penelitian didasarkan atas metode tes psikologis dan eksperimen lapangan.
Tes psikologis atau tes psikometrik pada umumnya mempunyai dua bentuk, yaitu
tes intelegensi yang ditunjukan untuk mengukur kemampuan bawaan, serta tes
hasil belajar yang mengukur perilaku skolastik. Eksperimen lapangan dalam
pendidikan, dimulai pada tahun 1930 dengan menggunakan metode yang biasa
digunakan dalam penelitian botani pertanian. Para ahli botani pertanian
mengadakan percobaan untuk ditanam pada petak-petak tanah yang memiliki
kesuburan dan lain-lain yang sama. Dari percobaan tersebut dapat diketahui
benih mana yang paling produktif.
Menurut Sukmadinata (2011) model eksperimen dalam botani pertanian dapat
digunakan dalam pendidikan, anak dapat disamakan dengan benih, sedang kurikulum
serta berbagai fasilitas serta sistem sekolah dapat disamakan dengan tanah dan
pemeliharaannya. Untuk mengetahui tingkat kesuburan benih (anak) serta hasil
yang dicapai pada akhir program percobaan dapat digunakan tes (pretest dan post
test).
b. Evaluasi Model Objektif
Evaluasi
model objektif (model tujuan) berasal dari Amerika Serikat. Perbedaan model
objektif dengan model komparatif ada dalam dua hal :
a. Dalam model
objektif evaluasi merupakan bagian yang sangat penting dari proses pengembangan
kurikulum.
b. Kurikulum tidak
dibandingkan dengan kurikulum lain tetapi diukur dengan seperangkat objektif
(tujuan khusus). Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh tim pengembang
model objektif, yaitu:
1. Ada kesepakatan tentang tujuan-tujuan kurikulum.
2. Merumuskan tujuan-tujuan tersebut dalam perbuatan siswa.
3. Menyusun materi kurikulum yang sesuai dengan tujuan
tersebut.
4. Mengukur kesesuaian antara perilaku siswa dengan hasil
yang diinginkan.
Pendekatan ini yang digunakan oleh
Ralph Tylor (1930) dalam menyusun tes dengan titik tolak pada perumusan tujuan
tes, sebagai asal mula pendekatan sistem (system approach) Pada tahun 1950-an
Benyamin S.Bloom dengan kawan-kawannya menyusun klasifikasi sistem tujuan
yang meliputi daerah-daerah belajar (cognitif domain).
c. Evaluasi Model Campuran
Multivariasi
Evaluasi model perbandingan dan model Tylor dan Bloom melahirkan evaluasi model
campuran multivariasi, yaitu strategi evaluasi yang menyatukan unsur-unsur dari
kedua pendekatan tersebut. Seperti halnya pada eksperimen lapangan serta
usaha-usaha awal dari Tylor dan Bloom, metode tersebut masuk kebidang kurikulum
dari proyek evaluasi. Metode-metode tersebut masuk ke bidang kurikulum setelah
computer dan program paket berkembang yaitu tahun 1960. Langkah-langkah model
multivariasi adalah sebagai berikut:
a. Mencari sekolah
yang berminat untuk dievaluasi/diteliti.
b. Melaksanakan
program.
c. Sementara tim
penyusun, menyusun tujuan yang meliputi semua tujuan dari pengajaran
d. Bila semua
informasi yang diharapkan telah terkumpul, maka mulailah pekerjaan computer
e. Tipe analisis
dapat juga digunakan untuk mengukur pengaruh dari beberapa variabel yang
berbeda.
Beberapa
kesulitan yang dihadapi dalam model campuran multivariasi, yaitu:
a. Diharapkan
memberikan tes statistik yang signifikan.
b. Terlalu
banyaknya variabel yang perlu dihitung.
c. Model
multivariasi telah mengurangi masalah control berkenaan dengan eksperimen
lapangan tetapi tetap menghadapi masalah-masalah pembandingan.
2.3 Pendapat ketiga
a. Model EPIC ( Evaluation
Program for Innovative Curriculums)
Model EPIC menggambarkan keseluruhan
program evaluasi dalam sebuah kubus. Kubus tersebut
mempunyai tiga bidang, yaitu:
a. Behavior (perlakuan) yang menjadi sasaran pendidikan
yang meliputi perilaku cognitive, affective dan psychomotor.
b. Instruction (pengajaran)
yang meliputi organization, content, method, facilitiesand cost.
c. Kelembagaan yang meliputi
student, teacher, administrator, educational specialist, family and community.
b. Model CIPP (Context,
Input, Process, dan Product)
Model CIPP (Context, Input, Process
dan Product) yang bertitik tolak pada pandangan bahwa keberhasilan progran
pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti : karakteristik peserta
didik dan lingkungan, tujuan program dan peralatan yang digunakan, prosedur dan
mekanisme pelaksanaan program itu sendiri.
Evaluasi
model ini bermaksud membandingkan kinerja (performance) dari berbagai dimensi
program dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada deskripsi
dan judgment mengenai kekuatan dan kelemahan program yang dievaluasi. Model ini
kembangkan oleh Stufflebeam (1972) menggolongkan program pendidikan atas
empat dimensi, yaitu :
a. Context, yaitu situasi atau
latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi pendidikan
yang akan dikembangkan dalam program yang bersangkutan.
b. Input yaitu
bahan, peralatan, fasilitas yang disiapkan untuk keperluan pendidikan.
c. Process yaitu
pelaksanaan nyata dari program pendidikan.
d. Product yaitu keseluruhan
hasil yang dicapai oleh program pendidikan.
c. Model C – I – P – O – I
Model pendekatan ini diadopsi dari CIPP-nya Daniel L. Stufflebeam (1971) yang
menyatakan bahwa evaluasi dapat membantu proses pengambilan keputusan dalam
pengembangan program. Model pendekatan ini terdiri dari :
1.Context Evaluation (C) evaluasi untuk menganalisa problem
dan kebutuhan dalam suatu sistem. Kegiatan evaluasi dimaksudkan untuk dilakukan
dengan tidak melepaskan diri dari konteks yang membentuk sistem itu sendiri
dalam upaya pencapaian tujuan program.
2.Inputs Evaluation (I) mengevaluasi strategi dan
sumber-sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan program. Hasil input
evaluation dapat membantu pengambil keputusan untuk memilih strategi dan sumber
terbaik dalam keterbatasan tertentu untuk mencapai tujuan program.
3.Process Evaluation (P) evaluasi dilakukan dengan
maksud memonitor proses pelaksanaan program.
4.Outputs Evaluation (O) evaluasi dimaksudkan untuk
mengukur sampai seberapa jauh hasil yang diperoleh oleh program yang telah
dikembangkan. Tentu saja, hasilnya dapatdigunakan untuk mengambil
keputusan apakah program diteruskan, diberhentikan atau secara total diubah.
5.Impacts Evaluation (I) evaluasi dimaksudkan untuk
mengetahui sejauh mana program yang telah dikembangkan memberikan dampak yang
positif dalam jangka waktu yang lebih panjang.
d. Model 3 P (Program –
Proses – Produk)
Model pendekatan ini merupakan model
yang diadopsi dari model yang dikembangkan oleh Raka Joni (1981), esensi dari
pendekatan evaluasi model ini, adalah sebagai berikut :
1. Evaluasi
Program
Merupakan evaluasi yang lebih
memfokuskan diri pada evaluasi perencanaan program, dengan demikian evaluasi
dilakukan sebelum program dilaksanakan untuk menetapkan rasional kelompok
sasaran (targetted groups) serta mengidentifikasi kebutuhan (needs
assessment) dan potensi yang ada padanya di samping mengkaji dibelakang meja
kesesuaian, perangkat kegiatan program dengan tujuan-tujuan yang ditetapkan
untuk dicapai. Dengan demikian maka evaluasi perencanaan program
merupakan bagian integral dari pada pengembangan program.
2. Evaluasi
Proses
Yaitu evaluasi yang cenderung
mengarah pada bentuk monitoring yang dilakukan pada saat kegiatan-kegiatan
program berlangsung. Model evaluasi ini sangat penting untuk pengembangan
program sebab tidak dengan sendirinya pelaksanaan kegiatan-kegiatan program
sesuai dengan tujuan serta niat yang semula ditetapkan. Dalam bahasa analisis
sistem, evaluasi ini dinamakan evaluasi proses.
3. Evaluasi
Produk
Merupakan evaluasi terhadap aspek
hasil yang ditujukan kepada pencapai an tujuan program baik jangka pendek
(hasil antara), maupun jangka panjang (hasil akhir) Maka, yang hendak dinilai
adanya kesesuaian antara tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dengan hasil-hasil
yang diperoleh. Di samping itu hasil-hasil sampingan baik yang dikehendaki
maupun yang tidak dikehendaki, dapat dideteksi melalui evaluasi ini.
2.4 Pendapat Keempat
a. Model
Evaluasi Kualitatif
Adapun ciri yang menonjol dari
evaluasi kuantitatif adalah penggunaan prosedur kuantitatif untuk mengumpulkan
data sebagai konsekuensi penerapan pemikiran paradigma positivisme. Sehingga
model-model evaluasi kuantitatif yang ada menekankan peran penting metodologi
kuantitatif dan penggunaan tes. Ciri berikutnya dari model-model kuantitatif
adalah tidak digunakannya pendekatan proses dalam mengembangkan kriteria
evaluasi.
1) Model Black Box Tyler
Model
tyler dinamakan Black Box karena tidak ada nama resmi yang diberikan oleh
pengembangnya. Model ini dibangun atas dua dasar, yaitu : evaluasi yang
ditujukan kepada peserta didik dan evaluasi harus dilakukan pada
tingkah laku awal peserta didik sebelum suatu pelaksanaan kurikulum serta pada
saat peserta didik telah melaksanakan kurikulum tersebut. Berdasar pada dua
prinsip ini maka Tyler ingin mengatakan bahwa evaluasi kurikulum yang
sebenarnya hanya berhubungan dengan dimensi hasil belajar.
Adapun prosedur pelaksanaan dari model
evaluasi Tyler adalah sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan
kurikulum yang akan dievaluasi. Tujuan kurikulum yang dimaksud disini adalah
model tujuan behavioral. Dan model ini di Indonesia sudah dikembangkan sejak
kurikulum 1975. Adapun untuk kurikulum KTSP saat ini maka harus mengembangkan
tujuan behavioral ini jika berkenaan dengan model kurikulum berbasis kompetensi.
2. Menentukan situasi dimana
peserta didik mendapatkan kesempatan untuk memperlihatkan tingkah laku yang
berhubungan dengan tujuan. Dari langkah ini diharapkan evaluator memberikan
perhatian dengan seksama supaya proses pembelajaran yang terjadi mengungkapkan
hasil belajar yang dirancang kurikulum.
3. Menentukan alat evaluasi
yang akan digunakan untuk megukur tingkah laku peserta didik. Alat evaluasi ini
dapat berbentuk tes, observasi, kuisioner, panduan wawancara dan sebagainya.
Adapun instrument evaluasi ini harus teruji validitas dan reliabilitasnya.
v Kelemahan dari model
Tyler
Kelemahan dari model
Tyler adalah tidak sejalan dengan pendidikan karena focus pada hasil belajar
dan mengabaikan dimensi proses. Padahal hasil belajar adalah produk dari proses
belajar. Sehingga evaluasi yang mengabaikan proses berarti mengabaikan
komponen penting dari kurikulum.
v Kelebihan dari model
Tyler
ini adalah
kesederhanaanya. Evaluator dapat memfokuskan kajian evaluasinya hanya pada satu
dimensi kurikulum yaitu dimensi hasil belajar. Sedang dimensi dokumen dan
proses tidak menjadi focus evaluasi.
2) Model
Teoritik Taylor dan Maguire
Model evaluasi
kurikulum Taylor dan Maguire ini lebih mendasarkan pada pertimbangan teoritik.
Model ini melibatkan variabel dan langkah yang ada dalam proses pengembangan
kurikulum. Dalam melaksanakan evaluasi kurikulum sesuai model teoritik Taylor
dan Maguire meliputi dua hal, yaitu:
ü Mengumpulkan data
objektif yang dihasilkan dari berbagai sumber mengenai komponen tujuan,
lingkungan, personalia, metode, konten, hasil belajar langsung maupun hasil
belajar dalam jangka panjang. Dikatakan data objektif karena mereka berasal
dari luar pertimbangan evaluator.
ü Pengumpulan data yang
merupakan hasil pertimbangan individual terutama mengenai kualitas tujuan,
masukan dan hasil belajar.
Adapun cara kerja model evaluasi Taylor dan Maquaire ini adalah
sebagai berikut:
·
Dimulai dari adanya tekanan/keinginan masyarakat terhadap
pendidikan. Tekanan dan tuntutan masyarakat ini dikembangkan menjadi
tujuan. Kemudian tujuan dari masyarakat ini dikembangkan menjadi tujuan yang
ingin dicapai kurikulum. Adapun dalam pengembangan KTSP maka tekanan dari
masyarakat ini dikembangkan pada tingkat Nasional dalam bentuk Standar Isi dan
Standar Kompetensi Kelulusan. Dari dua standar ini maka satuan pendidikan
mengembangkan visi dan tujuan yang hendak dicapai satuan pendidikan. Kemudian
tujuan satuan pendidikan tersebut menjadi tujuan kurikulum dan tujuan mata
pelajaran.
·
Evaluator mencari data mengenai keserasian antara tujuan umum
dengan tujuan behavioral.
Maka
tugas evaluator disini mencari relevansi antara tujuan satuan pendidikan,
kurikulum dan mata pelajaran yang berbeda dalam tingkat-tingkat abstraksinya.
Dalam tahap ini evaluator harus menentukan apakah pengembagan tujuan behavioral
tersebut membawa gains atau losses dibandingkan dengan tujuan umum ditahap
pertama.
·
Penafsiran tujuan kurikulum.
Pada tahap ini tugas
evaluator adalah memberikan pertimbangan mengenai nilai tujuan umum pada tahap
pertama. Adapun dua criteria yang dikemukan oleh Taylor dan Maguaire dalam
memberi pertimbangan adalah: pertama, kesesuaian dengan tugas utama sekolah.
kedua, tingkat pentingnya tujuan kurikulum untuk dijadikan program sekolah.
adapun hasil dari kegiatan ini adalah sejumlah tujuan behavioral yang sudah
tersaring dan akan dijadikan tujuan yang akan dicapai oleh mata pelajaran yang
bersangkutan.
·
Mengevaluasi pengembangan tujuan menjadi pengalaman belajar.
Tugas evaluator disini adalah menentukan hasil dari suatu
kegiatan belajar. Menelaah apakah hasil belajar yang telah diperoleh dapat
digunakan dalam kehidupan dimasyarakat. Karena kurikulum yang baik adalah
kurikulum yang menjadikan hasil belajar yang diperoleh peserta didik dapat
digunakan dalam kehidupannya di masyarakat.
·
Kelebihan dari model ini adalah
memberikan kesempatan pada evaluator untuk
menerapkan kajian secara komprenhensip. Baik nilai maupun arti kurikulum dapat
dikaji dengan menggunakan model ini. Adapun masalahnya bila diterapkan di
Indonesia bahwa model ini hanya diterapkan di tingkat satuan pendidikan.
Sehingga keseluruhan proses pengembangan kurikulum tingkat nasional tidak dapat
dievaluasi dengan model ini.
3) Model
Pendekatan Sistem Alkin
Model Alkin ini sedikit
unik karena selalu memasukkan unsur pendekatan ekonomi mikro dalam pekerjaan evaluasi. Adapun pendekatan
yang digunakan disebut Alkin dengan pendekatan Sistem. Dua hal yang
harus diperhatikan oleh evaluator dalam model ini adalah pengukuran dan
control variabel. Alkin membagi model ini atas tiga komponen. Yaitu
masukan, proses yang dinamakannya dengan istilah perantara (mediating), dan
keluaran (hasil). Alkin juga mengenal sisitem internal yang merupakan interaksi
antar komponen yang langsung berhubungan dengan pendidikan dan system eksternal
yang mempunyai pengaruh dan dipengaruhi oleh pendidikan. Model Alkin
dikembangkan berdasarkan empat asumsi. Apabila keempat asumsi ini sudah
dipenuhi maka model Alkin dapat digunakan. Adapun keempat asumsi itu yaitu:
a.
Variabel perantara
adalah satu-satunya variabl Alkin ini sedikit unik karena selalu memasukkan
unsur pendekatan ekonomi yang dapat dimanipulasi.
b. Sistem
luar tidak langsung dipengaruhi oleh keluaran sistem (persekolahan).
c. Para
pengambil keputusan sekolah tidak memiliki control mengenai pengaruh yang
diberikan system luar terhadap sekolah.
d. Faktor
masukan mempengaruhi aktifitas faktor perantara dan pada gilirannya faktor
perantara berpegaruh terhadap faktor keluaran.
v Kelebihan dari model
ini adalah
keterikatannya dengan sistem. Dengan model pendekatan sistem ini kegiatan
sekolah dapat diikuti dengan seksama mulai dari variabl-variabel yang ada dalam
komponen masukan, proses dan keluaran.
Komponen masukan yang dimaksudkan adalah semua informasi yang berhubungan
dengan karakteristik peserta didik, kemampuan intelektual, hasil belajar
sebelumnya, kepribadian, kebiasaan, latar belakang keluarga, latar belakang
lingkungan dan sebagainya.
v
Kelemahan dari model Alkin adalah keterbatasannya dalam
fokus kajian yaitu yang hanya fokus pada kegiatan persekolahan. Sehingga model
ini hanya dapat digunakan untuk mengevaluasi kurikulum yang sudah siap
dilaksanakan disekolah.
4) Model
Countenance Stake
Model countenance adalah model pertama evaluasi kurikulum yang dikembangkan
oleh Stake. Stake mendasarkan modelnya ini pada evaluasi formal. Evaluasi
formal adalah evaluasi yang dilakukan oleh pihak luar yang tidak terlibat
dengan evaluan. Model countenance Stake terdiri atas dua matriks. Matrik
pertama dinamakan matriks deskripsi dan yang kedua dinamakan matriks
pertimbangan.
Ø Matrik Deskripsi
Matrik deskripsi adalah sesuatu yang
direncanakan (intent) pengembang kurikulum dan program. Dalam konteks KTSP maka
kurikulum tersebut adalah kurikulum yang dikembangkan oleh satuan pendidikan.
Sedangkan program adalah silabus dan RPP yang dikembangkan guru. Kategori kedua
adalah observasi, yang berhubungan dengan apa yang sesungguhnya sebagai
implementasi dari apa yang diinginkan pada kategori pertama. Pada kategori ini
evaluan harus melakukan observasi mengenai antecendent, transaksi dan hasil
yang ada di satu satuan pendidikan atau unit kajian yang terdiri atas beberapa
satuan pendidikan.
Ø Matrik Pertimbangan
Dalam matrik ini terdapat kategori standar,
pertimbangan dan fokus antecendent, transaksi, autocamo (hasil yang diperoleh).
Standar adalah kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu kurikulum atau program
yang dijadikan evaluan. Berikutnya adalah evaluator hendaknya melakukan pertimbangan
dari apa yang telah dilakukan dari kategori pertama dan matrik deskriptif.
b. Model
Ekonomi Mikro
Model ekonomi mikro pada dasarnya adalah model yang menggunakan pendekatan
kuantitatif, yang memiliki fokus utama pada hasil (hasil dari pekerjaan, hasil
belajar, dan hasil yang diperkirakan). Pertanyaan besar dari model ekonomi
mikro adalah apakah hasil belajar yang diperoleh peserta didik sesuai dengan
dana yang telah dikeluarkan. Menurut Levin (1983:17) ada empat model
di lingkungan ekonomi mikro yaitu cost-effectiveness, cost benefit,
cost-utility, dan cost feasibility. Dari keempat model ini maka model
cost-effectiveness yang paling sesuai untuk evaluasi kurikulum.
Evaluator yang menerapkan model cost effectiveness harus dapat membandingkan
dua program atau lebih, baik dana yang digunakan masing-masing program maupun
hasil yang diakibatkan oleh setiap program. Perbandingan hasil dari kedua
program tadi akan memberikan masukan bagi para pembuat keputusan mengenai
program mana yang lebih menguntungkan dilihat dari hubungan antara dana dan
hasil.
c. Model Evaluasi
Kualitatif
Model
ini menggunakan metodologi kualitatif dalam pengumpulan data evaluasi. Menurut
Reicchardt dan Cook (1979:9), dan Patton (1980:44-45) metodologi kualitatif
berkembang dari filsafat fenomenologi. Selain penggunaan metodologi kualitatif,
cirri khas lain dari model evaluasi kualitatif ialah selalu menempatkan proses
pelaksanaan kurikulum sebagai fokus utama evaluasi. Model utama evaluasi
kualitatif adalah studi kasus. Ada tiga model evaluasi kualitatif :
1.Model
Studi Kasus
Model ini memusatkan perhatiannya kepada kegiatan pengembangan kurikulum di
satu satuan pendidikan. Unit tersebut dapat saja berupa satu sekolah, satu
kelas bahkan hanya seorang guru atau kepala sekolah. Karakteristik model ini
adalah data yang dikumpulkan terutama adalah data kualitattatif. Data
kualitatif kaya dengan deksripsi dan dianggap lebih memberikan makna
dibandingkan data kuantitatif. Data kualitatif dianggap lebih dapat
mmengungkapkan apa yang terjadi di lapangan. Proses yang direkam tidak
dinyatakan dengan angka tetapi dengan ungkapan menggambarkan
peristiwa-peristiwa dalam proses sebagai suatu rangkaian berkelasinambungan.
Dalam menggunakan
model evaluasi studi kasus, tindakan pertama yang harus dilakukan evaluator
ialah familiarisasi dirinya terhadap kurikulum yang dikaji. Familiarisasi ini
sangat penting sehingga dapat dikatakan bahwa evaluator yang tidak familiar
terhadap kurikulum dan lingkungan satuan pendidikan yang mengembangkan dan
melaksanakan kurikulum tidak boleh melakukan evaluasi.
2. Model
Illuminatif
Model evaluasi illuminatif mendasarkan dirinya pada paradigma antropologi
sosial. Model illuminatif memberikan perhatian terhadap lingkungan luas dan
bukan hanya kelas dimana suatu inovasi kurikulum dilaksanakan.
Bagi Indonesia, perhatian yang luas dari model illuminatif
memberikan kemungkinan pemahaman terhadap KTSP suatu satuan pendidikan yang
lebih baik. Ada dua dasar konsep utama, yaitu sistem instruksi (instructional
system) dan lingkungan belajar (learning milieu). Sistem instruksional disina
diartikan sebagai “katalog, perspektus dan laporan-laporan kependidikan
yang secara khusus berisi berbagai macam rencana dan pernyataan yang resmi
berhubungan dengan pengaturan dan pengajaran.
3. Model
Responsive
Model ini merupakan pengembangan lebih lanjut model countenancenya Stake,
meskipun beberapa hal terdapat perbedaan yang prinsipil. Pertama, model
countenance mempunyai fokus yang lebih luas dibanding model responsive. Model
countenance memberikan perhatian terhadap kurikulum sebagai suatu rencana,
dalam model responsive, fokus yang demikian sudah ditinggalkan. Perbedaan kedua
ialah dalam pendekatan pengembangan kriteria. Model countenance berdasarkan
pengembangan kriteria fidelity, model responsive mengembangkan kriterianya
berdasarkan pendekatan proses. Model responsive tidak berbicara tentang
pemakaian instrumen standar, tetapi memberikan perhatian yang besar interaaksi
antara evaluator dengan pelaksana kurikulum. Tanpa interaksi tidak
satupun “isu” yang dapat diungkapkan.
3.
SIMPULAN
Dari beberapa sumber yang diperoleh
pemakalah ada empat pendapat dalam pengelompokan model – model evaluasi
kurikulum antara lain :
1. Pendapat yang membagi model
evaluasi kurikulum kedalam lima rumpun model. Model evaluasi tersebut yaitu :
ü Measurement
ü Congruence
ü Illumination
ü Educational system evaluation
ü CIPP
2. Pendapat yang membagi
model evaluasi kurikulum menjadi 3 model
ü Evaluasi Model Penelitian
ü Evaluasi Model Objektif
ü
Evaluasi
Model Campuran Multivariasi
3. Pendapat yang
membagi model evaluasi kurikulum berdasarkan fenomena sejarah dan suatu elemen
dalam proses sosial yang dihubungkan dengan perkembangan pendidikan antara
lain :
ü Model EPIC ( Evaluation, Program,
for Innovative Curricullum )
ü Model CIPP ( Content, Input,
Process, Produk)
ü Model CIPOI ( Context Evaluation,
Inputs Evaluation, Process Evaluation, Output Evaluation, and Impact Evaluation
).
ü Model 3P ( Program, Proses dan
Product)
4.
Pendapat
yang membagi model evaluasi kurikulum berdasarkan model evaluasi yang
dikembangkan di negara AS, Inggris, dan Australia. Antara lain:
a. Model Evaluasi Kuantitatif, terdiri
dari:
ü Model Black Box Tyler
ü Model Teoritik Taylor dan Maguire
ü Model Pendekatan Sistem Alkin
ü Model Countenance Stake
b. Model Ekonomi Mikro
c. Model Evaluasi
Kualitatif, terdiri dari :
ü Model Studi Kasus
ü Model Iluminatif
ü Model Responsif
d. Kurikulum nasional lebih sesuai
menggunakan model evaluasi CIPP (Context, Input, Proses and Product).
Alasannya adalah dari
segala keseluruhan komponen penyusunan KTSP sangat pas dengan tata cara
pengevaluasian dalam model CIPP ini. Dalam
evaluasi model CIPP, dievaluasi pengaruh keputusan-keputusan manajemen yang terkait dengan kurikulum. Proses
utama pengevaluasian ada tiga, yaitu:
(1) pengungkapan informasi yang dibutuhkan, (2) pengumpulan data, dan (3) pengembangan informasi terhadap
hal-hal penting. Berdasarkan pengevaluasian,
ada empat jenis keputusan yang dapat dirumuskan yaitu: (1) keputusan
tentang perencanaan, (2) keputusan tentang penstrukturan, (3) keputusan
tentang pengimplementasian, dan (4) keputusan tentang proses pengulangan.
5. DAFTAR PUSTAKA
Fanny, (2012). “Model
– Model Evaluasi Kurikulum” (Online) Tersedia
http://fannymejil3.blogspot.com/2012/09/model-model-evaluasi-kurikulum.html
(diakses 23 Agustus 2015)
Ibrahim, R dan Masitoh,
(2011), “Evaluasi Kurikulum “ dalam Kurikulum dan pembelajaran. Jakarta
: Tim Pengembang MKDP FIP UPI, Rajawali Pers.
Sukmadinata, Nana. (2011).
Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar