do-not-copy { -webkit-user-select:none; -khtml-user-select:none; -moz-user-select:none; -ms-user-select:none; user-select:none;

Kamis, 07 Januari 2010

Hukum Wudhu bagi Wanita yang Berkuteks


Oleh: Syaikh Muhammad ibnu Shalih Al Utsaimin rahimahullahu
Pertanyaan
Jawab:
Fadhilatusy Syaikh Muhammad ibnu Shalih Al Utsaimin rahimahullahu menjawab, “Kuteks yang dipakai oleh wanita di kukunya memiliki lapisan/cat yang menempel, sehingga tidak boleh dipakai bila hendak shalat karena menghalangi sampainya air ke bagian jarinya dalam wudhu. Segala sesuatu yang mencegah sampainya air ke anggota wudhu tidak boleh dipakai oleh orang yang berwudhu atau orang yang mandi wajib. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “…Maka cucilah wajah-wajah kalian dan tangan-tangan kalian.” (Al Maidah:6)
Kuteks yang dipakai oleh seorang wanita pada kukunya akan menghalangi air mengenai kuku/jarinya sehingga tidak bisa dikatakan ia telah mencuci tangannya. Dengan begitu ia telah meninggalkan suatu kewajiban dari kewajiban-kewajiban wudhu atau mandi.
Adapun wanita yang sedang tidak shalat karena haid tidak mengapa memakai kuteks ini. Hanya saja memakai kuteks termasuk kekhususan wanita-wanita kafir. Karena alasan ini maka tidak boleh memakainya, agar tidak jatuh dalam perbuatan tasyabbuh (menyerupai) dengan orang-orang kafir.
Aku pernah mendengar sebagian orang berfatwa bahwa memakai kuteks bisa dikiaskan dengan memakai khuf (sementara ada pensyariatan mengusap di atas khuf dan ada ketentuan waktunya), dengan begitu seorang wanita boleh memakainya sehari semalan bila ia sedang tidak safar/bepergian dan tiga hari tiga malam bila ia musafir. Namun ini fatwa yang salah. Karena tidak setiap yang menutupi tubuh seseorang disamakan dengan memakai khuf. Kalau khuf dibolehkan oleh syariat untuk mengusapnya karena umumnya ada kebutuhan. Kedua telapak kaki ini butuh dihangatkan dan butuh ditutup karena keduanya bersentuhan dengan tanah, kerikil, rasa dingin, dan selainnya, maka syariat ini pun mengkhususkan pengusapan di atas keduanya.
Terkadang mereka juga mengkiaskan dengan sorban dan ini pun tidak benar. Karena sorban itu tempatnya di kepala, sementara kepala dari asalnya memang diringankan. Kepala hanya wajib diusap dalam amalan wudhu, beda halnya dengan tangan, kedua tangan harus dicuci. Karena itulah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak memperkenankan wanita mengusap kaos tangannya ketika wudhu, padahal kaos tangan tersebut menutupi tangannya. Ini menunjukkan tidak bolehnya seseorang mengkiaskan segala penghalang/penutup yang menghalangi sampainya air ke anggota wudhu dengan sorban dan khuf.
Yang wajib dilakukan oleh seorang muslim adalah mencurahkan segala kesungguhan dan upayanya untuk mengetahui al haq serta janganlah berfatwa melainkan dalam keadaan ia menyadari bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala kelak akan menanyakan kepadanya tentang fatwa tersebut (meminta pertanggungjawabannya), karena ia memberikan penggambaran tentang syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala lah yang memberi taufik, yang membimbing kepada ash-shirath al- mustaqim. (Majmu’ Fatawa wa Rasa’il Fadhilatusy Syaikh, 11/148-149)
Sumber: Asy Syariah No. 49/V/1430 H, Katagori: Fatawa Al Mar’ah Al Muslimah, Halaman 89 s.d. 90 dinukil dari http://akhwat.web.id Oleh: Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrâhîm Alusy Syaikh rahimahullâhu Judul: Hukum Wudhu 

Tidak ada komentar: