Selalu Komitmen dalam Pekerjaan, Memiliki
Etos Kerja
dan Tanggung Jawab
Seorang wirausaha harus memiliki jiwa komitmen
dalam usahanya dan tekad yang bulat didalam mencurahkan semua perhatianya pada
usaha yang akan digelutinya, didalam menjalankan usaha tersebut seorang
wirausaha yang sukses terus memiliki tekad yang mengebu-gebu dan menyala-nyala
(semangat tinggi) dalam mengembangkan usahanya,
ia tidak setengah-setengah dalam berusaha,
berani menanggung resiko, bekerja keras, dan tidak takut menghadapi
peluang-peluang yang ada dipasar.
Tanpa usaha yang sungguh-sunguh terhadap
pekerjaan yang digelutinya maka wirausaha sehebat apapun pasti menemui jalan
kegagalan dalam usahanya. Oleh karena itu penting sekali bagi seorang
wirausaha untuk komit terhadap usaha dan
pekerjaannya. Salah satu sumber bala yang menimbulkan bencana nasional
akhir-akhir ini adalah karena tidak dimilikinya etos kerja yang memadai bagi
bangsa kita. Belajar dari negara lain, Jerman dan Jepang yang luluh
lantak di PD II. Tetapi kini, lima puluh tahun
kemudian, mereka menjadi bangsa termaju di Eropa dan Asia. Mengapa? Karena etos
kerja mereka tidak ikut hancur. Yang hancur hanya gedung-gedung, jalan, dan
infrastruktur fisik.
Max Weber menyatakan intisari etos kerja orang
Jerman adalah : rasional, disiplin tinggi, kerja keras, berorientasi pada
kesuksesan material, hemat dan bersahaja, tidak mengumbar kesenangan, menabung
dan investasi. Di Timur, orang Jepang menghayati “bushido”(etos para samurai)
perpaduan Shintoisme dan Zen Budhism. Inilah yang
disebut oleh Jansen H. Sinamo (1999) sebagai
“karakter dasar budaya kerja bangsa Jepang”.
Ada 7 prinsip dalam bushido, ialah :
(1) Gi : keputusan benar diambil dengan sikap
benar berdasarkan kebenaran, jika harus mati demi keputusan itu, matilah dengan
gagah, terhormat,
(2) Yu : berani, ksatria,
(3) Jin : murah hati, mencintai dan bersikap
baik terhadap sesama,
(4) Re : bersikap santun, bertindak benar,
(5) Makoto : tulus setulus-tulusnya,
sungguh-sesungguh-sungguhnya,
tanpa pamrih,
(6) Melyo : menjaga kehormatan martabat,
kemuliaan,
(7) Chugo : mengabdi, loyal. Jelas bahwa
kemajuan Jepang karena mereka komit dalam penerapan bushido, konsisten, inten
dan berkualitas.
Indonesia mempunyai
falsafah Pancasila, tetapi gagal menjadi etos kerja bangsa kita karena
masyarakat tidak komit, tidak inten, dan tidak bersungguh-sungguh dalam
menerapkan prinsip-prinsip Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Maaf cakap
“Ketuhanan Yang Maha Esa” misalnya, sering ditampilkan sebagai “Keuangan yang
maha kuasa”. Kemanusiaan yang adil dan beradab, diterapkan menjadi “Kekuasaan
menentukan apa yang adil dan siapa yang
beradab”, “Persatuan Indonesia” prakteknya menjadi “persatuan pejabat dan
konglemerat” dsb. Inilah bukti dari ramalan Ronggowarsito dan inilah zaman
edan. Dampak kondisi ini etos kerja yang berkembang adalah etos kerja
asal-asalan. Beberapa pernyataan berikut adalah gambaran ungkapan
yang sering muncul ke permukaan yang
menggambarkan etos kerja asalasalan,
atau istilah Sinamo (1999) sebagai “etos kerja
edan”, ialah :
(1) bekerjalah sesuai keinginan penguasa, (2) bekerja sebisanya
saja, (3) bekerja jangan sok suci, kerja adalah demi uang, (4) bekerja seadanya
saja nggak usah ngoyo, tak lari gunung dikejar, (5) bekerja harus pinterpinter,
yang penting aman, (6) bekerja santai saja mengapa harus
ngotot, (7) bekerja asal-asalan saja,
wajar-wajar saja, kan gajinya kecil, (8) bekerja semau gue, kan di sini saya
yang berkuasa. Ungkapan seperti tersebut di atas menggambarkan tidak adanya
etos kerja yang pantas untuk dikembangkan apalagi menghadapi persaingan global.
Maka dari itu wajarlah jika bangsa ini harus menerima pil pahit bencana
nasional krisis yang erkepanjangan yang tak kunjung usai. Untuk mencapai
kualifikasi Wirausaha Unggul maka SDM Perusahaan harus memiliki Etos Kerja
Unggul.
Sumber: http://id.shvoong.com/business-management/entrepreneurship/1941922-etos-kerja/#ixzz1vOqvHk5a
Tidak ada komentar:
Posting Komentar