Banyak orang ingin membuka bisnis, menjadi
entrepreneur. Namun pertanyaan pertama yang biasanya terlintas di benak mereka
adalah mau berbisnis di bidang apa. Jadi, bagaimanakah cara yang paling tepat
untuk menentukan bidang usaha?
Menurut logika, sebuah usaha yang berpeluang
untuk berjalan dengan lancar adalah usaha yang tingkat persaingannya kecil,
tetapi tingkat kebutuhan pada konsumennya tinggi. Untuk bisa menekan tingkat
persaingan sampai sekecil mungkin, maka seyogyanya produk yang akan dijual
merupakan produk orisinil, belum pernah dibuat orang lain, atau memberikan
nilai tambah yang tidak dimiliki oleh produk pesaing.
Banyak orang yang membuka usaha berdasarkan
trend yang ada. Misalnya, di suatu daerah banyak didatangi turis, maka
beramai-ramailah membuka tempat penginapan. Pola berpikir seperti ini terlalu
menggampangkan, seakan-akan menyamakan trend bisnis dengan trend mode.
Di bidang mode, kalau saat ini sedang digemari
kaos model V-Neck misalnya, tidak ada masalah bagi siapa saja untuk meniru.
Akan tetapi, kalau kita meniru bidang usaha yang sudah begitu banyak orang lain
menjalankannya, berarti kita terjun ke dalam suatu lahan yang sudah penuh sesak
dengan persaingan. Sulit untuk kita bisa berkembang dalam situasi yang
demikian, apalagi bila kita pendatang baru yang belum terlalu berpengalaman.
Di bidang finansial misalnya, banyak orang baik
pebisnis maupun orang biasa untuk terjun bermain valas (valuta asing), bursa
saham, bursa komoditi, dan instrumen investasi lainnya. Tidak sedikit mereka
yang pengetahuannya terbatas tentang bidang tersebut, karena tergiur margin
yang selangit, ikut-ikutan bermain, akhirnya harta yang ditanam ludes tak
bersisa. Kejadian seperti ini terlalu mengerikan untuk dialami oleh setiap
calon wiraswastawan yang punya idealisme.
Alex S. Nitisemito, seorang konsultan manajemen
dalam bukunya memberikan contoh yang bagus tentang seorang pemilik kebun apel
yang pada suatu hari menemukan buah apel yang jatuh ke tanah bekas dimakan
burung. Karena buah apel tersebut ternyata berbau anggur, maka timbullah
gagasannya untuk mendirikan usaha minuman sari buah apel. Hal itu merupakan ide
orisinil. Di saat orang di sekitarnya hanya bisa menjual buah apel, sang
pemilik kebun tersebut berhasil mengambangkan produk turunan apel.
Henry Ford memulai usaha dengan gagasan untuk
membuat mobil yang baik bagi masyarakat banyak dengan harga terjangkau, dan
usahanya sukses. Begitu juga Bill Gates yang berangan-angan untuk
“mengkomputerkan” seluruh dunia, ternyata melesat begitu cepatnya menjadi raja
komputer sejagat.
Ide atau gagasan tidak selalu datang begitu saja
tanpa disangka-sangka, sehingga orang tidak akan bisa mengetahui kapan ide itu
akan datang. Jangan menunggu datangnya ilham, atau mengharapkan bisikan gaib
melalui mimpi saat tidur. Ide harus dikejar, dipikirkan dan dicari, kuncinya
adalah peka terhadap apa yang kita temui dalam kehidupan sehari-hari.
Ini suatu bukti yang menguatkan bahwa
kewiraswastaan adalah “kerja otak” bukan “kerja otot”. Gagasan bisa datang dan
terjadi kapan saja, maka kita harus selalu waspada. Seperti contoh di atas,
pemilik kebun apel ada dalam keadaan waspada sehingga ia bisa mencetuskan
sebuah ide besar berdasarkan sebuah kejadian kecil. Kalau tidak, ribuan buah
apel bekas dimakan burung yang berjatuhan keatas tanah, tetap tinggal membusuk
tanpa arti apa-apa bagi siapa pun.
Sumber:http://id.shvoong.com/business-management/business-ideas-and-opportunities/2263421-kembangkan-ide-untuk-sukses-berbisnis/#ixzz1vOpr9otN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar