Tentang Dhihar.
Dhihar terambil
dari kata dhahrun (punggung). Di jaman jahiliyah, apabila suami mengatakan
kepada istrinya, “Kamu bagiku seperti punggung ibuku”, maka yang demikian itu
sudah dianggap sama dengan menthalaq istrinya. Tentang hal ini Allah SWT
menurunkan firman-Nya sebagai berikut :
قَدْ
سَمِعَ اللهُ قَوْلَ الَّتِيْ تُجَادِلُكَ فِيْ زَوْجِهَا وَ تَشْتَكِيْ اِلَى
اللهِ وَ اللهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا، اِنَّ اللهَ سَمِيْعٌ بَصِيْرٌ. المجادلة:1
Sesungguhnya
Allah telah mendengar perkataan wanita yang memajukan gugatan kepada kamu
tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar
soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat (1).
الَّذِيْنَ
يُظهِرُوْنَ مِنْكُمْ مّنْ نّسَآئِهِمْ مَّا هُنَّ اُمَّهتِهِمْ، اِنْ
اُمَّهتُهُمْ اِلاَّ الّئِيْ وَلَدْنَهُمْ، وَ اِنَّهُمْ لَيَقُوْلُوْنَ مُنْكَرًا
مّنَ اْلقَوْلِ وَزُوْرًا، وَ اِنَّ اللهَ لَعَفُوٌّ غَفُوْرٌ. . المجادلة:2
Orang-orang yang
mendzihar istrinya diantara kamu, (menganggap istrinya sebagai ibunya, padahal)
tiadalah istri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita
yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan
suatu perkataan yang munkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi
Maha Pengampun (2).
وَ
الَّذِيْنَ يُظهِرُوْنَ مِنْ نّسَآئِهِمْ ثُمَّ يَعُوْدُوْنَ لِمَا قَالُوْا
فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مّنْ قَبْلِ اَنْ يَّتَمَآسَّا، ذلِكُمْ تُوْعَظُوْنَ بِه،
وَ اللهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ. . المجادلة:3
Dan orang-orang
yang mendhihar istri-istri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa
yang telah mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak
sebelum kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepadamu,
dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (3)
فَمَنْ
لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ مِنْ قَبْلِ اَنْ
يَّتَمَآسَّا، فَمَنْ لَّمْ يَسْتَطِعْ فَاِطْعَامُ سِتِّيْنَ مِسْكِيْنًا، ذلِكَ
لِتُؤْمِنُوْا بِاللهِ وَ رَسُوْلِه، وَ تِلْكَ حُدُوْدُ اللهِ، وَ لِلْكفِرِيْنَ
عَذَابٌ اَلِيْمٌ. المجادلة:4
Barangsiapa yang
tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan
berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa
(wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya
kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi
orang kafir ada siksa yang sangat pedih (4). [QS. Al-Mujadalah]
Asbabun Nuzul
ayat ini sehubungan dengan persoalan seorang wanita yang bernama Khaulah binti
Tsa’labah yang telah didhihar suaminya (Aus bin Shamit), yaitu dengan
mengatakan kepada istrinya, “Kamu bagiku sudah seperti punggung ibuku”.
Dengan maksud dia tidak boleh lagi menggauli istrinya, sebagaimana ia tidak
boleh menggauli ibunya. Menurut adat jahiliyah, kalimat dhihar seperti itu
sudah sama dengan menthalaq istrinya. Maka Khaulah mengadukan peristiwa yang
dialaminya kepada Rasulullah SAW. Rasulullah dalam hal ini menjawab bahwa belum
ada keputusan dari Allah.
Dan dalam
riwayat yang lain Rasulullah SAW mengatakan, “Engkau telah diharamkan
bersetubuh dengan dia”. Lalu Khaulah berkata, “Suamiku belum menyebut
kata-kata thalaq”. Kemudian Khaulah berulang-ulang mendesak kepada
Rasulullah supaya menetapkan suatu keputusan dalam hal ini, sehingga turunlah
ayat diatas.
عَنْ عِكْرِمَةَ
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ اَنَّ رَجُلاً اَتَى النَّبِيَّ ص قَدْ ظَاهَرَ مِنِ
امْرَأَتِهِ، فَوَقَعَ عَلَيْهَا فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اِنِّى ظَاهَرْتُ
امْرَأَتِى فَوَقَعْتُ عَلَيْهَا قَبْلَ اَنْ اُكَفِّرَ، فَقَالَ: مَا حَمَلَكَ
عَلَى ذلِكَ؟ يَرْحَمُكَ اللهُ. قَالَ: رَأَيْتُ خَلْخَالَهَا فِى ضَوْءِ
اْلقَمَرِ. قَالَ: فَلاَ تَقْرَبَهَا حَتَّى تَفْعَلَ مَا اَمَرَكَ اللهُ. الخمسة الا احمد وصححه الترمذى
Dari ‘Ikrimah
dari Ibnu ‘Abbas, bahwa sesungguhnya ada seorang laki-laki datang kepada Nabi
SAW (menerangkan bahwa) ia telah mendhihar istrinya, lalu ia mencampurinya.
Kemudian ia bertanya, “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku telah mendhihar istriku,
lalu aku mencampurinya sebelum aku membayar kafarat (maka apakah yang harus aku
lakukan) ?”. Nabi SAW bertanya, “Semoga Allah merahmatimu. Apakah yang
mendorongmu berbuat demikian itu ?”. Ia menjawab, “Aku melihat gelang kakinya
dalam sinar bulan”. Nabi SAW bersabda, “Hendaklah engkau tidak mendekatinya
sehingga engkau laksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadamu”. [HR. Khamsah
kecuali Ahmad dan dishahihkan oleh Tirmidzi]
عَنْ
اَبِى سَلَمَةَ عَنْ سَلَمَةَ بْنِ صَخْرٍ اَنَّ النَّبِيَّ ص اَعْطَاهُ مِكْتَلاً
فِيْهِ خَمْسَةَ عَشَرَ صَاعًا فَقَالَ: اَطْعِمْهُ سِتِّيْنَ مِسْكِيْنًا، وَ
ذلِكَ لِكُلِّ مِسْكِيْنٍ مُدٌّ. الدارقطنى و للترمذى
معناه
Dari Abu Salamah
dari Salamah bin Shakhr, bahwa sesungguhnya Nabi SAW memberinya seonggok
(kurma) yang berisikan lima belas sha’, lalu ia bersabda, “Berikanlah kepada
enam puluh orang miskin dan untuk setiap orang satu mud”. [HR. Daruquthni,
dan Tirmidzi meriwayatkan yang semakna dengan itu]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar