do-not-copy { -webkit-user-select:none; -khtml-user-select:none; -moz-user-select:none; -ms-user-select:none; user-select:none;

Minggu, 22 Agustus 2010

Iri dan Dengki Penyakit Hati Yang Harus Dijauhi dan Cara Menghadapinya

Iri dan Dengki Penyakit Hati Yang Harus Dijauhi dan Cara Menghadapinya

Banyak karakter dalam sosial dibelahan dunia manapun dari setiap ras, bangsa, agama, umur, budaya dan lingkungan yang membutuhkan pengertian jiwa dan logika kedewasaan agar semua itu bisa diterima dengan hati legowo tanpa terpaksa. Saya termasuk dalam kategori personal yang mencoba memahami berbagai karakter tersebut yang dengan senang hati menerima karakter baik seseorang tapi dalam kenyataannya sangat sulit untuk menerima karakter negatif seseorang dalam sosial. Dalam pengamatan saya, ada beberapa karakter negatif yang umum berada dlm lingkungan sosial seperti : berkata kasar dan sinis, bersumpah serapah, iri dengki, tidak sportif dan sombong.

Sebagian manusia tidak mampu mengelakkan dirinya dari sifat iri dan dengki. Dengki kepada rekan yang baru naik jabatan, dengki kepada tetangga yang punya mobil mewah, dengki kepada saudara yang anaknya sarjana dan dengki kepada seorang ustadz yang memiliki murid yang pintar dan lain sebagainya.

Dan sungguh tidak bisa dibayangkan, ketika abad globalisasi dan keterbukaan yang telah mulai membuka pintunya akan semakin memberikan peluang untuk membuka ‘kran hati’ untuk saling mendengki. Karena ukuran globalisasi identik dengan materi. Orang pun semakin tak bisa mengendalikan hati.

Rasa dengki dan iri baru tumbuh manakala orang lain menerima nikmat. Biasanya jika seseorang mendapatkan nikmat, maka akan ada dua sikap pada manusia. Pertama, ia benci terhadap nikmat yang diterima kawannya dan senang bila nikmat itu hilang daripadanya. Sikap inilah yang disebut hasud, dengki dan iri hati. Kedua, ia tidak menginginkan nikmat itu hilang dari kawannya, tapi ia berusaha keras bagaimana mendapatkan nikmat semacam itu. Sikap kedua ini dinamakan ghibthah (keinginan). Yang pertama itulah yang dilarang sedang yang kedua diperbolehkan.

Beberapa Kisah Al Qur’an tentang Orang-orang yang Dengki

Dalam bahasa sarkasme, orang pendengki adalah orang yang senang melihat orang lain dilanda bencana, dan itu disebut syamatah. Syamatah dengan hasad selalu berkait dan berkelindan. Dari sini kita tahu, betapa jahat seorang pendengki, ia tidak rela melihat orang lain bahagia, sebaliknya ia bersuka cita melihat orang lain bergelimang lara. Allah Ta’ala menggambarkan sikap dengki ini dalam firmanNya, yang artinya: “Bila kamu memperoleh kebaikan, maka hal itu menyedihkan mereka, dan kalau kamu ditimpa kesusahan maka mereka girang karenanya.” (QS. Ali Imran: 120)

Dengki juga merupakan sikap orang-orang ahli Kitab. Allah Ta’ala berfirman, yang artinya: “Kebanyakan orang-orang ahli Kitab menginginkan supaya mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, disebabkan karena kedengkian (hasad) yang ada dalam jiwa mereka.” (QS. Al Baqarah: 109)

Kedengkian saudara-saudara Yusuf kepada dirinya mengakibatkan sebagian dari mereka ingin menghabisi nyawa saudaranya sendiri, Yusuf ‘Alaihis Salam. Allah Ta’ala mengisahkan dalam firmanNya, yang artinya: “(Yaitu) ketika mereka berkata: Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai ayah kita daripada kita sendiri, padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat). Sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang nyata. Bunuhlah Yusuf atau buanglah ia ke suatu daerah (yang tak dikenal) supaya perhatian ayahmu tertumpah kepadamu saja dan sesudah itu hendaklah kamu menjadi orang-orang yang baik.” (QS. Yusuf: 8 – 9)

Terhadap orang-orang pendengki tersebut Allah Ta’ala dengan keras mencela: “Apakah mereka dengki kepada manusia lantaran karunia yang Allah berikan kepadanya?” (QS. An Nisaa’: 54)

Rasulullah Saw bersabda Hasad, iri, &, dangki akan mengerogoti dan memakan segala kebaikan sebagai mana api membakar kayu api yang kering”. Jika seseorang melakukan amal kebaikan (shalat, puasa, infak dsb) ia sedang berada dalam wadah kebaikan yang akan mendapatkan pahala dari Allah Swt sebagai imbalanya. Namun, ada satu jenis penyakit yang sangat membahayakan sekali terhadap eksistensi/nilai amal maupun yang punya amal, dialah penyakit Hasad, iri dan dengki. Seperti yang di sabdakan Rasulullah Saw di atas, sehingga amal ibadah yang kita lakukan akan menjadi sia-sia belaka “Minyak Abis samba indak lamak” begitu kata orang MinangKabau mengibaratkanya.

Orang pintar bilang, hidup ini adalah perjuangan, perjuangan butuh pengorbanan baik dalam ujud materi, tenaga maupun pikiran. Begitu juga dalam mengarungi lautan kehidupan ini, hidup dalam bermasyarakat apalagi di zaman sekarang (moderen), baik dalam berelasi, berkongsi, berserikat dsb kecendrungan untuk selalu menjadi yang terdepan dalam meraih hasil yang terbanyak sangatlah tinggi ( baca: persaingan). Jikalau diri sampai lepas kontrol dalam meyingkapinya jelas kegagalanlah yang akan menghampiri kita, yang berimbas pada kegalauan pikiran dan kegoncangan jiwa, yang di iringi dengan munculnya berbagai macam penyakit seperti stres, depresi, tekanan jiwa, sampai pada penyakit hati yang sangat berbahaya seperti lahirnya sifat hasad, iri dan dengki.

Jelas sangat tidak rasional sekali pergi ketempat-tempat yang dianggap keramat meminta dan memohon padanya supaya orang lain yang sukses karena memang hasil jerih payahnya sendiri, agar menjadi hancur dan gagal. Sangat ironi sekali sebagai umat islam yang mengaku beriman dan selalu bersyukur masuk rumah sakit hanya gara-gara mendengar/di perdengarkan tetangga kita membeli televisi, kulkas, rumah baru, mobil baru dsb. Namun, hal ini akan jauh dari kehidupan kita kalau tabiat dan sifat-sifat yang di larang agama, baik secara luas maupun sempit, baik secara umum maupun khusus, serta selalu mengutamakan sifat syukur nikmat, lapang dada, sabar, saling berbagi dsb. Apalagi hal ini bisa kita terapkan di bulan penuh ampunan yang beberapa bulan lagi akan datang ( Ramadhan), agar apa yang menjadi tujuan dari ibadah puasa tersebut (yaitu taqwa) dapat kita raih dengan kemenangan yang spektakuler menuju pada kefitrahan diri (Insya Allah). Jangan seperti yang Rasulullah Saw sabdakan ini “Banyak orang yang berpuasa tidak memperoleh apa-apa kecuali hanya sekedar lapar dan dahaga “. hal inilah yang sangat beliau takutkan menimpa umatnya hanya gara-gara memendam sifat hasad, iri, dengki, suka memfitnah, bergunjing, mencela dsb yang berakibat buruk sekali terhadap amalan mereka serta sangat di larang sekali oleh ajaran agama islam.

Dengki pada hakekatnya berkorelasi dengan konstelasi pribadi seseorang yang berhubungan dengan usaha untuk memuaskan diri sendiri, senang melihat orang lain di timpa kesusahan dan susah melihat orang lain mendapat nikmat. Pada dasarnya pendengki akhlaknya sangat buruk sekali, pikiranya kotor serta selalu mencari kesalahan orang lain dengan berbagai macam cara. Namun sejahat-jahat sifat hasad, iri, dengki adalah ulama yang memiliki sifat ini, karena ia akan memakai dalil-dalil dalam Al Quran dan Sunah Saw untuk melancarkan sifatnya tersebut. Namun, sejauh mana seseorang dalam eksistensinya telah mencapai apa yang di inginkanya. Jika seseorang telah mencapai keadaan itu, ia tak mudah memperoleh rangsangan yang mudah membangkitkan dan untuk memperoleh keinginan dari luar, atau ingin memiliki sesuatu yang di miliki orang lain. Eksistensi pribadi yang rapuh&goyah menyebabkan mudah timbulnya berbagai keinginan untuk menyamai, melebihi, atau bahkan menguasai orang lain dengan maksud menentramkan dan memakmurkan dirinya sendiri yang biasanya berhubungan dengan sistim kebutuhan/materi maupun dalam hal pangkat dan jabatan.

Sementara diri secara gaib akan di pengaruhi dan di goda Setan dan Iblis yang merupakan musuh yang nyata bagi manusia bahkan akan terus memompa dan memanas-manasi manusia dengan memunculkan keinginan-keinginan buruk untuk menghalalkan segala cara, yang berawal dari memperturutkan hawa nafsu. Atas keberadaan Setan dan Iblis ini yang akan terus berusaha membawa umat manusia ke lembah kenistaan dan kehinaan, telah di beritahukan Allah Swt dalam Qs Yassin-60 “ Bukankah Aku telah memerintahkan padamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah (menuruti bisikan Syaitan?). Sesungguhnya Syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu “. Sabda Rasulullah Saw ‘ Telah masuk kedalam tubuhmu penyakit-penyakit umat terdahulu (yaitu)Hasad, Iri, Dengki, itulah yang akan membinasakan agama, bukan dengki dan iri mencukur rambut “. ( Hr. Ahmad & Tarmizi ).

Maksud hadis Rasulullah Saw di atas adalah bahwa hancurnya atau terpecahnya agama menjadi tercerai-berai, saling membenci, bermusuhan dan saling merusak tiada lain di sebabkan oleh sifat hasad, iri dan saling mendengki di antara penganutnya sendiri yang tak berkesudahan, dan membiarkan keadaan diri dan rohaninya di permainkan oleh tipu daya setan dan iblis. Bukankah Iblis di keluarkan dan di usir dari dalam sorga oleh Allah karena menyimpan sifat hasad, iri dan dengki dengan keberadaan Adam yang di nampakan dalam sikapnya yang sombong, angkuh dan pongah yang terkenal dengan istilah Aba wa Istaqbara atau aku lebih baik dari pada dia ?. Padahal Iblis di perintahkan Allah sujud pada Adam hanya untuk menghormati keberadaannya di dalam sorga yang akhirnya mencikal bakali kemunculan umat manusia di permukaan bumi ini.

Begitu juga penyakit hasad, iri dan dengki ini juga menimpa anak keturunan Nabi Adam ( Qabil) yang terus di kompori oleh iblis untuk memiliki saudara kembar yang bukan haknya dengan melampiaskan kedengkian hatinya pada adiknya sendiri (Habil). Sehingga jatuhlah claim terhadap diri si Qabil sebagai pelaku pembunuhan pertama di atas bumi ini, sedangkan darah pertama yang membasahi bumi Allah ini adalah darah dari tubuh si Habil. Hal ini tidak akan pernah bisa di bendung sampai akhir zaman selama sifat hasad, iri, dengki sifat, sombong, pongah dan sifat-sifat buruk lainya tetap di pelihara dalam hati setiap manusia. Setiap pembunuhan yang terjadi di muka bumi ini sampai akhir zaman maka Qabil akan mendapat dosanya selain dosa si pembunuh tsb. Semoga Allah menjauhkan kita dari sifat ini. Allah Swt berfiraman “ Dan carilah pada apa-apa yang telah di karuniakan Allah kepadamu dari kenikmatan dunia dan berbuat baiklah kepada orang lain. Sebagaimana Allah telah berbuat baik kapadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi ( Qs Al Qashash-77 ). “Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih di cintai oleh Allah dari pada orang mukmin yang lemah” ( Al Hadis ).

Firman Allah dan hadis Saw di atas memerintahkan pada umat manusia untuk selalu berprilaku baik terhadap semua makhluk dan berlaku lemah lembut dalam usaha mencari kebahagiaan dunia wal akhirat dengan mempergunakan kekuatan dan ilmu pengetahuan yang dimiliki ke jalan yang baik dan benar. Karena setiap manusia yang di ciptakan Allah ke atas dunia ini bukanlah untuk jadi pecundang dan sampah masyarakat tapi manusia itu telah di siapkan oleh Allah, berpotensi besar untuk menjadi orang yang berguna baik untuk diri sendiri, keluarga maupun untuk bangsa dan negara ini apalagi untuk kehidupan akherat kelak. Dalam hal ini sangat di anjurkan sekali mengambil dan mengupas keteladanan dari Rasulullah Saw yang telah tercatat sebagai manusia tersukses dunia akherat dalam sejarah umat manusia.

Baru berumur 12 tahun saja sudah melakukan perjalanan jauh untuk berdagang, dan pada umur 25 tahun telah menjadi seorang pemuda yang memiliki akhlak mulia dan sangat terpercaya pribadinya. Dan yang sangat mengagumkan dan akan di kenang oleh seluruh umat islam di seluruh penjuru dunia ini adalah Beliau telah berhasil dengan sukses, walaupun tidak sedikit rintangan dan halangan sampai pada ancaman untuk merobah prikehidupan khususnya bangsa Arab (jahiliyah) ke arah yang berprikemanusiaan, beradab dan berketuhanan. Mempersatukan masyarakat Arab dalam segala bidang dengan segala daya dan upaya hanya dalam kurun waktu 20 tahun. Yang menginspirasi berkembangnya ajaran islam ke seluruh pelosok dunia dengan segala nikmat yang di bawanya. Lalu bagaimana dengan negara yang sudah bebas dari belenggu penjajahan seperti Indonesia ini?, yang sudah merdeka lebih kurang sudah 60 tahun, namun masih ada yang tega membunuh, menghina dan mencaci-maki memperkosa hak-hak asasi manusia, tingkat korupsi yang semakin menggila, kasus busung lapar di mana-mana dalam negeri yang kaya raya dan masih banyak lagi untuk di sebutkan. Padahal negeri ini terkenal dengan tingkat kereligiusanya yang tinggi dan memiliki umat islam terbesar.

Sebab-sebab Dengki

Rasa dengki pada dasarnya tidak timbul kecuali karena kecintaan kepada dunia. Dan dengki biasanya banyak terjadi di antara orang-orang terdekat; antar keluarga, antarteman sejawat, antar tetangga dan orang-orang yang berde-katan lainnya. Sebab rasa dengki itu timbul karena saling berebut pada satu tujuan. Dan itu tak akan terjadi pada orang-orang yang saling berjauhan, karena pada keduanya tidak ada ikatan sama sekali.

Adapun orang yang mencintai akhirat, yang mencintai untuk mengetahui Allah, malaikat-malaikat, nabi-nabi dan kerajaanNya di langit maupun di bumi maka mereka tidak akan dengki kepada orang yang mengetahui hal yang sama. Bahkan sebaliknya, mereka malah mencintai bahkan bergembira terhadap orang-orang yang mengetahuiNya. Karena maksud mereka adalah mengetahui Allah dan mendapatkan kedudukan yang tinggi di sisiNya. Dan karena itu, tidak ada kedengkian di antara mereka.

Kecintaan kepada dunia yang mengakibatkan dengki antarsesama disebabkan oleh banyak hal. Di antaranya karena permusuhan. Ini adalah penyebab kedengkian yang paling parah. Ia tidak suka orang lain menerima nikmat, karena dia adalah musuhnya. Diusahakanlah agar jangan ada kebajikan pada orang tersebut. Bila musuhnya itu mendapat nikmat, hatinya menjadi sakit karena bertentangan dengan tujuannya. Permusuhan itu tidak saja terjadi antara orang yang sama kedudukannya, tetapi juga bisa terjadi antara atasan dan bawahannya. Sehingga sang bawahan misalnya, selalu berusaha menggoyang kekuasaan atasannya.

Sebab kedua adalah ta’azzuz (merasa paling mulia). Ia keberatan bila ada orang lain melebihi dirinya. Ia takut apabila koleganya mendapatkan kekuasaan, pengetahuan atau harta yang bisa mengungguli dirinya.

Sebab ketiga, takabbur atau sombong. Ia memandang remeh orang lain dan karena itu ia ingin agar dipatuhi dan diikuti perintahnya. Ia takut apabila orang lain memperoleh nikmat, berbalik dan tidak mau tunduk kepadanya. Termasuk dalam sebab ini adalah kedengkian orang-orang kafir Quraisy kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang seorang anak yatim tapi kemudian dipilih Allah untuk menerima wahyuNya. Kedengkian mereka itu dilukiskan Allah Ta’ala dalam firmanNya, yang artinya: “Dan mereka berkata: Mengapa Al Qur’an ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua negeri (Makkah dan Thaif) ini?” (QS. Az Zukhruf: 31) Maksudnya, orang-orang kafir Quraisy itu tidak keberatan mengikuti Muhammad, andai saja beliau itu keturunan orang besar, tidak dari anak yatim atau orang biasa.

Sebab keempat, merasa ta’ajub dan heran terhadap kehebatan dirinya. Hal ini sebagaimana yang biasa terjadi pada umat-umat terdahulu saat menerima dakwah dari rasul Allah. Mereka heran manusia yang sama dengan dirinya, bahkan yang lebih rendah kedudukan sosialnya, lalu menyandang pangkat kerasulan, karena itu mereka mendengki-nya dan berusaha menghilangkan pangkat kenabian tersebut sehingga mereka berkata: “Adakah Allah mengutus manusia sebagai rasul?” (QS. Al-Mu’minun: 34). Allah Ta’ala menjawab keheranan mereka dengan firmanNya, yang artinya: “Dan apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepada kamu peringatan dari Tuhanmu dengan perantaraan seorang laki-laki dari golonganmu agar dia memberi peringatan kepadamu ?” (QS. Al A’raaf: 63)

Sebab kelima, takut mendapat saingan. Bila seseorang menginginkan atau mencintai sesuatu maka ia khawatir kalau mendapat saingan dari orang lain, sehingga tidak terkabullah apa yang ia inginkan. Karena itu setiap kelebihan yang ada pada orang lain selalu ia tutup-tutupi. Bila tidak, dan persaingan terjadi secara sportif, ia takut kalau dirinya tersaingi dan kalah. Dalam hal ini bisa kita misalkan dengan apa yang terjadi antardua wanita yang memperebutkan seorang calon suami, atau sebaliknya. Atau sesama murid di hadapan gurunya, seorang alim dengan alim lainnya untuk mendapatkan pengikut yang lebih banyak dari lainnya, dan sebagainya.

Sebab keenam, ambisi memimpin (hubbur riyasah). Hubbur riyasah dengan hubbul jah (senang pangkat/kedudukan) adalah saling berkaitan. Ia tidak menoleh kepada kelemahan dirinya, seakan-akan dirinya tak ada tolok bandingnya. Jika ada orang di pojok dunia ingin menandingi-nya, tentu itu menyakitkan hatinya, ia akan mendengkinya dan menginginkan lebih baik orang itu mati saja, atau paling tidak hilang pengaruhnya.

Sebab ketujuh, kikir dalam hal kebaikan terhadap sesama hamba Allah. Ia gembira jika disampaikan khabar pada-nya bahwa si fulan tidak berhasil dalam usahanya. Sebaliknya ia merasa sedih jika diberitakan, si fulan berhasil mencapai kesuksesan yang dicarinya. Orang sema-cam ini senang bila orang lain terbelakang dari dirinya, seakan-akan orang lain itu mengambil dari milik dan simpanannya. Ia ingin meskipun nikmat itu tidak jatuh padanya, agar ia tidak jatuh pada orang lain. Ia tidak saja kikir dengan hartanya sendiri, tetapi kikir dengan harta orang lain. Ia tidak rela Allah memberi nikmat kepada orang lain. Dan inilah sebab kedengkian yang banyak terjadi.

Terapi Mengobati Dengki

Hasad atau dengki adalah penyakit hati yang paling berbahaya. Dan hati tidak bisa diobati kecuali dengan ilmu dan amal. Ilmu tentang dengki yaitu hendaknya kita ketahui bahwa hasad itu sangat membahayakan kita, baik dalam hal agama maupun dunia. Dan bahwa kedengkian itu setitikpun tidak membahayakan orang yang didengki, baik dalam hal agama atau dunia, bahkan ia malah memetik manfaat darinya. Dan nikmat itu tidak akan hilang dari orang yang kita dengki hanya karena kedengkian kita. Bahkan seandainya ada orang yang tidak beriman kepada hari Kebangkitan, tentu lebih baik baginya meninggalkan sifat dengki daripada harus menanggung sakit hati yang berkepan-jangan dengan tiada manfaat sama sekali, apatah lagi jika kemudian siksa akhirat yang sangat pedih menanti?

Bahkan kemenangan itu ada pada orang yang didengki, baik untuk agama maupun dunia. Dalam hal agama, orang itu teraniaya oleh Anda, apalagi jika kedengkian itu tercermin dalam kata-kata, umpatan, penyebaran rahasia, kejelekan dan lain sebagainya. Dan balasan itu akan dijumpai di akhirat. Adapun kemenang-annya di dunia adalah musuhmu bergembira karena kesedihan dan kedengkianmu itu.

Adapun amal yang bermanfaat yaitu hendaknya kita melakukan apa yang merupakan lawan dari kedengkian. Misalnya, jika dalam jiwa kita ada iri hati kepada seseorang, hendaknya kita berusaha untuk memuji perbuatan baiknya, jika jiwa ingin sombong, hendaknya kita melawannya dengan rendah hati, jika dalam hati kita terbetik keinginan menahan nikmat pada orang lain maka hendaknya kita berdo’a agar nikmat itu ditambahkan. Dan hendaknya kita teladani perilaku orang-orang salaf yang bila mendengar ada orang iri padanya, maka mereka segera memberi hadiah kepada orang tersebut. Dan sebagai penutup tulisan ini, ada baiknya kita renungkan kata-kata Ibnu Sirin: “Saya tidak pernah mendengki kepada seorangpun dalam urusan dunia, sebab jika dia penduduk Surga, maka bagaimana aku menghasudnya dalam urusan dunia sedangkan dia berjalan menuju Surga. Dan jika dia penduduk Neraka, bagaimana aku menghasud dalam urusan dunianya sementara dia sedang berjalan menuju ke Neraka.”

Sangat sulitnya menerima karakter negatif seseorang karena secara psikologi mungkin memiliki karakter tersebut, seperti bercermin, hanya saja mungkin tidak mau mengakui bahwa diri sendiri memiliki satu, dua atau lebih karakter negatif itu. Sebelum berkomentar dan merasa tidak nyaman terhadap karakter seseorang ada baiknya jika mengetahui dahulu, yang mana karakter negatif. Diri sendiri? tanyalah hati pribadi, karena hati tidak pernah berbohong atau keluarga terdekat atau sahabat kita, karakter macam apakah yg kita miliki? baru setelah kita mengetahuinya, dengan pasrah, sadar, sabar dan tidak munafik “mengobati” karakter negatif tersebut, karena jiwa kita “sakit”. Jiwa yang sakit tidak dapat dengan serta merta dihilangkan secepat kilat dan instan dengan terapi pengobatan psikologi, hanya dengan keimanan dan kedewasaan, jiwa yang sakit dapat sembuh. Pertanyaannya bagaimana melakukan pengobatan itu? perlu ditelusuri sebelumnya asal muasal jiwa yang sakit berasal dari mana? dari kekecewaankah? kesedihan menahun? amarah? dendam? tidak mau menerima kenyataan? tidak puas diri? karena sebagian point-point yang disebutkan tsb dapat dengan mudah merubah karakter baik seseorang menjadi karakter terburuk. Untuk itu silahkan tanyakan dengan jujur pada diri anda sebabnya apa? kategorikan sebab2 tersebut, pilah dan obati satu-satu. Jangan lakukan pengobatan massal atas karakter negatif tersebut, karena emosi kita seringkali menolak untuk menyembuhkan jiwa yang sakit. Jadilah seperti kupu-kupu, dari sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang indah.

Tidak sedikit manusia mencari pengobatan tersebut dengan mendengar, mendatangi ceramah-ceramah, dakwah, seminar motivasi dsb, padahal obat penyembuhannya ada pada diri kita sendiri, hanya kita pura-pura tidak tahu atau rasa itu terhalang oleh keegoisan karena merasa nyaman bersembunyi dalam karakter itu, memakai topeng dan tidak mau mengakui bahwa jiwa kita sakit.

Percuma saja kita mendengarkan dakwah, ceramah, seminar motivasi dll, hasilnya akan nihil juga dan membuang waktu jika kita tidak mau berubah, useless! lalu kita membatin, kenapa harus berubah? jawabannya karena kita makhluk sosial, memerlukan orang lain dalam kehidupan, karena kita tidak bisa berdiri sendiri! jika kita nyaman dengan karakter buruk tersebut, coba tanya orang sekitar, apakah mereka nyaman dengan karakter buruk kita? jawabannya pasti tidak, kemudian kita berkilah, kita hanya manusia biasa tidak luput dari sifat dan karakter buruk atau bersikap masa bodoh, itu berarti kita adalah manusia yang kerdil, pengecut, tidak beradab, barbar, tak punya hati dan hanya akan menambah panjang dan sulitnya pengobatan itu kelak dan seyogyanya kita yang akan merugi dunia dan akhirat. Belum lagi dampaknya bisa turun temurun, bukankah sifat baik dan buruk akan kita wariskan pada anak cucu kita kelak, jadi sebetulnya yang akan merugi adalah berkuadrat-kuadrat menerobos kesetiap kehidupan masa depan.

Mudah menemukan obat itu, bersihkan jiwa kita dari akar penyebabnya dengan : banyak bersyukur, ikhlas menerima hal buruk yang terjadi dalam hidup kita dan gembleng terus keimanan kita, tersenyumlah, karena dengan tersenyum hati yang kecut jadi segar dan lembut, balaslah perbuatan buruk orang lain dengan kebaikan kita tanpa pamrih dan tidak dibuat-buat, sering-seringlah melihat dengan mata lebar dan hati yang jernih dilingkungan sekitar dan sesama kita yang masih kurang beruntung dibanding kita, niscaya sakitnya jiwa kita akan sirna. Mulailah semua itu dari diri kita sendiri…. alhasil orang disekitar kita akan terkontaminasi dengan karakter perubahan kita yang lebih baik.

Jadi tak usah heran, kesal atau marah jika kita menemukan orang yang berkarakter buruk dan sangat menganggu hubungan sosial kita, pahami saja karena justru kita seharusnya prihatin pada mereka karena mereka “sakit” dan kita tidak mau jadi seperti mereka kan?

Tips menghadapi orang-orang yang berkarakter buruk :

1. jangan terpancing emosi atau sakit hati, tetaplah jernih berpikir
2. tak usah membalas apalagi melabrak
3. jangan menjelek-jelekan mereka
4. ramahlah pada mereka
5. jangan kucilkan mereka
6. berbaik sangkalah pada mereka
7. balas dengan perkataan yang sopan
8. ajaklah berbicara empat mata
9. jangan sinis menghadapi mereka
10. kasihanilah mereka dengan mencoba menyadarkan mereka
11. berilah kado
12. maafkan mereka

Tidak ada komentar: