BAB I
PEDAHULUAN
LATAR BELAKANG
INDONESIA
di tengah dinamika perkembangan global maupun nasional, saat ini
menghadapi berbagai tantangan yang membutuhkan perhatian serius semua
pihak. Good Governance atau tata pemerintahan yang balk,
merupakan bagian dari paradigma baru yang berkembang dan memberikan nuansa
yang cukup mewarnai terutama pasca krisis multi dimensi seining dengan
tuntutan era reformasi. Situasi dan, kondisi ini menuntut adanya
kepemimpian nasional masa depan, yang diharapkan marnpu menjawab tantangan
bangsa Indonesia mendatang.
1)
Permasalahan yang semakin kompleks (multi-dimensi)
2) Perubahan
yang sedemikian cepat (regulasi, kebijakan, dan aksi-reaksi
rnasyarakat)
3) Ketidakpastian yang relatif tinggi (bencana alam yang silih berganti, situasi ekonomi yang takmudah diprediksi, dan
perkembangan politik yang "up and down".
Kesenjangan
proses komunikasi politik yang terjadi di Indonesia antara pemerintah
dengan rakyatnya mapun partai yang mewakili rakyat dengan konstituennya,
menjadikan berbagai fenomena permasalahan sulit untuk dipahami dengan
logika awam masyarakat.
A.Rumusan masalah
Makalah ini berusaha untuk menjelaskan dua masalah
pokok, yakni :
1) Bagaimanakah
permasalahan dalam tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih..
2) Bagaimanakah
permasalahan kinerja birokrasi dalam tata pemerintahan yang baik dan bersih.
B.Tujuan
Pada
bab ini akan dibahas seputar pengertian, prinsip, dan unsur-unsur terkait
dengan implementasi good and clean governance. Di akhir perkuliahan diharapkan
mahasiswa mampu untuk :
1. Menganalisis pengertian good governance
2. Menganalisis pentingnya prinsip-prinsip good governance dalam tata kelola pemerintahan
1. Menganalisis pengertian good governance
2. Menganalisis pentingnya prinsip-prinsip good governance dalam tata kelola pemerintahan
modern
3. Menganalisis unsur-unsur pokok dalam mewujudkan cita-cita good governance
4. Mendemonstrasikan prinsip-prinsip good governance dalam skala kecil
5. Mengkritisi kebijakan pemerintah atau lembaga terkait melalui paradigma good and clean
3. Menganalisis unsur-unsur pokok dalam mewujudkan cita-cita good governance
4. Mendemonstrasikan prinsip-prinsip good governance dalam skala kecil
5. Mengkritisi kebijakan pemerintah atau lembaga terkait melalui paradigma good and clean
governance
6. Menganalisis keterkaitan clean and good governance dengan gerakan anti korupsi.
7. Menganalisis keterkaitan clean and good governance dengan kinerja birokrasi pelayanan
6. Menganalisis keterkaitan clean and good governance dengan gerakan anti korupsi.
7. Menganalisis keterkaitan clean and good governance dengan kinerja birokrasi pelayanan
pubik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Dasar Good and Clean Governance
Paling
tidak ada empat kata yang harus menjadi perhatian kita kalau membicarakan good
and clean governance, yaitu (1) good government, (2) clean
government, (3) good governance, dan (4) clean
governance. Dari empat pembagian tersebut dilihat bahwa yang menjadi
perhatian adalah good (baik), clean (bersih), government (pemerintahan),
dangovernance (penyelenggara pemerintahan). Artinya paradigma yang
hendak dikembangkan adalah pemerintahan yang baik dan bersih yang juga didukung
oleh penyelenggara pemerintahan yang baik dan bersih. Dengan demikian government lebih
memberikan perhatian terhadap sistem, sedangkangovernance lebih
memberikan perhatian terhadap sumber daya manusia yang bekerja dalam sistem
tersebut. Tanpa menjaga keseimbangan terhadap dua hal ini akan muncul
ketimpangan dalam praktek peyelenggaraan pemerintahan yang pada akhirnya akan
menimbulkan kehancuran terhadap sistem bernegara.
Governance adalah tata
pemerintahan, penyelenggaraan negara, atau pengelolaan (management) bahwa
kekuasaan tidak lagi semata-mata dimiliki atau menjadi urusan pemerintah.
Kata Governance memiliki
unsur kata kerja yaitu go vernance yang berarti bahwa
fungsi oleh pemerintah bersama instansi lain (LSM, swasta dan warga negara)
perlu seimbang/setara dan multi arah (partisipatif). Governance without government
berarti bahwa pemerintah tidak selalu diwarnai dengan lembaga, tetapi termasuk
dalam makna proses pemerintah.
Good
Governance menurut Bank Dunia (World Bank) adalah
cara kekuasaan digunakan dalam mengelola berbagai sumberdaya sosial dan ekonomi
untuk pengembangan masyarakat (The way state power is used in managing economic
and social resources for development of society).
Good Govanance, bila kita
kupas : "Good" rnaknanya adalah nilai-nilai yg menjunjung
tinggi kehendak rakyat dan meningkatkan kemampuannya dalam pencapaian
tujuan serta berdayaguna dan berhasil guna dalam pelaksanaan tugasnya
untuk mencapai tujuan tersebut. "Governance" maknanya
pemerintahan berfungsi secara efektif dan efisien dalam upaya mencapai
tujuan nasional yang telah digariskan, dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945.
1. Prinsip Good Governance
Ada sepuluh prinsip good governance, yaitu :
a. Partisipasi : warga memiliki hak (dan mempergunakannya) untuk menyampaikan pendapat, bersuara dalain proses
petumusan hebijakan publik, balk
secara langsung maupun tidak langsung.
b. Penegakan
hukum: hukum diberlakukan bagi siapapun tanpa pengecualian, hak asasi
manusia dilindungi, sambil tetap dipertahankannya nilai-nilai yang hidup
dalam masyarakat.
c.Transparansi: penyediaan inforinasi tentang pemerintali(an) bagi publik dan
dijaminnya kemudahan di dalam memperolch informasi yang akurat clan
memadai.
d.
Kesetaraan: adanya peluang yang lama bagi setiap anggota
masyarakat untuk beraktivitas berusaha.
e.
Daya tanggap : pekanya para pengclola instansi publik terhadap
aspirasi masyarakat.
f.
Wawasan ke depan: pengelolaan masyarakat hendaknya dimulai dengan
visi, misi, dan strategi yang jelas.
g.Akuntabilitas: laporan
para penentu kebijakan kepada para warga.
h.Pengawasan
publik: terlibatnya warga dalam mengontrol
kegiatatnpemerintah, termasuk parlemen.
i. Efektivitas clan efisiensi : terselenggaranya Icegiatan instansi publik dengan menggunakan
cumber daya yang tersedia secara optimal clan bertanggnung jawab.
j. Profesionalisme
:Meningkatkan
kemampuan dan moral penyelenggara pemerintahan agar mampu memberi pelayanan
yang mudah, cepat, tepat dengan biaya yang terjangkau.
B. TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN
GERAKAN ANTI KKN
1. TATA
KELOLA PEMERINTAHAN YANG BERSIH
Keinginan
menjadi good and clean governance ke dalam norma hukum baru
dimulai setelah kita mengalami krisis pada tahun 1997 yang diikuti dengan
kejatuhan rezim otoriter Orde Baru pada bulan Mei 1998. Upaya ini dapat dilihat
dengan adanya Ketetapan MPR No. XI/ MPR/ 1998 tentang Penyelengaraan
Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Kemudian
diikuti dengan pemberlakuan UU No. 28 Tahun 1999 tentangPenyelenngaraan
Negara yang Bersih dan (KKN) yang diikuti dengan empat Peraturan
Pemerintah sebagai pelaksana UU No. 28 yaitu PP No. 65/ 1999 tentang Tata
Cara Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara, PP No. 66/ 1999 tentang Persyaratan
dan Tata Cara Pengangkatan serta Pemberhentian Anggota Komisi Pemeriksa, PP
No. 67/ 1999 tentang Tata Cara Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan
Tugas dan Wewenang Komisi Pemeriksa, dan PP No. 68/ 1999 tentang Tata
Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam Peyelenggaraan Negara.
2. MAKNA
KORUPSI
Korupsi
(bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang
bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah,
korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus / politisi maupun
pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau
memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik
yang dipercayakan kepada mereka.
Korupsi
selalu diidentikkan dengan mencuri, mengambil hak orang lain. Korupsi diartikan
dengan mark up dana di luar batas yang seharusnya. Korupsi
dimaknai sebagai tindakan mengambil hak orang. Setidaknya itu sementara
pemaknaan orang atas istilah bernama korupsi.
Dalam
arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan
resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan
korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling
ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima
pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya.
Titik
ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan
oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama
sekali.
Dalam
bedah buku NU Melawan Korupsi Kajian Tafsir dan Fiqh, yang digelar
oleh Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Timur, terungkap makna baru
korupsi. KH Mohammad Masyhuri Naim menyampaikan arti lain korupsi., korupsi
memiliki beragam makna, diantaranya adalah suap. Antara korupsi dengan suap kan
berbeda secara substansial, yakni suap bermakna memberi. Sementara korupsi
mengandung makna mengambil.Akan tetapi, keduanya kini berjalan beriringan.
Untuk mendapatkan sesuatu seringkali orang melakukan suap.
Sementara,
menurut Zainuddin Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya memaknai korupsi
sebagai gaya hidup dan krisis. Korupsi menjadi gaya hidup yang disebabkan oleh
krisis diantaranya mencakup moral, sosial, ekonomi, dan politik.
Makna
korupsi, sesungguhnya bergantung persepsi. Demikian halnya dengan penanganan
korupsi. Meminjam istilah Ali Maschan, harus ada empat hal yang beriringan
yakni substansi hukum, struktur hukum, sumber daya manusia, dan budaya hukum.
C.ASAL MUASAL KORUPSI DI NEGARA BERKEMBANG
Korupsi
di Negara berkembang berawal dari ketidak adanya kesadaran masyarakat dalam
melakukan suatu hal dengan transparansi yang berbeda jauh dengan
masyarakat di Negara-Negara maju. Namun ada juga factor-faktor pendukung yang
lain yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan korupsi.
1. Kondisi
yang mendukung munculnya korupsi :
• Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang
tidak bertanggung jawab langsung
kepada rakyat, seperti
yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
• Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
• Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan
• Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
• Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan
politik yang normal.
• Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
• Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".
• Lemahnya ketertiban hukum.
• Lemahnya profesi hukum.
• Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
• Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian
• Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
• Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".
• Lemahnya ketertiban hukum.
• Lemahnya profesi hukum.
• Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
• Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian
yang cukup ke pemilihan umum.
• Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan .
• Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan .
• Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
Mengenai
kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibanding dengan kebutuhan hidup
yang makin hari makin meningkat pernah di kupas oleh Bpk. Soedarsono yang
menyatakan antara lain " Pada umumnya orang menghubung-hubungkan tumbuh
suburnya korupsi sebab yang paling gampang dihubungkan adalah kurangnya gaji
pejabat-pejabat. " namun B Soedarsono juga sadar bahwa hal tersebut
tidaklah mutlak karena banyaknya faktor yang bekerja dan saling memengaruhi
satu sama lain. Kurangnya gaji bukanlah faktor yang paling menentukan,
orang-orang yang berkecukupan banyak yang melakukan korupsi. Namun demikian
kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri memang faktor yang paling menonjol
dalam arti merata dan meluasnya korupsi di Indonesia, hal ini dikemukakan oleh Guy
J Parker dalam tulisannya berjudul "Indonesia 1979: The
Record of three decades (Asia Survey Vol. XX No. 2, 1980 :
123). Begitu pula J.W Schoorl mengatakan bahwa " Di
Indonesia di bagian pertama tahun 1960 situasi begitu merosot sehingga untuk
sebagian besar golongan dari pegawai, gaji sebulan hanya sekadar cukup untuk
makan selama dua minggu. Dapat dipahami bahwa dalam situasi demikian memaksa
para pegawai mencari tambahan dan banyak diantaranya mereka mendapatkan dengan
meminta uang ekstra untuk pelayanan yang diberikan”.
2. Dampak
negatif Yang Ditimbulkan
a.Demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat.
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat.
Secara
umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian
prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan
bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi
pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
b.Ekonomi
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi (kekacauan ) dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan.
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi (kekacauan ) dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan.
Walaupun
ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah
birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan
menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana
korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan
"lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi
dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang
tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri.
Berbeda
sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu
potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk
pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain.
Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri.
Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri.
c. POLITIK
Di
arena politik, sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi, namun lebih sulit
lagi untuk membuktikan ketidakadaannya. Maka dari itu, sering banyak ada gosip
menyangkut politisi.
Politisi terjebak di posisi lemah karena keperluan mereka untuk meminta sumbangan keuangan untuk kampanye mereka. Sering mereka terlihat untuk bertindak hanya demi keuntungan mereka yang telah menyumbangkan uang, yang akhirnya menyebabkan munculnya tuduhan korupsi politis.
Politisi terjebak di posisi lemah karena keperluan mereka untuk meminta sumbangan keuangan untuk kampanye mereka. Sering mereka terlihat untuk bertindak hanya demi keuntungan mereka yang telah menyumbangkan uang, yang akhirnya menyebabkan munculnya tuduhan korupsi politis.
Korupsi
politis ada dibanyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya.
Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi
sogok, bukannya rakyat luas.
Satu
contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi
perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil
.Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan
kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu
mereka.
d.Korupsi berdampak pada penurunan kualitas moral dan
akhlak.
Baik
individual maupun masyarakat secara keseluruhan. Selain meningkatkan ketamakan
dan kerakusan terhadap penguasaan aset dan kekayaan korupsi juga akan
menyebabkan hilangnya sensitivitas dan kepedulian terhadap sesama.
Rasa
saling percaya yang merupakan salah satu modal sosial yang utama akan hilang.
Akibatnya, muncul fenomena distrust society ( hilangnya kepercayaan masyarakat
), yaitu masyarakat yang kehilangan rasa percaya, baik antar sesama individu,
maupun terhadap institusi negara. Perasaan aman akan berganti dengan perasaan
tidak aman (insecurity feeling). Inilah yang dalam bahasa Al-Quran
dikatakan sebagai libaasul khauf (pakaian ketakutan).
D.UPAYA MEMBANGUN TATA KELOLA PEMERINTAHAN
YANG BERSIH
Kesejahteraan
masyarakat selama ini belum mampu terwujud dengan maksimal, karena terkendala
prosedur tata kelola Pemerintahan yang kurang transfaran dan bersih. Tata
kelola Pemerintahan yang transparan dan bersih merupakan dasar mewujudkan
kesejahteraan masyarakat. Namun, kinerja Pemerintah selama ini hanya terfokus
dengan urusan politik, sehingga kesejahteraan masyarakat belum mampu terwujud
dengan maksimal.
Pengamat
Politik dan Hukum Cokorda Gede Atmaja mengatakan, kondisi tersebut dibuktikan
dengan keberadaan masyarakat miskin akan tetap miskin, selama prosedur
penyelesaian kemiskinan hanya sebatas bedah rumah. Menurutnya, Pemerintah harus
memberikan pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat,
sehingga masyarakat mampu menciptakan usaha sendiri dan tidak bergantung pada
peluang kerja yang disediakan Pemerintah. Selain itu, prosedur penegakan hukum
yang merupakan dasar Pemerintahan yang transfaran juga belum mampu terlaksana
dengan baik.
Cokorda
Gede Atmaja menambahkan, untuk mewujudkan tata kelola Pemerintahan yang bersih
dan transfaran, selain memprioritaskan penegakan hukum dan kesejahteraan
masyarakat, komitmen Pemerintah juga sangat diperlukan, terutama dalam hal
perbaikan anggaran APBD. Sebab, selama ini anggaran dalam APBD lebih
diprioritaskan pada anggaran rutin, sedangkan anggaran pembangunan hanya
memperoleh porsi 25% dari APBD. Padahal, porsi dari anggaran rutin dan anggaran
pembangunan seharusnya seimbang, agar tata kelola Pemerintahan dapat berjalan
dengan baik. Untuk itu, masyarakat turut andil mengawasi kinerja Pemerintah,
agar tidak terjadi ketimpangan dalam pengambilan kebijakan.
D.TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK DAN KINERJA
BIROKRASI PELAYANAN
PUBLIK
A. PENGERTIAN
BIROKRASI
Sejauh ini, birokrasi menunjuk pada empat pengertian, yaitu: Pertama, menunjuk pada kelompok pranata atau lembaga tertentu. Pengertian ini menyamakan birokrasi dengan biro. Kedua, menunjuk pada metode khusus untuk pengalokasian sumberdaya dalam suatu organisasi besar. Pengertian ini berpadanan dengan istilah pengambilan keputusan birokratis. Ketiga, menunjuk pada “kebiroan” atau mutu yang membedakan antara biro-biro dengan jenis-jenis organisasi lain. Pengertian ini lebih menunjuk pada sifat-sifat statis organisasi (Downs, 1967 dalam Thoha, 2003). Keempat, sebagai kelompok orang, yakni orang-orang yang digaji yang berfungsi dalam pemerintahan (Castle, Suyatno, dan Nurhadiantomo, 1983).
Pandangan Masyarakat terhadap Birokrasi
— Kualitas kerja rendah
— Biaya mahal dan boros
— Miskin informasi dan
lebih mementingkan diri sendiri
— Banyak melakukan
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku àPenyalahgunaan
kekuasaan dan jabatan, KKN
— Sewenang-wenang
— Arogan
Permasalahan Utama
— Kelembagaan dan
tatalaksana: struktur organisasi, inkonsistensi dan instabilitas peraturan
perundang-undangan, penggunaan TI
— Sumberdaya manusia:
kualitas, sistem penggajian
— Pengawasan:
akuntabilitas, etika dan moral
— Pelayanan Publik:
standar pelayanan Organisasi: struktur besar, tidak sesuai dengan kebutuhan,
bentuk organisasi yang tidak tepat
— Personil: kepangkatan,
isu lokalisme, mutasi, peningkatan jumlah pegawai honorer
— Keuangan: anggaran
berbasis kinerja, sistem perencanaan yang rumit dan hirarkhis, masalah SPM dan
Standar Analisis Biaya (SAB), politisasi anggaran, transparansi
— Perencanaan: sistem
perencanaan, keterlibatan masyarakat
Permasalahan Internal dalam Birokrasi
— (1) sistem perekrutan;
— (2) sistem penggajian
dan pemberian penghargaan;
— (3) sistem pengukuran
kinerja;
— (4) sistem promosi dan
pengembangan karir; serta
— (5) sistem
pengawasan
Situasi Problematis Birokrasi
— Struktur, norma, nilai
dan regulasi yang ada masih berorientasi pada kepentingan penguasa/birokrat (power
culture)
— Masih belum terbentuk
budaya Birokrasi (service delivery culture)
— Masih tingginya
ketidakpastian dalam Birokrasi (cost of uncertainty)
— Budaya patron-client
dan budaya afiliasi yang mengarah kepada moral hazard
— Rendahnya kompetensi
para birokrat
Strategi Utama Reformasi yang dilakukan
(1) merevitalisasi kedudukan, peran dan fungsi kelembagaan yang menjadi motor
penggerak reformasi administrasi, dan
(2) menata kembali sistem administrasi negara baik dalam hal struktur,
proses, sumber daya manusia (PNS) serta relasi antara negara dan masyarakat
Upaya-Upaya reformasi Birokrasi
1.Pada level kebijakan, harus
diciptakan berbagai kebijakan yang mendorong Birokrasi yang berorientasi pada
pemenuhan hak-hak sipil warga (kepastian hukum, batas waktu, prosedur,
partisipasi, pengaduan, gugatan)
2.Pada level organisational, dilakukan
melalui perbaikan proses rekrutmen berbasis kompetensi, pendidikan dan latihan
yang sensitif terhadap kepentingan masyarakat, penciptaan Standar Kinerja
Individu, Standar Kinerja Tim dan Standar Kinerja Instansi Pemerintah
3.Pada level operasional, dilakukan
perbaikan melalui peningkatan service quality meliputi dimensi tangibles,
reliability, responsiveness, assurance dan emphaty.
4.Instansi Pemerintah, secara
periodik melakukan pengukuran kepuasan pelanggan dan melakukan perbaikan .
B. FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI KIERJA BIROKRASI
— Faktor Budaya
1. Budaya
dan perilaku koruptif yang sudah terlembaga (“uang administrasi” atau uang
“pelicin”)
2. Budaya
“sungkan dan tidak enak” dari sisi masyarakat
3. Masyarakat
harus menanggung biaya ganda karena zero sum game
4. Internalisasi
budaya dalam mekanisme informal yang profesional
— Faktor Individu
1. Perilaku
individu sangat bersifat unik dan tergantung pada mentalitas dan moralitas
2. Perilaku
individu juga terkait dengan kesempatan yang dimiliki seseorang yang memiliki
jabatan dan otoritas
3. Perilaku
opportunistik hidup subur dalam sebuah sistem yang korup
4. Individu
yang jujur seringkali dianggap menyimpang dan tidak mendapat tempat
— Faktor Organisasi
dan Manajemen
1. Meliputi
struktur, proses, leadership, kepegawaian dan hubungan antara pemerintah
dan masyarakat
2. Struktur
birokrasi masih bersifat hirarkis sentralistis dan tidak terdesentralisasi
3.
Proses Birokrasi seringkali belum memiliki dan tidak melaksanakan
prinsip-prinsip efisiensi,
transparansi, efektivitas dan keadilan
4. Birokrasi
juga sangat ditentukan oleh peran kepemimpinan yang kredibel.
5. Dalam
aspek kepegawaian, Birokrasi dipengaruhi oleh rendahnya gaji, proses rekrutmen
yang belum memadai, dan kompetensi yang rendah.
6.
Hubungan masyarakat dan pemerintah dalam Birokrasi belum setara; pengaduan dan
partisipasi masyarakat masih belum memiliki te
Tidak ada komentar:
Posting Komentar