do-not-copy { -webkit-user-select:none; -khtml-user-select:none; -moz-user-select:none; -ms-user-select:none; user-select:none;

Rabu, 08 Juli 2015

MAKALAH ABORTUS



BAB I
PENDAHULUAN
Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Sampai saat ini janin yang terkecil yang dilaporkan dapat hidup diluar kandungan, mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir. Akan tetapi karena jarangnya janin yang dilahirkan dengan berat badan dibawah 500 gram dapat hidup terus, maka abortus ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau kurang dari 20 minggu. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan. Abortus buatan adalah pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu akibat tindakan. Abortus terapeutik ialah abortus buatan yang dilakukan atas indikasi medik1.
Penelitian-penelitian terdahulu menyebutkan bahwa angka kejadian abortus sangat tinggi. Sebuah penelitian pada tahun 1993 memperkirakan total kejadian abortus di Indonesia berkisar antara 750.000. dan dapat mencapai 1 juta per tahun dengan rasio 18 abortus per 100 konsepsi. Angka tersebut mencakup abortus spontan maupun buatan. Abortus inkomplit sendiri merupakan salah satu bentuk klinis dari abortus spontan maupun sebagai komplikasi dari abortus provokatus kriminalis ataupun medisinalis. Insiden abortus inkompit sendiri belum diketahui secara pasti namun yang penting diketahui adalah sekitar 60 % dari wanita hamil yang mengalami abortus inkomplit memerlukan perawatan rumah sakit akibat perdarahan yang terjadi2,3,4.
Abortus inkomplit memiliki komplikasi yang dapat mengancam keselamatan ibu karena adanya perdarahan yang masif yang bisa menimbulkan kematian akibat adanya syok hipovolemik apabila keadaan ini tidak mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat. Seorang ibu hamil yang mengalami abortus inkomplit dapat mengalami guncangan psikis. tidak hanya pada ibu namun juga pada keluarganya, terutama pada keluarga yang sangat menginginkan anak.
Mengenal lebih dekat tentang abortus inkomplit menjadi penting bagi para pelayan kesehatan agar mampu menegakan diagnosis kemudian memberikan penatalaksanaan yang sesuai dan akurat, serta mencegah komplikasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dan masih ada sisa yang tertinggal di dalam uterus1.
2.2 Epidemiologi
Insiden abortus inkomplit belum diketahui secara pasti, namun demikian disebutkan sekitar 60 persen dari wanita hamil dirawat dirumah sakit dengan perdarahan akibat mengalami abortus inkomplit. Inisiden abortus spontan secara umum disebutkan sebesar 10% dari seluruh kehamilan. Angka-angka tersebut berasal dari data-data dengan sekurang-kurangnya ada dua hal yang selalu berubah, kegagalan untuk menyertakan abortus dini yang tidak diketahui, dan pengikutsertaan abortus yang ditimbulkan secara ilegal serta dinyatakan sebagai abortus spontan5.
Lebih dari 80% abortus terjadi dalam 12 minggu pertama kehamilan dan angka tersebut kemudian menurun secara cepat pada umur kehamilan selanjutnya. Anomali kromosom menyebabkan sekurang-kurangnya separuh dari abortus pada trimester pertama, kemudian menurun menjadi 20-30% pada trimester kedua dan 5-10 % pada trimester ketiga5.
Resiko abortus spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas di samping dengan semakin lanjutnya usia ibu serta ayah. Frekuensi abortus yang dikenali secara klinis bertambah dari 12% pada wanita yang berusia kurang dari 20 tahun, menjadi 26% pada wanita yang berumur di atas 40 tahun. Untuk usia paternal yang sama, kenaikannya adalah dari 12% menjadi 20%. Insiden abortus bertambah pada kehamilan yang belum melebihi umur 3 bulan5,6.



2.3 Etiologi
Mekanisme pasti yang bertanggungjawab atas peristiwa abortus tidak selalu tampak jelas. Pada beberapa bulan pertama kehamilan, ekspuisi hasil konsepsi yang terjadi secara spontan hampir selalu didahului kematian embrio atau janin, namun pada kehamilan beberapa bulan berikutnya, sering janin sebelum ekspuisi masih hidup dalam uterus.
Kematian janin sering disebabkan oleh abnormalitas pada ovum atau zigot atau oleh penyakit sistemik pada ibu, dan kadang-kadang mungkin juga disebabkan oleh penyakit dari ayahnya5.

2.3.1 Perkembangan Zigot yang Abnormal
Abnormalitas kromosom merupakan penyebab dari abortus spontan. Sebuah penelitian meta-analisis menemukan kasus abnormalitas kromosom sekitar 49% dari abortus spontan. Trisomi autosomal merupakan anomali yang paling sering ditemukan (52%), kemudian diikuti oleh poliploidi (21 %) dan monosomi X (13%)7'8 .

2.3.2 Faktor Maternal
Biasanya penyakit maternal berkaitan dengan abortus euploidi. Peristiwa abortus tersebut mencapai puncaknya pada kehamilan 13 minggu, dan karena saat terjadinya abortus lebih belakangan, pada sebagian kasus dapat ditentukan etiologi abortus yang dapat dikoreksi. Sejumlah penyakit, kondisi kejiwaan dan kelainan perkembangan pernah terlibat dalam peristiwa abortus euploidi5.
   a.Infeksi
Organisme seperti Treponema pallidum, Chlamydia trachomatis, Neisseria gonorhoeae, Streptococcus agalactina, virus herpes simpiek, cytomegalovirus Listeria monocytogenes dicurigai berperan sebagai penyebab abortus. Toxoplasma juga disebutkan dapat menyebabkan abortus. Isolasi Mycoplasma hominis dan Ureaplasma urealyticun dari traktus genetalia sebagaian wanita yang mengalami abortus telah menghasilkan hipotesis yang menyatakan bahwa infeksi mikoplasma yang menyangkut traktus genetalia dapat menyebabkan abortus. Dari kedua organisme tersebut, Ureaplasma Urealyticum merupakan penyebab utama5.
b.Penyakit-Penyakit Kronis yang Melemahkan
Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan keadaan ibu misalnya penyakit tuberculosis atau karsinomatosis jarang menyebabkan abortus5'9.
Hipertensi jarang disertai dengan abortus pada kehamilan sebelum 20 minggu, tetapi keadaan ini dapat menyebabkan kematian janin dan persalinan prematur5'9. Diabetes maternal pemah ditemukan oleh sebagian peneliti sebagai faktor predisposisi abortus spontan, tetapi kejadian ini tidak ditemukan oleh peneliti lainnya5.
c. Pengaruh Endokrin
Kenaikan insiden abortus bisa disebabkan oleh hipertiroidisme, diabtetes mellitus, dan defesiensi progesteron5'9. Diabetes tidak menyebabkan abortus jika kadar gula dapat dikendalikan dengan baik. Defesiensi progesteron karena kurangnya sekresi hormon tersebut dari korpus luteum atau plasenta mempunyai hubungan dengan kenaikan insiden abortus. Karena progesteron berfungsi mempertahankan desidua, defesiensi hormon tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi dan dengan demikian turut berperan dalam peristiwa kematiannya5.
d. Nutrisi
Pada saat ini, hanya malnutrisi umum sangat berat yang paling besar kemungkinanya menjadi predisposisi meningkatnya kemungkinan abortus. Nausea serta vomitus yang lebih sering ditemukan selama awal kehamilan dan setiap deplesi nutrient yang ditimbulkan, jarang diikuti dengan abortus spontan. Sebagaian besar mikronutrien pemah dilaporkan sebagai unsur yang penting untuk mengurangi abortus spontan.
e. Obat-Obatan dan Toksin Lingkungan
Berbagai macam zat dilaporkan berhubungan dengan kenaikan insiden abortus. Namun ternyata tidak semua laporan ini mudah dikonfirmasikan.
f. Faktor-faktor Imunologis
Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan dapat menyebabkan abortus spontan yang berulang antara lain : antikoagulan lupus (LAC) dan antibodi anti cardiolipin (ACA) yang mengakibatkan destruksi vaskuler, trombosis, abortus serta destruksi plasenta.
g. Gamet yang Menua
Baik umur sperma maupun ovum dapat mempengaruhi angka insiden abortus spontan. Insiden abortus meningkat terhadap kehamilan yang berhasil bila inseminasi terjadi empat hari sebelum atau tiga hari sesudah peralihan temperatur basal tubuh, karena itu disimpulkan bahwa garnet yang bertambah tua di dalam traktus genitalis wanita sebelum fertilisasi dapat menaikkan kemungkinan terjadinya abortus. Beberapa percobaan binatang juga selaras dengan hasil observasi tersebut5,7.
h. Laparotomi
Trauma akibat laparotomi kadang-kadang dapat mencetuskan terjadinya abortus. Pada umumnya, semakin dekat tempat pembedahan tersebut dengan organ panggul, semakin besar kemungkinan terjadinya abortus. Meskipun demikian, sering kali kista ovarii dan mioma bertangkai dapat diangkat pada waktu kehamilan apa mengganggu gestasi. Peritonitis dapat menambah besar kemungkinan abortus.
i. Trauma Fisik dan Trauma Emosional
Kebanyakan abortus spontan terjadi beberapa saat setelah kematian embrio atau kematian janin. Jika abortus disebabkan khususnya oleh trauma, kemungkinan kecelakaan tersebut bukan peristiwa yang baru terjadi tetapi lebih merupakan kejadian yang terjadi beberapa minggu sebelum abortus. Abortus yang disebabkan oleh trauma emosional bersifat spekulatif, tidak ada dasar yang mendukung konsep abortus dipengaruhi oleh rasa ketakutan marah ataupun cemas5,7,9.
j. Kelainan Uterus
Kelainan uterus dapat dibagi menjadi kelainan akuisita dan kelainan yang timbul dalam proses perkembangan janin,defek duktus mulleri yang dapat terjadi secara spontan atau yang ditimbulkan oleh pemberian dietilstilbestrol (DES)5,7. Cacat uterus akuisita yang berkaitan dengan abortus adalah leiomioma dan perlekatan intrauteri. Leiomioma uterus yang besar dan majemuk sekalipun tidak selalu disertai dengan abortus, bahkan lokasi leiomioma tampaknya lebih penting daripada ukurannya.
Mioma submokosa, tapi bukan mioma intramural atau subserosa, lebih besar kemungkinannya imtuk menyebabkan abortus. Namun demikian, leiomioma dapat dianggap sebagai faktor kausatif hanya bila hasil pemeriksaan klinis lainnya temyata negatif dan histerogram menunjukkan adanya defek pengisian dalam kavum endometrium. Miomektomi sering mengakibatkan jaringan parut uterus yang dapat mengalami ruptur pada kehamilan berikutnya, sebelum atau selama persalinan.
Perlekatan intrauteri (sinekia atau sindrom Ashennan) paling sering terjadi akibat tindakan kuretase pada abortus yang terinfeksi atau pada missed abortus atau mungkin pula akibat komplikasi postpartum. Keadaan tersebut disebabkan oleh destruksi endometrium yang sangat luas. Selanjutnya keadaan ini mengakibatkan amenore dan abortus habitualis yang diyakini terjadi akibat endometrium yang kurang memadai untuk mendukung implatansi hasil pembuahan.
k. Inkompetensi serviks
Kejadian abortus pada uterus dengan serviks yang inkompeten biasanya terjadi pada trimester kedua. Ekspuisi jaringan konsepsi terjadi setelah membran plasenta mengalami ruptur pada prolaps yang disertai dengan balloning membran plasenta ke dalam vagina.

2.3.3  Faktor Paternal
Hanya sedikit yang diketahui tentang peranan faktor paternal dalam proses timbulnya abortus spontan. Yang pasti, translokasi kromosom dalam sperma dalam menimbulkan zigot yang mendapat bahan kromosom terlalu sedikit atau terlalu banyak, sehingga terjadi abortus5,7.


2.4. Patogenesis
Proses abortus inkomplit dapat berlangsung secara spontan maupun sebagai komplikasi dari abortus provokatus kriminalis ataupun medisinalis. Proses terjadinya adalah berawal dari pendarahan pada desidua basalis yang menyebabkan nekrosis jaringan diatasnya. Selanjutnya sebagian atau seluruh hasil konsepsi terlepas dari dinding uterus. Hasil konsepsi yang terlepas menjadi benda asing terhadap uterus sehingga akan dikeluarkan langsung atau bertahan beberapa waktu. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi korialies belum menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan antara 8 minggu sampai 14 minggu villi koriales menembus desidua lebih dalam sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu umumnya yang mula-mula dikeluarkan setelah ketuban pecah adalah janin, disusul kemudian oleh plasenta yang telah lengkap terbentuk. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap1,5,9.
2.5. Gambaran Klinis
Gejala umum yang merupakan keluhan utama berupa perdarahan derajat sedang sampai berat disertai dengan kram pada perut bagian bawah, bahkan sampai ke punggung. Janin kemungkinan sudah keluar bersama-sama plasenta pada abortus yang terjadi sebelum minggu ke-10, tetapi sesudah usia kehamilan 10 minggu, pengeluaran janin dan plasenta akan terpisah. Bila plasenta, seluruhnya atau sebagian tetap tertinggal dalam uterus, maka pendarahan cepat atau lambat akan terjadi dan memberikan gejala utama abortus inkompletus. Sedangkan pada abortus dalam usia kehamilan yang lebih lanjut, sering pendarahan berlangsung amat banyak dan kadang-kadang masif sehingga terjadi hipovelemis berat5'7.





2.6. Diagnosis
Diagnosis abortus inkomplit ditegakkan berdasarkan gambaran klinis melalui anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik, setelah menyingkirkan kemungkinan diagnosis banding lain, serta dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik mengenai status ginekologis meliputi pemeriksaan abdomen, inspikulo dan vaginal toucher. Palpasi tinggi fundus uteri pada abortus inkomplit dapat sesuai dengan umur kehamilan atau lebih rendah. Pemeriksaan penunjang berupa USG akan menunjukkan adanya sisa jaringan.
Tidak ada nyeri tekan ataupun tanda cairan bebas seperti yang terlihat pada kehamilan ektopik yang terganggu. Pemeriksaan dengan menggunakan spekulum akan memperlihatkan adanya dilatasi serviks, mungkin disertai dengan keluarnya jaringan konsepsi atau gumpalan-gumpalan darah. Bimanual palpasi untuk menentukan besar dan bentuk uterus perlu dilakukan sebelum memulai tindakan evakuasi sisa hasil konsepsi yang masih tertinggal. Menentukan ukuran sondase uterus juga penting dilakukan untuk menentukan jenis tindakan yang sesuai4.

2.7. Diagnosis Banding
Abortus inkomplit dapat di diagnosis banding dengan abortus iminens, abortus insipien, abortus komplit, kehamilan ektopik tuba, dan abortus mola.14
2.8. Penatalaksanaan
Terlebih dahulu dilakukan penilaian mengenai keadaan pasien dan diperiksa apakah ada tanda-tanda syok. Penatalaksanaan abortus spontan dapat dilakukan dengan menggunakan teknik pembedahan maupun medis. Teknik pembedahan dapat terdiri dari dilatasi serviks yang diikuti dengan pengosongan isi uterus baik dengan cara kuretase, aspirasi vakum, dilatasi dan evakuasi, maupun dilatasi dan ekstrasi, teknik induksi haid, dan laparotomi yang dapat dilakukan dengan histerotomi maupun histerektomi. Induksi abortus dengan tindakan medis menggunakan preparat antara lain : oksitosin intravenus, lamtan hiperosmotik intraamnion seperti larutan salin 20% atau urea 30%, prostaglandin Ez, F2a dan analog prostaglandin yang dapat berupa injeksi intraamnion, injeksi ekstraokuler, insersi vagina, injeksi parenteral maupun per oral, antiprogesteron - RU 486 (meferiston), atau berbagai kombinasi tindakan tersebut diatas.
Pada kasus-kasus abortus inkomplit, dilatasi serviks sebelum tindakan kuretase sering tidak diperlukan. Pada banyak kasus, jaringan plasenta yang tertinggal terletak secara longgar dalam kanalis servikalis dan dapat diangkat dari ostium ekstema yang sudah terbuka dengan memakai forsep ovum atau forsep cincin. Bila plasenta seluruhnya atau sebagian tetap tertinggal di dalam uterus, induksi medis ataupun tindakan kuretase untuk mengevakuasi jaringan tersebut diperlukan untuk mencegah terjadinya perdarahan lanjut.
Perdarahan pada abortus inkomplit kadang-kadang cukup berat, tetapi jarang berakibat fatal5. Evakuasi jaringan sisa di dalam uterus untuk menghentikan perdarahan dilakukan dengan cara13.
1. Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi dapat dilakukan secara digital atau cunam ovum untuk mengelaurkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika pendarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg intramuskular atau misoprostol 400 mcg per oral.
2. Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi hasil konsepsi dengan:
• Aspirasi Vakum merupakan metode evakuasi yang terpilih. Evakuasi dengan kuret tajam sebaiknya dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak tersedia.
• Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg intramuskular (diulangi setelah 15 menit jika perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulangi setelah 4 jam jika perlu).
3. Jika kehamilan lebih dari 16 minggu:
• Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologis atau Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit sampai terjadi ekspuisi hasil konsepsi.
• Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg pervaginam setiap 4 jam sampai terjadi ekspuisi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg).
• Evakuasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.


Teknik kuretase dengan penyedotan (aspirasi vakum) sangat bermanfaat untuk mengosongkan uterus, dilakukan dengan menyedot isi uterus menggunakan kanula yang terbuat dari bahan plastik atau metal dengan tekanan negatif. Tekanan negatif dapat menggunakan pompa vakum listrik atau dengan syringe pump 60 ml. Aspirasi vakum merupakan prosedur pilihan yang lebih aman jika dibandingkan dengan teknik kuretase tajam, digunakan pada kehamilan kurang dari 12 minggu, dapat dilakukan hanya dengan atau tanpa analgesia lokal pada serviks maupun analgesia sistemik sedang. Aplikasi aspirasi vakum bahkan dapat dilakukan sampai pada umur kehamilan 15 minggu, tergantung pada ketrampilan dan pengalaman operator. Complete abortion rate aspirasi vakum berkisar antara 95 - 100%. Metode ini merupakan metode pilihan untuk mengatasi abortus inkomplit.
Evakuasi jaringan sisa dapat dilakukan secara lengkap dalam waktu 3-10 menit5'3. Sebelum melakukan tindakan kuretase, pasien, tempat dan alat kuretase disiapkan terlebih dahulu. Pada pasien yang mengalami syok, atasi syok terlebih dahulu. Kosongkan kandung kencing, selanjutnya dapat diberikan anestesi (jika diperlukan). Lakukan pemeriksaan ginekologik ulang untuk menentukan besar dan bentuk uterus, kemudian lakukan tindakan antisepsis pada ginitalia ekstema, vagina dan serviks. Spekulum vagina dipasang dan selanjutnya serviks dipresentasikan dengan tenakulum. Uterus disoride dengan hati-hati untuk menentukan besar dan arah uterus. Masukan kanula yang sesuai dengan dalam kavum uteri melalui serviks yang telah berdilatasi (tersedia ukuran kanula dari 4 mm sampai 12 mm). Selanjutnya kanula dihubungkan dengan aspirator (60 Hg pada aspirator listrik atau 0,6 atm pada syringe). Kanula digerakkan perlahan-lahan dari atas kebawah dan sebaliknya, sambil diputar 360°. Bila kavum uteri sudah bersih dari jaringan konsepsi, akan terasa dan terdengar gesekan kanula dengan miometrium yang kasar, sedangkan dalam botol penampung jaringan akan timbul gelembung udara. Pasca tindakan tanda-tanda vital diawasi selama 15-30 menit tanpa anestesi dan selama 1 - 2 jam bila dengan anestesi umum. Pemeriksaan lanjut dapat dilakukan 1 - 2 minggu kemudian13.


Berbagai kemungkinan komplikasi tindakan kuretase dapat terjadi, seperti perforasi uterus, laserasi serviks, perdarahan, evakuasi jaringan sisa yang tidak lengkap dan infeksi. Komplikasi ini meningkat pada umur kehamilan setelah trimester pertama, dengan demikian, tindakan evakuasi yang dilakukan pada kehamilan diatas trimester pertama berupa dilatasi dan evakuasi. Panas bukan merupakan kontraindikasi untuk kuretase apabila pengobatan dengan antibiolik yang memadai segera dimulai5.
Penatalaksanaaan abortus dengan teknik medis dibuktikan aman dan efektif. Efikasi terapi mifepriston dengan misoprostol dilaporkan sebesar 98% pada kehamilan trimester pertama awal. Namun demikian, pada abortus inkomplit, metode ini tidak memberikan keuntungan yang signifikan. Untuk mencapai ekspuisi spontan yang lengkap dengan terapi prostaglandin (misoprostol) diperlukan waktu rata-rata selama 9 hari. Regimen mefepriston, antiprogesteron digunakan secara luas, bekeria dengan cara mengikat reseptor prigesteron, sehingga terjadi inhibisi efek progesteron untuk menjaga kehamilan. Dosis yang digunakan 200 mg. Kombinasi selanjutnya (36 - 48 jam) dengan pemberian prostaglandin 800 μg insersi vagina mengakibatkan kontraksi uterus lebih lanjut yang kemudian diikuti dengan ekspuisi jaringan konsepsi.
Efek yang terjadi pada terapi dengan obat-obatan ini berupa kram pada perut yang disertai dengan perdarahan yang menyerupai menstruasi namun dengan fase yang memanjang, selama 9hari bahkan dapat terjadi selama 45 hari. Kontraindikasi penggunaan obat-obat tersebut adalah pada keadaan dengan gagal ginjal akut, kelainan fimgsi hati, perdarahan abnormal, perokok berat dan alergi3.

2.9. Prognosis
Kecuali adanya inkompetensi serviks, angka kesembuhan yang terlihat sesudah mengalami tiga kali abortus spontan akan berkisar antara 70 dan 85% tanpa tergantung pada pengobatan yang dilakukan. Abortus inkomplit yang di evakuasi lebih dini tanpa disertai infeksi memberikan prognosis yang baik terhadap ibu5,9.


2.10. Komplikasi
Abortus inkomplit yang tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan syok akibat perdarahan hebat dan terjadinya infeksi akibat retensi sisa hasil konsepsi yang lama didalam uterus5. Sinekia intrauterine dan infertilitas juga merupakan komplikasi dari abortus.
Komplikasi juga dapat terjadi akibat tindakan kuretase antara lain' :
1.      Dapat terjadi refleks vagal yang menimbulkan muntah-muntah, bradikardi dan cardiac arrest.
2.      Perforasi uterus yang dapat disebabkan oleh sonde atau dilatator. Bila perforasi oleh kanula, segera diputuskan hubungan kanula dengan aspirator. Selanjutnya kavum uteri dibersihkan sedapatnya. Pasien diberikan antibiotika dosis tinggi. Biasanya pendarahan akan berhenti segera. Bila ada keraguan, pasien dirawat.
3.      Serviks robek yang biasanya disebabkan oleh tenakulum. Bila pendarahan sedikit dan berhenti, tidak perlu dijahit.
4.      Pendarahan yang biasanya disebabkan sisa jaringan konsepsi. Pengobatannya adalah pembersihan sisa jaringan konsepsi.
5.      Infeksi dapat terjadi sebagai salah satu komplikasi. Pengobatannya berupa pemberian antibitoka yang sensitif terhadap kuman aerobik maupun anaerobik. Bila ditemukan sisa jaringan konsepsi, dilakukan pembersihan kavum uteri setelah pemberian antibiotika profilaksis minimal satu hari.











BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Penderita
       Nama                                :  WEA
       Umur                                :  24 tahun
       Jenis Kelamin                   :  Perempuan
       Agama                              :  Hindu
       Alamat                             :  Peninjoan Bangli
       Pendidikan                       :  SLTP
       Pekerjaan                          :  Ibu rumah tangga
       Status Perkawinan           :  Menikah
       Tanggal MRS                   :  5 Maret 2007

3.2 Anamnesis
       1. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan perdarahan pervaginam sejak sore hari sebelum masuk rumah sakit (±pk 16.00, 5/03/07) dan dikatakan bahwa perdarahan berupa flek-flek yang warnanya merah kecoklatan. Pasien juga mengeluh nyeri pada perut bagian bawah bawah sejak siang hari (±pk 14.00, 5/03/07). Nyeri dirasakan bertambah keras setelah keluar flek. Tes kehamilan pada urin positif satu bulan yang lalu di bidan. Riwayat trauma, panas badan disangkal. Riwayat APC disangkal.
       2. Riwayat menstruasi
·      Menarche umur 14 tahun, dengan siklus teratur setiap 28 hari, lamanya 3-5 hari tiap kali menstruasi.
·      Hari pertama haid terakhir 4/12/06
·      Nyeri saat menstruasi terkadang dirasakan oleh penderita.
  3. Riwayat perkawinan
       Pasien menikah satu kali dengan suami yang sekarang selama ± 8 bulan.
  4. Riwayat persalinan
            1.  ini
5. Riwayat Ante Natal Care (ANC)
     Di bidan sebanyak 2 kali
6. Riwayat KB
     Penderita tidak memakai KB.
7.      Pasien tidak memiliki riwayat penyakit terdahulu dan riwayat penyakit dalam keluarga seperti asma, penyakit jantung, hipertensi, diabetes mellitus.

3.3 Pemeriksaan Fisik
     1. Status Present
          Keadaan umum : baik                                        Kesadaran       : E4V5M6(CM)
          Tekanan Darah  : 110/70 mmHg                       Nadi                : 80 x/menit
          Respirasi            : 20 x/menit                             Suhu tubuh      : 36,4 °C
          Tinggi badan      : 158 cm                                  Berat badan     : 49 kg
2. Status General
     Kepala               : Mata : anemia -/-, ikterus -/-, isokor
     Jantung              : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)
     Pulmo                : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
     Abdomen           : ~ status ginekologi
     Ekstremitas        : oedema tidak ada pada keempat ekstremitas
3. Status Ginekologi
  Abdomen        : Fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan tidak ada, tanda       cairan bebas   tidak ada, massa tidak ada
  VT                   : Flx (+), fl (-), pØ (-), porsio mencucu, jaringan (-),stolsel (-), perdarahan aktif (-), corpus uteri antefleksi, cavum douglasi dalam batas normal.

3.4 Diagnosis
       Abortus iminens (G1 P0000 12-13 minggu)



3.5 Penatalaksanaan
Pdx    : DL, USG
Tx      : - bed rest
 - IVFD RL 20 tetes/menit
 - Preabor 2xI tab
Mx             : keluhan, vital sign, tanda-tanda syok
KIE    : pasien dan keluarga

3.6 Perkembangan Pasien Selama Perawatan
Tanggal 6 Maret 2007, pukul 07.00 WITA
S   : Perdarahan pervaginam (+) bergumpal-gumpal, nyeri perut betambah keras
O  : Status present :
            Keadaan umum           : baik
            Tekanan darah             : 110/70 mmHg
            Nadi                            : 80 x/menit
            Respirasi                      : 20 x/menit
            Temperatur aksila        : 36,3 °C
Status general : dbn
Status Ginekologi
     Abdomen  : fundus uteri tidak teraba, nyeri perut diatas kemaluan (+) nyeri tekan suprasimpisis (-)
Vagina      :  flx (+), fl(-), perdarahan aktif (-)
VT            : tidak dikerjakan
Pemeriksaan USG: terdapat sisa jaringan
Diagnosis :  Abortus Iminens
P   :  Pro Kuretase dengan GA
  DL (Hb 10,9 ; WBC 15,5 ; PLT 166 )
  Kie pasien dan keluarga
Pkl 10.00 (6/03/07) Penderita dipersiapkan untuk kuretase (Pasien telah dipuasakan sejak malam harinya)
Pkl 10.30 → Telah dilakukan kuretase. Berhasil dikeluarkan sisa jaringan ± 50 gram, perdarahan ± 20cc.
Ass : Post kuretase ok Abortus Inkomplit Hari 0
Terapi: Cefat 3x500mg
            Pospargin 3x500mg
            Mefinal 3x500mg
            Rob 1xI
            Observasi paska kuretase

Follow-up Pasien

7 Maret 2007










8 Maret 2007


Nyeri perut berkurang, as badan (+)










Panas badan (-), nyeri perut (-)
St.Present
T : 90/70 mmHg
N : 76 x/menit
R : 20 x/menit
tax: 37,70C
St. General
dbn
St ginekologi
Abd : f ut ttb
Vag : perdarahan sedikit


St.Present
T : 90/60 mmHg
N : 68 x/menit
R : 20 x/menit
tax: 36 0C
St. General
dbn
St ginekologi
Abd : f ut ttb
Vag : perdarahan sedikit
Post curretage ec abortus inkomplit Hari I










Post curretage ec abortus inkomplit Hari II
Pdx : -
Tx :
Cefat 3x1
Mefinal 3x1
Pospargin 3x1
Rob 1xI
Aff infus
Mobilisasi
Mx : keluhan, vital signKIE : pasien dan keluarga

BPL
Tx :
Cefat 3x1
Mefinal 3x1
Pospargin 3x1
Rob 1xI










]

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Diagnosis
Seorang pasien 24 tahun, Hindu, Bali, datang dengan keluhan perdarahan pervaginam sejak sore hari sebelum masuk rumah sakit (±pk 16.00, 5/03/07) dan dikatakan bahwa perdarahan berupa flek-flek yang warnanya merah kecoklatan. Pasien juga mengeluh nyeri pada perut bagian bawah bawah sejak siang hari (±pk 14.00, 5/03/07). Nyeri dirasakan bertambah keras setelah keluar flek. Tes kehamilan pada urin positif satu bulan yang lalu di bidan. Riwayat trauma, panas badan disangkal. Riwayat APC disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status present dan general normal, pemeriksaan abdomen fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan tidak ada, tanda cairan bebas   tidak ada, massa tidak ada. Dari pemeriksaan dalam didapatkan flx (+), fl (-), pØ (-), porsio mencucu, jaringan (-), stolsel (-), perdarahan aktif (-), corpus uteri antefleksi, cavum douglasi dalam batas normal.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosa sementara ditegakkan sebagai Abortus iminens. Selama perawatan di RS, tgl 6/03/07 pasien mengeluh sakit perutnya bertambah keras dan darah yang keluar makin banyak dan bergumpal-gumpal. Kemudian dilakukan pemeriksaan dalam, dengan hasil adanya pembukaan serta teraba sisa jaringan, diperkuat dengan USG yang menunjukkan adanya sisa jaringan di dalam rahim, sehingga ditegakkan diagnosa sebagai abortus inkomplit.
4.2 Faktor predisposisi atau etiologi
Mekanisme pasti yang bertanggungjawab atas peristiwa abortus tidak selalu tampak jelas. Kematian janin sering disebabkan oleh abnormalitas pada ovum atau zigot atau oleh penyakit sistemik pada ibu, dan kadang-kadang mungkin juga disebabkan oleh faktor paternal seperti translokasi kromosom.
Berdasarkan anamnesis kejadian abortus ini adalah kejadian yang pertama kalinya. Penyebab terjadinya abortus inkomplit pada pasien ini belum dapat dipastikan. Faktor yang mungkin menyebabkan terjadinya abortus adalah faktor infeksi dikarenakan adanya peningkatan sel darah putih. Penyebab lain yang dapar dipertimbangkan adalah faktor nutrisi, faktor paternal, serta paparan obat-obatan dan toksin lingkungan.
4.3 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kasus tersebut berupa kuretase sebagai terapi pilihan. Mengingat komplikasi tindakan ini cukup banyak, maka perlu dilakukan dengan prosedur yang benar dan hati-hati untuk mengurangi resiko tersebut seminimal mungkin. Adapun penanganan kasus ini adalah dengan:
·           Kuretase
·           Medikamentosa
                 Cefat 3xI
                 Pospargin 3xI
                 Mefinal 3xI
                 Rob 1Xi
Post Kuretase  hari ke 0:
-         Pasien stabil
-         Amoxsan à mencegah infeksi
-         Mefinal à mengurangi nyeri
-         Metergin à untuk mempertahankan kontraksi uterus
-         Infus RL à untuk memperbaiki keadaan umum pasien

4.4 Prognosis
Prognosis pada pasien ini adalah dubius ad bonam mengingat tidak ada faktor resiko yang berat pada pasien yang mungkin menyebabkan terjadinya abortus berulang.






BAB V
KESIMPULAN

Telah diuraikan kasus wanita 24 tahun, hamil muda 12-13 minggu yang mengalami perdarahan pervaginam. Dari hasil pemeriksaan klinis didiagnosa dengan abortus inkomplit. Setelah dilakukan kuretase dan post kuretase keadaan penderita baik dan dipulangkan 24 jam setelah kuretase. Penderita diberikan obat oral yaitu Cefat 3x500 mg, Pospargin 3x500mg, Mefinal 3x500 mg, Rob 1xI tablet. Penderita disarankan untuk kontrol ke poliklinik satu minggu kemudian untuk mengetahui perkembangan penderita.
Abortus inkomplit adalah berakhirnya kehamilan sebelum viable disertai dengan pengeluaran sebagian hasil konsepsi dan sebagian lagi masih tertinggal dalam uterus pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Insiden abortus inkomplit belum diketahui secara pasti, namun demikian disebutkan sekitar 60 persen dari wanita hamil dirawat dirumah sakit dengan perdarahan akibat mengalami abortus inkomplit Insiden abortus spontan secara umum disebutkan sebesar 10% dari seluruh kehamilan.
Secara garis besar penyebab terjadinya abortus dapat dibagi menjadi faktor fetal, maternal dan paternal. Patogenesis terjadinya abortus inkomplit, berawal terjadinya perdarahan dalam desidua basalis yang diikuti nekrosis jaringan sekitamya. Pada umur kehamilan 8 sampai 14 minggu vili korealis telah menembus desidua terlalu dalam, sehingga sebagian keluar dan sebagian lagi akan tertinggal, maka terjadilah abortus inkomplit. Sisa abortus yang tertahan di dalam rahim mengganggu kontraksinya sehingga menyebabkan terjadinya perdarahan.
Penatalaksanaan awal pada kasus abortus adalah melakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum pasien dan selanjutnya diperiksa apkah ada tanda-tanda syok. Untuk mengurangi resiko perdarahan dan komplikasi lain yang mungkin timbul, maka pada kasus abortus inkomplit ini dilakukan pengeluaran sisa jaringan dengan kuretase, kemudian diberikan medikamentosa seperti golongan uterotonika, antibiotika dan analgetik. Abortus inkomplit yang di evakuasi lebih dini tanpa disertai infeksi memberikan prognosis yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wibowo B. Wiknjosastro GH. Kelainan dalam Lamanya Kehamilan. Dalam :
Wiknjosastro GH, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Hmu Kebidanan. Edisi 5. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo ; 2002 : hal. 302 - 312.

2. Ministry of Health Republic of Indonesia. Indonesia Reproductive Health Profile 2003. 2003.Available at: http:/w3.whosea.org/LinkFiles/Reproduc-tive_Health__Profile_RHP-Indonesia.pdf. Accessed January 08,2006.

3. Pedoman Diagnosis – Terapi Dan Bagian Alir Pelayanan Pasien, Lab/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RS Sanglah Denpasar. 2003

4. Abortion. In : Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Bilstrap LC, Wenstrom KD, editors. William Obsetrics. 22nd ed. USA : The McGraw-Hills Companies, Inc ; 2005 : p. 231-247.

5. Abortion. In: Leveno KJ, et all. Williams Manual of Obstetrics. USA: McGraw-Hill Companies, 2003 : p. 45 – 55

6. Stovall TG. Early Pregnancy Loss and Ectopic Pregnancy. In : Berek JS, et all. Novak's Gynaecology. 13th ed. Philadelphia; 2002 : p. 507 - 9.

7. Griebel CP, Vorsen JH, Golemon TB, Day AA. Management of Spontaneus Abortion. AAFP Home Page>New & Publications>Joumals>American Family Physician. October 012005;72;1.

8. Rand SE. Recurrent spontaneous abortion: evaluation and management. In: American FamilyPhysician.December1993.http://www/findarticles.com/p/articles/mi_m3255/is_n8_v48/ai_14674724/pg_1 

9. Disorder of Early Pregnancy (ectopic, miscarriage, GTI) In : Campbell S, Monga A, editors. Gynaecology. London : Arnold, 2000 ; p. 102-6.

10. Lindsey.J.L.Missed Abortion. Available from htpp :// www.emedicine.com/med/topic last update : Juli 18, 2005

11. Saifudin AB, Wiknjosastro GH, Affandi B, Waspodo D. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002.

13. Wiknjosastro GH, Saifflidin AB, Rachimadhi T. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirorahardjo, 2000.

14.Valley.V.T.Abortion,Incomplete.In:Emedicine.http://www.emedicine.com/emerg/obs-tetrics_and_gynecology.htm : last updated: 30Mei2006

Tidak ada komentar: