BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Untuk memecahkan masalah ekonomi
yang begitu kompleks, Indonesia memerlukan penajaman (focusing) strategi
pembangunan ekonomi yang diharapkan mampu memberi solusi atas persoalan yang
ada, tanpa menimbulkan persoalan baru. Oleh karena itu, strategi yang dipilih
hendaknya memiliki karakteristik (attributes) sebagai berikut:
Pertama, strategi yang dipilih haruslah
memiliki jangkauan kemampuan memecahkan masalah ekonomi yang luas sedemikian
rupa, sehingga sekali strategi yang bersangkutan diimplementasikan, sebagian
besar persoalan ekonomi dapat terselesaikan;
Kedua, strategi yang dipilih untuk
diimplementasikan tidak mengharuskan penggunaan pembiayaan eksternal (pinjaman
luar negeri dan impor) yang terlalu besar, sehingga tidak menambah utang luar
negeri yang telah besar saat ini;
Ketiga, strategi yang dipilih hendaknya
tidak dimulai dari nol, melainkan dapat memanfaatkan hasil-hasil pembangunan
sebelumnya, sehingga selain tidak menimbulkan kegamangan di dalam masyarakat,
juga hasil-hasil pembangunan sebelumnya tidak menjadi sia-sia;
Keempat, strategi yang dipilih untuk
diimplementasikan mampu membawa perekonomian Indonesia ke masa depan yang lebih
cerah, di mana Indonesia mampu menjadi saling sinergis (interdepency economy)
dengan perekonoian dunia dan bukan perekonomian yang tergantung (dependency
economy) pada negara lain.
Strategi pembangunan sistem
agribisnis yang bercirikan yakni berbasis pada pemberdayagunaan keragaman
sumberdaya yang ada di setiap daerah (domestic resources based),
akomodatif terhadap keragaman kualitas sumberdaya manusia yang kita miliki,
tidak mengandalkan impor dan pinjaman luar negeri yang besar, berorientasi
ekspor (selain memanfaatkan pasar domestik), diperkirakan mampu memecahkan
sebagian besar permasalahan perekonomian yang ada. Selain itu, strategi
pembangunan sistem agribisnis yang secara bertahap akan bergerak dari
pembangunan yang mengandalkan sumberdaya alam dan SDM belum terampil (factor
driven), kemudian beralih kepada pembangunan agribisnis yang digerakkan
oleh barang-barang modal dan SDM lebih terampil (capital driven) dan
kemudian beralih kepada pembangunan agribisnis yang digerakkan ilmu
pengetahuan, teknologi dan SDM terampil (innovation-driven), diyakini
mampu mengantarkan perekonomian Indonesia memiliki daya saing dan bersinergis
dalam perekonomian dunia.
B. TUJUAN PEMBAHASAN
Untuk
mengetahui supestor agribisnis hilir.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PROSPEK
PENGEMBANGAN SISTEM AGRIBISNIS DI INDONESIA
Dilihat dari berbagai aspek, seperti
potensi sumberdaya yang dimiliki, arah kebijakan pembangunan nasional, potensi
pasar domestik dan internasional produk-produk agribisnis, dan peta kompetisi
dunia, Indonesia memiliki prospek untuk mengembangkan sistem agribisnis.
Prospek ini secara aktual dan faktual ini didukung oleh hal-hal sebagai
berikut:
Pertama, pembangunan sistem agribisnis di
Indonesia telah menjadi keputusan politik. Rakyat melalui MPR telah memberi
arah pembangunan ekonomi sebagaimana dimuat dalam GBHN 1999-2004 yang antara
lain mengamanatkan pembangunan keunggulan komparatif Indonesia sebagai negara
agraris dan maritim. Arahan GBHN tersebut tidak lain adalah pembangunan sistem
agribsinis.
Kedua, pembangunan sistem agribisnis juga
searah dengan amanat konstitusi yakni No. 22 tahun 1999, UU No. 25 tahun 1999
dan PP 25 tahun 2000 tentang pelaksanaan Otonomi Daaerah. Dari segi ekonomi,
esensi Otonomi Daerah adalah mempercepat pembangunan ekonomi daerah dengan
mendayagunakan sumberdaya yang tersedia di setiap daerah, yang tidak lain
adalah sumberdaya di bidang agribinsis. Selain itu, pada saat ini hampir
seluruh daerah struktur perekonomiannya (pembentukan PDRB, penyerapan
tenagakerja, kesempatan berusaha, eskpor) sebagian besar (sekitar 80 persen) disumbang
oleh agribinsis. Karena itu, pembangunan sistem agribisnis identik dengan
pembangunan ekonomi daerah.
Ketiga, Indonesia memiliki keunggulan
komparatif (comparative advantage) dalam agribisnis. Kita memiliki
kekayaan keragaman hayati (biodivercity) daratan dan perairan yang
terbesar di dunia, lahan yang relatif luas dan subur, dan agroklimat yang
bersahabat untuk agribisnis. Dari kekayaan sumberdaya yang kita miliki hampir
tak terbatas produk-produk agribisnis yang dapat dihasilkan dari bumi Indoensia.
Selain itu, Indonesia saat ini memiliki sumberdaya manusia (SDM) agribisnis,
modal sosial (kelembagaan petani, local wisdom, indegenous
technologies) yang kuat dan infrastruktur agribisnis yang relatif lengkap
untuk membangun sistem agribisnis.
Keempat, pembangunan sistem agribisnis yang
berbasis pada sumberdaya domestik (domestic resources based, high local
content) tidak memerlukan impor dan pembiayaan eksternal (utang luar
negeri) yang besar. Hal ini sesuai dengan tuntutan pembangunan ke depan yang menghendaki
tidak lagi menambah utang luar negeri karena utang luar negeri Indonesia yang
sudah terlalu besar.
Kelima, dalam menghadapi persaingan
ekonomi global, Indonesia tidak mungkin mampu bersaing pada produk-produk yang
sudah dikuasai negara maju. Indonesia tidak mampu bersaing dalam industri
otomotif, eletronika, dll dengan negara maju seperti Jepang, Korea
Kecenderungan situasi pangan dunia
masa depan tersebut memberi peluang bagi agribisnis Indonesia. Indonesia yang
masih memiliki ruang gerak luas dalam pengembangan agribisnis bahan pangan
berkesempatan untuk memperbesar pangsanya di pasar internasional.
Di bidang barang-barang serat
(tekstil, barang-barang karet, kertas, bahan bangunan dan kayu) sedang terjadi
beberapa perubahan yang makin menguntungkan Indonesia ke depan. Makin
meningkatnya kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya kelestarian lingkungan
hidup telah mendorong masyarakat dunia mengkonsumsi barang-barang yang bersifat
bio-degradable. Hal ini akan menggeser penggunaan produk petro-fiber baik
dalam industri tekstil maupun dalam industri barang-barang dari karet.
Penggunaan karet sintetis yang kini mencapai 60 persen dalam industri
barang-barang karet dunia akan beralih pada penggunaan karet alam. Demikian
juga penggunaan petro-fiber yang mendominansi berbagai bahan baku benang
industri tekstil dunia, akan digantikan oleh bio-fiber (serat tanaman)
seperti rayon. Sementara itu, produk kertas dunia juga sedang bergeser dari
dominansi negaranegara Skandinavia ke negara tropis termasuk Indonesia yang
secara alamiah paling efisien memproduksi serat alam. Kecenderungan pasar serat
dunia yang demikian akan memberi peluang bagi Indonesia yang memiliki
keunggulan komparatif dalam produksi serat alam.
B.
PEMBANGUNAN SISTEM AGRIBISNIS
Untuk mendayagunakan keunggulan
Indonesia sebagai negara agraris dan maritim serta menghadapi tantangan
(Otonomi Daerah, Liberalisasi Perdagangan, perubahan pasar internasional
lainnya) ke depan, pemerintah (Departemen Pertanian beserta Departemen terkait)
sedang mempromosikan pembangunan sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing
(Competitiveness), berkerakyatan (People-Driven), Berkelanjutan (Sustainable)
dan terdesentraliasi (Decentralized).
Berbeda dengan pembangunan di masa
lalu, di mana pembangunan pertanian dengan pembangunan industri dan jasa
berjalan sendiri-sendiri, bahkan cenderung saling terlepas (decoupling),
di masa yang akan datang pemerintah akan mengembangkannya secara sinergis
melalui pembangunan sistem agribisnis yang mencakup empat subsistem sebagai berikut:
(1) Sub-sistem agribisnis hulu (up-stream
agribusiness), yakni industri-industri yang menghasilkan barang-barang
modal bagi pertanian, seperti industri perbenihan/pembibitan, tanaman, ternak,
ikan, industri agrokimia (pupuk, pestisida, obat, vaksin ternak./ikan),
industri alat dan mesin pertanian (agro-otomotif);
(2) Sub-sistem pertanian primer (on-farm agribusiness),
yaitu kegiatan budidaya yang menghasilkan komoditi pertanian primer (usahatani
tanaman pangan, usahatani hortikultura, usahatani tanaman obat-obatan
(biofarmaka), usaha perkebunan, usaha peternakan, usaha perikanan, dan usaha
kehutanan);
(3) Sub-sistem agribisnis hilir (down-stream
agribusiness), yaitu industri-industri yang mengolah komoditi pertanian
primer menjadi olahan seperti industri makanan./minuman, industri pakan,
industri barang-barang serat alam, industri farmasi, industri bio-energi dll;
dan
(4) Sub-sistem penyedia jasa agribisnis (services
for agribusiness) seperti perkreditan, transportasi dan pergudangan,
Litbang, Pendidikan SDM, dan kebijakan ekonomi (lihat Davis and Golberg, 1957;
Downey and Steven, 1987; Saragih, 1998).
Dengan lingkup pembangunan sistem
agribisnis tersebut, maka pembangunan industri, pertanian dan jasa saling
memperkuat dan konvergen pada produksi produk-produk agribisnis yang dibutuhkan
pasar.
Pada sistem agribisnis pelakunya
adalah usaha-usaha agribisnis (firm) yakni usahatani keluarga, usaha
kelompok, usaha kecil, usaha menengah, usaha koperasi dan usaha korporasi, baik
pada sub-sistem agribisnis hilir, sub-sistem on farm, sub-sistem
agribisnis hulu maupun pada sub-sistem penyedia jasa bagi agribisnis. Karena
itu, pemerintah sedang dan akan menumbuh-kembangkan dan memperkuat usaha-usaha
agribisnis tersebut melalui berbagai instrumen kebijakan yang dimiliki.
Pemerintah bukan lagi eksekutor, tetapi berperan sebagai fasilitator, regulator
dan promotor pembangunan sistem dan usaha agribisnis.
Sistem dan usaha agribisnis yang
sedang dipromosikan adalah sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing. Hal
ini dicirikan antara lain oleh efisiensi yang tinggi, mampu merespon perubahan
pasar secara cepat dan efisien, menghasilkan produk bernilai tambah tinggi,
menggunakan inovasi teknologi sebagai sumber pertumbuhan produktivitas dan
nilai tambah. Karena itu, dalam upaya mendayagunakan keunggulan komparatif
sebagai negara agraris dan maritim menjadi keunggulan bersaing, pembangunan
sistem dan usaha agribisnis akan dipercepat bergeser dari yang mengandalkan
sumberdaya alam dan sumberdaya manusia (SDM) belum terampil (factor-driven)
kepada pembangunan sistem dan usaha agribisnis yang mengandalkan barang-barang
modal dan SDM lebih terampil (capital-driven), dan kemudian pada
pembangunan sistem dan usaha agribisnis yang mengandalkan ilmu pengetahuan,
teknologi dan SDM terampil (inovation-driven). Untuk itulah pembangunan
industri hulu dan hilir pertanian, pengembangan Litbang dan pendidikan SDM
diintegrasikan dengan pembangunan pertanian.
Tidak saja berdaya saing,
sistem dan usaha agribisnis yang sedang dipromosikan pemerintah adalah juga
berkerakyatan. Hal ini dicirikan oleh pelibatan rakyat banyak dalam sistem dan
usaha agribisnis, berlandaskan pada sumber daya yang dimiliki dan atau dikuasai
rakyat banyak (dari rakyat) baik sumberdaya alam, sumberdaya teknologi (indegenous
technologies), kearifan lokal (local widom), budaya ekonomi lokal
(local culture, capital social) dan menjadikan organisasi ekonomi
rakyat banyak menjadi pelaku utama agribisnis (oleh rakyat). Karena itu,
pengembangan budaya berusaha dan jaringan usaha (community corporate
culture) dengan menghibridisasi budaya lokal dengan budaya perusahaan
modern sedang dipromosikan pemerintah. Dengan begitu hasil pembangunan sistem
dan usaha agribisnis akan secara nyata dinikmati rakyat banyak di setiap daerah
(untuk rakyat).
Sistem dan usaha agribisnis yang
sedang dipromosikan pemerintah bukan hanya berdaya saing dan berkerakyatan,
tetapi juga berkelanjutan, baik dari segi ekonomi, teknologi maupun dari segi
ekologis. Dari segi ekonomi, pembangunan sistem dan usaha agribisnis yang
berakar kokoh pada sumberdaya dan organisasi ekonomi lokal dan dengan
menjadikan inovasi teknologi dan kreativitas (skill) rakyat banyak
sebagai sumber pertumbuhan, akan menghasilkan sistem dan usaha agribisnis yang
berkelanjutan. Selain itu, teknologi yang dikembangkan ke depan akan diupayakan
teknologi ramah lingkungan (green technology). Demikian juga pelestarian
sumberdaya alam khususnya keragaman hayati merupakan bagian dari pembangunan
sistem agribisnis yakni bagian dari pengembangan industri
perbenihan/pembibitan. Dengan begitu, pembangunan sistem dan usaha agribisnis
tidak hanya untuk kepentingan jangka pendek, tetapi juga kepentingan jangka
panjang.
Sistem dan usaha agribisnis yang berdaya
saing, berkerakyatan dan berkelanjutan tersebut, dilaksanakan
secara terdesentralisasi. Pembangunan sistem dan usaha agribisnis ke depan
berbeda dengan masa lalu yang sangat sentralistik dan top-down (state
driven). Ke depan, pembangunan sistem dan usaha agribisnis akan
dilakukan secara terdesentralisasi dan lebih mengedepankan kreativitas
pelaku agribisnis daerah (people-driven). Hal ini bukan sekedar
tuntutan UU No. 22 dan No. 25 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, melainkan juga
karena kebutuhan objektif dari pembangunan agribisnis yang pada dasarnya
berbasis pada pendayagunaan sumber daya keragaman agribisnis baik intra
maupun inter daerah.
Dalam kaitan dengan desentralisasi
pembangunan sistem dan usaha agribisnis ini, saat ini sedang dilakukan
pembagian peranan antara pemerintah pusat dan daerah dalam bidang tugas dan
tanggung jawab yang menjadi wewenang pemerintah. Prinsipnya adalah sebagai
berikut. Semaksimal mungkin pembangunan sistem dan usaha agribisnis haruslah
dilaksanakan oleh pelaku agribisnis di setiap daerah. Hanya bidang-bidang
tertentu yakni yang tidak dapat dilakukan oleh pelaku agribisnis yang menjadi
tanggung jawab pemerintah (pusat dan daerah). Hal-hal yang tidak dapat
ditangani pelaku agribisnis pada wilayah Kabupaten/Kodya menjadi tanggung jawab
pemerintah propinsi. Kemudian, hal-hal yang menyangkut kepentingan dua atau
lebih propinsi serta kepentingan nasional menjadi tanggung jawab pemerintah
pusat. Dengan pembagian peranan antara pelaku agribisnis dengan peranan
pemerintah kabupaten, pemerintah propinsi, dan pemerintah pusat yang demikian
akan terjalin suatu sinergis dan secara konvergen menyumbang pada terwujudnya
satu sistem agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan dan berkelanjutan
setiap daerah.
C. PERANAN
PUBLIC RELATION DALAM PEMBANGUNAN AGRIBISNIS
Membangun sistem dan usaha
agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan dan berkelanjutan dan
terdesentraslitik merupakan tanggung jawab seluruh stake-holder
agribisnis, sesuai dengan peranan masing-masing. Dunia usaha merupakan pelaku
utama dari pembangunan agribisnis, pemerintah berperan sebagai fasilitator ,
regulator dan promotor pembangunan agribisnis, peneliti berperan dalam
pengembangan teknologi, pendidikan berperan dalam peningkatan sumberdaya
manusia. Sedangkan profesi public relation (Humas=Hubungan Masyarakat)
berperan dalam membangun public good image baik bagi pembangunan
agribisnis maupun bagi perusahaan dan produk agribisnis. Orkestra yang harmonis
dari seluruh stake-holder agribisnis tersebutlah yang menjadi penggerak
pembangunan sistem agribisnis.
Khusus tentang peranan public
ralation (PR) dalam pembangunan sistem dan usaha agribisnis di Indonesia
sampai saat ini masih belum berkembang. Padahal fungsi-fungsi PR sangat
dibutuhkan dalam pembangunan sistem agribisnis, mulai dari tingkat makro sampai
pada tingkat mikro.
Pada tingkat makro, peranan PR dalam
pembangunan sistem dan usaha agribisnis diharapkan dapat membangun good-image
tentang pentingnya pembangunan agribisnis dalam pembangunan ekonomi
nasional. Hal ini penting mengingat selama ini bekembang anggapan yang
merugikan pembangunan agribisnis yakni anggarpan bahwa perekonomian modern
tidak mungkin dibangun dengan mengandalkan pertanian. Kalau anggapan ini terus
berkemvbang khususnya pada pengambil keputusan pembangunan, maka sulit kita untuk
memobilsasi sumberdaya bagi pembangunan agribisnis.
Selain itu, PR sebagai kegiatan opinion-maker
(Onong Uchjana Effendi. 1993; Soekarno, 1996; Colin Coulson-Thomson. 1999),
juga diperlukan untuk memasyarakatkan paradigma baru yakni membagun sistem
agribisnis merupakan suatu strategi pembangunan ekonomi yang mengintegrasikan
pembangunan pertanian, industri, dan jasa. Sosialisasi paradigma seperti ini
sangat penting karena peradigma pembangunan yang berkembang selama ini adalah
pembangunan ekonomi harus secerpat mungkin beralih dari pertanian ke industri
dan kemudian ke sektor jasa, sehingga semakin menurun kontribusi pertanian
dalam pendapatan nasional (tanpa memperdulikan jumlah penduduk yang terlibat di
dalamnya) dianggap sebagai kemajuan ekonomi.
Bila paradigma pembangunan yang
demikian terus berkembang atau tidak berhasil kita rubah, maka para pengambil
kebijakan ekonomi akan sulit diharapkan untuk mendesain kebijakan ekonomi yang
bersahabat dengan agribisnis.
Masih pada level makro ini, PR
agribisnis ke depan hendaknya secara pro-aktif untuk membangun good-image masyarakat
internasional tentang kelebihan-kelebihan dari produk agribisnis tropis.
Sebagai contoh telah berulang kali ASA (American Soybean Asociation)
menuduh minyak sawit kita sebagai produk yang tidak sehat dan merusak
lingkungan. Padahal perkebunan kelapa sawit dapat dipandang sebagai “Perkebunan
Korban” yang menyerap lebih banyak CO2 (penyebab pemanasan iklim dunia)
dibandingkan dengan minyak nabati lain. Selain itu, produk minyak sawit juga
terbukti tidak mengandung kolesterol sebagaimana minyak nabati lainnya.
Bentuk-bentuk pelecehan terhadap
agribisnis tropis seperti itu diperkirakan akan semakin gencar di masa yang
akan datang, sebagai bentuk hambatan baru perdagangan. Karena itu, PR
agribisnis Indonesia baru secara pro-aktif harus terus-menerus membangun global
good image agribisnis Indonesia. Sedangkan untuk tujuan itu, PR agribisnis
Indonesia harus berdasarkan pada kajian-kajian ilmiah sehingga tidak sekedar
retorika orator saja, tetapi didukung bukti empiris. Karenanya, PR yang
diharapkan ke depan hendaknya scientic PR (SPR) agribisnis, yang
mengedepankan informasi-informasi ilmiah atau didasari oleh kajian empiris.
Pada akhirnya peranan SPR tersebut
akan operasional pada level operasional (perusahaan agribisnis). Peranan SPR
agribisnis pada perusahaan agribisnis, diperkirakan makin penting mengingat
semakin pendeknya siklus produk (life cycle product) akibat makin
intensifnya inovasi teknologi. Biasanya suatu produk baru tidak langsung dapat
diterima oleh masyarakat karena terbatasnya informasi produk baru yang
bersangkutan diterima oleh masyarakat. Di sini peranan SPR agribisnis
diperlukan yakni mendeseminasi atribut-atribut produk yang bersangkutan kepada
konsumen.
Bagaimana setting dan metode
kerja SPR agribisnis ini, sampai saat ini memang belum jelas. Oleh karena itu
Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian Institut Pertanian Bogor (PS-KMP
IPB) ini perlu mengembangkan konsep SPR agribisnis ke depan. Diharapkan seminar
hari ini dapat menjadi langkah pertama menghimpun pemikiran dalam pengembangan
SPR agriubisnis ke depan.
D. Subsistem Agribisnis/agroindustri
Hilir meliputi Pengolahan dan Pemasaran
(Tata niaga) produk pertanian dan olahannya
Dalam subsistem ini terdapat rangkaian kegiatan mulai
dari pengumpulan produk usaha tani, pengolahan, penyimpanan dan distribusi.
Sebagian dari produk yang dihasilkan dari usaha tani didistribusikan langsung
ke konsumen didalam atau di luar negeri. Sebagian lainnya mengalami proses
pengolahan lebih dahulu kemudian didistribusikan ke konsumen. Pelaku kegiatan
dalam subsistem ini ialah pengumpul produk, pengolah, pedagang, penyalur ke
konsumen, pengalengan dan lain-lain. Industri yang mengolah produk usahatani
disebut agroindustri hilir (downstream). Peranannya amat penting bila
ditempatkan di pedesaan karena dapat menjadi motor penggerak roda perekonomian
di pedesaan, dengan cara menyerap/mencipakan lapangan kerja sehingga dapat
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pedesaan.
E. LINGKUP
KEGIATAN AGRIBISNIS
1. Pertanian
Pertanian dalam arti luas adalah proses menghasilkan
bahan pangan, ternak, serta produk-produk agroindustri dengan cara memanfaatkan
sumber daya tumbuhan dan hewan. Pemanfaatan sumber daya ini terutama berarti
budi daya (cultivation, atau untuk ternak: raising). Sedangkan pertanian dalam
arti sempit adalah proses menghasilkan bahan makanan.
Pertanian terbagi 2 :
- Pertanian Lahan Basah atau SawahØ
Merupakan usaha tani yang dilaksanakan pada hamparan
yang sangat membutuhkan perairan. Perairan sawah biasanya dilakukan untuk
komoditi padi,jagung dan kacang-kacang.
- Perairan Lahan Kering atau Ladang
Adalah pertanian yang tidak membutuhkan
pengairan.Komoditas lading biasanya berupa palawija,umbi-umbian dan
holtikultura.
2. Perkebunan
Merupakan usaha tani di lahan kering yang ditanami
dengan tanaman industri yang laku di pasar, seperti : karet, kelapa sawit,
tebu, cengkeh , dan lain-lain.
3. Peternakan
Merupakan usaha tani yang dilakukan dengan
membudidayakan ternak. Usaha ternak dibedakan atas:
- Peternakan unggas (ayam dan itik)
- Peternakan kecil (kambing,domba,kelinci,babi dan lain-lain)
- Ternak besar (kerbau,sapi dan kuda)
4. Perikanan
Perikanan adalah semua kegiatan yang terorganisir
berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan
lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan
pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.
- Perikanan tangkap, dapat dibedakan menjadi perikanan perairan (sungai dan danau) dan perikanan air laut.
- Perikanan budidaya, dapat dibedakan dalam perikanan kolam, perikanan rawa, perikanan empang dan perikanan tambak.
5. Kehutanan
Adalah kegiatan pertanian yang dilakukan untuk
mempoduksi atau memamfaatkan hasil hutan,baik yang timbuh atau hidup secara
alami maupun yang telah dibudidayakan Uraian di atas menunjukkan bahwa kegiatan
agribisnis merupakan kegiatan yang berbasis pada keunggulan sumberdaya alam
(on-farm agribusiness) yang terkait erat dengan penerapan teknologi dan
keunggulan sumberdaya manusia bagi perolehan nilai tambah yang lebih besar
BAB III
PENUTUP
Strategi pembangunan sistem agribisnis
yang bercirikan yakni berbasis pada pemberdayagunaan keragaman sumberdaya yang
ada di setiap daerah (domestic resources based), akomodatif
terhadap keragaman kualitas sumberdaya manusia yang kita miliki, tidak
mengandalkan impor dan pinjaman luar negeri yang besar, berorientasi ekspor
diperkirakan mampu memecahkan sebagian besar permasalahan perekonomian yang
ada. Selain itu, strategi pembangunan sistem agribisnis secara bertahap akan
bergerak dinamis menuju pembangunan agribisnis yang digerakkan ilmu pengetahuan,
teknologi dan SDM terampil (innovation-driven), diyakini mampu
mengantarkan perekonomian Indonesia memiliki daya saing dan bersinergis dalam
perekonomian dunia.
Dilihat dari berbagai aspek, seperti
potensi sumberdaya yang dimiliki, arah kebijakan pembangunan nasional, potensi
pasar domestik dan internasional produk-produk agribisnis, dan peta kompetisi
dunia, Indonesia memiliki prospek untuk mengembangkan sistem agribisnis.
Membangun sistem dan usaha
agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan dan berkelanjutan dan
terdesentraslitik merupakan tanggung jawab seluruh stake-holder
agribisnis, sesuai dengan peranan masing-masing. Profesi public relation sebagai
salah satu pelaku agribisnis berperan dalam membangun public good image baik
bagi pembangunan agribisnis maupun bagi perusahaan dan produk agribisnis. Pada
tingkat makro, peranan PR dalam pembangunan sistem dan usaha agribisnis
diharapkan dapat membangun good-image tentang pentingnya pembangunan
agribisnis dalam pembangunan ekonomi nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Colin Coulson-Thomson. 1999. ‘Public Relations,
Pedoman Praktis Untuk PR’ (Terjemahan). Bumi Aksara, Jakarta.
Onong Uchjana Effendi. 1993. ‘Human Raltions and
Public Relations’. Penerbit Mandar Maju, Bandung.
Saragih, Bungaran. 1998. “Kumpulan Pemikiran
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian”. Yayasan
Persada Mulia Indonesia.
Soekarno, SD. 1996. ‘Public Relations, Pengertian
Fungsi dan Peranannya’. Penerbit CV. Papiries, Surabaya.
Sudjijono, Budi.2008. Resesi Dunia dan Ekonomi
Indonesia.Jakarta: Golden Terayon Press
KATA PENGANTAR
Bissmillahirahmanirahim
Assalamu
alaikum warahmatullahi wabarakatu
Rasa syukur patut kami panjatkan kehadirat ALLAH S.W.T
yang telah mengijinkan dan memberi nikmat kemudahan kepada kami dalam menyusun
dan menulis makalah “SUPESTOR
AGRIBISNIS HILIR”
Hal yang paling mendasar yang
mendorong kami menyusun makalah ini adalah tugas dari mata kuliah AGRIBISNIS untuk mencapai nilai yang memenuhi syarat
perkuliahan.
Pada kesempatan ini kami semua
mengucapkan banyak terimakasih yang tak terhingga atas bimbingan dosen dan
semua pihak sehingga makalah ini dapat kami selesaikan dengan baik
Andai ada kekurangan dalam makalah
ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Wassalamualaikum warahmatullahi
wabarakaatuh
Raha, Desember 2013
penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR.............................................................................................. i
DAFTAR
ISI........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah............................................................................ 1
B. Tujuan
pembahasan................................................................................... 1
BAB
III PEMBAHASAN
- Prospek pengembangan sistem agribisnis di indonesia........................................ 2
- Pembangunan sistem agribisnis.................................................................... 3
- Peranan public relation dalam pembangunan agribisnis................................ 6
- Subsistem agribisnis/agroindustri hilir meliputi pengolahan dan pemasaran.. 7
E. (tata niaga) produk pertanian dan olahannya................................................. 8
- Lingkup kegiatan agribisnis............................................................................. 8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................. 9
B. Saran.......................................................................................................... 9
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................... 10
TUGAS
AGRIBISNIS
MAKALAH
SUPESTOR
AGRIBISNIS HILIR
DISUSUN
OLEH :
NAMA : NAWIATI
NIM :
PRODI
: AGRIBISNIS
SEKOLAH
TINGGI PERTANIAN WUNA
(STIP)
2013
TUGAS
PENGANTAR ILMU PERTANIAN
OLEH
:
NAMA : NAWIATI
NIM :
PRODI
: AGRIBISNIS
SEKOLAH
TINGGI PERTANIAN WUNA
(STIP)
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar