Makalah Kesehatan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini, epidemiologi banyak digunakan dalam analisis masalah gizi masyarakat. Masalah ini erat hubungannya dengan berbagai faktor yang menyangkut pola hidup masyarakat. Pendekatan masalah gizi masyarakat melalui epidemiologi gizi bertujuan untuk menganalisis berbagai faktor yang berhubungan erat dengan timbulnya masalah gizi masyarakat, baik yang bersifat biologis, dan terutama yang berkaitan dengan kehidupan social masyarakat. Penanggulangan masaah gizi masyarakat yang disertai dengan surveilans gizi lebih mengarah kepada penanggulangan berbagai faktor yang berkaitan erat dengan timbulnya masalah tersebut dalam masyarakat dan tidak hanya terbatas pada sasaran individu atau lingkungan keluarga saja.
Dari berbagai contoh ruang lingkup penggunaan epidemiologi seperti tersebut diatas, lebih memperjelas bahwa disiplin ilmu epidemiologi sebagai dasar filosofi dalam usaha pendekatan analis masalah yang timbul dalam masyarakat, baik yang bertalian dengan bidang kesehatan maupun masalah lain yang erat hubungannya dengan kehidupan masyarakat secara umum.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan dari frekuensi penyakit pada manusia.
Epidemiologi mempelajari tentang distribusi penyakit berdasarkan umur, jenis kelamin, geografi, dll. Epidemiologi mempelajari distribusi penyakit berdasarkan faktor-faktor penyebab.
Epidemiologi gizi adalah ilmu yang mempelajari determinan dari suatu masalah atau kelainan gizi.
• Mempelajari distribusi dan besarnya masalah gizi pada populasi manusia.
• Menguraikan penyakit dari masalah gizi dan menentukan hubungan sebab akibat.
• Memberikan informasi yang dibutuhkan untuk merencanakan dan melaksanakan program pencegahan, kontrol dan penanggulangan masalah gizi di masyarakat.
• Menguraikan penyebab dari masalah gizi dan menentukan hubungan sebab akibat.
Masalah gizi dihubungkan dengan:
1. Faktor dan penyebab masalah gizi (agent)
2. Faktor yang ada pada pejamu (host)
3. Faktor yang ada di lingkungan pejamu (environment)
Menguraikan penyebab dari masalah gizi dan menentukan hubungan sebab akibat:
• Masalah gizi : kekurangan atau kelebihan zat gizi
• Agent: asupan makanan dan penyakit yang dapat mempengaruhi status gizi serta faktor-faktor yang berkaitan
• Host: karakteristik individu yang ada kaitannya dengan masalah gizi (umur, jenis kelamin, suku bangsa, dll)
• Environment: lingkungan (rumah, pekerjaan, pergaulan) yang ada kaitannya dengan masalah gizi
Penggunaan epidemiologi gizi:
a. Secara deskriptif mempelajari :
• Siapa yang mempunyai masalah gizi
• Kapan dan pada situasi-kondisi apa yang bagaimana masalah gizi tersebut terjadi
(biasanya digunakan data dari klinik, laporan rutin ataupun hasil survey khusus)
b. Secara analitik mempelajari:
• Hubungan kausal tertentu antara faktor penyebab dengan kejadian/kelainan yang diakibatkannya
(biasanya diperlukan penelitian khusus dengan rancangan kohort ataupun kasus-kontrol)
c. Secara intervensi mempelajari:
• Dampak ataupun efek dari suatu program yang telah di laksanakan untuk menanggulangi masalah gizi.
(biasanya dapat di manfaatkan untuk memperkuat perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program/kebijakan gizi)
1. Penyebab terjadinya gizi buruk
Orang akan menderita gizi buruk jika tidak mampu untuk mendapat manfaat dari makanan yang mereka konsumsi, contohnya pada penderita diare, nutrisi berlebih, ataupun karena pola makan yang tidak seimbang sehingga tidak mendapat cukup kalori dan protein untuk pertumbuhan tubuh.
Beberapa orang dapat menderita gizi buruk karena mengalami penyakit atau kondisi tertentu yang menyebabkan tubuh tidak mampu untuk mencerna ataupun menyerap makanan secara sempurna. Contohnya pada penderita penyakit seliak yang mengalami gangguan pada saluran pencernaan yang dipicu oleh sejenis protein yang banyak terdapat pada tepung yaitu gluten. Penyakit seliak ini mempengaruhi kemampuan tubuh untuk menyerap nutrisi sehingga terjadi defisiensi.
Kemudian ada juga penyakit cystic fibrosis yang mempengaruhi pankreas, yang fungsinya adalah untuk memproduksi enzim yang dibutuhkan untuk mencerna makanan. Demikian juga penderita intoleransi laktosa yang susah untuk mencerna susu dan produk olahannya.
2. Penyebab secara langsung antara lain:
1. Penyapihan yang terlalu dini
2. Kurangnya sumber energi dan protein dalam makanan TBC
3. Anak yang asupan gizinya terganggu karena penyakit bawaan seperti jantung atau metabolisme lainnya.
4. Pola makan yang tidak seimbang kandungan nutrisinya
5. Terdapat masalah pada sistem pencernaan
6. Adanya kondisi medis tertentu
3. Penyebab secara tidak langsung antara lain :
1. Daya beli keluarga rendah/ ekonomi lemah
2. Lingkungan rumah yang kurang baik
3. Pengetahuan gizi kurang
4. Perilaku kesehatan dan gizi keluarga kurang
4. Gejala-gejala Gizi Buruk
Gizi buruk dapat mempengaruhi kesehatan tubuh baik fisik dan mental. Semakin berat kondisi gizi buruk yang diderita (semakin banyak nutrisi yang kurang) akan memperbesar resiko terjadinya masalah kesehatan secara fisik.
Pada gizi buruk yang berat dapat terjadi kasus seperti marasmus (lemah otot) akibat defisiensi protein dan energi, kretinisme dan kerusakan otak akibat defisiensi yodium, kebutaan dan resiko terkena penyakit infeksi yang meningkat akibat defisensi vitamin A, sulit untuk berkonsentrasi akibat defisiensi zat besi.
5. Gejala Umum Dari Gizi Buruk Adalah :
1. Kelelahan dan kekurangan energy
2. Pusing
3. Sistem kekebalan tubuh yang rendah (yang mengakibatkan tubuh kesulitan untuk melawan infeksi)
4. Kulit yang kering dan bersisik
5. Gusi bengkak dan berdarah
6. Gigi yang membusuk
7. Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat
8. Berat badan kurang
9. Pertumbuhan yang lambat
10. Kelemahan pada otot
11. Perut kembung
12. Tulang yang mudah patah
13. Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh
6. Tanda – tanda Gizi buruk secara umum
1. Berat Badan di bawah normal
2. Rambut pirang. Kering kusam
3. Pertumbuhan otak terhambat
4. Badan nya lemas
5. Matanya Cekung
6. Perut buncit
7. Tidak nafsu makan
8. Rabun Senja
7. Dampak gizi buruk pada anak terutama balita
1. Pertumbuhan badan dan perkembangan mental anak sampai dewasa terhambat.
2. Kekurangan Vitamin A dapat menyebabkan Rabun Senja
3. Daya tahan tubuh Lamah
4. Mudah terkena penyakit ispa, diare, dan yang lebih sering terjadi.
5. Zat antibody tidak sempurna
6. Jika terinfeksi sukar sembuh serta mudah berkomplikasi
7. Rentan terhadap penyakit TBC
8. Bisa menyebabkan kematian bila tidak dirawat secara intensif.
8. Indikasi Gizi Buruk
Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang bisa dijumpai pada anak adalah berupa kondisi badan yang tampak kurus.
Sedangkan gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar bisa dibedakan menjadi tiga tipe:
1. kwashiorkor
2. marasmus
3. marasmus-kwashiorkor.
1. Kwashiorkor adalah penyakit yang disebabkan oleh kekurangan protein dan sering timbul pada usia 1-3 tahun karena pada usia ini kebutuhan protein tinggi. Meski penyebab utama kwashiorkor adalah kekurangan protein, tetapi karena bahan makanan yang dikonsumsi kurang menggandung nutrient lain serta konsumsi daerah setempat yang berlainan, akan terdapat perbedaan gambaran kwashiorkor di berbagai negara.
a. Ciri – ciri kwashiorkor :
• edema (pembengkakan), umumnya seluruh tubuh (terutama punggung kaki dan wajah) membulat dan lembab
• pandangan mata sayu
• rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut tanpa rasa sakit dan mudah rontok
• terjadi perubahan status mental menjadi apatis dan rewel
• terjadi pembesaran hati
• otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk
• terdapat kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman lalu terkelupas (crazy pavement dermatosis)
• sering disertai penyakit infeksi yang umumnya akut
• anemia dan diare
2. Marasmus adalah kekurangan energi pada makanan yang menyebabkan cadangan protein tubuh terpakai sehingga anak menjadi “kurus” dan “emosional”. Sering terjadi pada bayi yang tidak cukup mendapatkan ASI serta tidak diberi makanan penggantinya, atau terjadi pada bayi yang sering diare.
a. ciri - ciri marasmus :
• badan nampak sangat kurus seolah-olah tulang hanya terbungkus kulit
• wajah seperti orang tua
• mudah menangis/cengeng dan rewel
• kulit menjadi keriput
• jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/pakai celana longgar
• perut cekung, dan iga gambang
• seringdisertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang)
• diare kronik atau konstipasi (susah buang air)
3. Ciri – ciri marasmus-kwashiorkor
Memiliki ciri gabungan dari beberapa gejala klinis kwashiorkor dan marasmus disertai edema yang tidak mencolok.
A. Cara Mengukur Status Gizi Anak
Banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengukur status gizi pada anak. Berikut adalah salah satu contoh pengukuran status gizi bayi dan balita berdasarkan tinggi badan menurut usia dan lingkar lengan atas.
Tabel Berat dan Tinggi Badan Menurut Umur
(usia 0-5 tahun, jenis kelamin tidak dibedakan)
Tabel Standar Baku Lingkar Lengan Atas (LiLA) Menurut Umur
Sumber: Pedoman Ringkas Pengukuran Antropometri, hlm. 18
B. Cara pencegahan
Menimbang begitu pentingnya menjaga kondisi gizi balita untuk pertumbuhan dan kecerdasannya, maka sudah seharusnya para orang tua memperhatikan hal-hal yang dapat mencegah terjadinya kondisi gizi buruk pada anak.
Berikut adalah beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada anak:
1. Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan. Setelah itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai pendamping ASI yang sesuai dengan tingkatan umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun
2. Anak diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein, lemak, vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya: untuk lemak minimal 10% dari total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan sisanya karbohidrat.
3. Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program Posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di atas. Jika tidak sesuai, segera konsultasikan hal itu ke dokter.
4. Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah sakit.
5. Jika anak telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori yang tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk proteinnya bisa diberikan setelah sumber-sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu meningkatkan energi anak. Berikan pula suplemen mineral dan vitamin penting lainnya. Penanganan dini sering kali membuahkan hasil yang baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi kesehatan secara umum. Namun, biasanya akan meninggalkan sisa gejala kelainan fisik yang permanen dan akan muncul masalah intelegensia di kemudian hari.
C. Cara Penanggulangan Gizi Buruk
1. Biasakan makan – makanan gizi yang seimbang
2. Mengatur pola makan balita
3. Konsumsi Vitamin A seperti susu, ikan goring, hati, sayur hijau, dan kuning
4. Konsumsi Vitamin B 12 seperti kedelai, telur, keju,daging, tempe, dll
4. Obesitas adalah penyakit gizi yang disebabkan kelebihan kalori dan ditandai dengan akumulasi jaringan lemak secara berlebihan diseluruh tubuh. Merupakan keadaan patologis dengan terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh. Gizi lebih (over weight) dimana berat badan melebihi berat badan rata-rata, namun tidak selalu identik dengan obesitas.
a. Penyebab
• Perilaku makan yang berhubungan dengan faktor keluarga dan lingkungan
• Aktifitas fisik yang rendah
• Gangguan psikologis (bisa sebagai sebab atau akibat)
• Laju pertumbuhan yang sangat cepat
• Genetik atau faktor keturunan
• Gangguan hormon
b. Gejala
• Terlihat sangat gemuk
• Lebih tinggi dari anak normal seumur
• Dagu ganda
• Buah dada seolah-olah berkembang
• Perut menggantung
• Penis terlihat kecil
c. Terdapat 2 golongan obesitas
• Regulatory obesity, yaitu gangguan primer pada pusat pengatur masukan makanan
• Obesitas metabolik, yaitu kelainan metabolisme lemak dan karbohidrat
d. Resiko/dampak obesitas
• Gangguan respon imunitas seluler
• Penurunan aktivitas bakterisida
• Kadar besi dan seng rendah
e. Penatalaksanaan
• Menurunkan BB sangat drastis dapat menghentikan pertumbuhannya. Pada obesitas sedang, adakalanya penderita tidak memakan terlalu banyak, namun aktifitasnya kurang, sehingga latihan fisik yang intensif menjadi pilihan utama
• Pada obesitas berat selain latihan fisik juga memerlukan terapi diet. Jumalh energi dikurangi, dan tubuh mengambil kekurangan dari jaringan lemak tanpa mengurangi pertumbuhan, dimana diet harus tetap mengandung zat gizi esensial.
• Kurangi asupan energi, akan tetapi vitamin dan nutrisi lain harus cukup, yaitu dengan mengubah perilaku makan
• Mengatasi gangguan psikologis
• Meningkatkan aktivitas fisik
• Membatasi pemakaian obat-obatan yang untuk mengurangi nafsu makan
• Bila terdapat komplikasi, yaitu sesak nafas atau sampai tidak dapat berjalan, rujuk ke rumah sakit
• Konsultasi (psikologi anak atau bagian endokrin)
5. ANEMIA
Anemia defisiensi adalah anemia yang disebabkan oleh kekurangan satu atau beberapa bahan yang diperlukan untuk pematangan eritrosit. Keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht) dan eritrosit lebih rendah dari nilai normal, akibat defisiensi salah satu atau beberapa unsur makanan yang esensial yang dapat mempengaruhi timbulnya defisiensi tersebut.
a. Macam-macam anemia
1. Anemia defisiensi besi adalah anemia karena kekurangan zat besi atau sintesa hemoglobin.
2. Anemia megaloblastik adalah terjadinya penurunan produksi sel darah merah yang matang, bisa diakibatkan defisiensi vitamin B12
3. Anemia aplastik adalah anemia yang berat, leukopenia dan trombositopenia, hipoplastik atau aplastik
1. ANEMIA DEFISIENSI BESI
• Prevalensi tertinggi terjadi didaerah miskin, gizi buruk dan penderita infeksi
• Hasil studi menunjukan bahwa anemia pada masa bayi mungkin menjadi salah satu penyebab terjadinya disfungsi otak permanen
• Defisiensi zat besi menurunkan jumlah oksigen untuk jaringan, otot kerangka, menurunnya kemampuan berfikir serta perubahan tingkah laku.
a. Ciri
• Akan memperlihatkan respon yang baik dengan pemberian preparat besi
• Kadar Hb meningkat 29% setiap 3 minggu
b. Tanda dan gejala
• Pucat (konjungtiva, telapak tangan, palpebra)
• Lemah
• Lesu
• Hb rendah
• Sering berdebar
• Papil lidah atrofi
• Takikardi
• Sakit kepala
• Jantung membesar
c. Dampak
• Produktivitas rendah
• SDM untuk generasi berikutnya rendah
d. Penyebab
Sebab langsung
• Kurang asupan makanan yang mengandung zat besi
• Mengkonsumsi makanan penghambat penyerapan zat besi
• Infeksi penyakit
Sebab tidak langsung
• Distribusi makanan yang tidak merata ke seluruh daerah
Sebab mendasar
• Pendidikan wanita rendah
• Ekonomi rendah
• Lokasi ggeografis (daerah endemis malaria)
e. Kelompok sasaran prioritas
• Ibu hamil dan menyusui
• Balita
• Anak usia sekolah
• Tenaga kerja wanita
• Wanita usia subur
f. Penanganan
• Pemberian Komunikasi,informasi dan edukasi (KIE) serta suplemen tambahan pada ibu hamil maupun menyusui
• Pembekalan KIE kepada kader dan orang tua serta pemberian suplemen dalam bentuk multivitamin kepada balita
• Pembekalan KIE kepada guru dan kepala sekolah agar lebih memperhatikan keadaan anak usia sekolah serta pemeberian suplemen tambahan kepada anak sekolah
• Pembekalan KIE pada perusahaan dan tenaga kerja serta pemberian suplemen kepada tenaga kerja wanita
• Pemberian KIE dan suplemen dalam bentuk pil KB kepada wanita usia subur (WUS)
6. DEFISIENSI VITAMIN A
Prevalensi tertinggi terjadi pada balita
a. Penyebab
• Intake makanan yang mengandung vitamin A kurang atau rendah
• Rendahnya konsumsi vitamin A dan pro vitamin A pada bumil sampai melahirkan akan memberikan kadar vitamin A yang rendah pada ASI
• MP-ASI yang kurang mencukupi kebutuhan vitamin A
• Gangguan absorbsi vitamin A atau pro vitamin A (penyakit pankreas, diare kronik, KEP dll)
• Gangguan konversi pro vitamin A menjadi vitamin A pada gangguan fungsi kelenjar tiroid
• Kerusakan hati (kwashiorkor, hepatitis kronik)
b. Sifat
• Mudah teroksidasi
• Mudah rusak oleh sinar ultraviolet
• Larut dalam lemak
c. Tanda dan gejala
• Rabun senja-kelainan mata, xerosis konjungtiva, bercak bitot, xerosis kornea
• Kadar vitamin A dalam plasma <20ug/dl d. Tanda hipervitaminosis Akut • Mual, muntah • Fontanela meningkat Kronis • Anoreksia • Kurus • Cengeng • Pembengkakan tulang e. Upaya pemerintah • Penyuluhan agar meningkatkan konsumsi vitamin A dan pro vitamin A • Fortifikasi (susu, MSG, tepung terigu, mie instan) • Distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi pada balita 1-5 tahun (200.000 IU pada bulan februari dan agustus), ibu nifas (200.000 IU), anak usia 6-12 bulan (100.000 IU) • Kejadian tertentu, ditemukan buta senja, bercak bitot. Dosis saat ditemukan (200.000 IU), hari berikutnya (200.000 IU) dan 4 minggu berikutnya (200.000 IU) • Bila ditemukan xeroptalmia. Dosis saat ditemukan :jika usia >12 bulan 200.000 IU, usia 6-12 bulan 100.000 IU, usia < 6 bulan 50.000 IU, dosis pada hari berikutnya diberikan sesuai usia demikian pula pada 1-4 minggu kemudian dosis yang diberikan juga sesuai usia
• Pasien campak, balita (200.000 IU), bayi (100.000 IU)
7. GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM (GAKY)
• Adalah sekumpulan gejala yang dapat ditimbulkan karena tubuh menderita kekurangan yodium secara terus menerus dalam waktu yang lama.
• Merupakna masalah dunia
• Terjadi pada kawasan pegunungan dan perbukitan yang tanahnya tidak cukup mengandung yodium
• Defisiensi yang berlangsung lama akan mengganggu fungsi kelenjar tiroid yang secara perlahan menyebabkan pembesaran kelenjar gondok
a. Dampak
• Pembesaran kelenjar gondok
• Hipotiroid
• Kretinisme
• Kegagalan reproduksi
• Kematian
b. Defisiensi pada janin
• Dampak dari kekurangan yodium pada ibu
• Meningkatkan insiden lahir mati, aborsi, cacat lahir
• Terjadi kretinisme endemis
• Jenis syaraf (kemunduran mental, bisu-tuli, diplegia spatik)
• Miksedema (memperlihatkan gejala hipotiroid dan dwarfisme)
c. Defisiensi pada BBL
• Penting untuk perkembangan otak yang normal
• Terjadi penurunan kognitif dan kinerja motorik pada anak usia 10-12 tahun pada mereka yang dilahirkan dari wanita yang mengalami defisiensi yodium
d. Defisiensi pada anak
• Puncak kejadian pada masa remaja
• Prevalensi wanita lebih tinggi dari laki-laki
• Terjadi gangguan kinerja belajar dan nilai kecerdasan
e. Klasifikasi tingkat pembesaran kelenjar menurut WHO (1990)
• Tingkat 0 : tidak ada pembesaran kelenjar
• Tingkat IA : kelenjar gondok membesar 2-4x ukuran normal, hanya dapat diketahui dengan palpasi, pembesaran tidak terlihat pada posisi tengadah maksimal
• Tingkat IB : hanya terlihat pada posisi tengadah maksimal
• Tingkat II : terlihat pada posisi kepala normal dan dapat dilihat dari jarak ± 5 meter
• Tingkat III : terlihat nyata dari jarak jauh
BAB III
KESIMPULAN
Pendekatan masalah gizi masyarakat melalui epidemiologi gizi bertujuan untuk menganalisis berbagai faktor yang berhubungan erat dengan timbulnya masalah gizi masyarakat, baik yang bersifat biologis, dan terutama yang berkaitan dengan kehidupan social masyarakat. Penanggulangan masaah gizi masyarakat yang disertai dengan surveilans gizi lebih mengarah kepada penanggulangan berbagai faktor yang berkaitan erat dengan timbulnya masalah tersebut dalam masyarakat dan tidak hanya terbatas pada sasaran individu atau lingkungan keluarga saja.
Epidemiologi gizi adalah ilmu yang mempelajari determinan dari suatu masalah atau kelainan gizi.
• Mempelajari distribusi dan besarnya masalah gizi pada populasi manusia.
• Menguraikan penyakit dari masalah gizi dan menentukan hubungan sebab akibat.
• Memberikan informasi yang dibutuhkan untuk merencanakan dan melaksanakan program pencegahan, kontrol dan penanggulangan masalah gizi di masyarakat.
• Menguraikan penyebab dari masalah gizi dan menentukan hubungan sebab akibat.
Masalah gizi dihubungkan dengan:
4. Faktor dan penyebab masalah gizi (agent)
5. Faktor yang ada pada pejamu (host)
6. Faktor yang ada di lingkungan pejamu (environment)
DAFTAR PUSTAKA
Nasry Noor, Prof. Dr. Nur, M.PH. Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta, 2008
http://lenteraimpian.wordpress.com/2010/02/24/masalah-masalah-gizi-di-indonesia-2/
Budiarto, Dr. Eko, SKM. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: EGC, 2002
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini, epidemiologi banyak digunakan dalam analisis masalah gizi masyarakat. Masalah ini erat hubungannya dengan berbagai faktor yang menyangkut pola hidup masyarakat. Pendekatan masalah gizi masyarakat melalui epidemiologi gizi bertujuan untuk menganalisis berbagai faktor yang berhubungan erat dengan timbulnya masalah gizi masyarakat, baik yang bersifat biologis, dan terutama yang berkaitan dengan kehidupan social masyarakat. Penanggulangan masaah gizi masyarakat yang disertai dengan surveilans gizi lebih mengarah kepada penanggulangan berbagai faktor yang berkaitan erat dengan timbulnya masalah tersebut dalam masyarakat dan tidak hanya terbatas pada sasaran individu atau lingkungan keluarga saja.
Dari berbagai contoh ruang lingkup penggunaan epidemiologi seperti tersebut diatas, lebih memperjelas bahwa disiplin ilmu epidemiologi sebagai dasar filosofi dalam usaha pendekatan analis masalah yang timbul dalam masyarakat, baik yang bertalian dengan bidang kesehatan maupun masalah lain yang erat hubungannya dengan kehidupan masyarakat secara umum.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan dari frekuensi penyakit pada manusia.
Epidemiologi mempelajari tentang distribusi penyakit berdasarkan umur, jenis kelamin, geografi, dll. Epidemiologi mempelajari distribusi penyakit berdasarkan faktor-faktor penyebab.
Epidemiologi gizi adalah ilmu yang mempelajari determinan dari suatu masalah atau kelainan gizi.
• Mempelajari distribusi dan besarnya masalah gizi pada populasi manusia.
• Menguraikan penyakit dari masalah gizi dan menentukan hubungan sebab akibat.
• Memberikan informasi yang dibutuhkan untuk merencanakan dan melaksanakan program pencegahan, kontrol dan penanggulangan masalah gizi di masyarakat.
• Menguraikan penyebab dari masalah gizi dan menentukan hubungan sebab akibat.
Masalah gizi dihubungkan dengan:
1. Faktor dan penyebab masalah gizi (agent)
2. Faktor yang ada pada pejamu (host)
3. Faktor yang ada di lingkungan pejamu (environment)
Menguraikan penyebab dari masalah gizi dan menentukan hubungan sebab akibat:
• Masalah gizi : kekurangan atau kelebihan zat gizi
• Agent: asupan makanan dan penyakit yang dapat mempengaruhi status gizi serta faktor-faktor yang berkaitan
• Host: karakteristik individu yang ada kaitannya dengan masalah gizi (umur, jenis kelamin, suku bangsa, dll)
• Environment: lingkungan (rumah, pekerjaan, pergaulan) yang ada kaitannya dengan masalah gizi
Penggunaan epidemiologi gizi:
a. Secara deskriptif mempelajari :
• Siapa yang mempunyai masalah gizi
• Kapan dan pada situasi-kondisi apa yang bagaimana masalah gizi tersebut terjadi
(biasanya digunakan data dari klinik, laporan rutin ataupun hasil survey khusus)
b. Secara analitik mempelajari:
• Hubungan kausal tertentu antara faktor penyebab dengan kejadian/kelainan yang diakibatkannya
(biasanya diperlukan penelitian khusus dengan rancangan kohort ataupun kasus-kontrol)
c. Secara intervensi mempelajari:
• Dampak ataupun efek dari suatu program yang telah di laksanakan untuk menanggulangi masalah gizi.
(biasanya dapat di manfaatkan untuk memperkuat perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program/kebijakan gizi)
1. Penyebab terjadinya gizi buruk
Orang akan menderita gizi buruk jika tidak mampu untuk mendapat manfaat dari makanan yang mereka konsumsi, contohnya pada penderita diare, nutrisi berlebih, ataupun karena pola makan yang tidak seimbang sehingga tidak mendapat cukup kalori dan protein untuk pertumbuhan tubuh.
Beberapa orang dapat menderita gizi buruk karena mengalami penyakit atau kondisi tertentu yang menyebabkan tubuh tidak mampu untuk mencerna ataupun menyerap makanan secara sempurna. Contohnya pada penderita penyakit seliak yang mengalami gangguan pada saluran pencernaan yang dipicu oleh sejenis protein yang banyak terdapat pada tepung yaitu gluten. Penyakit seliak ini mempengaruhi kemampuan tubuh untuk menyerap nutrisi sehingga terjadi defisiensi.
Kemudian ada juga penyakit cystic fibrosis yang mempengaruhi pankreas, yang fungsinya adalah untuk memproduksi enzim yang dibutuhkan untuk mencerna makanan. Demikian juga penderita intoleransi laktosa yang susah untuk mencerna susu dan produk olahannya.
2. Penyebab secara langsung antara lain:
1. Penyapihan yang terlalu dini
2. Kurangnya sumber energi dan protein dalam makanan TBC
3. Anak yang asupan gizinya terganggu karena penyakit bawaan seperti jantung atau metabolisme lainnya.
4. Pola makan yang tidak seimbang kandungan nutrisinya
5. Terdapat masalah pada sistem pencernaan
6. Adanya kondisi medis tertentu
3. Penyebab secara tidak langsung antara lain :
1. Daya beli keluarga rendah/ ekonomi lemah
2. Lingkungan rumah yang kurang baik
3. Pengetahuan gizi kurang
4. Perilaku kesehatan dan gizi keluarga kurang
4. Gejala-gejala Gizi Buruk
Gizi buruk dapat mempengaruhi kesehatan tubuh baik fisik dan mental. Semakin berat kondisi gizi buruk yang diderita (semakin banyak nutrisi yang kurang) akan memperbesar resiko terjadinya masalah kesehatan secara fisik.
Pada gizi buruk yang berat dapat terjadi kasus seperti marasmus (lemah otot) akibat defisiensi protein dan energi, kretinisme dan kerusakan otak akibat defisiensi yodium, kebutaan dan resiko terkena penyakit infeksi yang meningkat akibat defisensi vitamin A, sulit untuk berkonsentrasi akibat defisiensi zat besi.
5. Gejala Umum Dari Gizi Buruk Adalah :
1. Kelelahan dan kekurangan energy
2. Pusing
3. Sistem kekebalan tubuh yang rendah (yang mengakibatkan tubuh kesulitan untuk melawan infeksi)
4. Kulit yang kering dan bersisik
5. Gusi bengkak dan berdarah
6. Gigi yang membusuk
7. Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat
8. Berat badan kurang
9. Pertumbuhan yang lambat
10. Kelemahan pada otot
11. Perut kembung
12. Tulang yang mudah patah
13. Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh
6. Tanda – tanda Gizi buruk secara umum
1. Berat Badan di bawah normal
2. Rambut pirang. Kering kusam
3. Pertumbuhan otak terhambat
4. Badan nya lemas
5. Matanya Cekung
6. Perut buncit
7. Tidak nafsu makan
8. Rabun Senja
7. Dampak gizi buruk pada anak terutama balita
1. Pertumbuhan badan dan perkembangan mental anak sampai dewasa terhambat.
2. Kekurangan Vitamin A dapat menyebabkan Rabun Senja
3. Daya tahan tubuh Lamah
4. Mudah terkena penyakit ispa, diare, dan yang lebih sering terjadi.
5. Zat antibody tidak sempurna
6. Jika terinfeksi sukar sembuh serta mudah berkomplikasi
7. Rentan terhadap penyakit TBC
8. Bisa menyebabkan kematian bila tidak dirawat secara intensif.
8. Indikasi Gizi Buruk
Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang bisa dijumpai pada anak adalah berupa kondisi badan yang tampak kurus.
Sedangkan gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar bisa dibedakan menjadi tiga tipe:
1. kwashiorkor
2. marasmus
3. marasmus-kwashiorkor.
1. Kwashiorkor adalah penyakit yang disebabkan oleh kekurangan protein dan sering timbul pada usia 1-3 tahun karena pada usia ini kebutuhan protein tinggi. Meski penyebab utama kwashiorkor adalah kekurangan protein, tetapi karena bahan makanan yang dikonsumsi kurang menggandung nutrient lain serta konsumsi daerah setempat yang berlainan, akan terdapat perbedaan gambaran kwashiorkor di berbagai negara.
a. Ciri – ciri kwashiorkor :
• edema (pembengkakan), umumnya seluruh tubuh (terutama punggung kaki dan wajah) membulat dan lembab
• pandangan mata sayu
• rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut tanpa rasa sakit dan mudah rontok
• terjadi perubahan status mental menjadi apatis dan rewel
• terjadi pembesaran hati
• otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk
• terdapat kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman lalu terkelupas (crazy pavement dermatosis)
• sering disertai penyakit infeksi yang umumnya akut
• anemia dan diare
2. Marasmus adalah kekurangan energi pada makanan yang menyebabkan cadangan protein tubuh terpakai sehingga anak menjadi “kurus” dan “emosional”. Sering terjadi pada bayi yang tidak cukup mendapatkan ASI serta tidak diberi makanan penggantinya, atau terjadi pada bayi yang sering diare.
a. ciri - ciri marasmus :
• badan nampak sangat kurus seolah-olah tulang hanya terbungkus kulit
• wajah seperti orang tua
• mudah menangis/cengeng dan rewel
• kulit menjadi keriput
• jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/pakai celana longgar
• perut cekung, dan iga gambang
• seringdisertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang)
• diare kronik atau konstipasi (susah buang air)
3. Ciri – ciri marasmus-kwashiorkor
Memiliki ciri gabungan dari beberapa gejala klinis kwashiorkor dan marasmus disertai edema yang tidak mencolok.
A. Cara Mengukur Status Gizi Anak
Banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengukur status gizi pada anak. Berikut adalah salah satu contoh pengukuran status gizi bayi dan balita berdasarkan tinggi badan menurut usia dan lingkar lengan atas.
Tabel Berat dan Tinggi Badan Menurut Umur
(usia 0-5 tahun, jenis kelamin tidak dibedakan)
Tabel Standar Baku Lingkar Lengan Atas (LiLA) Menurut Umur
Sumber: Pedoman Ringkas Pengukuran Antropometri, hlm. 18
B. Cara pencegahan
Menimbang begitu pentingnya menjaga kondisi gizi balita untuk pertumbuhan dan kecerdasannya, maka sudah seharusnya para orang tua memperhatikan hal-hal yang dapat mencegah terjadinya kondisi gizi buruk pada anak.
Berikut adalah beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada anak:
1. Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan. Setelah itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai pendamping ASI yang sesuai dengan tingkatan umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun
2. Anak diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein, lemak, vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya: untuk lemak minimal 10% dari total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan sisanya karbohidrat.
3. Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program Posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di atas. Jika tidak sesuai, segera konsultasikan hal itu ke dokter.
4. Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah sakit.
5. Jika anak telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori yang tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk proteinnya bisa diberikan setelah sumber-sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu meningkatkan energi anak. Berikan pula suplemen mineral dan vitamin penting lainnya. Penanganan dini sering kali membuahkan hasil yang baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi kesehatan secara umum. Namun, biasanya akan meninggalkan sisa gejala kelainan fisik yang permanen dan akan muncul masalah intelegensia di kemudian hari.
C. Cara Penanggulangan Gizi Buruk
1. Biasakan makan – makanan gizi yang seimbang
2. Mengatur pola makan balita
3. Konsumsi Vitamin A seperti susu, ikan goring, hati, sayur hijau, dan kuning
4. Konsumsi Vitamin B 12 seperti kedelai, telur, keju,daging, tempe, dll
4. Obesitas adalah penyakit gizi yang disebabkan kelebihan kalori dan ditandai dengan akumulasi jaringan lemak secara berlebihan diseluruh tubuh. Merupakan keadaan patologis dengan terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh. Gizi lebih (over weight) dimana berat badan melebihi berat badan rata-rata, namun tidak selalu identik dengan obesitas.
a. Penyebab
• Perilaku makan yang berhubungan dengan faktor keluarga dan lingkungan
• Aktifitas fisik yang rendah
• Gangguan psikologis (bisa sebagai sebab atau akibat)
• Laju pertumbuhan yang sangat cepat
• Genetik atau faktor keturunan
• Gangguan hormon
b. Gejala
• Terlihat sangat gemuk
• Lebih tinggi dari anak normal seumur
• Dagu ganda
• Buah dada seolah-olah berkembang
• Perut menggantung
• Penis terlihat kecil
c. Terdapat 2 golongan obesitas
• Regulatory obesity, yaitu gangguan primer pada pusat pengatur masukan makanan
• Obesitas metabolik, yaitu kelainan metabolisme lemak dan karbohidrat
d. Resiko/dampak obesitas
• Gangguan respon imunitas seluler
• Penurunan aktivitas bakterisida
• Kadar besi dan seng rendah
e. Penatalaksanaan
• Menurunkan BB sangat drastis dapat menghentikan pertumbuhannya. Pada obesitas sedang, adakalanya penderita tidak memakan terlalu banyak, namun aktifitasnya kurang, sehingga latihan fisik yang intensif menjadi pilihan utama
• Pada obesitas berat selain latihan fisik juga memerlukan terapi diet. Jumalh energi dikurangi, dan tubuh mengambil kekurangan dari jaringan lemak tanpa mengurangi pertumbuhan, dimana diet harus tetap mengandung zat gizi esensial.
• Kurangi asupan energi, akan tetapi vitamin dan nutrisi lain harus cukup, yaitu dengan mengubah perilaku makan
• Mengatasi gangguan psikologis
• Meningkatkan aktivitas fisik
• Membatasi pemakaian obat-obatan yang untuk mengurangi nafsu makan
• Bila terdapat komplikasi, yaitu sesak nafas atau sampai tidak dapat berjalan, rujuk ke rumah sakit
• Konsultasi (psikologi anak atau bagian endokrin)
5. ANEMIA
Anemia defisiensi adalah anemia yang disebabkan oleh kekurangan satu atau beberapa bahan yang diperlukan untuk pematangan eritrosit. Keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht) dan eritrosit lebih rendah dari nilai normal, akibat defisiensi salah satu atau beberapa unsur makanan yang esensial yang dapat mempengaruhi timbulnya defisiensi tersebut.
a. Macam-macam anemia
1. Anemia defisiensi besi adalah anemia karena kekurangan zat besi atau sintesa hemoglobin.
2. Anemia megaloblastik adalah terjadinya penurunan produksi sel darah merah yang matang, bisa diakibatkan defisiensi vitamin B12
3. Anemia aplastik adalah anemia yang berat, leukopenia dan trombositopenia, hipoplastik atau aplastik
1. ANEMIA DEFISIENSI BESI
• Prevalensi tertinggi terjadi didaerah miskin, gizi buruk dan penderita infeksi
• Hasil studi menunjukan bahwa anemia pada masa bayi mungkin menjadi salah satu penyebab terjadinya disfungsi otak permanen
• Defisiensi zat besi menurunkan jumlah oksigen untuk jaringan, otot kerangka, menurunnya kemampuan berfikir serta perubahan tingkah laku.
a. Ciri
• Akan memperlihatkan respon yang baik dengan pemberian preparat besi
• Kadar Hb meningkat 29% setiap 3 minggu
b. Tanda dan gejala
• Pucat (konjungtiva, telapak tangan, palpebra)
• Lemah
• Lesu
• Hb rendah
• Sering berdebar
• Papil lidah atrofi
• Takikardi
• Sakit kepala
• Jantung membesar
c. Dampak
• Produktivitas rendah
• SDM untuk generasi berikutnya rendah
d. Penyebab
Sebab langsung
• Kurang asupan makanan yang mengandung zat besi
• Mengkonsumsi makanan penghambat penyerapan zat besi
• Infeksi penyakit
Sebab tidak langsung
• Distribusi makanan yang tidak merata ke seluruh daerah
Sebab mendasar
• Pendidikan wanita rendah
• Ekonomi rendah
• Lokasi ggeografis (daerah endemis malaria)
e. Kelompok sasaran prioritas
• Ibu hamil dan menyusui
• Balita
• Anak usia sekolah
• Tenaga kerja wanita
• Wanita usia subur
f. Penanganan
• Pemberian Komunikasi,informasi dan edukasi (KIE) serta suplemen tambahan pada ibu hamil maupun menyusui
• Pembekalan KIE kepada kader dan orang tua serta pemberian suplemen dalam bentuk multivitamin kepada balita
• Pembekalan KIE kepada guru dan kepala sekolah agar lebih memperhatikan keadaan anak usia sekolah serta pemeberian suplemen tambahan kepada anak sekolah
• Pembekalan KIE pada perusahaan dan tenaga kerja serta pemberian suplemen kepada tenaga kerja wanita
• Pemberian KIE dan suplemen dalam bentuk pil KB kepada wanita usia subur (WUS)
6. DEFISIENSI VITAMIN A
Prevalensi tertinggi terjadi pada balita
a. Penyebab
• Intake makanan yang mengandung vitamin A kurang atau rendah
• Rendahnya konsumsi vitamin A dan pro vitamin A pada bumil sampai melahirkan akan memberikan kadar vitamin A yang rendah pada ASI
• MP-ASI yang kurang mencukupi kebutuhan vitamin A
• Gangguan absorbsi vitamin A atau pro vitamin A (penyakit pankreas, diare kronik, KEP dll)
• Gangguan konversi pro vitamin A menjadi vitamin A pada gangguan fungsi kelenjar tiroid
• Kerusakan hati (kwashiorkor, hepatitis kronik)
b. Sifat
• Mudah teroksidasi
• Mudah rusak oleh sinar ultraviolet
• Larut dalam lemak
c. Tanda dan gejala
• Rabun senja-kelainan mata, xerosis konjungtiva, bercak bitot, xerosis kornea
• Kadar vitamin A dalam plasma <20ug/dl d. Tanda hipervitaminosis Akut • Mual, muntah • Fontanela meningkat Kronis • Anoreksia • Kurus • Cengeng • Pembengkakan tulang e. Upaya pemerintah • Penyuluhan agar meningkatkan konsumsi vitamin A dan pro vitamin A • Fortifikasi (susu, MSG, tepung terigu, mie instan) • Distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi pada balita 1-5 tahun (200.000 IU pada bulan februari dan agustus), ibu nifas (200.000 IU), anak usia 6-12 bulan (100.000 IU) • Kejadian tertentu, ditemukan buta senja, bercak bitot. Dosis saat ditemukan (200.000 IU), hari berikutnya (200.000 IU) dan 4 minggu berikutnya (200.000 IU) • Bila ditemukan xeroptalmia. Dosis saat ditemukan :jika usia >12 bulan 200.000 IU, usia 6-12 bulan 100.000 IU, usia < 6 bulan 50.000 IU, dosis pada hari berikutnya diberikan sesuai usia demikian pula pada 1-4 minggu kemudian dosis yang diberikan juga sesuai usia
• Pasien campak, balita (200.000 IU), bayi (100.000 IU)
7. GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM (GAKY)
• Adalah sekumpulan gejala yang dapat ditimbulkan karena tubuh menderita kekurangan yodium secara terus menerus dalam waktu yang lama.
• Merupakna masalah dunia
• Terjadi pada kawasan pegunungan dan perbukitan yang tanahnya tidak cukup mengandung yodium
• Defisiensi yang berlangsung lama akan mengganggu fungsi kelenjar tiroid yang secara perlahan menyebabkan pembesaran kelenjar gondok
a. Dampak
• Pembesaran kelenjar gondok
• Hipotiroid
• Kretinisme
• Kegagalan reproduksi
• Kematian
b. Defisiensi pada janin
• Dampak dari kekurangan yodium pada ibu
• Meningkatkan insiden lahir mati, aborsi, cacat lahir
• Terjadi kretinisme endemis
• Jenis syaraf (kemunduran mental, bisu-tuli, diplegia spatik)
• Miksedema (memperlihatkan gejala hipotiroid dan dwarfisme)
c. Defisiensi pada BBL
• Penting untuk perkembangan otak yang normal
• Terjadi penurunan kognitif dan kinerja motorik pada anak usia 10-12 tahun pada mereka yang dilahirkan dari wanita yang mengalami defisiensi yodium
d. Defisiensi pada anak
• Puncak kejadian pada masa remaja
• Prevalensi wanita lebih tinggi dari laki-laki
• Terjadi gangguan kinerja belajar dan nilai kecerdasan
e. Klasifikasi tingkat pembesaran kelenjar menurut WHO (1990)
• Tingkat 0 : tidak ada pembesaran kelenjar
• Tingkat IA : kelenjar gondok membesar 2-4x ukuran normal, hanya dapat diketahui dengan palpasi, pembesaran tidak terlihat pada posisi tengadah maksimal
• Tingkat IB : hanya terlihat pada posisi tengadah maksimal
• Tingkat II : terlihat pada posisi kepala normal dan dapat dilihat dari jarak ± 5 meter
• Tingkat III : terlihat nyata dari jarak jauh
BAB III
KESIMPULAN
Pendekatan masalah gizi masyarakat melalui epidemiologi gizi bertujuan untuk menganalisis berbagai faktor yang berhubungan erat dengan timbulnya masalah gizi masyarakat, baik yang bersifat biologis, dan terutama yang berkaitan dengan kehidupan social masyarakat. Penanggulangan masaah gizi masyarakat yang disertai dengan surveilans gizi lebih mengarah kepada penanggulangan berbagai faktor yang berkaitan erat dengan timbulnya masalah tersebut dalam masyarakat dan tidak hanya terbatas pada sasaran individu atau lingkungan keluarga saja.
Epidemiologi gizi adalah ilmu yang mempelajari determinan dari suatu masalah atau kelainan gizi.
• Mempelajari distribusi dan besarnya masalah gizi pada populasi manusia.
• Menguraikan penyakit dari masalah gizi dan menentukan hubungan sebab akibat.
• Memberikan informasi yang dibutuhkan untuk merencanakan dan melaksanakan program pencegahan, kontrol dan penanggulangan masalah gizi di masyarakat.
• Menguraikan penyebab dari masalah gizi dan menentukan hubungan sebab akibat.
Masalah gizi dihubungkan dengan:
4. Faktor dan penyebab masalah gizi (agent)
5. Faktor yang ada pada pejamu (host)
6. Faktor yang ada di lingkungan pejamu (environment)
DAFTAR PUSTAKA
Nasry Noor, Prof. Dr. Nur, M.PH. Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta, 2008
http://lenteraimpian.wordpress.com/2010/02/24/masalah-masalah-gizi-di-indonesia-2/
Budiarto, Dr. Eko, SKM. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: EGC, 2002
BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Paradigma baru program Keluarga Berencana Nasional telah diubah visinya dari mewujudkan NKKBS menjadi visi untuk mewujudkan Keluarga Berkualitas tahun 2015. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan, bertanggungjawab, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan YME. Dan dalam paradigma baru program ini misinya sangat menekankan pentingnya upaya menghormati hak-hak reproduksi, sebagai upaya integral dalam meningkatkan kualitas keluarga. Karena keluarga adalah salah satu diantara kelima matra kepentingan kependudukan yang sangat mempengaruhi perwujudan penduduk yang berkualitas.
Berdasarkan visi dan misinya program Keluarga Berencana nasional mempunyai kontribusi penting dalam upaya peningkatan kualitas penduduk. Salah satu kunci dalam rencana strategi nasional Indonesia 2010 adalah bahwa setiap kehamilan harus merupakan kehamilan yang diinginkan. Untuk mewujudkan pesan kunci tersebut keluarga berencana merupakan upaya pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan utama. Untuk mengoptimalkan keluarga berencana bagi kesehatan, pelayanannya harus digabungkan dengan pelayanan kesehatan reproduksi yang telah tersedia.
BAB II
ISI
II.I Pelayanan Kontrasepsi dengan Berbagai Metode
1. Implant
Ialah alat kontrasepsi bawah kulit (AKBK), KB susuk. Norplant adalah suatu alat kontrasepsi yang mengandung levonorgestrel yang dibungkus dalam kapsul silastic-silicone (polydimethylsiloxane) dan disusukan dibawah kulit. Jumlah kapsul yang disusukan dibawah kulit adalah sebanyak 6 kapsul dan masing-masing kapsul panjangnya 34 mm dan berisi 36 mg levonorgestrel. Setiap hari sebanyak 30 mcg levonorgestrel dilepaskan kedalam darah secara difusi melalui dinding kapsul. Levonorgestrel adalah suatu progestin yang dipakai juga dalam pil KB seperti mini pil atau pil kombinasi atau pun pada AKDR yang bioaktif.
a. Jenis Implant
• Norplant. Terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan panjang 3,4 cm, dengan diameter 2,4 mm, yang diisi dengan 36 mg Levonorgestrel dan lama kerjanya 5 tahun
• Implanon. Terdiri dari 1 batang lentur dengan panjang kira-kira 40 mm, dan diameter 2 mm, yang diisi dengan 68 mg 3-Keto-desogestrel dan lama kerjanya 3 tahun
• Jadena dan indoplant. Terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg Levonorgestrel dengan lama kerja 3 tahun
b. Mekanisme Kerja
1. Mengentalkan lendir serviks sehingga menyulitkan penetrasi sperma
2. Menimbulkan perubahan-perubahan pada endometrium sehingga tidak cocok untuk implantasi zygote
3. Pada sebagian kasus dapat pula menghalangi terjadinya ovulasi
4. Mengurangi transportasi sperma
Efek kontraseptif norplant merupakan gabungan dari ketiga mekanisme kerja tersebut diatas. Daya guna norplant cukup tinggi. Kepustakaan melaporkan kegagalan norplant antara 0,3-0,5 per seratus tahun wanita.
Kelebihan Norplant adalah cara ini cocok untuk wanita yang tidak boleh menggunakan obat yang mengandung esterogen, perdarahan yang terjadi lebih ringan, tidak menaikan tekanan darah, resiko terjadi kehamilan ektopik lebih kecil dibandingkan pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim. Selain itu cara norplant ini dapat digunakan dalam jangka waktu selama 5 tahun dan bersifat reversible. Menurut data klinis yang ada dalam waktu 1 tahun setelah pengangkatan norplant 80-90% wanita dapat hamil kembali.
Efek samping norplant antara lain gangguan pola haid seperti terjadinya spotting, perdarahan haid memanjang, mual, anorexia, sakit kepala, kadang terjadi perubahan pada libido dan berat badan, timbulnya acne, oleh karena jumlah progestin yang dikeluarkan kedalam darah sangat kecil, maka efek samping yang terjadi tidak sesering seperti pada penggunaan pil KB.
c. Indikasi
1. Wanita-wanita yang ingin memakai kontrasepsi untuk jangka waktu yang lama tetapi tidak bersedia menjalani kontap atau AKDR
2. Usia reproduksi
3. Telah memiliki anak ataupun yang belum
4. Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi
5. Tidak menginginkan anak lagi, tetapi menolak sterilisasi
6. Tekanan dara < 180/110 mmHg, dengan masalah pembekuan darah, atau anemia bulan sabit (sickle cell)
7. Tidak boleh menggunakan kontrasepsi hormonal yang mengandung esterogen
d. Kontra Indikasi
1. Kehamilan atau disangka hamil
2. Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya
3. Benjolan/kanker payudara atau riwayat kanker payudara
4. Gangguan toleransi glukosa/diabetes mellitus
5. Riwayat kehamilan ektopik
6. Kelainan kardiovaskuler
e. Keuntungan Implant
1. Perlindungan jangka panjang selama 5 tahun
2. Pengembalian tingkat kesuburan yang cepat setelah pencabutan
3. Tidak memerlukan pemeriksaan dalam
4. Tidak mengganggu kegiatan coitus
5. Klien hanya perlu ke klinik bila ada keluhan
6. Dapat dicabut setiap saat sesuai dengan kebutuhan
DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo, Sarwono DSOG. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka, 2007
Everett, Suzanne. Buku Saku Kontrasepsi dan Kesehatan Seksual Reproduktif. Jakarta: EGC, 2007
Vaney, Helen, dkk. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC, 2006
Saifudin, Abdul Bar, dkk. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka, 2006
Klein, Susan, dkk. Panduan Lengkap Kebidanan. Yogyakarta: Palmall, 2009
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Paradigma baru program Keluarga Berencana Nasional telah diubah visinya dari mewujudkan NKKBS menjadi visi untuk mewujudkan Keluarga Berkualitas tahun 2015. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan, bertanggungjawab, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan YME. Dan dalam paradigma baru program ini misinya sangat menekankan pentingnya upaya menghormati hak-hak reproduksi, sebagai upaya integral dalam meningkatkan kualitas keluarga. Karena keluarga adalah salah satu diantara kelima matra kepentingan kependudukan yang sangat mempengaruhi perwujudan penduduk yang berkualitas.
Berdasarkan visi dan misinya program Keluarga Berencana nasional mempunyai kontribusi penting dalam upaya peningkatan kualitas penduduk. Salah satu kunci dalam rencana strategi nasional Indonesia 2010 adalah bahwa setiap kehamilan harus merupakan kehamilan yang diinginkan. Untuk mewujudkan pesan kunci tersebut keluarga berencana merupakan upaya pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan utama. Untuk mengoptimalkan keluarga berencana bagi kesehatan, pelayanannya harus digabungkan dengan pelayanan kesehatan reproduksi yang telah tersedia.
BAB II
ISI
II.I Pelayanan Kontrasepsi dengan Berbagai Metode
1. Implant
Ialah alat kontrasepsi bawah kulit (AKBK), KB susuk. Norplant adalah suatu alat kontrasepsi yang mengandung levonorgestrel yang dibungkus dalam kapsul silastic-silicone (polydimethylsiloxane) dan disusukan dibawah kulit. Jumlah kapsul yang disusukan dibawah kulit adalah sebanyak 6 kapsul dan masing-masing kapsul panjangnya 34 mm dan berisi 36 mg levonorgestrel. Setiap hari sebanyak 30 mcg levonorgestrel dilepaskan kedalam darah secara difusi melalui dinding kapsul. Levonorgestrel adalah suatu progestin yang dipakai juga dalam pil KB seperti mini pil atau pil kombinasi atau pun pada AKDR yang bioaktif.
a. Jenis Implant
• Norplant. Terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan panjang 3,4 cm, dengan diameter 2,4 mm, yang diisi dengan 36 mg Levonorgestrel dan lama kerjanya 5 tahun
• Implanon. Terdiri dari 1 batang lentur dengan panjang kira-kira 40 mm, dan diameter 2 mm, yang diisi dengan 68 mg 3-Keto-desogestrel dan lama kerjanya 3 tahun
• Jadena dan indoplant. Terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg Levonorgestrel dengan lama kerja 3 tahun
b. Mekanisme Kerja
1. Mengentalkan lendir serviks sehingga menyulitkan penetrasi sperma
2. Menimbulkan perubahan-perubahan pada endometrium sehingga tidak cocok untuk implantasi zygote
3. Pada sebagian kasus dapat pula menghalangi terjadinya ovulasi
4. Mengurangi transportasi sperma
Efek kontraseptif norplant merupakan gabungan dari ketiga mekanisme kerja tersebut diatas. Daya guna norplant cukup tinggi. Kepustakaan melaporkan kegagalan norplant antara 0,3-0,5 per seratus tahun wanita.
Kelebihan Norplant adalah cara ini cocok untuk wanita yang tidak boleh menggunakan obat yang mengandung esterogen, perdarahan yang terjadi lebih ringan, tidak menaikan tekanan darah, resiko terjadi kehamilan ektopik lebih kecil dibandingkan pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim. Selain itu cara norplant ini dapat digunakan dalam jangka waktu selama 5 tahun dan bersifat reversible. Menurut data klinis yang ada dalam waktu 1 tahun setelah pengangkatan norplant 80-90% wanita dapat hamil kembali.
Efek samping norplant antara lain gangguan pola haid seperti terjadinya spotting, perdarahan haid memanjang, mual, anorexia, sakit kepala, kadang terjadi perubahan pada libido dan berat badan, timbulnya acne, oleh karena jumlah progestin yang dikeluarkan kedalam darah sangat kecil, maka efek samping yang terjadi tidak sesering seperti pada penggunaan pil KB.
c. Indikasi
1. Wanita-wanita yang ingin memakai kontrasepsi untuk jangka waktu yang lama tetapi tidak bersedia menjalani kontap atau AKDR
2. Usia reproduksi
3. Telah memiliki anak ataupun yang belum
4. Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi
5. Tidak menginginkan anak lagi, tetapi menolak sterilisasi
6. Tekanan dara < 180/110 mmHg, dengan masalah pembekuan darah, atau anemia bulan sabit (sickle cell)
7. Tidak boleh menggunakan kontrasepsi hormonal yang mengandung esterogen
d. Kontra Indikasi
1. Kehamilan atau disangka hamil
2. Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya
3. Benjolan/kanker payudara atau riwayat kanker payudara
4. Gangguan toleransi glukosa/diabetes mellitus
5. Riwayat kehamilan ektopik
6. Kelainan kardiovaskuler
e. Keuntungan Implant
1. Perlindungan jangka panjang selama 5 tahun
2. Pengembalian tingkat kesuburan yang cepat setelah pencabutan
3. Tidak memerlukan pemeriksaan dalam
4. Tidak mengganggu kegiatan coitus
5. Klien hanya perlu ke klinik bila ada keluhan
6. Dapat dicabut setiap saat sesuai dengan kebutuhan
DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo, Sarwono DSOG. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka, 2007
Everett, Suzanne. Buku Saku Kontrasepsi dan Kesehatan Seksual Reproduktif. Jakarta: EGC, 2007
Vaney, Helen, dkk. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC, 2006
Saifudin, Abdul Bar, dkk. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka, 2006
Klein, Susan, dkk. Panduan Lengkap Kebidanan. Yogyakarta: Palmall, 2009
TUGAS MAKALAH
TENTANG KESEHATAN
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK
1.
ERWIN
2.
3.
4.
SMA NEGERI 1 RAHA
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar