BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Manusia hidup itu selalu
menghadapi yang namanya masalah, baik itu masalah pribadi maupun itu masalah
bersama. Diantara masalah itu ada yang dapat dipecahkan, namun ada juga masalah
yang tidak dapat diselesaikan. Kenapa demikian? Padahal pada hakekatnya tidak
ada permasalahan yang tidak dapat diselesaikan. Apakah mereka tidak berpikir?
Pada masa sekarang ini terjadi
kerusuhan dimana-mana, seperti tragedi priok yang menimbulkan korban tewas dan
kasus gayus tambunan yang memakan uang rakyat sebesar ± 28 milyar. Mengapa hal
itu bisa terjadi? Padahal mereka adalah orang-orang yang terpelajar. Mengapa
mereka lebih menggunakan otot daripada otak, ataupun lebih mementingkan hawa
nafsu daripada kepentingan rakyat?
Fenomena di atas masih hangat
dibicarakan dan belum menemukan benang merahnya. Lalu, apa yang mendasari
pikiran mereka sehingga melakukan hal-hal yang merugikan orang lain? Bukankah
sadar ataupun tidak manusia itu pada hakekatnya berfikir.
Fenomena lain yang dapat
penulis temukan yaitu keadaan Desa Simpang Kanan Kecamatan Simpang Kanan
Kabupaten Rokan Hilir, yang dari 2 tahun lalu sewaktu penulis pergi dari desa
tersebut dan merantau ke pekanbaru masih terlihat sama seperti saat
ditinggalkan. Keadaannya masih seperti itu-itu saja tanpa ada perubahan yang
moncolok. Apa yang terjadi pada desa tersebut? Apakah tidak ada satu orangpun yang
kreatif di desa tersebut?
Sebelum menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut, akan lebih baik jika penulis menyusunnya secara
sistematis dan menerangkan beberapa kajian teori ilmu yang menyangkut
permasalahan yang dihadapi.
B.
Rumusan Masalah
Jika dilihat permasalahan di atas, maka akan
timbul pertanyaan, lalu sebenarnya apakan berpikir itu? Di dalam makalah ini
akan dijelaskan beberapa rumusan masalah yang dirasa akan menjawab semua
pertanyaan itu yaitu tentang:
Apa itu berfikir?
Kenapa manusia berfikir?
Macam-macam berfikir.
Defenisi kreatifitas beserta ciri-cirinya.
Apa itu berfikir?
Kenapa manusia berfikir?
Macam-macam berfikir.
Defenisi kreatifitas beserta ciri-cirinya.
BAB II
PEMBAHASAN
BERPIKIR DAN
BERTINDAK KREATIF
A. BERPIKIR
1. Defenisi
Berpikir
Dalam mendefiniskan soal berpikir ini terdapat adanya
beberapa macam pendapat, di antaranya ada yang menganggap berpikir sebagai
suatu proses asosiasi saja, ada pula yang memandang berpikir sebagai proses
penguatan hubungan antara stimulus dan respons, ada yang mengemukakan bahwa
berpikir itu merupakan suatu kegiatan psikis untuk mencari hubungan antara dua
objek atau lebih, bahkan ada pula yang mengatakan bahwa berpikir merupakan
kegiatan kognitif tingkat tinggi (higher level cohnitive), sering pula
dikemukakan bahwa berpikir itu merupakan aktivitas psikis yang intensional.
Berpikir adalah serangkaian, gagasan, idea atau
konsepsi-konsepsi yang diarahkan kepada suatu pemecahan masalah. Jika melihat arti berpikir seperti ini maka dapat dipahami bahwa
pengertian ini merujuk berdasarkan hasi berpikir dan tujuan berpikir. Jika
diuraikan adalah sebagai berikut:
Penulis mendefenisikan
berpikir adalah suatu proses pencarian gagasan, ide-ide, dan konsep yang
diarahkan untuk pemecahan masalah. Dikatakan sebagai proses karena sebelum
berpikir kita tidak mempunyai gagasan maupun ide, dan sewaktu berpikir itulah
ide bisa datang sehingga melahirkan berbagai pemikiran, diantaranya adalah
pemikiran kreatif.
Berpikir juga dapat diartikan
dengan bertanya tentang sesuatu, karena disaat kita berpikir yang ada diotak
kita adalah berbagai pertanyaan analisa diantaranya adalah: apa, mengapa,
kenapa, bagaimana, dan dimana. Akan lebih mudah jika diuraikan
sebagai berikut:
Para ahli juga ada yang
mendenisikan berpikir dengan berbagai macam bentuk. Penulis mengambil satu
pendapat yang dikira tepat untuk menjelaskan apa itu berpikir, yaitu:
- Drever, ia
mengemukakan masalah berpikir sebagai berikut: “Thinking is any course or
train of ideas; in the by a problem.” Dengan demikian, dapat dikemukakan
bahwa berpikir bertitik tolak dari adanya persoalan atau problem yang
dihadapi secara individu.[1]
Dari pendapat diatas dapat
diartikan bahwa berpikir menurut drever adalah merujuk pada pemecahan masalah
(problem solving).
2. Urgensi
Berpikir
Salah satu yang membedakan
manusia dengan hewan terletak pada potensi nalar (nathiq), kegiatan nalar, atau
kegiatan berfikir dalam merenungkan objek pikir. Manusia diberikan akal sebagai
potensi untuk berpikir akan tetapi hewan hanya diberikan insting untuk
merasakan sesuatu. Eksistensi dan fungsionalisasi akal dapat meningkatkan
derajat dan status keberadaan manusia dalam menjalankan tugas sebagai pemegang
amanat (risalah) untuk menjalankan ibadah dan khilafah dibumi ini.
Di dalam al Qur’an dijelaskan
bahwa berpikir merupakan salah satu cara bersyukur terhadap nikmat yang
diberikan oleh allah swt, dan bersyukur tersebut juga merupakan ibadah. Hal itu
dikarenakan jika kita berpikir maka kita telah memanfaatkan potensi akal yang
diberikan oleh allah dengan tujuan mengemban amanat dan kemaslahatan umat.
Al Qur’an juga mengecam
orang-orang yang taklid[2] dan orang-orang yang tidak mau menggunakan potensi
inderawinya (indera lahir/indera batin) dalam mengkaji, meneliti dan
mendayagunakan anugerah alam semesta, ataupun segala sesuatu yang bermanfaat di
dunia ini untuk tujuan kepentingan umat.
3. Tuntunan
Berpikir
Al qur’an memberikan pedoman
metodologi, serta teknis penggunaan akal dengan sempurna, dan menuntun
orang-orang yang berpikir agar mencapai kebenaran yang hakiki. Diantara
tuntunannya yaitu sebagai berikut;
a. yaitu upaya membebaskan pemikiran dari belenggu taklid serta mengunakan
kebebasan berpikir sesuai dengan prinsip-prinsip pengetahuan disini lebih
ditekankan untuk lebih kritis terhadap pemikiran orang lain
b. langkah
meditasi dan pencarian bukti atau data ilmiah empirik.
c. Yaitu langkah analisis, pertimbangan dan induksi. Langkah ini merupakan
kegiatan penalaran dengan berpedoman pada prinsip-prisnsip untuk menemukan
kebenaran ilmiah dan data-data empirik yang ditemukan.
d. Langkah
membuat keputusan ilmiah yang didasarkan atas argumen dan bukti ilmiah.
4. Tujuan
Berpikir
Tujuan berpikir tidak lain
tidak bukan untuk untuk menyelesaikan permasalahan yang menimpa seseorang, baik
itu masalah pribadi maupun masalah orang lain. Seperti pada permasalahan yang
lalu pada kerusuhan tragedi tanjung priok, seharusnya tidak terjadi tindakan
anarkis antara dua belah pihak jika mereka berpikir ilmiah tentang untung
rugiinya bertikai, karena hal itu tidak akan menyelesaikan masalah, dan malah
akan memperkeruh keadaan.
Berpikir juga mempunyai tujuan
yang lain yaitu untuk memenuhi kebutuhannya yang harus dipenuhi. Misalkan badu lapar
dan ingin makan, tetapi ia tidak bisa masak, maka ia akan berpikir agar
kebutuhannya dapat terpenuhi, misalkan mencari pembantu atau belajar memasak,
nah, disinilah berpikir bertujuan untuk memenuhi kebutuhan.
Tujuan berpikir
selanjutnya menurut agama islam yaitu agar dapat menyimpulkan mana yang
haq (benar) dan yang batil (salah). Pada contoh kasus gayus tambunan yang
mengkorupsi uang rakyat milyaran rupiah dia tidak dianggap berpikir dalam islam
dan ia bukanlah termasuk orang yang ulul albab. Meskipun ia seyogyanya
berpikir, tetapi ia tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Meskipun ia tahu ia salah tapi ia tetap melaakukan perbuatan tersebut, padahal
tindakannya adalah tindakan pengkhianatan terhadap hatinya.
Satu lagi tujuan berpikir yang
tidak mungkin ditinggalkan adalah untuk mengambil suatu keputusan. Misalnya
seseorang manajer yang akan menerima karyawan, sedang melakukan test, ataupun
seorang wanita yang ditembak oleh seorang cowok. Maka ia akan berpikir.
5. Macam-Macam
Berpikir
Selama kita berada dalam keadaan jaga, maka
gagasan-gagasan akan tercampur dengan ingatan, gambaran, fantasi, persepsi dan
asosiasi-asosiasi. Dalam proses berpikir orang menghubungkan pengertian satu
dengan pengertian lain untuk mendapatkan pemecahan dari persoalan yang
dihadapi. Pengertian-pengertian itu dapat dinyatakan dengan kata-kata, gambar,
simbol-simbol atau bentuk-bentuk lain.[3]
Menurut Kartono, ada enam pola berpikir, yaitu:
1. Berpikir
konkrit, yaitu berpikir dalam dimensi ruang, waktu, dan tempat tertentu.
2. Berpikir
abstrak, yaitu berpikir dalam ketidakberhinggaan, sebab bisa dibesarkan atau
disempurnakan keluasannya.
3. Berpikir
klasifikatoris, yaitu berpikir mengenai klasifikasi atau pengaturan menurut
kelas-kelas tingkat tertentu.
4. Berpikir
analogis, yatiu berpikir untuk mencari hubungan antar peristiwa atas dasar
kemiripannya.
5. Berpikir
ilmiah, yaitu berpikir dalam hubungan yang luas dengan pengertian yang lebih
komplek disertai pembuktian-pembuktian.
6. Berpikir
pendek, yaitu lawan berpikir ilmiah yang terjadi secara lebih cepat, lebih
dangkal dan seringkali tidak logis.
Sedangkan menurut Morgan, Berpikir terbagi menjadi
dua, yaitu: berpikir autistic dan berpikir realistik. Autistik (autistic
thinking) yaitu proses berpikir yang sangat pribadi menggunakan
simbol-simbol dengan makna yang sangat pribadi, contohnya mimpi.[4]
Dalam berpikir autistic, orang melarikan diri dari
kenyataan dan melihat hidup sebagai gambar-gambar fantastis. Kegiatan mental
yang melantur ini tidak mempunyai tujuan yang tertentu, dan sering kali
dinamakan pikiran (berpikir) tidak terarah, atau arus kesadaran atau kesadaran
jaga biasa.[5]
Sedangkan berpikir realities, disebut juga nalar (reasoning),
ialah berpikir dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata. Floyd L. Ruch
menyebutkan empat macam berpikir realistic, antara lain: deduktif, induktif,
evaluatif dan analogis.
1. Berpikir
Deduktif.
Berpikir deduktif ialah mengambil kesumpulan dari dua
pernyataan, yang pertama merupakan pernyataan umum. Dalam logika, ini disebut
silogisme. Berpikir deduktif dapat dirumuskan, “Jika A benar, dan B benar, maka
akan terjadi C”. Dalam berpikir deduktif, kita mulai dari hal-hal yang umum
pada hal-hal yang khusus.
2. Berpikir Induktif
Berpikir induktif sebaliknya, dimulai dari hal-hal
yang khusus dan kemudian mengambil kesimpulan umum, kita melakukan
generalisasi. Ketapatan berpikir induktif bergantung pada memadainya kasus yang
dijadikan dasar.
3. Berpikir evaluatif.
Berpikir evaluatif ialah berpikir kritis, menilai
baik-buruknya, tepat atau tidaknya suatu gagasan. Dalam berpikir evaluatif,
kita menambah atau mengurangi gagasan. Kita menilai menurut kriteria tertentu
yang agak mirip dengan berpikir evaluatif adalah berpikir analogi.
4. Berpikir Analogi.
Berpikir analogi adalah berpikir kira-kira, yang
didasarkan pada pengenalan kesamaan. Umumnya orang menggunakan perbandingan
kesamaan. Umumnya orang menggunakan perbandingan atau kontras.[6]
B. BERTINDAK
KREATIF
1. Defenisi
kreatif
Kreativitas adalah segala
bentuk kemampuan mewujudkan daya upaya menciptakan sesuatu yang asli
(original), baru sekali, spesifik, expresif, imaginatif, dan unik. Disini
dimaksudkan sesuatu yang baru yaitu memang belum ada orang lain yang
melakukannya atau seandainya ada yang sudah berhasil melakukannya itu tidak
ddilingkungannya. Sedangkan yang dimaksud dengan original asli ialah bahwa yang
dilakukannya memang berdasarkan pemikirannya bukan pemikiran orang lain, dan
tidak menjiplak (plagiat).
Pada hakikatnya, pengertian
kreatif berhubungan dengan penemuan sesuatu, mengenai hal yang mengahasilkan
sesuatu yang baru dengan menggunakan sesuatu yang telah ada. Menurut Moreno,
yang penting dalam kreativitas bukanlah penemuan sesuatu yang belum pernah
diketahui orang sebelumnya, melainkan bahwa produk kreativitas itu merupakan
sesuatu yang baru bagi diri sendiri dan tidak harus merupakan sesuatu yang baru
bagi orang lain atau dunia pada umumnya, misalnya seorang siswa menciptakan
untuk dirinya sendiri suatu hubungan baru dengan siswa/orang lain.[7]
Pembahasan kreativitas sering
dihubungkan dengan kecerdasan. Ada pendapat yang mengatakan bahwa siswa yang
tingkat kecerdasannya (IQ) tinggi berbeda-beda kreativitasnya dan siswa
yang kreativitasnya tinggi berbeda-beda kecerdasannya. Dengan perkataan lain,
siswa yang tinggi tingkat kecerdasannya tidak selalu menunjukkkan tingkat
kreativitas yang tinggi, dan banyak siswa yang tinggi tingkat kreativitasnnya
tidak selalu tinggi tingkat kecerdasannya.[8]
Keterangan diatas sesuai
dengan pendapat Moreno yang menyatakan bahwa tidak benar kalau kita beranggapan
bahwa hanyalah siswa-siswa (atau orang-orang) yang sangat cerdas saja yang
dapat menjadi kreatif. Dalam kenyataan, akan menjadi sukarlah untuk hidup
secara normal tanpa adanya kreativitas, karena kreativitas itu perlu untuk
menghadapi perubahan-perubahan yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan
manusia.
Taylor dan Holland menerangkan
bahwa kecerdasan hanya memegang peranan yang kecil saja di dalam tingkah laku
kreatif, dan dengan demikian tidak memadai untuk dipakai sebagai ukuran
kreativitas. Dalam hubungan ini Klausmeier & Ripple menjelaskan bahwa
janganlah kita lalu berkesimpulan atau mengharapkan bahwa orang yang kecerdasannya
(IQ-nya) rendah atau normal akan dapat menjadi sama kreatifnya dengan
orang yang kecerdasannya tinggi. Di kalangan orang yang tingkat kecerdasannya
sama, terdapat perbedaan kreativitas.[9]
Dalam hal ini sebaiknya kita
tidak mengadakan pemisahan antara cerdas dan kreatif, pembedaan itu sebaliknya
dilakukan antara orang-orang yang cerdas tetapi tidak kreatif, dengan
orang-orang yang cerdas dan kreatif. Persoalannya sekarang ialah mengapa di
antara orang-orang yang tingkat kecerdasannya tinggi itu hanya beberapa saja
yang kreatif.
2. Kondisi yang
dapat menimbulkan pemikiran kreatif
Pemikiran kreatif muncul bukan
disebabkan karena kebetulan atau ketidaksengajaan. Pemikiran ini dilahirkan
oleh beberapa faktor, diantara dikarenakan kondisi-kondisi tertentu. Adapun
kondisi-kondisi yang melahirkan pemikiran kreatif tersebut ialah sebagai
berikut:
a. Pemikiran kreatif muncuk bila seseorang mudah dalam menerima sesuatu. Jika
ia sussah menerima hal baru maka ia akan menyangkal kreatif dan tidak mau
melakukannya.
b. Meskipun
banyak orang mengatakan kreatif itu tidak dapat dicari-cari, tapi penulis
menyatakan bahwa kreatif itu dapat dicari dengan cara berpikir sehingga mampu
menemukan hal baru. Memang kemungkinan kreatif datang sendiri tak dapat
dipungkiri karena manusia mempunyai pikiran alam bawah sadar.
c. Pemikiran kreatif tidak mudah dikontrol, bahkan pemikiran ini perlu
didukung sikap-sikap yang melekat pada diri kita sendiri. Jika ada sesuatu hal
yang kita anggap kreatif namun kita tak mampu melakukannya berarti kita tidak
mempunyai kecakapan untuk bertindak kreatif.
d. Pemikiran
kreatif bisa datang sendiri atau didatangkan dengan berbagai usaha dan kondisi
yuang mendukungnya.
e. Menenggelamkan diri pada satu pokok masalah saja. Apabila kita terfokus
pada suatu permasalahan, maka kita kemungkinan besar akan menemukan ide yang
kreatif karena tidan terpengaruhi oleh masalah yang lain.
f. Disini bukan saja terfokus kepada satu masalah yang harus dipikirkan,
tetapi juga terhadap permasalahan yang harus dipecahkan.
g. Kemampuan
menangkap permasalahannya. Apabila seseorang mempunyai kecakapan dalam
memecahkan masalah, maka ia mudah mendapatkan ide kreatif.
h. Memanfaatkan
kekeliruan dan meninggalkan kebiasaan. Disini apabila kita ingin mendapatkan
ide kreatif maka kita harus meninggalkan bias akan tradisi, karena akan
mempengaruhi pikiran kita menjadi kolot dan tak berkembang.
Kondisi di atas hanyalah
sedikit gambaran untuk sebagai pedoman jika kita ingin kreatif. Ternyata kreatif
sendiri itu dapat kita bentuk dalam diri kita dengan menyiapkan mental untuk
menerima hal baru yang belum pernah dilakukan orang lain yan tentu saja akan
mendapatkan respon yang berbeda-beda.
3. Ciri-ciri
orang kreatif
Manusia kreatif mempunyai
karakteristik yang spesifik dan kita perlu mengenal ciri-cirinya yang spesifik
sebagai manusia kreatif, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Hasrat keingintahuan yang cukup besar. Orang kreatif cenderung berkembang
terus sampai ia menemukan hal yang ia inginkan.
b. Bersikap
terbuka terhadap pengalaman baru. Orang kreatif selalu merespon baik pada
pengalaman baru dengan mengambil sisi yang positifnya.
c. Panjang akal, selalu mempunyai cara untuk menyelesaikan masalahnya dan
selalu dengan cara yang berbeda walaupun pada masalah yang sama.
d. Keinginan
untuk menemukan dan meneliti.
e. Cenderung lebih menyukai tugas yang berat dan sulit. Menyukai segala
sesuatu yang berbau tantangan karena akan meningkatkan gairahnya.
f. Cenderung mencari jawaban yang luas dan memuaskan. Selalu berpikiran luas
dan tidak puas mendapat 2 jika ia bisa dapat 5.
g. Memiliki
dedikasi bergairah serta aktif dalam melaksanakan tugas.
h. Berpikir
fleksibel. Tidak kaku dalam berpikir ataupun kolot.
i. Menanggapi pertanyaan yang diajukan serta cenderung memberi jawaban lebih
banyak.
j. Kemampuan membuat analisis dan sintesis.
k. Memiliki
semangat bertanya serta meneliti.
l. Memiliki daya abstraksi yang cukup baik.
m. Memiliki
latar belakang membaca yang cukup luas.
Ciri-ciri di atas dapat kita
jadikan patokan untuk mengetahui orang-orang yang kreatif, namun, jika kita
ingin menjadi orang yang kreatif maka kita harus melihat tuntunannya dan
mengikutinya. Demikian bahasan yang dapat penulis uraikan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ternyata, setelah penulis
menelaah materi tentang berpikir dan bertindak kreatif, keduanya memiliki
hubungan yang erat yaitu berupa turunan, maksudnya berpikir itu mempunyai
cabang yang bermacam-macam dan diantaranya berpotensi akan memunculkan sebuah
ide maupun tindakan kreatif.
Dapat disimpulkan pula bahwa
setiap permasalahan dapat dipecahkan dengan berpikir, tergantung kemampuan kita
dalam memanfaatkan inderawi kita. Dan dapat dipahami bahwa setiap aspek
kehidupan kita selalu terdapat perbuatan yang disebut berpikir, walaupun dalam
artian yang sempit.
Jadi orang yang berpkir itu
dalam kajian islam adalah hamba allah yang menggunakan potensi hidayah akalnya
dalam memikirkan objek pikirnya yang berupa ayat-ayat allah yang tertulis
(qur’aniyah), serta tanda-tanda kekuasaan allah dalam realitas alam dan
hukumnya (kauniyah), dalam terminologi alqur’an disebut ulul albab.
Artinya,
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan
siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
Kita dapat menciptakan suatu
suasana yang kreatif, namun kita tidak mudah untuk bertindak kreatif karena
orang kreatif harus mempunyai kecakapan yang mendukung untuk bertindak kreatif.
B. Saran
Setelah menyelesaikan tugas
ini, penulis menyumbangkan beberapa ide agar dapat berguna untuk para pembaca
sebagai pemecahan masalah. Apabila anda menemukan suatu permasalahan yang
sangat suliat anda anggap untuk dipecahkan berusahalah untuk berpikir asosiatif
sehingga dapat menghubungkan dengan penyelesaian lain yang mungkin berguna.
Apabila anda ingin menjadi
orang yang kreatif, hal pertama yang harus dilakukan adalah dengan menyiapkan
diri untuk bertindak kreatif, selanjutnya menyiapkan lingkungan yang kondusif,
yang mendukung segaa aktifitas kreatif anda, sehingga jika anda mencoba untuk
berpikir hal yang baru itu akan membuat pengalaman yan baru untuk anda.
Di dalam menyelesaikan masalah
apapun itu, mengambil keputusan atau ingin mencari ide baru, maka hal
yang harus dilakukan pertama kali adalah berpikir. Dan berpikir itulah yang
akan membuat masalah anda terselesaikan, akan tetapi tidak terbatas pada
pikiran sendiri, kita bisa meminta pendapat orang lain untuk mengembangkannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Sambas, Syukriadi, Mantik
Kaidah Berpikir Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000.
Santrock, John W. Psikologi
Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007.
Saleh, Abdul Rahman, Psikologi
Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2008.
Purwanto, Ngalim, Psikologi
Pendidikan, Jakarta: PT. Remaja Rosakarya, 1990.
Slameto, Belajar dan
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta, 2003.
Tohirin, Psikologi
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada,
2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar