do-not-copy { -webkit-user-select:none; -khtml-user-select:none; -moz-user-select:none; -ms-user-select:none; user-select:none;

Jumat, 16 Desember 2011

Pemimpin yang Adil


Semua orang bisa menjadi pemimpin. Namun, tidak semua orang mampu menjadi pemimpin yang adil. Sebab, pemimpin yang adil merupakan pemimpin yang didambakan oleh rakyatnya. Pemimpin yang adillah yang akan mampu membawa kebaikan bagi orang-orang yang dipimpinnya. Kita semua adalah pemimpin, setidak-tidaknya pemimpin bagi diri kita sendiri. Dan karena itu, maka setiap kita suatu saat akan mempertanggung jawabkan kepemimpinan kita itu.
Terlebih lagi sebagai pemimpin negara, orang yang dipercaya memimpin rakyatnya, diharapkan mampu memenuhi keingnan rakyat tersebut. Keadilan merupakan harapan terbesar bagi rakyat sebuah negara. Sering pula, masalah keadilan menjadi batu sandungan bagi seorang menjadi pemimpin.
Rasulullah saw menyatakan bahwa ada tiga orang yang tidak ditolak do’anya, yaitu orang yang berpuasa hingga ia berbuka, pemimpin yang adil, dan orang yang teraniaya (HR Ahmad dan Tirmidzi). Begitulah ketentuan Allah SWT bagi pemimpin yang adil. Do’a merupakan senjatanya umat manusia. Manusia yang tak mau berdo’a adalah manusia yang angkuh, sombong, serta balasannya tentu dosa.
Kembali kepada masalah peminpin. Untuk mendapatkan pemimpin yang adil ada beberapa hal yang harus kita perhatikan.
Pertama. Tidak menggunakan kekuasaannya untuk menindas orang-orang yang dipimpinnya. Banyak kejadian di dunia ini dimana pemimpinnya menjadikan rakyatnya sebagai budak. Rakyat dipaksa melakukan apapun yang diperintahkan oleh pemimpinnya demi kekuasaan, kekuatan, dan keserakahan pemimpinnya. Bagitu banyak rakyat yang terzhalimi hak-haknya hanya demi memenuhi ambisi pemimpinnya. Pemimpin yang seperti ini alih-alih membuat rakyatnya sejahtera, justru membawa penderitaan.
Kedua. Tidak menggunakan kekuasaannya untuk memperkaya diri, keluarga, atau orang lain yang ada hubungannya dengan diri pemimpin tersebut. Banyak yang setelah diangkat menjadi pemimpin, setelah memimpin justru sibuk memperkaya diri, keluarga, dan orang-orang terdekatnya. Ia lupa dengan kesejahteraan orang-orang yang dipimpinnya, yang memerlukan bantuan dari sang pemimpin. Kepemimpinan selalu bersama dengan kekuasaan. Dengan kekuasaan tersebut seorang pemimpin dapat melakukan apa saja. Ia dapat melakukan sesuatu yang akan membawa kebaikan bagi rakyatnya atau justru sebaliknya. Begitu banyak kenyataan didepan kita, bagaimana seorang pemimpin yang justru terjebak pada usaha memperkaya diri sendiri.
Ketiga. Tidak menggunakan kekuasaannya untuk membuat aturan yang menguntungkan dirinya sendiri. Diantara pemimpin yang telah kita pilih, ada pemimpin yang mengatur sendiri aturan negara agar berpihak kepadanya. Peraturan perundang-undangan dibuat dan tafsir sesuai keinginannya. Pemimpin seperti ini justru akan membawa malapetaka bagi rakyatnya. Semua aturan harus disesuaikan dengan kepentingan sang pemimpin.
Keempat. Menjadikan hukum sebagai panglima. Sesungguhnya, masalah keadilan tidak hanya sebatas berhubungan dengan hukum semata. Tetapi, hukum merupakan tonggak pertama yang harus ditegakkan agar masalah-masalah yang lain dapat diselesaikan dengan baik. Apabila pemimpin menggunakan hukum sebagai alat untuk menindas rakyatnya, bersiap-siaplah untuk menuju kehancuran. Hukum menjadi senjata untuk melanggengkan kekuasaan. Pemimpin seperti ini merupakan merupakan iblis atau setan yang siap menjerumuskan rakyatnya kejurang kehancuran, penderitaan, dan keterbelakangan.
Kita tentu berharap bahwa pemimpin-pemimpin kita merupakan pemimpin yang adil. Kita juga berharap bawah selain do’anya orang yang berpuasa, do’anya orang yang teraniaya, do’anya para pemimpin akan dikabulkan oleh Allah SWT. Atau apakah belum adanya perubahan ke arah kemajuan yang kita cita-citakan selama ini karena beluma adanya pemimpin yang adil di negeri yang kita cintai ini ? Wallau ‘alam.

Tidak ada komentar: