Penduduk Indonesia termasuk pengguna
Internet yang cukup intens tetapi sayangnya mereka belum terbiasa untuk
membayar konten yang mereka konsumsi di web. Konvergensi merupakan nama
permainan ini. Di sini operator GSM mengandalkan paket-paket mereka pada
konsumen. Sementara, perbedaan antara penyedia konten dan penyedia
layanan makin kabur, tantangan mengenai cara memonetisasi komunitas
online ini tidaklah mudah tetapi memiliki potensi tinggi jika dapat
dipecahkan dengan baik.
Jejaring
sosial masih menjadi tren utama dalam ranah online di Indonesia.
Kekuatannya makin mencengkeram pasar Indonesia yang ditandai dengan
makin naiknya jumlah pengguna Facebook di nusantara hingga melampaui
angka 30 juta. Negeri kita juga menjadi pasar Twitter ke-3 paling aktif
di dunia.
Itu hanya sebagian kecil
dari gunung es yang jauh lebih besar karena hanya 12% dari warga
Indonesia yang terkoneksi dengan Internet hingga saat ini. Dari angka
itu, hanya 5% yang menggunakan PC (komputer pribadi) sebagai alat untuk
menjangkau dunia maya.
Sebuah prediksi yang dimuat dalam laporan terkini dari Boston Consulting Group
menyatakan bahwa angka-angka di atas akan naik 3 kali lipat hingga
tahun 2015. Meskipun Facebook tidak memiliki kantor perwakilan di
Jakarta, jumlah pengguna Facebook di negeri ini tidak bisa diremehkan
karena menduduki urutan kedua terbesar dalam peringkat ukuran pasar di
dunia.
Akun-akun orang Indonesia
mendominasi sebanyak 20% di jejaring sosial Friendster yang pernah
begitu populer dahulu di antara pengguna web Asia. Google yang juga
tertarik pada pasar ini mengumumkan di bulan Juli 2011 bahwa mereka akan
membuka kantor perwakilan untuk membantu memperluas pangsa pasar Google
di Indonesia yang menjanjikan ini.
Semua
surat kabar besar memiliki situs online masing-masing tetapi masalah
pemberlakuan tarif untuk menikmati konten masih menghadang, sebagaimana
dalam sebagian besar pasar. Konten online memiliki pengaruh besar
terhadap kelompok media cetak yang lebih 'mapan'. Penerbitan konten
secara online makin banyak dianggap sebagai cara paling ampuh dalam
membidik konsumen Indonesia yang demikian besar jumlahnya. Dan ini
memberikan jalan untuk mengatasi biaya operasional yang demikian tinggi
yang menghantui media cetak di nusantara.
Portal
online seperti Vivanews! menghasilkan tingkat kunjungan yang relatif
tinggi. Sementara Wall Street Journal meluncurkan versi onlinenya dalam
bahasa Indonesia, dengan tujuan mereplika upayanya di Jepang dan China.
Ada
juga minat dari para investor dalam menggarap pasar online yang
menggiurkan ini, menunjukkan makna penting dan strategis dari pasar
online Indonesia di benua Asia. Yahoo! membeli jejaring sosial berbasis
lokasi Koprol di bulan Mei 2010 dengan nilai yang kabarnya mencapai 100
juta dollar (yang belum pernah dikonfirmasi sama sekali).
Bersamaan
dengan potensi yang tinggi itu, muncul pula tantangan-tantangan yang
tidak kalah banyak. Dari sudut pandang regulator, garis perbedaan makin
kabur dalam Kementerian Komunikasi dan Informatika RI dengan regulasi
yang relatif kendur.
Melakukan upaya penetrasi menuju komunitas online yang besar dan banyak menggunakan perangkat bergerak seperti smartphone dan tablet PC ini tetap menjadi sebuah isu yang menantang.
Banyak
dari kenaikan penggunaan Internet didorong oleh harga jual perangkat
BlackBerry yang murah karena disubsidi oleh para operator GSM. Tak heran
mereka bersedia memberikan subsidi karena tingkat konsumsi konsumen ini
akan makin mengganas setelah perangkat berada di tangan.
Di
tahun 2010 saja, periklanan online setara dengan 4% pengeluaran. Pada
saat yang sama, penetrasi perbankan dan kartu kredit masih belum sesuai
harapan karena keterbatasan sejumlah faktor. Ini menjadi kendala dalam
melakukan transaksi jual beli online. Facebook memperkirakan hanya
10-20% dari pengguna Indonesianya yang mengklik pada iklan yang
diunggah.
Namun, dari tingkat bawah,
iklan online tumbuh cepat, sebanyak 400% dari tahun ke tahun di 2010.
Pembelanjaan pada iklan yang dipajang secara online mencapai 28,4 juta
dollar tahun itu sementara belanja untuk iklan di pencarian tumbuh
hingga 13,4 juta dollar. Baik Facebook dan Friendster bekerja dengan
Admax Network untuk mengakses ruang iklan.
Indonesia
juga menjadi medan uji coba untuk marketing online inovatif. Jika
operator telekomunikasi mengendalikan pembelian mikro mereka, iklan
online bisa mengambil alih. Multiply, jejaring sosial yang berpusat di
AS yang menawarkan layanan trading pasar dengan cara yang sama seperti
eBay, memiiki pengunjung sebanyak 7 juta dari Indonesia, 2 juta di
antaranya ialah pengguna aktif.
Transaksi
rata-rata yang mencapai jumlah Rp 150.000 (18 dollar) mengubah
Indonesia menjadi pasar terbesar Multiply dunia di tahun 2011. "Salah
satu kunci sukses dalam dunia ecommerce ialah kepercayaan dan
rekomendasi," kata Andy Djiwandono, wakil presiden Multiply Indonesia.
Pasar
online Indonesia telah membuktikan dinamikanya, membangkitkan minat
investor secara signifikan baik dalam lingkup lokal dan internasional.
Jika pengiklan online sukses dalam mengatasi kendala-kendala iklan dan
ecommerce, pasar Indonesia yang makin tumbuh besar ini menawarkan profit
yang tak sedikit. (OxfordBusinessGroup/*Akhlis)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar