do-not-copy { -webkit-user-select:none; -khtml-user-select:none; -moz-user-select:none; -ms-user-select:none; user-select:none;

Sabtu, 02 November 2013

MAKALAH KEBUDAYAAN SULTRA

MAKALAH KEBUDAYAAN SULAWESI TENGGARA (TARIAN LULO)


Description: http://mardiati.blog.unissula.ac.id/files/2012/06/lulo1.jpg

MAKALAH
KEBUDAYAAN SULAWESI TENGGARA
(TARIAN LULO)
Disusun Oleh :




 

















KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunian_Nya akhirnya tugas individu membuat karya ilmiah yang berjudul KEBUDAYAAN DAERANG SULAWESI TENGGARA (TARI LULO) yang saya buat dapat terselesaikan sebagaimana waktu yang harapkan.
Kami menyadari bahwa karya ilmiah yang saya buat ini masih banyak kekurangan, kekeliruan, dan kesalahan.
Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritikan yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan penulisan tugas ini.




























Daftar Isi
KATA PENGANTAR.. ii
Daftar Isi.. iii
BAB I : PENDAHULUAN.. 1
1.1          Latarbelakang. 1
1.2          Tujuan. 2
BAB II : RUMUSAN MASALAH. 3
BAB III : TRI ARGUMENTASI. 4
BAB IV : PEMBAHASAN.. 5
4.1        Pemahaman Tentang Tari Lulo. 5
4.2        Cara menari Lulo. 5
4.3        Perkembangan Tari Lulo. 6
BAB V : PENUTUP. 7
5.1       Kesimpulan. 7
5.2       Kritik dan Saran. 8
Bibliography. 10






















BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latarbelakang
Budaya atau kesenian Lulo merupakan kesenian daerah suku Tolaki yang menjadi khasanah yang memperkaya budaya Sulawesi Tenggara. Sebagai kesenian daerah, Lulo juga telah menjadi salah satu atribut budaya yang membedakan Sultra dengan daerah lain. Menurut M. Oktrisman Balagi Kepala Bidang Pesona Seni Budaya Badan Pariwisata dan Kebudayaan Sultra, tarian lulo menggambarkan kebersamaan masyarakat Tolaki dalam keberagaman dengan meninggalkan sekat yang membedakan kaya dan miskin serta status sosial lainnya. Jika menelusuri awal munculnya kesenian lulo menurut Trisman, mungkin bisa dilihat dari bagaimana memakna gerakan-gerakan lulo itu sendiri saat ini. Pada zaman dahulu, masyarakat suku Tolaki yang notabene mengkonsumsi sagu dan beras dalam memenuhi kebutuhan konsumsinya, sering menggunakan teknik menghentakkan kaki untuk menghaluskan rumbia menjadi sagu yang bisa dimakan dan menggunakan teknik yang sama dalam melepaskan bulir padi dari tangkainya. Kebiasaan ini kemudian dilakukan secara terus-menerus dan secara bergotong royong agar prosesnya lebih cepat. Dari kebiasaan inilah masyarakat menemukan gerakan-gerakan yang kemudian dikembangkan menjadi sebuah seni tari yang kini kita kenal dengan sebutan Tarian Lulo. Pada awalnya, tari ini diadakan dalam rangka pesta perkawinan, syukuran panen, dan acara-acara khusus lainnya. Tujuannya adalah sebagai sarana untuk mempererat tali silaturahmi dan tidak jarang juga dimanfaatkan sebagai ajang untuk  mencari jodoh. Namun pada perkembangannya, tarian ini juga diadakan ketika ada pejabat atau tamu penting yang datang berkunjung ke Provinsi Sulawesi Tenggara. Dalam tarian ini, dihadirkan penari-penari cantik yang mendampingi sekaligus membimbing para pejabat atau tamu penting untuk ikut serta menari.
Tari lulo juga dapat dikatakan sebagai olahraga malam, karena setelah kita melakukan tari lulo, badan kita menjadi segar.
1.2  Tujuan
Agar kita mengetahui kebudayaan Sulawesi Tenggara.
Agar kita mengetahui bahwa di Indonesia sangat beragam seni budayanya
Agar kita ketahui apa tari lulo itu ?
1.3 Rumusan masalah.
Belakangan ini banyak terjadi perkelahian dan perselisihan ketika orang-orang atau anak-anak muda sedang menari lulo. Sehingga akibatnya, Tari Lulo sudah jarang dilakukan pada malam ketika acara perkawinan. Padahal, Tari Lulo sangat nikmat dilakukan pada malam hari.


BAB II
PEMBAHASAN

Ada tiga pendapat orang-orang mengenai Tari Lulo, yaitu :
Menurut M. Oktrisman Balagi Kepala Bidang Pesona Seni Budaya Badan Pariwisata dan Kebudayaan Sultra, tarian lulo menggambarkan kebersamaan masyarakat Tolaki dalam keberagaman dengan meninggalkan sekat yang membedakan kaya dan miskin serta status sosial lainnya.
Menurut Trisman, bahwa Lulo mampu bertahan karena upaya masyarakat dan pemerintah yang terus melakukan inovasi gerakan lulo. Lulo dikembangkan dengan adaptasi konsep dan variasi gerakan. Lima dasar gerakan lulo yaitu Lulo biasa, lulo pata-pata, Moleba (lompat-lompat), Pinetabe (penghormatan), dan lulo Hada (monyet) semakin disesuaikan dan dikreasi gerakannya agar tetap lebih up to date sesuai dengan perkembangan waktu.
Menurut Trisman, yang terpenting dari proses menjaga dan melestarikan tarian tradisional lulo adalah harapan bahwa tarian lulo merupakan mencerminkan bahwa masyarakat Tolaki adalah masyarakat yang cinta damai dan mengutamakan persahabatan dan persatuan dalam menjalankan aktifitas kesehariannya. Selalu bersatu, bergotong royong dan saling tolong-menolong “samaturu, medulu ronga mepokoaso”.

2.1  Pemahaman Tentang Tari Lulo
Dahulu kala, ketika Tari Lulo menjadi sarana untuk mencari jodoh, terdapat tata atur yang sangat ketat. Ketika akan masuk ke dalam arena tarian misalnya, para penari harus masuk dari depan dan tidak diperbolehkan masuk dari belakang. Selain itu, ketika akan mengajak calon pasangan untuk menari, terutama pasangan pria yang mencari pasangan wanita, hendaknya mencari wanita yang sedang berpasangan dengan wanita. Jadi, seorang pria tidak diperbolehkan mengajak seorang wanita yang sudah berpasangan dengan pria lain. Hal ini untuk mengantisipasi agar tidak terjadi kesalah pahaman ketika tarian berlangsung. Ada juga aturan lain yang cukup menarik untuk diketahui, seperti ketika terjadi penolakan dari calon pasangan. Apabila seorang pria yang mencari pasangan ditolak oleh si wanita, maka pria tersebut dikenai denda adat, yaitu seekor kerbau ditambah dua lembar sarung (toloa). Akan tetapi, denda ini tidak berlaku sebaliknya kepada pihak wanita. Seiring perjalanan waktu, tata atur yang berlaku dalam tarian ini sudah mulai ditinggalkan. (Mardiati, 2012)

2.2  Cara menari Lulo
Tari Lulo memiliki gerakan yang sederhana dan teratur, sehingga memberikan kemudahan bagi siapa saja untuk melakukannya. Tari Lulo dilakukan dengan saling bergenggaman tangan, melangkahkan kaki dua kali ke kiri, dua kali ke kanan, ke depan dan belakang sambil menghentakkan kaki mengikuti irama musik memberikan nilai seni tersendiri bagi mereka yang melakukannya. Di samping itu ada yang perlu diperhatikan dalam tarian lulo ini seperti posisi tangan saat bergandengan tangan, untuk pria posisi telapak tangan di bawah menopang tangan wanita. Ini dilakukan supaya gerakan tari bisa berjalan secara harmonis, dan bagian atas tubuh wanita tidak tersentuh oleh pasangannya ketika menari. Selain itu merupakan wujud simbolisasi dari kedudukan, peran, etika kaum pria dan wanita dalam kehidupan sehari-hari. Biasanya, tarian ini dilakukan dengan gerakan yang teratur dan berputar dalam satu lingkaran. (Mardia, 2000)

2.3  Perkembangan Tari Lulo
Seiring perkembangan waktu, kesenian lulo sendiri ikut mengalami perkembangan. Hadirnya hiburan lain dalam masyarakat modern seperti diskotik, pub, dan konser-konser musik dengan penampilan artis-artis lokal maupun nasional tidak membuat kesenian Lulo ditinggalkan masyarakat. Melainkan lulo semakin saja tumbuh subur dengan iklimnya sendiri bahkan dengan gaya dan caranya yang khas. Saat ini Tarian Lulo sendiri telah mengalami proses penyesuaian dalam berbagai bentuk. Lulo yang dulunya hanya dilakukan dengan mengikuti irama alat musik tradisional seperti gong telah berubah dengan menggunakan alat musik elektornik electone atau organ. Di tengah perkembangan peradaban yang terus melaju membentang membentuk simpul modernisasi zaman dengan segala hal yang dibuatnya memukau, lulo ternyata mampu bertahan dan tidak kehilangan pesona. Tidak hanya itu Lulo pun terus tumbuh dengan geliatnya yang kuat mengikuti lajur ngilu perkembangan massa. Hal ini dijelaskan Trisman, bahwa Lulo mampu bertahan karena upaya masyarakat dan pemerintah yang terus melakukan inovasi gerakan lulo. Lulo dikembangkan dengan adaptasi konsep dan variasi gerakan. Lima dasar gerakan lulo yaitu Lulo biasa, lulo pata-pata, Moleba (lompat-lompat), Pinetabe (penghormatan), dan lulo Hada (monyet) semakin disesuaikan dan dikreasi gerakannya agar tetap lebih up to date sesuai dengan perkembangan waktu. Menurut Trisman, yang terpenting dari proses menjaga dan melestarikan tarian tradisional lulo adalah harapan bahwa tarian lulo merupakan mencerminkan bahwa masyarakat Tolaki adalah masyarakat yang cinta damai dan mengutamakan persahabatan dan persatuan dalam menjalankan aktifitas kesehariannya. Selalu bersatu, bergotong royong dan saling tolong-menolong “samaturu, medulu ronga mepokoaso”. (Mardiati, 2012)








BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan.
Tari lulo adalah salah satu kebudayaan Sulawesi Tenggara. Tari lulo merupakan tempat pencarian jodoh, teman, dan merupakan olaraga malam. Tari Lulo dapat dilakukan semua umur, dari anak-anak sampai orang tua. Tari Lulo juga dapat mempererat tali silaturahmi antara sesama.
3.2  Kritik dan Saran
Kritik dan saran yang membangun sangat  saya perlukan untuk memperbaiki karya ilmiah  yang saya buat ini, karena sesungguhnya karya ilmiah  yang saya buat ini sangat jauh dari kesempurnaan dan masih terdapat banyak kesalahan-kesalahan baik dalam bentuk tulisan maupun dari sisi lain.



Tidak ada komentar: