do-not-copy { -webkit-user-select:none; -khtml-user-select:none; -moz-user-select:none; -ms-user-select:none; user-select:none;

Jumat, 24 Juni 2011

Menghilangkan Budaya Negatif Dalam Kerja

Ada banyak budaya negatif di dalam lingkungan kerja atau pribadi yang akan merusak organisasi. Misalnya saja budaya malas, budaya jam karet, tidak disiplin dan lain sebagainya. Jika budaya ini terus dipelihara dalam lingkungan usaha anda maka lambat laun akan menghancurkan usaha yang sudah susah payah anda kelola. Sebuah budaya memang susah untuk diubah, karena berkembang perlahan-lahan dalam waktu yang lama. Karena itu untuk mengubah budaya negatif perlu melakukan perubahan sedikit demi sedikit hingga berbalik menjadi budaya positif.
Untuk mencegah kondisi tersebut berlarut-larut dalam lingkungan kerja saat ini, sebagai individu yang bertanggung jawab untuk melakukan perbaikan, Anda bisa mengubah budaya negatif tersebut dengan beberapa aktivitas guna membangun budaya baru yang disebut SLA (share-learn-act) Culture .
Salah satu alasan seseorang tidak mau terlibat, alias cuek, dikarenakan tidak adanya saluran komunikasi dua arah yang disediakan. Hal ini lambat laun menurunkan antusiasme, keinginan untuk memberikan ide, saran, kritikan, dan masukan lainnya tersumbat.
Sebagai seorang manusia, pikiran dan wawasan biasanya akan terbuka jika ia mendapatkan masukan-masukan yang riil dan sesuai dengan yang dibutuhkan. Ketika aktivitas sharing dilakukan, bisa saja anggota tim, yang telah terlebih dahulu mampu mengatasi masalahnya, memaparkan kiat-kiat yang dia lakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Sementara, anggota tim yang belum dapat mengatasi masalahnya dapat menyampaikan problem mereka serta bertanya untuk mencari solusi.
Jika perlu, hal yang terungkap selama aktivitas ini berlangsung dibahas secara mendalam dan diperdebatkan hingga tuntas. Setelah itu, hasil diskusi, permasalahan, dan daftar solusi tersebut didokumentasikan dengan baik agar bisa menjadi bahan pembelajaran (learn) di masa mendatang.
Si individu yang terbantu oleh hasil sharing dan mendapatkan solusi dari masalah-masalah pekerjaannya akan semakin membutuhkan keberadaan timnya. Sedangkan anggota lain yang tidak terkait dengan masalah yang sedang dibahas tadi akan memiliki inspirasi tentang apa yang seharusnya dilakukan jika kelak ia menghadapi masalah yang hampir sama.
Setelah proses share–learn terjadi, pemimpin harus piawai mengubah semangat diskusi tim menjadi semangat untuk bertindak (act). Karena, rencana sehebat apa pun tidak akan membawa perubahan jika tidak diperjuangkan melalui serangkaian tindakan nyata yang terukur dan terarah. Guna membangun budaya SLA ini, ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan oleh para pemimpin.(Galeriukm).
Sumber:
http://sme.marketing.co.id/2010/11/21/sla-mengobati-budaya-negatif-di-perusahaan/

Tidak ada komentar: