do-not-copy { -webkit-user-select:none; -khtml-user-select:none; -moz-user-select:none; -ms-user-select:none; user-select:none;

Kamis, 27 Agustus 2015

MAKALAH JUMLATUL FILIAH



BAB I
PENDAHULUAN


Kita kaum muslimin telah mengetahui bahwa bahasa arab adalah bahasa agama kita yang mulia yaitu Islam. Setiap kaum muslimin yang bermaksud mempelajari agama islam yang sebenarnya dan lebih mendalam, tiada jalan lain kecuali harus menggali dari sumber asalnya, yaitu Qur’an dan sunnah Rasulullah saw.
Al- Qur’an adalah kitab yang diturunkan kepada Rasulullah lewat perantara Malaikat jibril, dengan menggunakan bahasa Arab. Walaupun menggunakan bahasa Arab dan diturunkannya juga di negeri Arab, bukan berarti perintah dalam Al- Quran hanya ditunjukkan kepada orang Arab saja akan tetapi orang Ajam (selain Arab ) juga harus menaati perintah Al- Qur’an, Karena Al- Qur’an adalah hudan linnass (هدى للناس) petunjuk bagi manusia, bukan hudan lil Arab(هدى للعرب ) petunjuk bagi orang Arab saja. Begitu juga dengan sunnah Rasulullah yang berbahasa Arab karena Rasulullah sendiri dalam menjelaskan kandungan isi Al- Qur’an kepada para sohabat  menggunakan bahasa Arab, maka sunnah Rasulullah juga berbahasa Arab.
Bagi orang Arab dalam mempelajari Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah mungkin beban yang muncul lebih sedikit dari kita, karena Al- Qur’an adalah bahasa mereka sendiri, namun bagi orang Ajam seperti kita, dibutuhkan berbagai macam ilmu untuk mempelajari Al- Qur’an, salah satunya ilmu nahwu.
 Ilmu nahwu merupakan suatu kaidah – kaidah dalam bahasa Arab ( Qowaid ), dalam ilmu nahwu dipelajari tentang banyak sekali kaidah – kaidah tata bahasa Arab yang mengatur tata cara supaya kita dapat memahami bahasa Arab dengan baik dan benar, dan salah satu kaidah ilmu nahwu yang akan kita pelajari sekarang ini adalah tentang Jumlah Fi’liyah.







BAB II
PEMBAHASAN

Sebelum kita pelajari Jumlah fi’liyah, lebih baiknya kita mengetahui kalimat sempurna (جملة مفيدة)dahulu. Kalimat sempurna adalah susunan kata yang mengandung pengertian tertentu yang dapat dipahami oleh lawan bicara.  Susunan kata yang paling sederhana dan memenuhi persyaratan dalam definisi ini 3, yaitu: إسم+إسم, إسم+فعل فعل+إسم   , sedangkan huruf fungsinya hanya sebagai penyempurna makna dan kalimat tersebut. Susunan kalimat yang diawali isim, dengan kata lain isim sebagai pokok pembicaraan disebut jumlah ismiyyah, sedangkan yang diawali oleh fi’il disebut dengan jumlah fi’iyyah. Namun, pada bahasan kali ini yang akan dipelajari adalah jumlah fi’liyyah.
Jumlah Fi’liyyah
Jumlah fi’liyyah adalah susunan kalimat yang diawali dengan fi’il . Biasanya terdiri dari fi’il dan isim fa’il. Fi’il terbagi dua yaitu fi’il ma’lum ( kata kerja aktif )  dan  fi’il majhul ( kata kerja pasif ).
Contoh Mabni ma’lum ( kata kerja aktif ) :
فتح زيد الباب, ضرب زيد الكلب .
Apabila fi’ilnya ma’lum isim sesudahnya dinamakan isim fa’il atau subyek.
Fail  yaitu : isim yang terbaca rafa’ yang jatuh setelah fi’ilnya yang mabni ma’lum (kata kerja aktif ) dan sebagai pelaku pekerjaan.[1][1]
Contoh mabni majhul ( kata kerja pasif ) :
الباب, ضرب الكلب . فتح
Apabila fi’ilnya majhul isim sesudahnya dinamakan isim naibul fail.
Naibul fail yaitu : isim yang terkena pekerjaan ( obyek ) yang terbaca rafa’ yang jatuh setelah fi’ilnya yang mabni majhul.[2][2]
Dalam kitab Aliyah Ibnu Malik didefinisikan fa’il adalah
الفاعل الذى كمرفوعى أتى           زيد منيرا وجهه نعم الفتى                                                         
Yang dinamakan fail ialah yang seperti dua kalimat marfu’ pada contoh – contoh : زيد  أتى  ( Telah datang si Zaid ), وجهه  منيرا ( Bercahaya Wajahnya ), الفتى  نعم  )Sebaik –baik pemuda ).[3][3]Sedangkan dalam kitab Al – Jurumiyyah , Fa’il adalah
الفاعل هو الإسم المرفوع المذكور قبله فعله
Yang dinamakan fail adalah Isim marfu’ yang disebutkan terlebih dahulu fi’ilnya.[4][4]
Contoh:
فتح زيد الباب ,الباب فتح

Cara Membuat Fi’il Ma’lum Menjadi Fi’il Majhul
كتابا  احمد وضع ( Fi’il Ma’lum )
1.      Hadful fail ( حدف  الفاعل ) membuang fail
كتابا   وضع
2.      Rof’ul Maful (رفع المفعول  ) merafakkan maf’ul
 كتاب   وضع
3.      Memajhulkan fi’il
a)      Fi’il Madhi
  أوله و كسر ما قبل الأخر  ضمDengan membaca dhomah huruf pertama, dan menkasroh huruf sebelum akhir fi’il madhi.
b)      Fi’il Mudhori’
ما قبل الأخر  أوله و فتح   ضم, Dengan membaca dhomah huruf pertama, dan memfathah huruf sebelum akhir fi’il mudhori’.
4.      Ta’nisul Fi’il  تأنيث الفعل   , Jika diperlukan.
   وضعت الرسا لة 
Hukum – Hukum fi’il dan fa’il
1)      Fa’il wajib berkedudukan setelah fi’il
contoh :        قام رجل
2)      Fi’il wajib Ifrod meskipun fa’ilnya :
·                Tasniyah     : م رجلا ن  قا
·                Jama’                      :م  رجا ل    قا
3)       Fi’il wajib dimu’anaskan jika fa’ilnya Mu’annas hakiki.
Contoh    ذهبت فا طمة إلى السوق :
4)      Fi’ilnya fa’il dapat Mu’annas atau Mudzakar dalam keadaan berikut :
·         Jika antara fi’il dan fa’il terdapat Fasil (فاصل  ) pemisah
جا ءتك الطبيبة     atau          جاء ك الطبيبة
·         Jika failnya mu’annas Majazi
 طلعت الشمس        atau          طلع الشمس
·         Jika Failnya Jama’ Taksir
وجاءالسحرة فرعون  
ولما جاءت رسلنا إبراهيم




















BAB III
PENUTUP


Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa : Dalam kalimat sempurna terdapat dua jumlah, satu jumlah Fi’liyyah, dua jumlah Ismiyyah. Jumlah fi’liyyah adalah susunan kata yang diawali dengan fi’il, sedangkan jumlah Ismiyyah adalah susunan kata yang diawali dengan isim.
Dalam jumlah Fi’liyyah terdapat Fi’il, Fi’il terbagi menjadi dua, satu Fi’il Ma’lum, dua Fi’il Majhul. Apabila fi’ilnya Ma’lum isim sesudahnya dinamakan Isim Fa’il, sedangkan apabila Fi’ilnya Majhul isim sesudahnya dinamakan ism Na’ibul Fa’il.
Setidaknya ada empat cara membuat Fi’il Ma’lum menjadi fi’il Majhul, yaitu : Hadful Fa’il, Raful fa’il, Memajhulkan fi’il, kemudia Ta’nisul fi’il. Hukum – hukum Fi’il dan Fa’il.
a.       Fa’il wajib berkedudukan setelah fi’il
b.      Fi’il wajib Ifrod meskipun fa’ilnya :Tasniyah , Jama’              
c.       Fi’il wajib dimu’anaskan jika fa’ilnya Mu’annas hakiki.
d.      Fi’ilnya fa’il dapat Mu’annas atau Mudzakar dalam keadaan berikut :
·         Jika antara fi’il dan fa’il terdapat Fasil (فاصل  ) pemisah.
·         Jika failnya mu’annas Majazi.
·         Jika Failnya Jama’ Taksir.







Tidak ada komentar: