Tak ada profesi yang sedemokratis profesi entrepreneur (wirausaha/pengusaha). Siapa pun Anda,
asalkan hari ini punya keberanian, hari ini juga Anda bisa
langsung menjadi pengusaha — bahkan ketika tak serupiah pun duit di kantong
Anda. Bandingkan, misalnya, untuk menjadi dokter, Anda mesti kuliah dulu
bertahun-tahun di fakultas kedokteran. Demikian pula profesi lain seperti
pengacara, arsitek, apoteker, psikolog, atau ahli konstruksi. Menjadi entrepreneur merupakan profesi
yang memiliki penghasilan yang tidak terbatas, dan inilah kunci kemakmuran bagi
setiap orang atau bangsa.
Memang, umumnya orang berpandangan, untuk menjadi
wirausaha kita harus menyiapkan uang tunai lebih dulu sebagai modal usaha . Itu sebabnya banyak orang sibuk berburu uang
untuk menghimpun modal, biasanya dengan menjadi karyawan di perusahaan orang.
Setelah dirasa cukup, barulah memutuskan membuka usaha sendiri. Namun ceritanya
akan lain jika — dan ini yang sering terjadi — uang yang didapat ternyata
dirasa hanya pas untuk hidup sehari-hari. Alhasil, cita-cita membuka usaha
sendiri tinggallah cita-cita, karena usia keburu habis tersita untuk memikirkan
kebutuhan rumah tangga sehari-hari.
Pandangan bahwa untuk memulai
usaha harus tersedia uang tunai, tak sepenuhnya benar.
Bisnis tanpa modal uang tunaipun bisa
dilakukan. Dan itu telah dibuktikan oleh para pengusaha sukses. Sebagian besar
dari mereka mengawali usaha justru ketika mereka tidak punya apa-apa, terdesak,
putus sekolah/kuliah lantaran tak ada biaya, atau bahkan karena merasa terhina.
Dalam kondisi nothing to loose ini, keberanian dan kenekatan mereka muncul.
Dalam kondisi bukan siapa-siapa, mereka dipaksa untuk membangun “mimpi”? masa
depan, tertantang untuk meraihnya, dan berusaha keras menyusun strategi untuk
mencapainya.
Keberanian dan motivasi yang menyala-nyala itu sekaligus
menyingkirkan segala hal yang sebelumnya dianggap memalukan. Misalnya, karena tak punya uang serupiah pun
di kantong, mereka tak segan-segan mengawali usaha sebagai makelar rumah,
mobil, barang elektronik, aneka bahan bangunan, bahan kebutuhan pokok, atau
barang-barang lainnya. Dengan modal dengkul ini, mereka langsung memetik
keuntungan dari komisi atau berdasarkan kesepakatan lain yang ditentukan
bersama pemilik barang.
Cara lain, misalnya, menjual
jasa dengan lebih dulu meminta uang muka. Ini bisa
dilakukan di industri jasa pendidikan seperti bimbingan belajar, les bahasa
Inggris, kursus musik (piano, gitar, biola, dan sebagainya). Atau, bisa juga
konsumen memesan barang tertentu kepada kita, tetapi sebelum barang pesanan itu
kita kerjakan, kita minta uang muka lebih dulu. Nah, uang muka dari para konsumen itulah yang kita jadikan modal untuk
menggelindingkan bisnis.
Gampang kan? Masih ada lagi. Kalau Anda kebetulan punya keahlian khusus, memasak misalnya, Anda bisa
mencari pemodal untuk membuka restoran dengan sistem bagi hasil.
Jurus-jurus seperti itulah yang tak bosannya diserukan Purdi E. Chandra,
pendiri sekaligus “guru besar”? Entrepreneur University, di depan para
muridnya. Purdi sendiri drop out dari kuliahnya di tahun kedua gara-gara
kesulitan uang kuliah dan biaya hidup. “Terus terang, dorongan terkuat dari
dalam diri saya waktu memutuskan terjun ke dunia bisnis karena saya minder pada
teman-teman kuliah yang hidupnya serba kepenak dan kelihatannya kaya-kaya,”?
ungkap pendiri dan pemilik Primagama Group, yang mengelola jaringan bimbingan
belajar terbesar di Tanah Air. Kini, walaupun tidak menyelesaikan kuliahnya,
Purdilah yang paling bos dan terkaya di antara anak-anak Angkatan 1979 Fakultas
Psikologi Universitas Gadjah Mada yang sekarang bekerja di berbagai tempat.
Yang menggembirakan, belakangan semakin marak tren untuk
sejak awal memutuskan menjadi wirausaha sebagai pilihan hidup. Banyak lulusan
segar perguruan tinggi, baik dari dalam maupun luar negeri, tanpa ragu bertekad
membangun bisnis sendiri. Demikian juga, tak sedikit profesional di perusahaan
mapan tiba-tiba ganti haluan menjadi pengusaha. Seperti akan Anda baca pada
tulisan Sajuta berikutnya, dengan bekal pendidikan yang lebih bagus, luasnya
jejaring serta pengalaman yang matang, kelompok ini memang relatif lebih jeli
memilih bidang bisnis yang belum digeluti orang, sehingga banyak dari mereka
cepat meraih sukses. Namun, yang paling disaluti dari mereka adalah
keberaniannya memutuskan terjun di dunia bisnis, membangun visi, dan
eksekusinya yang gigih.
Sungguh banyak
jalan untuk menjadi wirausaha. Profesi seperti dokter, arsitek, desiner
interior, pengacara, atau bahkan artis, sebetulnya tinggal selangkah lagi bisa
menjadi pengusaha jika mereka mau. Dokter bisa bikin klinik atau bahkan rumah
sakit sendiri. Pengacara dapat mendirikan kantor konsultan hukum. Desainer
interior bisa bikin kantor konsultan desain dan interior. Artis, dengan
pergaulannya yang luas, bisa segera mendirikan rumah produksi sendiri.
Kalau punya uang dan tak ingin
terlalu repot, Anda bisa langsung menjadi pengusaha dengan membeli waralaba (franchise) produk/jasa
terkenal yang sudah terbukti sukses. Dengan semakin derasnya arus barang
(baik lokal maupun dari mancanegara), bisnis keagenan dan distribusi pun sangat
sayang untuk dilewatkan begitu saja.
Dalam perjalanannya, seperti halnya dalam kehidupan yang
lain, para wirausaha pun dihadapkan pada banyak jebakan dan godaan. Salah satu sindrom yang sering muncul adalah
euforia sukses. Karena telah membuktikan diri sukses, dorongan untuk
mengejar sukses-sukses yang lain pun sering sedemikian menggebu sehingga
mengabaikan kemampuan riilnya. Banyak contoh pengusaha yang awalnya maju pesat
berkat bisnisnya yang berkembang sangat bagus, tiba-tiba limbung lalu
terjungkal gara-gara terlalu ekspansif ke bidang-bidang baru yang belum begitu
dikuasainya. Jadi, hati-hatilah. Laju
boleh cepat tapi ritme hendaknya tetap terjaga.
Yang jelas, gairah menuju entrepreneurial society ini
perlu disambut hangat. Sebab, sumbangan
pengusaha kecil dan menengah terhadap perekonomian nasional — seperti sudah
sangat kerap didengung-dengungkan — tak perlu disangsikan lagi.
Terutama, dalam hal penyediaan lapangan kerja dan andilnya dalam membangun
struktur perekonomian nasional yang sehat. Karena itu, sudah saatnya pemerintah
(khususnya pemda) makin terpacu untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi
munculnya para wirausaha baru. Bentuknya bisa macam-macam, antara lain
ketersediaan kredit yang memadai bagi small and medium enterprises, penyaluran
dana BUMN ke sasaran yang tepat, tidak membebani pajak secara tidak
proposional, dan lain sebagainya.(Galeriukm).
Sumber:
http://swa.co.id/2005/03/anda-bisa-jadi-entrepreneur-hari-ini-juga/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar