CERPEN SESOBEK KERTAS DI SEPATU KIRI
Sesobek
kertas di sepatu kiri? Ah, mungkin itu hanyalah serpihan kertas yang telah
disobek-sobek oleh orang, beterbangan ditiup angin dan mendarat di sepatu kiri
kita. Namun, siapa sangka, sesobek kertas di sepatu kiri berguna layaknya
sebuah software chating yang meniscayakan komunikasi dua orang tanpa tatap muka
dan suara. Itulah kiranya sekilas tentang cerpen berjudul Sesobek Kertas di
Sepatu Kiri yang menjadi judul buku kumpulan cerpen Shofa Muhammad, penulis muda
kelahiran Kota Batik Pekalongan.
Sebagai
seorang penulis, melakukan eksplorasi imajinasi dalam melahirkan sebuah karya
mutlak dilakukan. Eksplorasi imaginasi yang diramu dengan penggalan pengalaman
dan kenangan akan melahirkan sebuah karya yang hidup dan berhasil. Karya-karya
tersebut akan terasa dekat dengan keseharian para pembacanya. Hal inilah yang
dapat ditangkap dari membaca cerita-cerita yang terkumpul dalam Sesobek Kertas
di Sepatu Kiri.
Cerpen-cerpen Shofa sangat dekat dengan keseharian kita. Ia menangkap realitas dan problematika sosial yang kerap terjadi di masyarakat, seperti misalnya kehidupan seorang penjual buah dengan seorang anak gadisnya. Himpitan permasalahan hidup membuat sang gadis terpaksa menjual buah-nya setelah menggantikan ibunya menjual buah karena ibunya tengah sakit tak berdaya (Buah Mbok Yah). Atau seorang gadis yang akhirnya gantung diri karena tidak sanggup menahan aib hamil di luar nikah setelah berhasil mengikuti final lomba gadis cantik di tv (Gadis Yang Berbadan Dua). Juga, seorang suami yang di mata mertuanya tak lebih seperti penculik perawan yang tidak bertanggung jawab hanya karena satu alasan : rumah (Panggung Sandiwara). Dan cerpen-cerpen lainnya pun memiliki benang merah yang sama : realitas dan problematika sosial masyarakat yang dituturkannya dengan lugas tanpa banyak menggunakan metafora.
Ide, yang menjadi amunisi bagi penulis dalam melahirkan karya-karyanya, di tangan penulis buku ini dengan jeli dieksplorasi menjadi sebuah cerita yang menarik. Senada dengan Langit Kresna Hariadi dalam pengantar buku ini, betapa Shofa mempunyai pisau eksplorasi yang tajam. Sebuah koma, yang kita kenal hanya sebagai tanda baca, menjadi inspirasi dalam cerpen-cerpennya. Demikian juga getaran vibrator HP, seorang perempuan cantik di dalam angkot, iring-iringan keranda jenazah, payudara, dan hal-hal kecil lainnya yang kerap dijumpai di sekitar kita. Semuanya tetap mengalir dalam bingkai realitas yang dekat dengan persoalan hidup keseharian masyarakat. Beberapa cerpen, diakui sendiri oleh penulis, memang terinspirasi dari karya penulis lain yaitu cerpen Panggung Sandiwara terinspirasi dari Rumah Bambu karya YB. Mangunwijaya dan cerpen Peribahasa terinspirasi dari karya Hamsad Rangkuti, Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu?.
Seperti
halnya sesobek kertas yang bisa dimanfaatkan menjadi apa saja tergantung
kepintaran dan kekreatifan si pemegangnya, ide cerita pun bisa dieksplorasi
sedemikian rupa dan semenarik mungkin tergantung kemahiran dan kekreatifan
penulisnya.
Kultur
budaya jawa, dimana penulis lahir dan dibesarkan, berpengaruh besar terhadap
proses kreatif dan karyanya. Hampir di setiap cerpen, akan ditemui
istilah-istilah jawa yang mungkin tidak dimengerti oleh pembaca yang tidak
mengerti adat dan budaya jawa. Istilah-istilah tersebut seperti Sang Sangkan
Paran (untuk menyebut Tuhan), dicablek, kemrungsung, nrimo, titiyoni,
gandayoni, puspatajem, wuwung dan lain-lain. Hal ini sah-sah saja, namun yang
sangat disayangkan, penulis tidak memberikan keterangan tambahan atau sekedar
catatan kaki akan arti istilah-istilah tersebut, yang mungkin bisa sangat
mengganggu pembacaan bagi para pembaca yang tidak memahami istilah-istilah
jawa.
Meski
ide dan alur cerpen-cerpen yang dikisahkan menarik, namun dalam hemat saya
sebagai pembaca, dalam beberapa cerpen, penulis kurang berani dalam
menggulirkan cerita dan kurang dalam mengeksplorasi pikiran dan perasaan
tokoh-tokohnya. Seorang gadis yang merelakan buah-nya
demi mendapatkan uang untuk operasi penyakit ibunya sangat lumrah dan sering
dijumpai dalam cerita-cerita; pada suatu pagi sang gadis pulang dengan perasaan
tidak karuan, antara sedih dan bangga, hanya selesai sampai di situ. Akan lebih
menarik dan mengejutkan jika ditambah satu saja paragraf akhir yang menulis
bahwa sesampainya di rumahnya, bukan hanya ibunya yang terbaring sakit yang
dijumpainya, tetapi kerumunan tetangga yang tengah menangisi kepergian ibunya.
Ibunya telah meninggal.
Dalam cerpen Sang Penggetar Paha, ending yang disuguhkan terasa hambar. Bagaimana mungkin perasaan seorang kakak yang setelah malam pertamanya mengetahui bahwa gadis yang dinikahinya adalah adiknya sendiri yang telah menghilang beberapa tahun, hanya dituliskan : Ternyata benar, tak ada yang tak mungkin di dunia ini. Pergulatan batin sang tokoh tidak dieksplorasi lebih dalam.
Dalam cerpen Sang Penggetar Paha, ending yang disuguhkan terasa hambar. Bagaimana mungkin perasaan seorang kakak yang setelah malam pertamanya mengetahui bahwa gadis yang dinikahinya adalah adiknya sendiri yang telah menghilang beberapa tahun, hanya dituliskan : Ternyata benar, tak ada yang tak mungkin di dunia ini. Pergulatan batin sang tokoh tidak dieksplorasi lebih dalam.
Terlepas
dari kekurangan dan kelemahan, Sesobek Kertas di Sepatu Kiri sangat layak untuk
diapresiasi. Pesan moral dan kritik sosial dalam cerpen-cerpennya layak untuk
menjadi bahan renungan bersama. Sang Pencipta maha tahu yang terbaik untuk
ciptaan-Nya, itulah setidaknya pesan yang saya tangkap dari cerpen Roda
Kehidupan yang mengisahkan perjuangan seorang lelaki pengemis dalam menghindari
kejaran petugas trantib. Pesan-pesan moral dan kritik sosial yang lain terselip
dalam cerpen-cerpennya yang lain. Subyektif memang, tergantung sejauh mana
pembaca menemukan cerminan kisah, pengalaman atau pemahaman yang sama terhadap
apa yang telah dituliskan.
Kehadiran
Shofa Muhammad dengan kumpulan cerpen pertamanya ini akan menambah daftar
penulis muda Jawa Tengah khususnya dan negeri ini umumnya. Masa depan sastra
kita terletak pada kreatifitas penulis-penulis muda dalam bereksplorasi dan
berkarya seperti Shofa. Selamat membaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar