Pengkajian Fisik terkait Sistem Sirkulasi pada Penderita
Hipertensi
I.Pengkajian Fisik sistem sirkulasi
Pengkajian fisik adalah mengukur tanda-tanda vital dan pengukuran lainnya
menggunakan teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pengkajian fidik
sistem sirkulasi dapat berupa pengukuran tekanan darah maupun perhitungan nadi.
Inspeksi
Inspeksi adalah proses observasi. Perawat menginspeksi bagian tubuh untuk
mendeteksi karakteristik normal atau tanda fisik yang signifikan. Perawat
melakukan inspeksi dengan melihat penampilan klien dari luar.
Untuk menggunakan inspeksi secara efektif, perawat harus mengobservasi
prinsip berikut ini:
1) Pastikan
tersedianya pencahayaan yang baik.
2) Posisiskan
bagian tubuh sedemikian rupa sehingga semua permukaan terlihat.
3) Inspeksi setiap
area untuk ukuran, bentuk, warna, kesimetrian, posisi, dan abnormalitas.
4) Jika mungkin,
bandingkan area yang diinspeksi dengan area yang sama di sisi tubuh yang
berlawanan.
5) Gunakan lampu
tambahan untuk menginspeksi rongga tubuh.
6) Jangan
terburu-buru melakukan inspeksi dan beri perhatian pada hal-hal detil.
Palpasi
Palpasi dilakukan dengan cara meraba bagian tubuh yang ingin dikaji.
Melalui palpasi tangan dapat dilakukan pengukuran yang lembut dan sensitif
terhadap tanda fisik. Pada saat melakukan palpasi, klien harus diposisikan
dengan nyaman karena ketegangan otot akan mengganggu keefektifan palpasi. Pada
pengkajian terkait sistem sirkulasi, perawat dapat melakukan perhitungan jumlah
denyut nadi klien per menit. Untuk menghitung denyut nadi per menit, hal yang
perlu dilakukan perawat ialah menggunakan ketiga jari untuk menemukan arteri
radialis di tangan. Biasanya arteri radialis terletak di dekat
Perkusi
Perkusi melibatkan pengetukan tubuh dengan ujung-ujung jari untuk
mengevaluasi ukuran, batasan dan konsistensi organ-organ tubuh dan untuk
menemukan adanya cairan pada rongga tubuh. Melalui perkusi, lokasi, ukuran dan
densitas struktur dapat ditentukan.Perkusi membantu menentukan abnormalitas
yang didapat dari pemeriksaan sinar-x atau pengkajian melalui auskultasi.
Terdapat dua macam perkusi yaitu perkusi langsung dan tidak langsung.
Perkusi langsung melibatkan pengetukan permukaan tubuh secara langsung dengan
satu atau dua jari. Sedangkan teknik tidak langsung dilakukan dengan
menempatkan jari tengah tangan non-dominan di atas permukaan tubuh, dengan
telapak tangan dan jari-jari tangan yang lain tidak berada di permukaan kulit.
Perkusi menghasilkan lima jenis bunyi yaitu timpani, resonansi, hiperesonansi,
pekak, dan flatness.
Auskultasi
Auskultasi adalah mendengarkan bunyi yang dihasilkan oleh tubuh dengan
menggunakan alat bantu stetoskop. Untuk dapat mengauskultasi dengan benar,
perawat harus mendengarkan bunyi di tempat tenang dan mendengarkan
karakteristik dari bunyi tersebut.
Melalui auskultasi, perawat memerhatikan beberapa karakteristik bunyi
berikut ini:
1) Frekuensi atau
jumlah siklus gelombang per detik yang dihasilkan oleh benda yang bergetar.
Semakin tinggi frekuensinya, semakin tinggi nada bunyi dan sebaliknya.
2) Kekerasan atau
amplitudo gelombang bunyi. Bunyi terauskultasi digambarkan sebagai keras atau
pelan.
3) Kualitas, atau
bunyi-bunyian dengan frekuensi dan kekerasan yang sama dari sumber berbeda.
Istilah seperti tiupan atau gemuruh menggambarkan kualitas bunyi.
4) Durasi, atau
lamanya waktu bunyi itu berlangsung. Durasi bunyi adalah pendek, sedang dan
panjang. Lapisan jaringan lunak mengendapkan durasi bunyi dari organ internal
dalam.
II. Pemeriksaan Sistem Kardiovaskuler
Pemeriksaan Pembuluh Darah Perifer
1) Arteri perifer cara palpasi
Periksa arteri radialis dalam posisi pronasi dan fleksi di siku, jika perlu
angkat sedikit, arteri karotis, arteri femoralis, arteri poplitea, arteri
dorsalis pedis dan arteri posterior.
Nilai:
· Frekuensi, irama, ciri denyutan, isi nadi, keadaan pembuluh darah.
· Frekuensi: normal 60-90x per menit, agak meningkat pada anak-anak, wanita
dalam keadaan berdiri, sedang makan, emosi dan lain-lain.
Abnormal:
Lebih dari 100x per menit- takikardia (pulpus frekuensi): pada demam,
infeksi streptokokus, difteri, dan macam-macam penyakit jantung.
Kurang dari 60x per menit- bradikardi pada mikusudema, penyakit kuning,
demam enteritis, tifoid, dsb.
Irama:
o Normal :
Teratur
Tak teratur misalnya aritmi sinus yang meningkat pada inspirasi dan menurun
pada ekspirasi.
oAbnormal:
· Pulsus bigemini = tiap 2 denyut jantung dipisahkan sesamanya oleh waktu
yang lama, karena satu siantara tiap denyut menghilang.
· Pulsus trigemini = tiap 3 denyut jantung dipisahkan oleh masa antara denyut
nadi yang lama.
· Pulsus ekstra sistolik = interval yang memanjang dapat ditemukan juga jika
terdapat satu denyut tambahan yang timbul lebih dini daripada denyut-denyutan
lain yang menyusul.
Macam/ciri denyutan:
Tiap denyut nadi dilukiskan sebagai suatu gelombang yang terdiri dari
bagian yang naik, puncak, dan turun.
· Pulsus anarkot, yakni denyut nadi yang lemah, mempunyai gelombang dengan
puncak tumpul dan rendah, misalnya pasien stenosis aorta.
·Pulsus seler, yakni denyut nadi yang seolah-olah meloncat tinggi, meningkat
tinggi, dan menurun cepat sekali, misalnya pasa insulfisiensi aorta.
· Pulpus paradoks, yakni denyut nadi yang semakin lemah selama inspirasi
bahkan menghilang sama sekali pada bagian akhir inspirasi untuk timbul kembali
pada ekspirasi. Misalnya pada perikarditis konstraktiva, efusi perikard.
· Pulpus alternans, yakni nadi yang kuat dan lemah berganti-ganti, misalnya
pada kerusakan otot jantung.
Isi nadi:
Pada setiap denyut nadi sejumlah darah melewati bagian tertentu dan jumlah
darah itu dicerminkan oleh tinggi puncak gelombang nadi. Isi nadi mencerminkan
tekanan nadi, yakni beda antara tekanan sistolik dan diastolik.
· Pulpus magnus- denyutan terasa mendorong jari yang melakukan palpasi,
mialnya pada demam.
· Pulpus parvus- denyutan terasa lemah (gelombang nadi yang kecil), misalnya
pada pendarahan, infark miokard.
Keadaan dinding arteri:
Dengan palpasi keadaan dinding arteri dapat ditafsirkan. Normal-kenyal,
tetapi dapat mengeras pada sklerosis.
Mengukur tekanan darah dengan palpasi dan auskultasi:
Cara palpasi:
Hanya untuk mengukur tekanan sistolik. Manset tensimeter yang mengikat
lengan dipompa dengan udara berangsur-angsur sampai denyut nadi pergelangan
tangan tak teraba lagi. Kemudia tekanan didalam manset diturunkan. Amati
tekanan dalam tensi meter. Waktu denyut nadi teraba kembali, kita baca tekanan
dalam tensi meter, tekanan ini adalah tekanan sistolik.
Cara auskultasi:
Cara untuk mengukur tekanan sistolik dan diastolik.
· Manset tensimeter siikatkan pada lengan atas, stetoskop ditempatkan pada
arteri brakhialis pada permukaan ventral siku agak ke bawah manset tensimeter.
Sambil mendengarkan denyut nadi, tekanan dalam tensimeter dinaikkan dengan
memompa sampai di tidak terdengar lagi. Kemudian tekanan di dalam tensimeter
diturunkan pelan-pelan.
· Pada saat denyut nadi mulai terdengar kembali, kita baca tekanan yang
tercantum dalam tensimeter, tekanan ini adalah tekanan sistolik.
· Suara denyutan nadi selanjutnya menjadi agak keras dan tetap terdengar
sekeras itu sampai suatu saat denyutannya melemah atau menghilang sama sekali.
Pada saat suara denyutan yang keras itu berubah menjadi lemah, kita baca lagi
tekanan dalam tensimeter. Tekanan itu adalah tekanan diastolik.
Tekanan darah diukur waktu klien berbaring. Pada penderita hipertensi perlu
juga diukur tekanan darah waktu berdiri. Kadang- kadang dijumpai masa bisu (auscultatory
gap) yakni suatu masa dimana denyut nadi tak terdengar waktu tekanan
tensimeter diturunkan. Misalnya denyut pertama terdengar pada tekanan 220 mmHg,
suara denyut nadi berikutnya baru terdengar pada tekanan 150 mmHg. Jadi ada
masa bisu tekanan antara 220-150 mmHg. Gejala ini sering ditemukan pada
penderita hipertensi dan sebabnya belum diketahui.
Tekanan darah normal 100/60 – 140/90 mmHg. Bila tekanan darah diastol
diatas 90 mmHg disebut hipertensi. Bila tekanan darah sistol diatas 150 mmHg
pada usia di bawah 50 tahun disebut hipertensi. Tekanan darah sistol 160 – 170
mmHg pada usia diatas 50 tahun dianggap normal.
Denyut arteri di permukaan tubuh
Pada penyumbatan lubang cabang-cabang aorta dan pada aneurysma aorta,
denyut arteri dapat sitemukan pada permukaan tubuh.
· Stenosis aorta: menimbulkan sirkulasi kolateral, sehingga denyut teraba
dipermukaan tubuh.
· Aneurysma aorta: arteri subklavia membesar dan berdenyut jelas di
klavikula.
2) Pemeriksaan vena
Terutama pada vena jugularis interna dan eksterna. Vena dada jika tampak
jelas dan berliku-liku, berarti ada hambatan terhadap vena porta, vena kava
atau ada proses yang menekan atrium kanan akibat tumor mediastinum atau
aneurysma aorta desenden.
A. TEORI
Hipertensi
adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mm Hg
atau lebih dan tekanan diastolic 120 mmHg (Sharon, L.Rogen, ).
atau lebih dan tekanan diastolic 120 mmHg (Sharon, L.Rogen, ).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHG
dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHG (Luckman Sorensen,).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah
sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolic 90 mmHg atau
lebih. (Barbara Hearrison )
Dari
ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah
peningkatan tekanan darah yang abnormal dengan sistolik lebih dari 140
mmHg dan diastolic lebih dari 90 mmHg.
peningkatan tekanan darah yang abnormal dengan sistolik lebih dari 140
mmHg dan diastolic lebih dari 90 mmHg.
Etiologi
Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang
spesifik. Hipertensi
terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan
perifer
terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan
perifer
Namun ada
beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:
1.
Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan
eksresi atau
transport Na.
transport Na.
2.
Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi
yang mengakibatkan
tekanan darah meningkat.
tekanan darah meningkat.
3.
Stress Lingkungan
4.
Hilangnya Elastisitas jaringan and arterisklerosis
pada orang tua serta
pelabaran pembuluh darah.
pelabaran pembuluh darah.
Berdasarkan
etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
e. Hipertensi
Esensial (Primer)
Penyebab
tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi seperti
genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system
rennin angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok dan stress.
genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system
rennin angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok dan stress.
f. Hipertensi
Sekunder
Dapat
diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vakuler renal. Penggunaan
kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll.
kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll.
Patofisiologi
Menurunnya
tonus vaskuler meransang saraf simpatis yang diterukan ke sel
jugularis. Dari sel jugalaris ini bias meningkatkan tekanan darah. Dan
apabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin
yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada
angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh
darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.
jugularis. Dari sel jugalaris ini bias meningkatkan tekanan darah. Dan
apabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin
yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada
angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh
darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.
Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan
retensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan
darah. Dengan Peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan
pada organ organ seperti jantung.
Manifestasi
klinis
Manifestasi
klinis pada klien dengan hipertensi adalah meningkatkan
tekanan darah > 140/90 mmHg, sakit kepala, epistaksis, pusing/migrain,
rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang kunang, lemah dan lelah,
muka pucat suhu tubuh rendah.
tekanan darah > 140/90 mmHg, sakit kepala, epistaksis, pusing/migrain,
rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang kunang, lemah dan lelah,
muka pucat suhu tubuh rendah.
Komplikasi
Organ
organ tubuh sering terserang akibat hipertensi anatara lain mata
berupa perdarahan retina bahkan gangguan penglihatan sampai kebutaan,
gagal jantung, gagal ginjal, pecahnya pembuluh darah otak.
berupa perdarahan retina bahkan gangguan penglihatan sampai kebutaan,
gagal jantung, gagal ginjal, pecahnya pembuluh darah otak.
Penatalaksanaan
Penanggulangan
hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis penatalaksanaan:
7. Penatalaksanaan
Non Farmakologis.
§
Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat menurunkan
tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan
kadar adosteron dalam plasma.
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat menurunkan
tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan
kadar adosteron dalam plasma.
§
Aktivitas.
Klien
disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan
batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,
bersepeda atau berenang.
batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,
bersepeda atau berenang.
8. Penatalaksanaan
Farmakologis.
Secara
garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
1.
Mempunyai efektivitas yang tinggi.
2. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
3. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
4. Tidak menimbulakn intoleransi.
5. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
6. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
2. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
3. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
4. Tidak menimbulakn intoleransi.
5. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
6. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
Golongan
obat - obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti
golongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium,
golongan penghambat konversi rennin angitensin.
golongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium,
golongan penghambat konversi rennin angitensin.
Test
diagnostic.
9.
Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap
volume cairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti :
hipokoagulabilitas, anemia.
(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti :
hipokoagulabilitas, anemia.
10. BUN /
kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
11. Glucosa :
Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
12. Urinalisa
: darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan
ada DM.
ada DM.
13. CT Scan :
Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
14. EKG :
Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang
P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
15. IUP :
mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,
perbaikan ginjal.
perbaikan ginjal.
16. Poto dada
: Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,
pembesaran jantung.
pembesaran jantung.
PATHWAYS
ANALISA DATA
NO
|
TGL / JAM
|
DATA
|
PROBLEM
|
ETIOLOGI
|
1
|
Diisi pada
saat tanggal pengkajian
|
Berisi
data subjektif dan data objektif yang didapat dari pengkajian keperawatan
|
masalah
yang sedang dialami pasien seperti gangguan pola nafas, gangguan keseimbangan
suhu tubuh, gangguan pola aktiviatas,dll
|
Etiologi
berisi tentang penyakit yang diderita pasien
|
DIAGNOSA KEPERAWATAN
§
§
Resiko tinggi penurunan
curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi pembuluh darah.
§
Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan O2.
§
Gangguan rasa nyaman nyeri
: sakit kepela berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler cerebral.
§
Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi in adekuat, keyakinan
budaya, pola hidup monoton.
§
Inefektif koping individu
berhubungan dengan mekanisme koping tidak efektif, harapan yang tidak
terpenuhi, persepsi tidak realistic.
§
Kurang pengetahuan mengenai
kondisi penyakitnya berhubungan dengan kurangn
§
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NO
|
DIAGNOSA KEPERAWATAN
|
TUJUAN
|
PERENCANAAN
|
1
|
Resiko
tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi
pembuluh darah. |
Curah
jantung kembali normal. Dengan Kriteria Hasil :
Klien
berpartisifasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah / beban
kerja jantung , mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat diterima, memperlihatkan norma dan frekwensi jantung stabil dalam rentang normal pasien. |
0.
Observasi
tekanan darah (perbandingan dari tekanan memberikan gambaran
yang lebih lengkap tentang keterlibatan / bidang masalah vaskuler).
1.
Catat
keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer (Denyutan
karotis,jugularis, radialis dan femoralis mungkin teramati / palpasi. Dunyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari vasokontriksi (peningkatan SVR) dan kongesti vena).
2.
Auskultasi
tonus jantung dan bunyi napas. (S4 umum terdengar pada
pasien hipertensi berat karena adanya hipertropi atrium, perkembangan S3 menunjukan hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi, adanya krakels, mengi dapat mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap terjadinya atau gagal jantung kronik).
3.
Amati
warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.
(adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat mencerminkan dekompensasi / penurunan curah jantung).
4.
Catat
adanya demam umum / tertentu. (dapat mengindikasikan gagal
jantung, kerusakan ginjal atau vaskuler).
5.
Berikan
lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi aktivitas / keributan
ligkungan, batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal. (membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis, meningkatkan relaksasi).
6.
Anjurkan
teknik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi. (dapat
menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress, membuat efek tenang, sehingga akan menurunkan tekanan darah).
7.
Kolaborasi
dengan dokter dlam pembrian therafi anti
hipertensi,deuritik. (menurunkan tekanan darah). |
2
|
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidak
seimbangan antara suplai dan kebutuhan O2. |
aktivitas
kembali normal.
Kriteria
Hasil :
Klien
dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan / diperlukan,
melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur. |
8.
Kaji
toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunkan parameter :
frekwensi nadi 20 per menit diatas frekwensi istirahat, catat peningkatan TD, dipsnea, atau nyeridada, kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat, pusig atau pingsan. (Parameter menunjukan respon fisiologis pasien terhadap stress, aktivitas dan indicator derajat pengaruh kelebihan kerja / jantung).
9.
Kaji
kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh : penurunan kelemahan
/ kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian pada aktivitas dan perawatan diri. (Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan tingkat aktivitas individual).
10.
Dorong
memajukan aktivitas / toleransi perawatan diri. (Konsumsi
oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung).
11.
Berikan
bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi,
menyikat gigi / rambut dengan duduk dan sebagainya. (teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi dan sehingga membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen).
12.
Dorong
pasien untuk partisifasi dalam memilih periode aktivitas.
(Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan mencegah kelemahan). |
3
|
Gangguan
rasa nyaman nyeri : sakit kepela berhubungan dengan peningkatan
tekanan vaskuler cerebral. |
Nyeri
berkurang atau teratasi
Kriteria
Hasil :
Melaporkan
nyeri / ketidak nyamanan tulang / terkontrol, mengungkapkan
metode yang memberikan pengurangan, mengikuti regiment farmakologi yang diresepkan. |
13.
Pertahankan
tirah baring selama fase akut. (Meminimalkan stimulasi /
meningkatkan relaksasi).
14.
Beri tindakan
non farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala,
misalnya : kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher serta teknik relaksasi. (Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dengan menghambat / memblok respon simpatik, efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya).
15.
Hilangkan
/ minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan
sakit kepala : mengejan saat BAB, batuk panjang,dan membungkuk. (Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala pada adanya peningkatkan tekanan vakuler serebral).
16.
Bantu
pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan. (Meminimalkan penggunaan
oksigen dan aktivitas yang berlebihan yang memperberat kondisi klien).
17.
Beri
cairan, makanan lunak. Biarkan klien itirahat selama 1 jam setelah
makan. (menurunkan kerja miocard sehubungan dengan kerja pencernaan).
18.
Kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian obat analgetik, anti ansietas,
diazepam dll. (Analgetik menurunkan nyeri dan menurunkan rangsangan saraf simpatis). |
4
|
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
nutrisi in adekuat, keyakinan budaya, pola hidup monoton. |
Kebuituhan
nutrisi terpenuhi.
Kriteria
hasil :
klien
dapat mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dengan kegemukan,
menunjukan perubahan pola makan, melakukan / memprogram olah raga yang tepat secara individu. |
19.
Kaji
pemahaman klien tentang hubungan langsung antara hipertensi dengan
kegemukan. (Kegemukan adalah resiko tambahan pada darah tinggi, kerena disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan curah jantung berkaitan dengan masa tumbuh).
20.
Bicarakan
pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi masukan
lemak,garam dan gula sesuai indikasi. (Kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya aterosklerosis dan kegemukan yang merupakan predisposisi untuk hipertensi dan komplikasinya, misalnya, stroke, penyakit ginjal, gagal jantung, kelebihan masukan garam memperbanyak volume cairan intra vaskuler dan dapat merusak ginjal yang lebih memperburuk hipertensi).
21.
Tetapkan
keinginan klien menurunkan berat badan. (motivasi untuk
penurunan berat badan adalah internal. Individu harus berkeinginan untuk menurunkan berat badan, bila tidak maka program sama sekali tidak berhasil).
22.
Kaji ulang
masukan kalori harian dan pilihan diet. (mengidentivikasi
kekuatan / kelemahan dalam program diit terakhir. Membantu dalam menentukan kebutuhan inividu untuk menyesuaikan / penyuluhan).
23.
Tetapkan
rencana penurunan BB yang realistic dengan klien, Misalnya :
penurunan berat badan 0,5 kg per minggu. (Penurunan masukan kalori seseorang sebanyak 500 kalori per hari secara teori dapat menurunkan berat badan 0,5 kg / minggu. Penurunan berat badan yang lambat mengindikasikan kehilangan lemak melalui kerja otot dan umumnya dengan cara mengubah kebiasaan makan).
24.
Dorong
klien untuk mempertahankan masukan makanan harian termasukkapan
dan dimana makan dilakukan dan lingkungan dan perasaan sekitar saat makanan dimakan. (memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi yang dimakan dan kondisi emosi saat makan, membantu untuk memfokuskan perhatian pada factor mana pasien telah / dapat mengontrol perubahan).
25.
Intruksikan
dan Bantu memilih makanan yang tepat , hindari makanan
dengan kejenuhan lemak tinggi (mentega, keju, telur, es krim, daging dll) dan kolesterol (daging berlemak, kuning telur, produk kalengan,jeroan). (Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol penting dalam mencegah perkembangan aterogenesis).
26. Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai
indikasi. (Memberikan konseling dan
bantuan dengan memenuhi kebutuhan diet individual). |
5
|
Inefektif
koping individu berhubungan dengan mekanisme koping tidak
efektif, harapan yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistic. |
Koping
individu menjadi efektif
Kriteria
hasil :
Mengidentifikasi
perilaku koping efektif dan konsekkuensinya, menyatakan
kesadaran kemampuan koping / kekuatan pribadi, mengidentifikasi potensial situasi stress dan mengambil langkah untuk menghindari dan mengubahnya. |
27.
Kaji
keefektipan strategi koping dengan mengobservasi perilaku,
Misalnya : kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan berpartisipasi dalam rencana pengobatan. (Mekanisme adaptif perlu untuk megubah pola hidup seorang, mengatasi hipertensi kronik dan mengintegrasikan terafi yang diharuskan kedalam kehidupan sehari-hari).
28.
Catat
laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan
konsentrasi, peka rangsangan, penurunan toleransi sakit kepala, ketidak mampuan untuk mengatasi / menyelesaikan masalah. (Manifestasi mekanisme koping maladaptive mungkin merupakan indicator marah yang ditekan dan diketahui telah menjadi penentu utama TD diastolic).
29.
Bantu
klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan
strategi untuk mengatasinya. (pengenalan terhadap stressor adalah langkah pertama dalam mengubah respon seseorang terhadap stressor).
30.
Libatkan
klien dalam perencanaan perwatan dan beri dorongan partisifasi
maksimum dalam rencana pengobatan. (keterlibatan memberikan klien perasaan kontrol diri yang berkelanjutan. Memperbaiki keterampilan koping, dan dapat menigkatkan kerjasama dalam regiment teraupetik.
31.
Dorong
klien untuk mengevaluasi prioritas / tujuan hidup. Tanyakan
pertanyaan seperti : apakah yang anda lakukan merupakan apa yang anda inginkan ?. (Fokus perhtian klien pada realitas situasi yang relatif terhadap pandangan klien tentang apa yang diinginkan. Etika kerja keras, kebutuhan untuk kontrol dan focus keluar dapat mengarah pada kurang perhatian pada kebutuhan-kebutuhan personal).
32.
Bantu
klien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan perubahan
hidup yang perlu. Bantu untuk menyesuaikan ketibang membatalkan tujuan diri / keluarga. (Perubahan yang perlu harus diprioritaskan secara realistic untuk menghindari rasa tidak menentu dan tidak berdaya). |
6
|
Kurang
pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi
|
Pengetahuan
klien tentang proses penyakit meningkat setelah dilakukan tindakan
keperawatan
Kriteria
hasil :
§
Menyatakan
pemahaman tentang proses penyakit dan regiment pengobatan.
§
Mengidentifikasi
efek samping obat dan kemungkinan komplikasi yang
perlu diperhatikan. Mempertahankan TD dalam parameter normal. |
35.
Bantu
klien dalam mengidentifikasi factor-faktor resiko kardivaskuler
yang dapat diubah, misalnya : obesitas, diet tinggi lemak jenuh, dan kolesterol, pola hidup monoton, merokok, dan minum alcohol (lebih dari 60 cc / hari dengan teratur) pola hidup penuh stress. (Faktor-faktor resiko ini telah menunjukan hubungan dalam menunjang hipertensi dan penyakit kardiovaskuler serta ginjal).
36.
Kaji
kesiapan dan hambatan dalam belajar termasuk orang terdekat.
(kesalahan konsep dan menyangkal diagnosa karena perasaan sejahtera yang sudah lama dinikmati mempengaruhi minimal klien / orang terdekat untuk mempelajari penyakit, kemajuan dan prognosis. Bila klien tidak menerima realitas bahwa membutuhkan pengobatan kontinu, maka perubahan perilaku tidak akan dipertahankan).
37.
Kaji
tingkat pemahaman klien tentang pengertian, penyebab, tanda dan
gejala, pencegahan, pengobatan, dan akibat lanjut. (mengidentivikasi tingkat pegetahuan tentang proses penyakit hipertensi dan mempermudahj dalam menentukan intervensi).
38.
Jelaskan
pada klien tentang proses penyakit hipertensi
(pengertian,penyebab,tanda dan gejala,pencegahan, pengobatan, dan akibat lanjut) melalui penkes. (Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan klien tentang proses penyakit hipertensi). |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar