BAB I
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Pokok
bahasan ini akan membahas sifat logam bukan besi, proses pembuatan
bermacam-macam logam bukan besi dan paduan logam bukan besi serta kegunaannya.
Setelah selesai mempelajari pokok bahasan ini diharapkan mampu untuk :
1.
Menjelaskan sifat-sifat logam bukan besi
2.
Menjelaskan cara pembuatan logam bukan besi seperti logam aluminium,
tembaga, dan magnesium
3.
Menjelaskan paduan logam bukan besi beserta kegunaannya
4.
Menjelaskan persentase paduan logam bukan besi untuk pengecoran
Kurang lebih 20% dari logam yang diolah menjadi produk industry merupakan
logam bukan besi. Indonesia merupakan Negara penghasil logam bukan besi yang
meliputi timah putih, tembaga, nikel, dan aluminium. Dalam keadaan murni, logam
bukan besi memiliki sifat yang sangat baik, namun untuk meningkatkan
kekuatannya umumnya dicampur dengan logam lain membentuk paduan. Ciri logam
bukan besi ialah daya tahan terhadap korosi tinggi, daya hantar listrik yang
baik dan pengubah bentuk yang mudah.
1.2.RUMUSAN MASALAH
1.
Apa saja sifat-sifat dari logam bukan besi?
2.
Bagaimana proses peleburan dan pembuatan logam bukan besi?
3.
Bagaimana proses pengecoran logam bukan besi?
4.
Apa saja paduan dari berbagai macam logam bukan besi?
5.
Bagaimana perlakuan panas ?
1.3.TUJUAN
Tujuan dibuatnya makalah ini yaitu untuk dapat memahami dan mengerti lebih
jauh tentang :
1. Logam bukan besi
2. Sifat-sifat logam bukan besi
3. Proses peleburan logam bukan besi
4. Pembuatan berbagai macam logam bukan
besi
5. Paduan berbagai macam logam bukan
besi
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. LOGAM BUKAN BESI
Logam non ferro atau logam bukan besi adalah logam yang tidak mengandung
unsur besi (Fe). Logam non ferro murni kebanyakan tidak digunakan begitu saja
tanpa dipadukan dengan logam lain, karena biasanya sifat-sifatnya belum
memenuhi syarat yang diinginkan.
Kecuali logam non ferro murni, platina, emas dan perak tidak dipadukan
karena sudah memiliki sifat yang baik, misalnya ketahanan kimia dan daya hantar
listrik yang baik serta cukup kuat, sehingga dapat digunakan dalam keadaan
murni. Tetapi karena harganya mahal, ketiga jenis logam ini hanya digunakan
untuk keperluan khusus. Misalnya dalam teknik proses dan laboratorium di
samping keperluan tertentu seperti perhiasan dan sejenisnya.
Logam non fero juga digunakan untuk campuran besi atau baja dengan tujuan
memperbaiki sifat-sifat baja. Dari jenis logam non ferro berat yang sering
digunakan uintuk paduan baja antara lain, nekel, kromium, molebdenum, wllfram
dan sebagainya. Sedangkan dari logam non ferro ringan antara lain: magnesium,
titanium, kalsium dan sebagainya. Logam-logam nonferro dan paduannya tidak
diproduksi secara besar-besaran seperti logam besi, tetapi cukup vital untuk
kebutuhan industri karena memiliki sifat-sifat yang tidak ditemukan pada logam
besi dan baja.
2.2. SIFAT-SIFAT LOGAM BUKAN BESI
Kebanyakan logam bukan besi tahan terhadap korosi (air atau kelembaban),
misalnya: zat magnesium, tahan terhadap korosi dalam lingkungan udara biasa,
akan tetapi di dalam air laut, ketahan terhadap korosinya dibawah ketahanan
baja biasa.
Secara umum dapat dikatakan, bahwa makin berat suatu logam bukan besi, maka
makin baik daya tahan nya terhadap korosi dan salah satu sifat atau ciri khas
logam bukan besi adalah: berat jenis nya, oleh karena itu,
dibawah ini dapat dilihat tabel yang menunjukkan berat jenis & titik cair
logam.
Pemilihan paduan tertentu tergantung pada banyak hal, antara lain kekuatan,
kemudahan dalam pemberian bentuk, berat jenis, harga bahan baku, upah pembuatan
dan penampilannya. Dari table 2.1. diperlihatkan perbandingan berat jenis
berbagai logam bukan besi. Kebanyakan logam bukan besi tahan terhadap korosi
(air atau kelembaban). Secara umum semakin berat suatu logam bukan besi semakin
baik daya tahan korosinya. Pengecualian pada aluminium, pada permukaan nya
terbentuk suatu lapisan oksida yang dapat melindungi logam aluminium tersebut
dari korosi selanjutnya.
Warna asli dari logam bukan besi, yaitu kuning, abu-abu, perak, dan lain
sebagainya, termasuk teknik pewarnaan, seperti: anodisasi pada
aluminium, dapat menambah nilai estetika logam-logam tersebut.
Pada umum nya, logam non-besi mempunyai daya hantar listrik lebih
baik dibandingkan dengan besi, sebagai contoh: tembaga, mempunyai daya hantar
listrik 5,3 kali lebih baik dibandingkan besi, sedang kan aluminium, 3,2 kali
lebih baik. Demikian juga hal nya dengan titik cair, titik cair
logam bukan besi berkisar antara 327 0C s/d 1800 0C, namun untuk penuangan, biasanya suhu nya dinaik kan
antara 200 0C s/d 315 0C diatas suhu titik cair nya. Umum nya logam bukan
besi, agak sulit untuk dilas, sedangkan kemampuan terhadap pengecoran,
permesinan dan pembentukan, berbeda-beda, misalnya: ada logam yang dapat
mengalami pembentukan dengan pengerjaan dingin, namun ada pula yang tidak
mungkin untuk dibentuk dalam keadaan dingin.
2.3. PROSES PELEBURAN
Logam
bukan besi tidak ditemukan sebagai logam murni dialam bebas, biasanya masih
ter- ikat sebagai oksida dengan berbagai macam kotoran-kotoran yang membentuk
bijih-bijih. Ada beberapa tahapan untuk mengolah bijih logam bukan besi, yakni:
- tahap penghalusan mineral
- tahap pencucian
- tahap pemisahan antara logam dengan kotoran
- tahap peleburan
Kadang-kadang, tahap proses peleburan menjadi lebih sulit, misal nya karena
bijih tembaga, timah hitam dan seng, hanya di dapat di suatu daerah tertentu
saja, atau bahkan disuatu daerah dijumpai campuran dari 21 jenis bijih logam
bukan besi.
Dapur Peleburan
Pada mula nya, Tanur Tinggi dengan kapasitas kecil, digunakan untuk melebur
tembaga, timah dan beberapa unsur lain nya. Didalam tanur bahan baku dicampur
dengan kokas, kemudian di tiupkan udara untuk mempercepat proses pembakaran.
Karena tiupan udara nya cukup cepat (kencang), maka ukuran kokas, maupun bijih
tidak boleh lebih kecil dari 1 cm. Saat proses peleburan berlangsung,
ditambahkanfluks untuk memperoleh logam yang lebih murni, sekaligus untuk
mengurangi kekentalan (viskositas) terak cair.
Dapur-dapur yang umum digunakan untuk melebur logam bukan besi, biasanya
dari jenis reverberasi. Penambahan fluks (pembentuk terak), bertujuan untuk
mengurangi oksidasi, dimana biasanya dapur di lengkapi oleh alat tadah uap
maupun tadah debu. Biasanya, disamping menggunakan dapur peleburan, digunakan juga
dapur pemanggang untuk meng-oksidasi bijih dari mineral sulfida, gas oksidasi
dihembuskan melalui kisi dan mengenai bijih, sedangkan dapur pemanggang
digunakan untuk memurnikan tembaga dan seng.
2.4. PEMBUATAN ALUMINIUM (Al)
Bijih bauksit merupakan salah satu sumber pembentukan aluminium yang cukup
ekonomis, yang bila di Indonesia, banyak terdapat di daerah Bintan dan
Kalimantan. Untuk menambang bauksit, dilakukan dengan penambangan terbuka,
setelah bauksit di haluskan, kemudian di cuci dan dilakukan pengeringan, baru
kemudian bauksit mengalami pemurnian menjadi oksida aluminium atau alumina.
Untuk memperoleh aluminium murni, biasanya digunakan Proses Bayern (Karl Josef
Bayer), yaitu: bauksit halus dan kering, dimasukkan ke dalam pencampur
(mixer), diolah dengan NaOH yang bila bereaksi dengan bauksitdibawah
pengaruh tekanan dan suhu diatas titik didih nya, akan menghasilkanAluminat
Natrium yang dapat larut. Biasanya setelah proses selesai, tekanan di
dalam dapur dikurangi dan ampas yang terdiri dari oksida besi tak larut,
silikon, titanium dan kotoran-kotoran lain nya, ditekan melalui saringan dan
dikumpulkan agak disamping. Kemudian, cairan yang mengandung alumina dalam
bentuk aluminat natrium, dipompakan ke luar dan dimasukkan kedalam sebuah
tangki pengendapan. Didalam tangki tersebut, diberi tambahan kristal hidroksida
aluminium yang halus, yang kemudian berubah menjadi inti kristalisasi,
sementara itu kristal hidroksida aluminium akan terpisah dari larutan, kemudian
dilakukan penyaringan dan dipanaskan sampai suhu nya mencapai 980 C.
Proses Bayern
Melalui proses elektrolisa, alumina akan berubah menjadi oksigen dan logam
aluminium. Jalan nya proses elektrolisa adalah: alumina murni dilarutkan pada
cairan criolit (natrium aluminium fluorida) di dalam dapur elektrolit yang
besar atau disebut sel reduksi. Arus listrik kemudian dialirkan pada campuran
melalui elektroda karbon, logam aluminium di endapkan pada katoda karbon yang
berada di dasar sel.
Panas akibat aliran listrik digunakan untuk memanaskan isi sel, sehingga
akan selalu cair, dengan demikian alumina dapat ditambahkan secara terus
menerus (disebut: proses kontinu). Pada saat-saat tertentu, aluminium cair di
keluarkan dari sel dan dipindah kan ke dalam dapur penampung untuk kemudian di
murnikan atau bisa juga digunakan untuk keperluan paduan, setelah itu baru di
tuangkan ke dalam cetakan ingot, untuk kemudian diolah lebih lanjut.
Biasanya,
untuk menghasilkan 1 kg aluminium, dibutuhkan 2 kg alumina, sedangkan untuk mendapat
kan 2 kg alumina, diperlukan 4 kg bauksit, 0,6 kg karbon, criolit dan
bahan-bahan lain nya serta sekitar 8 kWh energi listrik (berlaku secara
linier).
2.5. PEMBUATAN MAGNESIUM (Mg)
Air laut yang biasanya mengandung 1300 ppm magnesium, direaksikan dengan
kapur (kulit kerang yang dibakar pada suhu 1320 0C). Hasil reaksi kimia antara kapur dengan air laut, akan
menghasilkan endapan Mg(OH)2 .Endapan kental yang mengandung sekitar 12 % Mg(OH)2 ini
kemudian di saring, sehingga akan bertambah pekat, baru kemudian di reaksikan
dengan CHCl dan
menghasilkan MgCl2. Setelah melalui tahapan filtrasi dan pengeringan,
konsentrasi MgCl2 akan meningkat menjadi sekitar 68 %, yang berbentuk
butiran-butiran kemudian
dipindahkan ke dalam sel elektrolisa yang berukuran 100 m3 dan beroperasi pada suhu sekitar 700 0C. Elektroda grafit
akan berfungsi sebagai anoda dan pot nya sendiri berfungsi sebagai
katoda. Akibat di
aplikasikan nya arus listrik sebesar 60.000 Amp, maka MgCl2 akan terurai, dan logam magnesium terapung diatas larutan. Setiap pot akan
dapat menghasilkan sekitar 550 kg logam Mg dalam satu hari yang kemudian
dituang kedalam cetakan ingot, dimana setiap ingot mempunyai berat 8 kg.
Hasil sampingan dari proses ini adalah: gas klorida yang kemudian dapat
digunakan untuk mengubah Mg(OH)2 menjadi MgCl2. .
2.6. PEMBUATAN TEMBAGA
Chalcopiri”t adalah bijih tembaga, merupakan campuran
antara Cu2S dan CuFeS2 yang di peroleh dari hasil tambang di bawah permukaan
tanah. Gambar berikut adalah proses mebuat nya:
Alur proses yang ditunjukkan pada gambar diatas adalah dimulai dari bijih
chalcopirit, digiling dan dicampur dengan batu kapur serta bahan fluks silika.
Setelah tepung bijih dipekatkan, lalu dipanggang, sehingga terbentuk
campuran FeS, FeO, SiO2, dan CuS. Campuran inilah
yang disebut: “Kalsin”. Kalsin kemudian di lebur dengan batu kapur
sebagai fluks nya di dalam Dapur Reverberatory, tujuan nya untuk melarutkan
besi (Fe) di dalam terak, sisanya adalah Tembaga-Besi yang disebut “matte” di
tuangkan kedalam konverter.
Dengan menghembuskan udara kedalam konverter untuk selama 4 s/d 5 jam, maka
kotoran-kotoran teroksida dan besi akan membetuk terak yang pada saat-saat
tertentu, dikeluarkan dari konverter.
Karena panas oksidasi cukup tinggi, maka muatan akan tetap cair yang akhir
nya dapat merubah sulfida-tembaga menjadi oksida-tembaga atau yang dikenal
dengan nama: sulfat. Bila kemudian aliran udara dihentikan,
maka oksida kupro akan bereaksi dengan sulfida kupro yang akan membentuk tembaga
blisterdan dioksida belerang. Tembaga blister dengan tingkat
kemurnian antara 98 % s/d 99 % ini kemudian dicor
menjadi slab untuk kemudian di olah secara elektolitik
menjadi tembaga murni.
2.7. PEMBUATAN TIMAH HITAM
Gambar diatas menunjukkan kompleksitas dari pembuatan timah hitam, dimana
konsentrat timah hitam yang hanya mengandung (65 s/d 80) % Pb, harus di
panggang terlabih dahulu untuk menghilangkan sulfida-sulfida. Sebelum dilakukan
proses sintering, maka batu kapur, bijih besi, pasir dan terak dicampur dengan
konsentrat timah, akibat sinter, oksida sulfur akan menguap dan di tampung
untuk diolah menjadi asam sulfat , kemudian dimasukkan kedalam tanur tinggi
dengan bahan bakar kokas. Gas dan debu tanur tinggi ini masih mengandung
klorida kadmium yang kelak dapat diolah tersendir untuk menjadi kadmium murni.
Muatan yang ada di dalam tanur tinggi di sebut: bullion yang
kemudian di dros, menghasilkan dross tembaga yang akan terapung dan
mengikat belerang, sehingga memudahkan pemisahan tembaga dan dross. Setelah
diperoleh timah cair, maka kemudian di alirkan ke dalam dapur pelunakan
(ketel desilverisasi) agar timah cair teroksidasi. Didalam dapur
pelunakan, akan terjadi terak yang mengandungantimon dan arsen.
Kedalam ketel yang berisi timah cair tersebut, di
tambahkan seng dan emas, tujuan nya, agar bila perak masih ada, maka akan bisa
larut bersama-sama dengan seng, dimana kemudian uap nya ditampung untuk
menghasilkan seng padat. Cairan yang tersisa, diolah secara elektrolisa untuk
menghasilkan emas dan perak. Timah cair yang ada didalam ketel dimurnikan
terlebih dahulu, baru kemudian dicampur dengan soda api, sehingga
seng akan terpisah. Hal ini dilakukan dengan cara menginjeksikan pancaran
timah panas kedalam ruang vakum, akibat nya seng akan menguap. Pada akhirnya,
kotoran-kotoran yang masih ada bercampur dengan timah, dipisahkan secara kimia,
sehingga diperoleh timah cair murni, yang kemudian dicor menjadi timah ingot
dengan berat standard 25 kg atau 90 kg.
2.8. PENGECORAN LOGAM BUKAN BESI
Terdapat
sedikit perbedaan antara pengecoran logam bukan besi dan pengecoran besi, walau
pun cetakan nya secara umum, alat-alat perkakas yang digunakan praktis sama.
Pasir yang digunakan biasanya lebih halus, sebab benda kerja yang akan di
cetak, umum nya lebih kecil dan selalu diingin kan suatu permukaan yang rata.
Untuk pengecoran besi, maka syarat pasir cetak nya harus yang tahan panas,
tetapi pada logam bukan besi, tidak perlu terlalu tahan panas, sebab suhu
pengecoran nya lebih rendah. Dapu kowi dengan sumber panas minyak atau kokas
ataupun gas, sering digunakan untuk melebur logam bukan besi.
Bila diperlukan pengendalian suhu yang lebih akurat, maka dapat menggunakan
beberapa jenis dapur, antara lain: dapur tahanan listrik, busur tak langsung
atau dapur induksi.
Dengan menggunakan dapur listrik, biasanya sangat sesuai untuk tujuan
penelitian ataupun untuk suatu instalasi yang berkapasitas relatif tidak besar.
Paduan tembaga yang banyak digunakan atau pemakaian nya adalah: kuningan dan
perunggu. Kuningan adalah merupakan paduan antara tembaga danseng dengan
kadar seng nya bervariasi anatara 10 % sampai dengan 40 %. Sifat-sifat mekanik
paduan, seperti: kekuatan, kekerasan dan ke uletan, akan meningkat se iring
dengan meningkatnya persentase seng, namun bila kadar seng nya melebihi 40 %,
maka umum nya akan terjadi penurunan kekuatan, dan pada saat peleburan, seng
akan sangat mudah menguap.
Dengan menambah unsur timah sebanyak 0,5 % sampai dengan 5 %, maka akan
menjadikan paduan lebih mampu untuk di mesin (machinability yang baik).
Kuningan sebagai bahan hasil paduan tembaga dan seng, banyak sekali
dugunakan di industri, sebab selain kuat, penampilan nya bagus, daya tahan
terhadap korosi sangat tinggi serta bila diperlukan, relatif mudah untuk di
rol, di tuang dan bahkan di ekstrusi.
Perunggu adalah paduan antara tembaga dengan unsur-unsur lain nya, seperti:
timah putih, mangan dan beberapa elemen-elemen lain nya sebagai unsur-unsur
tambahan. Unsur-unsur tambahan ini, dapat meningkatkan kekerasan, kekuatan dan
daya tahan terhadap korosi dari perunggu.
Tembaga, sering digunakan sebagai salah satu unsur dasar paduan, sebab bila
tembaga diatas 8%, dapat menambah kekuatan dan kekerasan bahan.
Paduan aluminium yang mengandung unsur silikon, akan memiliki sifat cor
yang baik sekali, sekaligus menambah daya tahan terhadap korosi yang lebih
baik.
Magnesium sebagai unsur paduan dasar, akan meningkatkan sifat mampu mesin
yang lebih baik, hasil pengecoran yang lebih halus dan juga dapat meningkatkan
daya tahan terhadap korosi. Keistimewaan yang lain dari magnesium ini adalah:
massa jenis nya yang rendah (kurang lebih dua per tiga massa jenis aluminium
atau seper empat dari massa jenis logam ferrous).
Mangan, bila digunakan dalam jumlah yang kecil, akan meningkatkan ketahanan
logam ferrous terhadap air garam.
Bahan yang menggunakan magnesium sebagai paduan nya, banyak diguakan untuk
membuat peralatan-peralatan portabel, di industri-industri pesawat terbang dan
konstruksi-konstruksi lain yang mengutamakan material ringan (teknologi ruang
angkasa).
2.9 PERLAKUAN PANAS
Perlakuan panas (heat
treatment) didifinisikan sebagai kombinasi operasi pemanasan dan
pendinginan yang terkontrol dalam keadaan padat untuk mendapatkan sifat-sifat
tertentu pada baja/logam atau paduan. Terjadinya perubahan sifat tersebut
dikarenakan terjadi perubahan struktur mikro selama proses pemanasan dan
pendinginan, di mana sifat baja/logam atau paduan sangat dipengaruhi oleh
struktur mikronya. Perlakuan panas dibedakan:
A. Near Equilibrium (Mendekati Kesetimbangan)
Tujuan umum dari perlakuan panas
jenis Near Equilibrium ini diantaranya adalah untuk : melunakkan
struktur kristal, menghaluskan butir, menghilangkan tegangan dalam dan
memperbaiki machineability. Jenis dari perlakukan panas Near
Equibrium, misalnya:
1.ANNEALING
Annealing ialah suatu proses laku
panas (heat treatment) yang sering dilakukan terhadap logam atau
paduan dalam proses pembuatan suatu produk. Tahapan dari proses Anneling ini
dimulai dengan memanaskan logam (paduan) sampai temperature tertentu, menahan
pada temperature tertentu tadi selama beberapa waktu tertentu agar tercapai
perubahan yang diinginkan lalu mendinginkan logam atau paduan tadi dengan laju
pendinginan yang cukup lambat. Jenis Anneling itu beraneka ragam, tergantung
pada jenis atau kondisi benda kerja, temperature pemanasan, lamanya waktu
penahanan, laju pendinginan (cooling rate), dll.
Annealing terbagi menjadi
2,yaitu:
·
Full annealing
(annealing)
Merupakan proses
perlakuan panas untuk menghasilkan perlite yang kasar (coarse pearlite) tetapi
lunak dengan pemanasan sampai austenitisasi dan didinginkan dengan dapur,
memperbaiki ukuran butir serta dalam beberapa hal juga memperbaiki
machinibility. dimana disini baja dipanaskan 30o-50o
diatas temperatur kritis.
·
Process
Annealing
baja dipanaskan di
atas temperatur 900oC kemudian didinginkan secara perlahan-lahan,
sehingga austenite berubah menjadi struktur ferrit dan perlit. Perubahan
austenite dan perlit terjadi pada temperatur antara 550oC-600oC
sewaktu dilakukan pendinginan.
Di dalam annealing ini sebaiknya pada
waktu memanaskan baja temperatur jangan terlampau tinggi karena dapat
mengakibatkan zat arang yang terdapat pada permukaan baja akan terbakar,
sehingga dapat mengurangi kekerasan dari pada baja.
2. Normalizing
Pengerjaan ini dilakukan dengan
memanaskan baja hingga menjadi fasa austenit penuh dan didinginkan di udara
(pendinginan tungku) hingga mencapai suhu kamar. Fasa yang dihasilkan
berstruktur ferrite dan pearlite tergantung komposisi unsure karbon. Hal ini
menghasilkan struktur butir perlit halus dengan kelebihan Ferrite atau
sementit. Bahan yang dihasilkan adalah lemah; derajat kelembutan tergantung
pada kondisi ambien sebenarnya pendinginan. Proses ini jauh lebih murah
daripada anil penuh karena tidak ada biaya tambahan pendinginan tungku
dikontrol.
BAB III
METODE PENELITIAN
Dari
hasil pengujian metalografi didapatkan struktur mikro untuk masing – masing
spesimen yaitu berupa sigma (FeNi) dan presipitat karbida (M23C6) yang berada di
dalam matriks austenit. Perbedaannya terdapat pada tebal batas butir. Tebalnya batas
butir mengindikasikan terbentuknya presipitat karbida (M23C6). Semakin tebal batas
butir maka presipitat karbida (M23C6) yang terbentuk juga semakin banyak. Pada perlakuan
panas normalizing batas butirnya lebih tebal dibandingkan dengan batas butir pada
spesimen dengan perlakuan panas hardening. Hal ini disebabkan karena pada
proses hardening spesimen mengalami proses pendinginan yang sangat cepat.
Dengan laju pendinginan yang sangat cepat mengakibatkan unsur Cr tidak memiliki
cukup waktu menuju batas butir untuk berikatan dengan karbon dan membentuk presipitat
karbida (M23C6). Pada proses normalizing proses pendinginan yang terjadi cukup
lambat. Dengan laju pendinginan yang cukup lambat ini dapat mengakibatkan unsur
Cr memiliki cukup waktu untuk menuju batas butir dan berikatan dengan unsur
karbon untuk membentuk presipitat karbida (M23C6). Hal ini terjadi ketika laju pendinginan
spesimen berada pada range temperatur 425oC – 870oC dimana pada range
temperatur ini stainless steel berada pada temperatur sensitisasi. Pada range temperatur
ini stanless steel akan mengalami proses presipitasi karbida dimana unsur Cr pada
butir akan menuju ke batas butir dengan cara berdiffusi dan kemudian berikatan
dengan unsur C membentuk karbida. Sehingga pada butir akan kekurangan unsur Cr.
Pada range temperature ini juga mengakibatkan lapisan tipis oksida dari Cr dan
O akan pecah dan mengakibatkan terjadinya korosi pada stainless steel.
Laju pendinginan juga mempengaruhi
banyaknya presipitat karbida (M23C6) yang terbentuk. Semakin lama laju pendinginan
maka presipitat karbida (M23C6) yang terbentuk semakin banyak. Hal ini dapat
dilihat dari hasil pengujian metalografi yang telah dilakukan. Pada proses
perlakuan panas normalizing dimana laju pendinginan cukup lambat presipitat karbida
(M23C6) yang terbentuk semakin banyak ini ditunjukkan dengan tebalnya batas
butir yang terbentuk. Bila dibandingkan dengan tebal batas butir yang terbentuk
pada spesimen dengan perlakuan panas hardening seperti pada gambar 3.4 dan 3.5.
BAB IV
PEMBAHASAN
Dengan
adanya presipitat karbida (M23C6) yang terbentuk dapat mengakibatkan turunnya
kekerasan pada stainless steel dan juga dapat menyebabkan terjadinya korosi
batas butir. Korosi ini sangat berbahaya karena dapat menurunkan kekuatan atau
ketangguhan dan korosi ini sangat sulit dideteksi, sehingga kerusakan dapat
terjadi tanpa diketahui.
Gambar
3.1 Gambar struktur mikro spesimen tanpa perlakuan dengan perbesaran 500 kali.
Strukturnya berupa berupa sigma (FeNi) di dalam matriks austenit. Etsa : elektrolit
asam oksalat.
Gambar
3.2 Gambar struktur mikro specimen dengan perlakuan panas normalizing dengan perbesaran
500 kali. Etsa : elektrolit asam oksalat.
(a)
Pada Temperatur 1050oC. Strukturnya berupa sigma (FeNi) dan presipitat karbida
(M23C6) di dalam matriks austenit.
(b)
Pada Temperatur 1075oC. Strukturnya berupa sigma (FeNi) dan presipitat karbida
(M23C6) di dalam matriks austenit.
Gambar
3.3 Gambar struktur mikro specimen dengan perlakuan panas hardening dengan perbesaran
500 kali. Etsa : elektrolit asam oksalat.
(a)
Pada Temperatur 1050oC. Strukturnya berupa sigma (FeNi) dan presipitat karbida
(M23C6) di dalam matriks austenit.
(b)
Pada Temperatur 1075oC. Strukturnya berupa sigma (FeNi) dan presipitat karbida
(M23C6) di dalam matriks austenit.
BAB V
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Logam non ferro atau logam bukan besi adalah logam yang tidak mengandung
unsur besi (Fe). Logam non ferro murni kebanyakan tidak digunakan begitu saja
tanpa dipadukan dengan logam lain, karena biasanya sifat-sifatnya belum
memenuhi syarat yang diinginkan.
Logam bukan besi tidak ditemukan sebagai logam murni di alam bebas.
Biasanya terikat sebagai oksida dengan kotoran-kotoran membentuk bijih-bijih.
Pengolahan bijih logam bukan besi mengikuti beberapa tahap, yaitu tahap
penghalusan mineral, tahap pencucian, tahap pemisahan antara logam dan kotoran,
dan tahap peleburan.
Kebanyakan logam bukan besi tahan terhadap korosi (air atau kelembaban).
Magnesium tahan terhadap korosi dalam lingkungan udara biasa akan tetapi dalam
air laut ketahanan korosinya dibawah baja biasa. Secara umum dapat dikatakan,
bahwa makin berat suatu logam bukan besi, maka makin baik daya tahan nya
terhadap korosi dan salah satu sifat atau ciri khas logam bukan besi
adalah: berat jenis nya.
B.
SARAN
Makalah ini masih memiliki berbagai jenis kekurangan olehnya itu kritik
yang sifatnya membangun sangat kami harapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Modul 2013.”Bahan Konstruksi Kimia”.Politeknik Negeri Sriwijaya.Palembang.
Ø “https://www.google.com/search?q=tabel+paduan+tembaga%2C+seng%2C+dan+tin&ie=utf-8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefox-a”. Dikutip pada 21 Maret 2014.
Ø “http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22253/4/Chapter%20II.pdf”. Dikutip pada 21 Maret 2014.
Ø “file://localhost/G:/LOGAM%20BUKAN%20BESI/BERBAGI%20SEDIKIT%20INFORMASI%20DAN%20INSPIRASI%20%20LOGAM%20NON%20FERRO%20ATAU%20LOGAM%20BUKAN%20BESI.htm”. Dikutip pada 21 Maret 2014.
Ø “file://localhost/G:/SEM%204/LOGAM%20BUKAN%20BESI/LOGAM%20BUKAN%20BESI.htm”. Dikutip pada 21 Maret 2014.
KATA
PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan
kepada Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
Makalah Logam bukan besi dan Perlawanan Panas.
Kami berharap makalah ini dapat
berguna untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi yang membaca makalah ini.
Selain itu kami juga berharap makalah ini digunakan sebagai mana mestinya.
Penulis sadar bahwa memiliki banyak
kekurangan dalam menyusun makalah ini, oleh karena itu penulis mengharapakan
segala saran, kritik dan masukan yang membangun untuk proses dimasa yang akan
datang.
Raha, Oktober
2014
Penyusun
|
DAFTAR ISI
|
KATA
PENGANTAR ................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ..... ......................................................................1
A.
Latar Belakang ........... ................................................................1
B.
Tujuan masalah
............................................................................. 1
C.
Rumusan masalah
....................................................................... 1
BAB II KAJIAN PUSTAKA.......................................................................
2.1. Logam bukan besi.............................................................................
2.2. Sifat-sifat logam bukan besi..................................................................
2.3. Proses peleburan..................................................................................
2.4. Pembuatan aluminium (al) .................................................................
2.5. Pembuatan magnesium (mg) ...............................................................
2.6. Pembuatan tembaga............................................................................
2.7. Pembuatan timah hitam........................................................................
2.8. Pengecoran logam bukan besi.............................................................
2.9 perlakuan panas....................................................................................
BAB IIIMETODE PENELITIAN..........................................................
BAB IV PEMBAHASAN..........................................................................
BAB V PENUTUP ............................................................... .....................14
A.
Kesimpulan............................................................ ....................14
B.
Saran ............................................................................................. 14
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................
|
||||
|
MAKALAH
LOGAM BUKAN BESI
DAN PERLAWANAN PANAS
DISUSUN OLEH :
NAMA : WELDI SUSANTO
NIM : EICII4022
JURUSAN : S-1 TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS
HALUOLEO
KENDARI
2014
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar