BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Bidan dalam
melaksanakan peran, fungsi dan tugasnya didasarkan pada kemampuan dan
kewenangan yang diberikan. Kewenangan tersebut diatur melalui Peraturan Menteri
Kesehatan (Permenkes). Permenkes yang menyangkut wewenang bidan selalu
mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat.
Seiring
dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang
berkualitas institusi pendidikan tenaga kesehatan berkembang sangat
pesat. Pelayanan kesehatan di Indonesia salah satunya dilaksanakan
oleh bidan yang dimulai sejak zaman penjajahan Belanda namun perkembangan
Pendidikan Tinggi Kebidanan baru dimulai tahun 1996 ditandai dengan
didirikannya enam institusi DIII Kebidanan. Dalam kurun waktu 15 tahun
institusi pendidikan tinggi kebidanan sudah berkembang menjadi lebih dari 700
institusi.
Jumlah yang sangat besar ini menjadikan kualitas
pendidikan tersebut menjadi tidak merata. Untuk itu pemerintah dalam hal ini
kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berupaya menata sistem dan meningkatkan
kualitas pendidikan tinggi kesehatan di Indonesia termasuk pendidikan tinggi
kebidanan. Dikti melalui HPEQ dengan dukungan World Bank telah
melaksanakan berbagai kegiatan yang bertujuan meningkatkan mutu pendidikan
kebidanan.
B.
RUMUSAN
MASALAH
-
Bagaimana
perkembangan pendidikan kebidanan pada fase penjajahan di Indonesia?
-
Bagaimana
perkembangan pendidikan kebidanan pada fase kemerdekaan?
C.
TUJUAN
-
Mengetahui
perkembangan pendidikan kebidanan di Indonesia pada fase penjajahan di
Indonesia
-
Mengetahui
perkembangan pendidikan kebidanan pada fase kemerdekaan
BAB II
PEMBAHASAN
Perkembangan
pendidikan bidan berhubungan dengan perkembangan pelayanan kebidanan. Keduanya
berjalan seiring untuk menjawabkebutuhan/tuntutan masyarakat akan pelayanan
kebidanan. Yang dimaksud dalam
pendidikan ini adalah, pendidikan formal dan non formal. Pendidikan bidan
dimulai pada masa penjajahan Hindia Belanda sampai saat sekarang ini.
A. PERKEMBANGAN
PENDIDIKAN KEBIDANAN PADA FASE PENJAJAHAN
v Pada tahun
1851 seorang dokter militer Belanda (Dr. W. Bosch) membuka pendidikan bidan
bagi wanita pribumi di Batavia. Pendidikan ini tidak berlangsung lama karena
kurangnyah peserta didik yang disebabkan karena adaanya larangan ataupun
pembatasan bagi wanita untuk keluar rumah.
v Pada tahun
1902 pendidikan bidan dibuka kembali bagi wanita pribumi dirumah sakit militer
di batavia dan pada tahun 1904 pendidikan bidan bagi wanita indonesia dibuka di
Makasar. Luluasan dari pendidikan ini harus bersedia untuk ditempatkan dimana
saja tenaganya dibutuhkan dan mau menolong masyarakat yang tidak/kurang mampu
secara cuma-cuma. Lulusan ini mendapat tunjangan dari pemerintah kurang lebih 15-25
Gulden per bulan. Kemudian dinaikkan menjadi 40 Gulden per bulan (tahun 1922).
v Tahun 1911 -
1912 dimulai pendidikan tenaga keperawatan secara terencana di (RSUP) Semarang
dan Batavia. Calon yang diterima dari HS (SD 7 tahun) dengan pendidikan keperawatan
4 tahun dilanjutkan pendidikan bidan 2tahun.
v Pada tahun
1914 telah diterima juga peserta didik wanita pertama dan bagi perawat wanita
yang lulus dapat meneruskan kependidikan kebidanan selama 2 tahun.
v Tahun 1918
Budi Kemuliaan membuka RS Bersalin dan pendidikan bidan. Murid-murid dari juru
rawat wanita, pendidikan 2 tahun.
v Pada tahun
1935-1938 pemerintah Kolonial Belanda mulai mendidik bidan lulusan MULO
(Setingkat SLTP bagian B) dan hampir bersamaan dibuka sekolah bidan di beberapa
kota besar antara lain Jakarta di RSB Budi Kemuliaan, RSB Palang Dua dan RSB
Mardi Waluyo di Semarang. Di tahunyang sama dikeluarkan sebuah peraturan yang
membedakan lulusan bidan berdasarkan latar belakang pendidikan Bidan dengan
dasar pendidikannya Mulo dan pendidikan Kebidanan selama tiga tahun tersebut
Bidan Kelas Satu(Vreodrouweerste Klas) dan bidan dari lulusan perawat (mantri)
di sebut Bidan Kelas 2 (Vreodrouw tweede klas). Perbedaan ini menyangkut
ketentuan gaji pokok dan tunjangan bagi bidan. Pada zaman penjajahan Jepang,
pemerintah mendirikan sekolah perawat atau sekolah bidan dengan nama dan dasar
yang berbeda, namun memiliki persyaratan yang sama dengan zaman penjajahan
Belanda. Peserta didik kurang berminat memasuki sekolah tersebut dan mereka
mendaftar karena terpaksa, karena tidak ada pendidikan lain.
B. PENDIDIKAN KEBIDANAN PADA ZAMAN
KEMERDEKAAN SAMPAI SEKARANG
Ø Pada tahun
1950-1953 dibuka sekolah bidan dari lulusan SMP dengan batasan usia minimal 17
tahun dan lama pendidikan 3 tahun. Mengingat kebutuhan tenaga untuk menolong
persalinan cukup banyak, maka dibuka pendidikan pembantu bidan yang disebut
Penjenjang Kesehatan E atau Pembantu Bidan.Pendidikan ini dilanjutkan sampai
tahun 1976 dan setelah itu ditutup. Peserta didik PK/E adalah lulusan SMP
ditambah 2 tahun kebidanan dasar. Lulusandari PK/E sebagian besar melanjutkan
pendidikan bidan selama dua tahun. 8 Tahun 1953 dibuka Kursus Tambahan Bidan
(KTB) di Yogyakarta, lamanya kursus antara 7 sampai dengan 12 minggu. Pada
tahun 1960 KTB dipindahkan ke Jakarta. Tujuan dari KTB ini adalah untuk
memperkenalkan kepada lulusan bidan mengenai perkembangan program KIA dalam
pelayanan kesehatanmasyarakat, sebelum lulusan memulai tugasnya sebagai bidan
terutama menjadi bidan di BKIA. Pada tahun 1967 KTB ditutup (discountinued).
Ø Tahun 1954
dibuka pendidikan guru bidan secara bersama-sama dengan guru perawat dan
perawat kesehatan masyarakat di Bandung. Pada awalnya pendidikan ini
berlangsung satu tahun, kemudian menjadi dua tahun dan terakhir berkembang
menjadi tiga tahun. Pada awal tahun 1972 institusi pendidikan ini dilebur
menjadi Sekolah Guru Perawat (SGP). Pendidikan inimenerima calon dari lulusan
sekolah perawat dan sekolah bidan.
Ø Pada tahun
1970 dibuka program pendidikan bidan yang menerima lulusan dari Sekolah
Pengatur Rawat (SPR) ditambah dua tahun pendidikan bidan yang disebut Sekolah
Pendidikan Lanjutan Jurusan Kebidanan (SPLJK).Pendidikan ini tidak dilaksanakan
secara merata diseluruh provinsi.
Ø Pada tahun
1974 mengingat jenis tenaga kesehatan menengah dan bawah sangat banyak,
Departemen Kesehatan (Depkes) melakukan penyederhanaan pendidikan tenaga
kesehatan non sarjana. Sekolah bidan ditutup dan dibuka Sekolah Perawat
Kesehatan (SPK) dengan tujuan adanya tenaga multi purpose di lapangan di mana
salah satu tugasnya adalah menolong persalinan normal. Namun karena adanya
perbedaan falsafah dan kurikulum terutama yang berkaitan dengan kemampuan
seorang bidan, maka tujuan pemerintahagar SPK dapat menolong persalinan tidak
tercapai atau terbukti tidak berhasil.
Ø Pada tahun
1975 - 1984 institusi pendidikan bidan ditutup, sehingga selama10 tahun tidak
menghasilkan bidan. Namun organisasi profesi bidan (IBI) tetap ada dan hidup
secara wajar.
Ø Tahun 1981
untuk meningkatkan kemampuan perawat kesehatan (SPK) dalam pelayanan kesehatan
ibu dan anak termasuk kebidanan, dibuka pendidikan Diploma I Kesehatan Ibu dan
Anak. Pendidikan ini hanya berlangsung 1tahun dan tidak dilakukan oleh semua
institusi.
Ø Pada tahun
1985 dibuka lagi program pendidikan bidan yang disebut (PPB) yang menerima
lulusan SPR dan SPK. Lama pendidikan 1 tahun dan lulusannya dikembalikan kepada
institusi yang mengirim.
Ø Tahun 1989
dibuka crash program pendidikan bidan secara nasional yangmemperbolehkan
lulusan SPK untuk langsung masuk program pendidikan bidan. Program ini dikenal
sebagai Program Pendidikan Bidan A (PPB/A).Lama pendidikan satu tahun dan
lulusannya ditempatkan di desa-desa. Untuk itu pemerintah menempatkan seorang
bidan di tiap desa sebagai pegawai negeri sipil (PNS Golongan II).
Ø Mulai tahun
1996 status bidan di desa sebagai pegawai tidak tetap (BidanPTT) dengan kontrak
selama tiga tahun dengan pemerintah, yang kemudian dapat diperpanjang 2x3 tahun
lagi.Penempatan bidan ini menyebabkan orientasi sebagai tenaga kesehatan
berubah. Bidan harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya tidak hanya kemampuan
klinik, sebagai bidan tapi juga kemampuan untuk berkomunikasi, konseling dan
kemampuan untuk menggerakkan masyarakat desa dalam meningkatkan taraf kesehatan
ibu dan anak. Program Pendidikan Bidan (A) diselenggarakan dengan peserta didik
cukup besar.
Ø Diharapkan
pada tahun 1996 sebagian besar desa sudah memiliki kemampuan dan keterampilan
yang diharapkan seorang bidan professional, karena pendidikan terlalu singkat
dan jumlah peserta didik terlalu besar dalam kurun waktu 1 tahun akademik,
sehingga kesempatan tingkat kemampuan yang dimiliki seorang bidan juga kurang.
Ø Pada tahun
1993 dibuka Program Pendidikan Bidan Program B yang peserta didiknya dari
lulusan Akademi Perawat (Akper) dengan lama pendidikan satu tahun. Tujuan
program ini adalah untuk mempersiapkan tenaga pengajar pada Program Pendidikan
Bidan A. Berdasarkan hasil penelitian terhadap kemampuan klinik kebidanan dari
lulusan ini tidak menunjukkan kompetensi yang diharapkan karena lama pendidikan
yang terlalu singkat yaitu hanya setahun. Pendidikan ini hanya berlangsung
selama dua angkatan (1995 dan1996) kemudian ditutup.
Ø Pada tahun
1993 juga dibuka pendidikan bidan Program C (PPB C), yangmenerima lulusan dari
SMP. Pendidikan ini dilakukan di 11 Propinsi yaitu :Aceh, Bengkulu, Lampung dan
Riau (Wilayah Sumatera), Kalimantan Barat,Kalimantan Timur dan Kalimantan
Selatan (Wilayah Kalimantan) , Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Irian Jaya.
Pendidikan inimemerlukan kurikulum 3700 jam dan dapat diselesaikan dalam waktu
6 semester.
Ø Pada tahun
1994-1995 pemerintah juga menyelenggarakan uji coba Pendidikan Bidan Jarak Jauh
(Distance learning) di tiga propinsi yaitu JawaBarat, Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Kebijakan ini dilaksanakan untuk memperluas cakupan upaya peningkatan
mutu tenaga kesehatan yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan peningkatan mutu
pelayanan kesehatan.Pengaturan penyelenggaraan ini telah diatur dalam SK Menkes
No.1247/Menkes/SK/XII/1994Diklat Jarak Jauh Bidan (DJJ) adalah DJJ Kesehatan
yang ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan bidan
agar mampumelaksanakan tugasnya dan diharapkan berdampak pada penurunan AKI dan
AKB.
Ø Tahun 1996
dibuka Pendidikan Diploma III Kebidanan dengan raw input dari SMA. Diterapkan
melalui surat keputusa menteri pendidikan dan kebudayaan RI No 009/U/1996 di 6
propinsi dengan menerima calon peserta didik dariSMA. Saat ini kurikulum DIII
kebidanan telah direvisi mengacu pada Kep.Mendiknas 32 tahun 2000 tentang
pedoman penyusunan kurikulum pendidikan tinggi dan hasil revisi tersebut telah
diserahkan dengan keputusanmenteri kesehatan RI.No.HK.00.06.2.4.1583.Tahun 2001
tercatat ada 65 institusi yang menyelenggarakan pendidikan diploma III kebidanan
diseluruhIndonesia, sampai dengan tahun ini tercatat jumlah institusi DIII
kebidanan 310.
Ø Pada tahun
1994 juga dilaksanakan pelatihan pelayanan kegawat daruratan maternal dan
neonatal.
Ø Pada tahun
1995-1998 (IBI) bekerjasama langsung dengan mother care melakukan pelatihan
bidan Rumah Sakit dan bidan puskesmas serta bidan didesa di Provinsi Kalimantan
Selatan.
Ø Pada tahun
2000 telah ada pelatihan Asuhan Persalinan Normal (APN) yangdi koordinasikan
oleh Maternal Neonatal health (MNH) yang sampai saat initelah melatih APN di
beberapa propinsi/kabupaten. Pelatihan life skill S (LSS) dan APN tidak hanya
untuk pelatihan pelayanan tetapi juga guru,dosen-dosen dari Akademi Kebidanan.
Ø Selain
melalui pendidikan formal dan pelatihan, untuk meningkatkan kualitas pelayanan
kebidanan juga diadakan seminar dan Lokakarya organisasidilaksanakan setiap
tahun sebanyak 2 kali mulai tahun 1996 - 2000 dengan biaya dari UNICEP.
Ø Tahun 2000
dibuka program D-IV bidan pendidik di FK UGM Yogyakarta, dengan lama pendidikan
2 semester. Saat ini terdapat juga di UNPAD (2002) di USU (2004), STIKES Ngudi
Waluyo Semarang, STIKIM Jakarta (2003).Akhir-akhir ini minat masyarakat untuk
membuka program D.IV bidan pendidik juga sudah mulai banyak seperti adanya
beberapa usulan yang sudah masuk Pusdiknakes dari pemrakarsa program D.IV bidan
pendidik pada awalnya dilaksanakan pada masa transisi dalam upaya kebutuhan
dosen. Sebagaimana kita ketahui bahwa D.IV bidan pendidik dengan masa studi
1tahun terdiri dari beban materi profesi kurang lebih dari 60% dan 40% beban
materi kependidikan. Hal ini sebelumnya belum memenuhi ketentuan yang ditetapka
Depdiknas bahwa kualifikasi dosen minimal D.IV kebidanan atau S1
kebidanan.Dengan memperhatikan permasalahan tersebut mungkin sudah waktunya untuk
mulai memikirkan dan membuat rancangan D.IV kebidanan klinik dan S1 kebidanan..
Tidak kemungkinan pula untuk mengembangkan jenjang S2 maupun SP1 dan
SP2.Penyusunan kompetensi ini dilakukan oleh IBI bersama-sama dengan unsur
terkait lainnya seperti Departemen Kesehatan, organisasi profesi.Adapun
pembinaan dan pengawasan yang telah diupayakan oleh Pusdiknaskesantara lain
mulai dari penyusunan dan penetapan standar kompetensi bidan, penilaian ijin
institusi baru, seleksi mahasiswa baru, penyusunan kurikulum,akreditasi
pendidikan. Sehubungan dengan hal tersebut, kedepan kita sudahwaktunya untuk
meninjau ulang dan menata kembali pola pendidikan berjenjang dan berkelanjutan
bagi bidan.
Ø Tahun 2006
dibuka S2 Kebidanan di UNPAD Bandung.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Perkembangan pendidikan kebidanan di
Indonesia sudah mulai pada zaman penjajahan belanda pada tahun pada tahun 1851
seorang dokter militer Belanda (Dr. W. Bosch) membuka pendidikan bidan bagi
wanita pribumi di Batavia. Pendidikan ini tidak berlangsung lama karena
kurangnyah peserta didik yang disebabkan karena adaanya larangan ataupun
pembatasan bagi wanita untuk keluar rumah.
Dari tahun-ketahun perkembangan
pendidikan kebidanan di Indonesia terus meningkat. Mulai tahun Pada tahun
1950-1953 dibuka sekolah bidan dari lulusan SMP dengan batasan usia minimal 17
tahun dan lama pendidikan 3 tahun. Tahun 1996 dibuka Pendidikan Diploma III
Kebidanan dengan raw input dari SMA. Adapun pembinaan dan pengawasan yang telah
diupayakan oleh Pusdiknaskesantara lain mulai dari penyusunan dan penetapan
standar kompetensi bidan, penilaian ijin institusi baru,
seleksi mahasiswa baru, penyusunan kurikulum,akreditasi pendidikan.
B. SARAN
Dalam
penyusunan makalah ini, masih banyak terdapat kekurangan baik itu dari segi
peulisan maupun dari isi. Maka dari itu penulis sangat mengharapkan masukan dan
kritikan yang sifatnya membangun untuk perbaikan makalah yang akan datang, agar
lebih relevan serta dapat membantu kita dalam referensi pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Asrinah,dkk.
2010. Konsep kebidanan. Graha Ilmu : Yogyakarta.
Kemenkes.2007.
bidan menyongsong masa depan 50 tahun IBI Ilmu kebidanan. Jakarta
Tadjuddin
norma.2004 Konsep Kebidanan. Poltekkes Kemenkes Makassar
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR
ISI ......................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN................................................................................... 2
BAB IIII
PENUTUP
A. Kesimpulan
......................................................................................... 14
B. Saran-saran ......................................................................................... 14
DAFTAR
PUSTAKA ................................................................................... 15
KATA PENGANTAR
Puji syukur
penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “SEJARAH KEBIDANAN DI INDONESIA”,
yang mana makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Akademi
Keperawatan Pemerintah Kabupaten Muna.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis
banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan saran.
Penulis menyadari bahwa, dalam
pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap agar
makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan Mahasiswa /Mahasiswi Akademi Kebidanan Kabupaten Muna pada umumnya.
Raha, 2014
Penulis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar