BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Memahami latar belakang historis dan konseptual Pancasila dan UUD 1945
merupakan suatu bentuk kewajiban bagi setiap warga negara sebelum melaksanakan
nilai-nilainya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Kewajiban tersebut merupakan konsekuensi formal dan konsekuensi logis dalam
kedudukan kita sebagai warga negara. Karena ledudukan Pancasila sebagai dasar
negara (filsafat negara), maka setiap warga negara wajib loyal kepada dasar
negaranya.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Perjalanan hidup suatu bangsa sangat tergantung pada
efektivitas penyelenggaraan negara. Pancasila sebagai dasar negara merupakan
dasar dalam mengatur penyelenggaraan negara di segala bidang, baik bidang
ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya, maupun hankam. Era global
menuntut kesiapan segenap komponen bangsa untuk mengambil peranan sehingga
dampak negatif yang muncul dapat segera diantisipasi.
1.3 FAKTOR-FAKTOR YANG ADA HUBUNGAN
Pancasila dalam kedudukannya sebagai ideologi terbuka, diharapkan mampu
menjadi filter untuk menyerap pengaruhperubahan zaman di era globaslisasi ini.
Leterbukaan ideologi Pancasila terutama ditujukan dalam penerapan yang
berbentuk pola pikir yang dinamis dan konseptual. Ideologi negara merupakan
hasil refleksi manusia atas kemampuannya mengadakan distansi (menjaga jarak)
dengan dunia kehidupannya. Anatara ideologi dan kenyataan hidup masyarakat
terdapat hubungan dialektis, sehingga terjadi pengaruh timbal balik yang
terwujud dalam interaksi yang di satu pihak memmacu ideologi agar makin
realistis dan di lain pihak mendorong masyarakat agar makin mendekati bentuk
yang ideal. Ideologi mencerminkan cara berfikir masyarakat dan juga membentuk
masyarakat menuju cita-cita.
BAB II
PEMBAHASAN
a. Pengertian Ideologi
Kata ideologo berasal dari
bahasa Latin (idea; daya cipta sebagai hasil kesadaran manusia
dan logos; ilmu). Istilah in diperkenalkan oleh filsuf
perancis A. Destut lde Tracy (1801) yang mempelajari berbagai gagasan
(idea) manusia serta kadar kebenarannya. Pengertian ini kemudian meluas sebagai
keseluruhan pemikiran, cita rasa, serta segala upaya, terutama di bidang
politik . Ideologi juga diartikan sebagai filsafah hidupdan pandangan dunia
(dalam bahasa Jerman disebut Weltanschauung).
Biasanya, ideologi selalu
mengutamakan asas-asas kehidupan politik dan kenegaraan sebagai satu kehidupan
nasional yang berarti kepemimpinan, kekuasaan, dan kelembegaan dengan tujuan
kesejahteraan. Berikut ini beberapa pengertian ideoloi.
a) A. Destult de Tracy
Ideologi adalah bagian dari filsafat yang merupakan ilmu yang mendasari
ilmu-ilmu lain seperti pendidikan, etika, politik, dan sebagainya.
b) Labiratorium IKIP Malang
Ideologi adalah seperangkat nilai, ide, dan cita-cita, serta metode
melaksankan/mewujudkannya.
c) Kamus Ilmiah Populer
Ideologi adalah cita-cita yang merupakan dasar salah satu sistem politik,
paham, kepercayaan, dan seterusnya (ideologi sosialis, ideologi islam, dan
lain-lain).
d) Moerdiono
Ideologi adalah kompleksitas pengetahuan dan nilai yang secara
keseluruhan menjadi landasan bagi seseorang (masyarakat) untuk memahami jagat
raya dan bumi seisinya serta menentukan sikap dasar untuk mengelolanya.
e) Encyclopedia International
Ideologi adalah sistem gagasan, keyakinan, dan sikap yang mendasari cara
hidup suatu kelompok, kelas, atau masyarakat tertentu.
f) Prof. Padmo Wahyono, SH.
Ideologi diberi makna sebgai pandangan hidup bangsa, filsafah hidup
bangsa, yang berupa seperangkat tata nilai yang dicita-citakan dan akan
direalisasikan didalam kehidupanberkelompok. Ideologi ini akan memberikan
stabilitas arah dalam hidup berkelompok dan sekaligus memberikan dinamika gerak
menuju apa yang dicita-citakan.
g) Dr. Alfian
Ideologi adalah suatu pandangan atau sistem nilai yang menyeluruh dan
mendalam tentang bagaimana cara yang sebaiknya, yaitu secara moral dianggap
benar dan adil mengatur tingkah laku bersama dalam berbagai segi kehidupan.
Dari pendapat pendapat tersebut
di atas, hal yang harus dipahami adalah bahwa suatu ideologi pada umumnya
mewujudkan pandangan khas tentang pentingnya kerjasama antar manusia dalam
kerja, hubungan manusia dengan kekuasaan ( politik negara), sumber kekuasaan
bagi penguasa, dan tingkat kesederajatan antar manusia. Sebagai akibat kekhasan
tersebut suatu ideologi bisa saja tidak dimengerti oleh kelompok lain yang
tidak mau menerimanya, dan tidak ajarang pula suatu ideologi menjadi beku,
kaku, dan tidak berubah, serta menuntut para pengikutnya untuk patuh terhadap
ajarannya.
b. Hakikat dan Fungsi Ideologi
Suatu Ideologi pada dasarnya
merupakan hasil refleksi manusia atas kemampuannya mengadakan distansi (menjaga
jarak) dengan dunia kehidupannya. Antara ideologi dan kenyataan hidup
masyarakat terjadi hubungan dialektis, sehingga berlangsung pengaruh timbal
balik yang terwujud dalam interaksi yang di satu pihakl memacu ideologi agar
semakin realistis dan di lain pihak mendorong masyarakat supaya mendekati
bentuk yang ideal. Ideologi mencerminkan cara berpikir masyarakat dan juga
membentuk masyarakat menuju cita-cita.
Dengan demikian, terlihat bahwa
ideologi bukanlah sekedar pengetahuan teoritas belaka, tetapi merupakan
sesuatu yang dihayati menjadi suatu keyakinan. Ideologi adalah satu pilhan yang
jelas menuntut komitmen untuk mewujudkannya. Semakin mendalam kesadaran
ideologis seseorang berarti semakin tinggi pula rasa komitmennya untuk
melaksanakannya. Komitmen itu tercermin dalam sikap seorang yang meyakini
ideologinya sebagai ketentuan-ketentuan normative yang harus ditaati dalam
hidup bermasyarakat.
Berdasarkan uraian tersebut di atas,
dapatlah di kemukakan bahwa ideologi mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Struktur kognitif, yaitu keseluruhan
pengetahuan yang dapat merupakan landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia
dan kejadian-kejadian dalam alam sekitarnya.
b. Orientasi dasar dengan membuka wawasan yang
memberikan makna serta menunujukkan tujuan dalam kehidupan manusia.
c. Norma-norma yang menjadi peodman dan pegangan
bagi seseorang untuk melangkah dan bertindak.
d. Bekal dan jalan bagi seseorang untuk
menemukan identitasnya.
e. Kekuatan yang mampu menyemangati dan
mendorong seseorang untuk menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan.
f. Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat
untuk memahami, menghayati, serta bertingkah laku sesuai dengan orientasi dan
norma-norma yang terkandung di dalamnya.
c. Ideologi sebagai suatu sistem
Ideologi dapat dirumuskan sebagai suatu sistem berpikir yang digunakan
oleh suatu masyarakat untuk menginterprestasikan (mengartikan) hidup dan
kehiduupannya. Dapat juga dikatakan sebagai identitas suatu masyarakat atau
bangsa (identity), yang sering disebut dengan istilah “kepribadian bangsa”.
Mengingat ideologi merupakan suatu sistem berpikir dalam semua aspek kehidupan,
maka ia dapat diterapkan ke dalam sistem politik, ekonomi, dan sosial budaya.
Mula-mula digali dari kenyataan-kenyataan yang (induktif), kemudian dirumuskan
dalam suatu sistem, dan akhirnya diterapkan kembali dalam segala aspek
kehidupan (deduktif).
Ideologi biasanya adalah sistem yang tertutup (deduktif-induktif).
Apabila suatu masyarakat menganut sistem ideologi tertentu, itu berarti
masyarakat tersebut menggunakan sistem deduktif; yaitu seluruh kehidupan masyarakat
baik politik, ekonomi, maupun kehidupan sosial-budaya sehari-hari bersumber
dari nilai-nilai tertentu yang dianut oleh ideologinya. Contohnya ialah
sosialisme-marxisme, liberalisme, dan agama tertentu.
Ideologi dapat juga mengandung pengertian bahwa dia harus menegara, yaitu
nilai-nilai yang dikandungnya diatur melalui negara. Jadi, sesungguhnya
negaralah yang mempunyai peran penting di dalam sistem ideologi guna mengatur
warga negaranya dan mencapai cita-cita dan tujuannya.
d. Pancasila sebagai ideologi nasional
Suatu sistem filsafat pada tingkat perkembangan tertentu melahirkan
ideologi. Biasanya ideologi lebih mengutamakan asas-asas kehidupan politik dan
kenegaraan sebagai satu kehidupan nasional yang esensinya adalah kepemimpinan,
kekuasaan dan kelembagaan dengan tujuan kesejahteraan. Secara filosofis,
ideologi bersumber pada suatu sistem filsafat dikembangkan dan dilaksanakan
oleh suatu ideologi. Berdasarkan asas teoritis demikian, maka nilai-nilai yang
terkandung di dalam Pancasila adalah falsafah hidup yang berkembang dalam
sosio-budaya Indonesia. Nilai Pancasila yang telah terkristalisasi dianggap
sebagai nilai dasar dan puncak (sari-sari) budaya bangsa.
Sedemikian mendasarnya nilai-nilai Pancasila dalam menjiwai dan
memberikan watak (kepribadian, identitas), pengakuan atas kedudukan Pancasila
sebagai filsafat adalah wajar. Sebagai ajaran filsafat, Pancasila mencerminkan
nilai dan pandangan mendasar dan hakikat rakyat Indonesia dalam hubungannya
dengan : Ketuhanan, Kemanusiaan, Kenegaraan,, Kekluargaan dan Musyawarah, serta
Keadilan Sosial.
Niali dan fungsi filsafat Pancasila telah ada jauh sebelum Indonesia
merdeka. Ini berarti, dengan kemerdekaan yang diperoleh bangsa dan negara
Indonesia, secara melembaga dan formal, kedudukan dan fungsi Pancasila
ditingkatkan. Dari keudukannya sebagai filsafat hidup ditingkatkan menjadi
filsafat negara “dari kondisi sosio-budaya yang terkristalisasi menjadi nilai
filosofis-ideologis yang kontinental” (dikukuhkan berdasarkan Undang-Undang
Dasar 1945)
e. Pancasila sebagai ideologi terbuka
Abdulkadir Besar dalam tulisannya tentang :Pancasila Ideologi Terbuka”,
antara lain menyebutkabn bahwa pada umumnya khalayak memehai arti “terbuka”
dari pernyataan “ideologi terbuka” sebagai filsafat keterbukaan ideologi itu
sendiri. Oleh sebab itu, pernyataan “Pancasila adalah ideologi terbuka”, banyak
dipahami secara harfiah, yaitu berbagai konsep dari ideologi lain, terutama
dari ideologi liberalisme, seperti hak asasi manusia, pasar bebas, mayoritas
tunggal, dualisme pemerintahan, serta konsekuensi logis sistem oposisi liberal,
tanpa penalaran yang sistematis nilai-nilai itu dianggap dan diberlakukan
sebagai konsep yang inheren dalam ideologi Pancasila.
Adanya anggapan umum yang demikian, dapat dipahami karena adanya sebab-sebab
sebagai berikut:
a. Orang yang bersangkutan tidak atau belum
memahami ideologi Pancasila secara memadai, dan
b. “Kebebasan Individu” yang menjadi nilai
intrinsik ideologi liberalisme bukannya dipersepsikan sebagai konsep ideologis,
tetapi justru dipersepsikan sebagai konsep bebas nilai yang identik dengan
konsep yang bersifat objektif universal.
Semua konsep dari suatu ideologi niscaya teralir secara deduktif-logis
dari nilai intrinsik ideologi yang bersangkutan. Sebagai contoh, nilai intrinsik
ideologi liberalisme adalah kebebasan individu, ideologi komunis adalah
hubungan produksi, dan ideologi Pabcasila adalah kebersamaan. Berkenaan dengan
hal tersebut, konsep dari suatu ideologi tidak dapat diberlakukan pada ideologi
lain. Bila hal ini dipaksakan, yang akan terwujud adalah cita-cita dari
ideologi lain.
a) Dimensi ideologi terbuka
Dalam pandangan Dr. Alfian, kekuatan suatu ideologi tergantung pada 3
(tiga) dimensi yang terkandung didalam dirinya, yaiut:
1) Dimensi realitas
Bahwa nilai-nilai dasar di dalam suati ideologi bersumber dari
nilai-nilai riil yang hidup dalam masyarakat yang tertanam dan berakar di dalam
masyarakat, terutama pada waktu ideologi itu lahir. Dengan demikian, mereka
betul-betul merasakan dan menghayati bahwa nilai-nilai dasar itu adalah milik
mereka bersama.
2) Dimensi idealisme
Bahwa nilai-nilai dasar ideologi tersabut mengandung idealisme, bukan
angan-angan (utopia), yang memberi harapan tentang masa depan yang lebih baik
melalui perwujudan atau pengamalannya dalam praktik kehidupan bersama
sehari-hari dengan berbagai dimensinya. Ideologi yang tangguh biasanya muncul
dari pertautan erat, yang saling mengisi dan saling memperkuat antara dimensi
realitas dan dimensi idealisme yang terkandung didalamnya.
3) Dimensi fleksibelitas (pengembangan)
Bahwa ideologi tersebut memiliki keluwesan yang memungkinkan dan bahkan
merangsang pengembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan tentang dirinya,
tanpa menghilangkan atau mengingkari akikat (jati diri) yang terkandung dalam
niai-nilai dasarnya. Dimensi fleksibelitas atau dimensi pengembangan sangat
diperlukan oleh suatu ideologi guna memelihara dan memperkuat relevansinya dari
masa ke masa.
b) Gagasan pancasila sebagai ideologi terbuka
Gagasan pertama mengeni Pancasila sebagai ideologi terbuka secara formal
ditampilkan sekitar ahun 1985, walaupun semangatnya sendiri sesungguhnya dapat
ditelusuri dari pembahasan para pendiri negara pada tahun 1945. Pemikiran
Pancasila sebagai deologi terbuka tersirat di dalam penjelasan UUD 1945 di mana
disebutkan “ Maka telah cukup jika Undang-Undang Dasar hanya memuat garis-garis
besar sebagai instruksi kepada pemerintah pusat dan lain-lain penyelenggara
negara untuk menyelenggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan sosial
terutama bagi negara baru dan negara muda, lebih baik hukum dasar yang tertulis
itu hanya memuat aturan-aturan pokok, sedang aturan-aturan yang
menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada undang-undang yang lebih
mudah caranya membuat, mengubah, dan mencabut”. Dari kutipan tersebut kita
dapat memahami bahwa UUD1945 pada hakikatnya mengandung unsur keterbukaan;
karena dasar UUD 1945 adalah pancasila, maka Pancasila merupkan ideologi
nasional bagi bangsa Indonesia bersifat terbuka pula.
c) Perwujudan Pancasila sebagai ideologi terbuka
Sebagai ideologi terbuka, Pancasila bisa menyelesaikan berbagai persoalan
yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Namun demikian, faktor manusia baik
penguasa maupun rakyat, sangat menentukan dalam mengukur kemampuan sebuah
ideologi dalam menyelesaikan berbagai masalah. Sebaik apapun ideologi, tanpa
didukung oleh sumber daya manusia yang baik, hanyalah utopia atau angan-angan
belaka
d) Batas keterbukaan ideologi Pancasila
Suatu ideologi, apapun namanya
memiliki nilai-nilai dasar atau intrinsik dan nilai instrumental. Nilai
intrinsik adalah nilai yang dirinya sendiri merupakan tujuan. Seperangkat nilai
intrinsik (nilai dasar) yang terkandung di dalam setiap ideologi berdaya aktif.
Artinya ia memberi inspirasi sekaligus energi kapada para penganutnya untuk
mencipta dan berbuat. Dengan demikian, tiap nilai intrinsik niscaya bersifat
khas dan tidak ada duanya. Dalam ideologi Pancasila, nilai intrinsikyang
dimaksud adalah nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan
keadilan sosial. Sifat keterbukaan ideologi mengandung arti bahwadi satu sisi
nilai instrumental itu bersifat dinamis, yaitu dapat disesuaiakan dengan
tuntutan kemajuan zaman, bahkan dapat diganti dengan nilai instrumental lain
demi terpeliharanya relevansi ideologi dengan tingkat kemajuan masyarakat.
Namun disisi lain, penyesuaian diri maupun penggantian tersebut tidak boleh
berakibat meniadakan nilai dasar atau intrinsiknya. Dengan kata lain,
keterbukaan ideologi itu ada batasnya.
· Batas jenis pertama :
Bahwa yang boleh
disesuaikan dan diganti hanya nilai instrumental, sedangkan nilai
dasar atau intrinsiknya mutlak dilarang nilai instrumental dalam ideologi
Pancasila adalah nilai-nilai lebih lanjut dari nilai-nilai dasar atau
intrinsiknya yang dijabarkan secara lebih kreatif dan dinamis dalam bentuk UUD
1945, dan Peraturan Perundang-undangan lainya.
· Batas jenis kedua, yaitu terdiri dari 2 (dua)
buah norma
1) Penyesuaian nilai instrumental pada tuntutan
kemajuan zaman harus dijaga agar daya kerja nilai instrumental yang
disesuaiakan itu tetap memadai untuk mewujudkan nilai intrinsik yang
bersangkutan. Sebab jika nilai instrumental penyesuaian tersebut berdaya kerja
lain, maka nilai intrinsik yang bersangkutan tak akan pernah terwujud.
2) Nilai instrumental pengganti tidak boleh
bertentangan dengan linea recta nilai instrumental yang diganti. Sebab, bila
bertentangan itu berarti bertentangan pula dengan nilai intrinsiknya yang
berdaya meniadakan nilai intrinsikyang bersangkutan.
BAB III
KESIMPULAN
Sebagai ideologi terbuka, Pancasila
senantiasa mampu berinteraksi secara dinamis. Nilai-nilai Pancasila tidak boleh
berubah, namun pelaksanaannya kita sesuaikan dengan kebutuhan dan tantangan
nyata yang kita hadapi dalam setiap kurun waktu. Meskipun bersifat terbuka
ideologi Pancasila juga ada batasan dalam keterbukaan
tersebut. Karena terbuka disini berarti fleksibel yaitu bisa
mengikuti perkembangan zaman. Tetapi dalam kefleksibelan tersebut Pancasila
juga memiliki penyaring, yang berfungsi sebagai pemilah antara hal yang layak
untuk diikuti oleh bangsa Indonesia. Sehingga tidak semua pengaruh dari luar
bisa menyatu dengan Pancasila.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar