BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
belakang
Dalam rangka
pelaksanaan otonomi daerah akan sangat bergantung pada kesiapan Pemerintah
Daerah dalam menata sistem pemerintahannya agar tercipta pembangunan yang
efektif, efesien, transparansi, dan akuntabel serta mendapat partisipasi dari
masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahannya.
Sesuai dengan
amanat Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa dalam
penyelenggaraan otonomi daerah dipandang perlu untuk menekankan pada
prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (Good Governance) dan pemerintahan yang
bersih (Clean Governance) dalam mewujudkan pembangunan daerah yang
desentralistik dan demokratis.
Maka dalam
penyelenggaraan pembangunan desa diperlukan pengorganisasian yang mampu
menggerakkan masyarakat untuk mampu berpatisipasi dalam melaksanakan
pembangunan desa serta melaksanakan administrasi pembangunan desa. Dengan
demikian diharapkan pembangunan dan pelaksanaan administrasi desa akan berjalan
lebih rasional, tidak hanya didasarkan pada tuntutan emosional yang sukar
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
1.2.
Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian desa?
2. Seperti apa sistem pemerintahan desa?
3. Bagaimana membangun desa yang baik dan sesuai dengan Undang-undang yang berlaku?
1. Apakah pengertian desa?
2. Seperti apa sistem pemerintahan desa?
3. Bagaimana membangun desa yang baik dan sesuai dengan Undang-undang yang berlaku?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1.
Sistem Pemerintahan Desa
2.1.1. Pengertian Desa
Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memerhatikan asal usul desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Pembentukan desa dapat berupa penggabungan beberapa desa, atau bagian desa yang bersandingan, atau pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih, atau pembentukan desa di luar desa yang telah ada. Desa dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan berdasarkan prakarsa pemerintah desa bersama BPD dengan memerhatikan saran dan pendapat masyarakat setempat.
2.1.1. Pengertian Desa
Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memerhatikan asal usul desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Pembentukan desa dapat berupa penggabungan beberapa desa, atau bagian desa yang bersandingan, atau pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih, atau pembentukan desa di luar desa yang telah ada. Desa dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan berdasarkan prakarsa pemerintah desa bersama BPD dengan memerhatikan saran dan pendapat masyarakat setempat.
Desa yang berubah
menjadi kelurahan, lurah dan perangkatnya diisi dari pegawai negeri sipil dan
kekayaannya menjadi kekayaan daerah dan dikelola oleh kelurahan yang
bersangkutan untuk kepentingan masyarakat setempat. Dalam wilayah desa dapat
dibagi atas dusun yang merupakan bagian wilayah kerja pemerintahan desa dan
ditetapkan dengan peraturan desa.
Desa bukanlah
bawahan kecamatan, karena kecamatan merupakan bagian dari perangkat daerah
kabupaten/kota, dan desa bukan merupakan bagian dari perangkat daerah.
Pemerintahan desa terdiri atas pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa.
Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa.
Kewenangan desa
menurut Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pada
Pasal 7 di antaranya adalah urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak
asal usul desa, urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten yang
diserahkan pengaturannya kepada desa dan tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah
provinsi, dan pemerintah kabupaten serta urusan pemerintahan lainnya yang oleh
peraturan perundangan – undangan yang diserahkan kepada desa.
Khusus berhubungan
dengan urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa antara
lain menetapkan peraturan desa, memilih pimpinan pemerintahan desa, memiliki
kekayaan sendiri, menggali dan menetapkan sumbersumber pendapatan desa,
menyelenggarakan gotong royong, dan lainlain. Penyelenggaraan urusan
pemerintahan desa yang menjadi kewenangan desa didanai dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Desa (APB Desa), bantuan pemerintah, dan bantuan pemerintah daerah.
Penyelenggaraan urusan pemerintah daerah yang diselenggarakan oleh pemerintah
desa didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Sumber pendapatan
desa antara lain:
1. Pendapatan asli desa, antara lain hasil usaha desa, hasil kekayaan desa (seperti tanah kas desa, pasar desa, bangunan desa), hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong.
2. Bagi hasil pajak daerah kabupaten/kota bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah.
3. Bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan.
4. Hibah dan sumbangan dari pihak ke tiga yang tidak mengikat. APB Desa terdiri atas bagian pendapatan desa, belanja desa dan pembiayaan. Rancangan APB Desa dibahas dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa. Kepala desa bersama BPD menetapkan APB Desa setiap tahun dengan peraturan desa
1. Pendapatan asli desa, antara lain hasil usaha desa, hasil kekayaan desa (seperti tanah kas desa, pasar desa, bangunan desa), hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong.
2. Bagi hasil pajak daerah kabupaten/kota bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah.
3. Bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan.
4. Hibah dan sumbangan dari pihak ke tiga yang tidak mengikat. APB Desa terdiri atas bagian pendapatan desa, belanja desa dan pembiayaan. Rancangan APB Desa dibahas dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa. Kepala desa bersama BPD menetapkan APB Desa setiap tahun dengan peraturan desa
Kewenangan desa
adalah:
• Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa
• Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa, yakni urusan pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan masyarakat.
• Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
• Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa
• Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa, yakni urusan pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan masyarakat.
• Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
2.1.2.
Pemerintahan Desa
Desa memiliki pemerintahan sendiri. Pemerintahan Desa terdiri atas Pemerintah Desa (yang meliputi Kepala Desa dan Perangkat Desa) dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Sebagaimana telah di jelaskan dalam peraturan pemerintah thn 2005 ayat 6 yang berbunyi bahwa pemerintahan desa adalah penyelenggaran desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan NKRI.
Desa memiliki pemerintahan sendiri. Pemerintahan Desa terdiri atas Pemerintah Desa (yang meliputi Kepala Desa dan Perangkat Desa) dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Sebagaimana telah di jelaskan dalam peraturan pemerintah thn 2005 ayat 6 yang berbunyi bahwa pemerintahan desa adalah penyelenggaran desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan NKRI.
Dan selanjutnya
dinyatakan dalam ayat7 yang berbunyi: Badan Permusyawaratan Desa atau nama lain
disingkat BPD adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam
penyelenggaraan pemerintah Desa sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah.
Pemerintah desa atau yang disebut namalain adalah kepala desa dan perangkat desa sebagai unsur penyelenggaran pemerintahan desa (ayat 7).
Pemerintah desa atau yang disebut namalain adalah kepala desa dan perangkat desa sebagai unsur penyelenggaran pemerintahan desa (ayat 7).
2.1.3.
Kepala Desa
Kepala Desa merupakan pimpinan penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan /yang ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Masa jabatan Kepala Desa adalah 6 tahun, dan dapat diperpanjang lagi untuk satu kali masa jabatan. Kepala Desa juga memiliki wewenang menetapkan Peraturan Desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD.
Kepala Desa merupakan pimpinan penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan /yang ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Masa jabatan Kepala Desa adalah 6 tahun, dan dapat diperpanjang lagi untuk satu kali masa jabatan. Kepala Desa juga memiliki wewenang menetapkan Peraturan Desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD.
Kepala Desa
dipilih langsung melalui Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) oleh penduduk desa
setempat. Syarat-syarat menjadi calon Kepala Desa sesuai Peraturan Pemerintah
No. 72 Tahun 2005 sbb:
• Bertakwa kepada Tuhan YME
• Setia kepada Pacasila sebagai dasar negara, UUD 1945 dan kepada NKRI, serta Pemerintah
• Berpendidikan paling rendah SLTP atau sederajat
• Berusia paling rendah 25 tahun
• Bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa
• Penduduk desa setempat
• Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan dengan hukuman paling singkat 5 tahun
• Tidak dicabut hak pilihnya
• Belum pernah menjabat Kepala Desa paling lama 10 tahun atau 2 kali masa jabatan
• Memenuhi syarat lain yang diatur Perda Kab/Kota
• Bertakwa kepada Tuhan YME
• Setia kepada Pacasila sebagai dasar negara, UUD 1945 dan kepada NKRI, serta Pemerintah
• Berpendidikan paling rendah SLTP atau sederajat
• Berusia paling rendah 25 tahun
• Bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa
• Penduduk desa setempat
• Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan dengan hukuman paling singkat 5 tahun
• Tidak dicabut hak pilihnya
• Belum pernah menjabat Kepala Desa paling lama 10 tahun atau 2 kali masa jabatan
• Memenuhi syarat lain yang diatur Perda Kab/Kota
Kepala Desa,
adalah pemimpin dari desa di Indonesia. Kepala Desa merupakan pimpinan dari
pemerintah desa. Masa jabatan Kepala Desa adalah 6 tahun, dan dapat
diperpanjang lagi untuk satu kali masa jabatan. Kepala Desa tidak bertanggung
jawab kepada Camat, namun hanya dikoordinasikan saja oleh Camat. Jabatan Kepala
Desa dapat disebut dengan nama lain.
2.1.4.
Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. BPD dapat dianggap sebagai “parlemen”-nya desa. BPD merupakan lembaga baru di desa pada era otonomi daerah di Indonesia.
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. BPD dapat dianggap sebagai “parlemen”-nya desa. BPD merupakan lembaga baru di desa pada era otonomi daerah di Indonesia.
Anggota BPD adalah
wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang
ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Anggota BPD terdiri dari Ketua
Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau
pemuka masyarakat lainnya. Masa jabatan anggota BPD adalah 6 tahun dan dapat
diangkat/diusulkan kembali untuk 1 kali masa jabatan berikutnya. Pimpinan dan Anggota
BPD tidak diperbolehkan merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat
Desa.
Peresmian anggota
BPD ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota, dimana sebelum memangku
jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama dihadapan masyarakat dan
dipandu oleh Bupati/ Walikota. Ketua BPD dipilih dari dan oleh anggota BPD
secara langsung dalam Rapat BPD yang diadakan secara khusus. BPD berfungsi
menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan
aspirasi masyarakat.
Wewenang BPD
antara lain:
• Membahas rancangan peraturan desa bersama Kepala Desa
• Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa
• Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa
• Membentuk panitia pemilihan Kepala Desa
• Menggali,menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat; dan
• Penggunaan nama/istilah BPD tidak harus seragam pada seluruh desa di Indonesia, dan dapat disebut dengan nama lain.
• Membahas rancangan peraturan desa bersama Kepala Desa
• Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa
• Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa
• Membentuk panitia pemilihan Kepala Desa
• Menggali,menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat; dan
• Penggunaan nama/istilah BPD tidak harus seragam pada seluruh desa di Indonesia, dan dapat disebut dengan nama lain.
2.1.5.
Perangkat Desa
Perangkat desa bertugas membantu kepala desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya yang dibantu beberapa staf seperti kepala urusan (kaur), pelaksana teknis lapangan, dan unsur kewilayahan. Perangkat desa tersebut terdiri atas sekretaris desa dan perangkat desa lainnya. Sekretaris desa diangkat oleh sekretaris daerah kabupaten/kota atas nama bupati/walikota. Sekretaris desa bertugas membantu kepala desa di bidang pembinaan administrasi dan memberikan pelayanan teknis administrasi kepala seluruh perangkat desa.
Perangkat desa bertugas membantu kepala desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya yang dibantu beberapa staf seperti kepala urusan (kaur), pelaksana teknis lapangan, dan unsur kewilayahan. Perangkat desa tersebut terdiri atas sekretaris desa dan perangkat desa lainnya. Sekretaris desa diangkat oleh sekretaris daerah kabupaten/kota atas nama bupati/walikota. Sekretaris desa bertugas membantu kepala desa di bidang pembinaan administrasi dan memberikan pelayanan teknis administrasi kepala seluruh perangkat desa.
Perangkat desa lainnya
yaitu sekretariat desa, pelaksana teknis lapangan, dan unsur kewilayahan
diangkat oleh kepala desa dari penduduk desa, yang ditetapkan dengan keputusan
kepala desa. Dalam melaksanakan tugasnya, perangkat desa bertanggung jawab
kepada kepala desa. Kepala desa dan perangkat desa diberikan penghasilan tetap
setiap bulan dan/atau tunjangan lainnya sesuai dengan kemampuan keuangan desa.
2.1.6.
Lembaga Kemasyarakatan
Di desa dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan, yaitu lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat. Lembaga kemasyarakatan ditetapkan dengan peraturan desa. Salah satu fungsi lembaga kemasyarakatan adalah sebagai penampungan dan penyalur aspirasi masyarakat dalam pembangunan.
Di desa dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan, yaitu lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat. Lembaga kemasyarakatan ditetapkan dengan peraturan desa. Salah satu fungsi lembaga kemasyarakatan adalah sebagai penampungan dan penyalur aspirasi masyarakat dalam pembangunan.
2.2.
Struktur Organisasi Pemerintahan Desa
Susunan organisasi pemerintahan di setiap desa tidak tentu sama. Hal ini karena tergantung dari kebutuhan dan keadaan desa masing – masing. Desa memiliki pemerintahan sendiri. Seperti yang sudah dijelaskan di depan bahwa pemerintahan desa terdiri atas pemerintah desa (yang meliputi kepala desa dan perangkat desa) dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Lebih lanjut bisa dirinci sebagai berikut.
1. Kepala desa
2. Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
3. Sekretaris desa
4. Kepala urusan pemerintahan
5. Kepala urusan pembangunan
6. Kepala urusan kesejahteraan rakyat
7. Kepala urusan keuangan
8. Kepala urusan umum
Susunan organisasi pemerintahan di setiap desa tidak tentu sama. Hal ini karena tergantung dari kebutuhan dan keadaan desa masing – masing. Desa memiliki pemerintahan sendiri. Seperti yang sudah dijelaskan di depan bahwa pemerintahan desa terdiri atas pemerintah desa (yang meliputi kepala desa dan perangkat desa) dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Lebih lanjut bisa dirinci sebagai berikut.
1. Kepala desa
2. Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
3. Sekretaris desa
4. Kepala urusan pemerintahan
5. Kepala urusan pembangunan
6. Kepala urusan kesejahteraan rakyat
7. Kepala urusan keuangan
8. Kepala urusan umum
Untuk lebih
jelasnya lagi perhatikan contoh bagan struktur organisasi pemerintahan desa di
bawah ini!
2.3.
Pembagian Desa Berdasarkan Kemampuan Fisik Dan Non Fisik
2.3.1. Desa Terbelakang atau Desa Swadaya
Desa terbelakang adalah desa yang kekurangan sumber daya manusia atau tenaga kerja dan juga kekurangan dana sehingga tidak mampu memanfaatkan potensi yang ada di desanya. Biasanya desa terbelakang berada di wilayah yang terpencil jauh dari kota, taraf berkehidupan miskin dan tradisional serta tidak memiliki sarana dan prasaranan penunjang yang mencukupi.
2.3.1. Desa Terbelakang atau Desa Swadaya
Desa terbelakang adalah desa yang kekurangan sumber daya manusia atau tenaga kerja dan juga kekurangan dana sehingga tidak mampu memanfaatkan potensi yang ada di desanya. Biasanya desa terbelakang berada di wilayah yang terpencil jauh dari kota, taraf berkehidupan miskin dan tradisional serta tidak memiliki sarana dan prasaranan penunjang yang mencukupi.
2.3.2.
Desa Sedang Berkembang atau Desa Swakarsa
Desa sedang berkembang adalah desa yang mulai menggunakan dan memanfaatkan potensi fisik dan nonfisik yang dimilikinya tetapi masih kekurangan sumber keuangan atau dana. Desa swakarsa belum banyak memiliki sarana dan prasarana desa yang biasanya terletak di daerah peralihan desa terpencil dan kota. Masyarakat pedesaan swakarsa masih sedikit yang berpendidikan tinggi dan tidak bermata pencaharian utama sebagai petani di pertanian saja serta banyak mengerjakan sesuatu secara gotong royong.
Desa sedang berkembang adalah desa yang mulai menggunakan dan memanfaatkan potensi fisik dan nonfisik yang dimilikinya tetapi masih kekurangan sumber keuangan atau dana. Desa swakarsa belum banyak memiliki sarana dan prasarana desa yang biasanya terletak di daerah peralihan desa terpencil dan kota. Masyarakat pedesaan swakarsa masih sedikit yang berpendidikan tinggi dan tidak bermata pencaharian utama sebagai petani di pertanian saja serta banyak mengerjakan sesuatu secara gotong royong.
2.3.3.
Desa Maju atau Desa Swasembada
Desa maju adalah desa yang berkecukupan dalam hal sdm / sumber daya manusia dan juga dalam hal dana modal sehingga sudah dapat memanfaatkan dan menggunakan segala potensi fisik dan non fisik desa secara maksimal. Kehidupan desa swasembada sudah mirip kota yang modern dengan pekerjaan mata pencarian yang beraneka ragam serta sarana dan prasarana yang cukup lengkap untuk menunjang kehidupan masyarakat pedesaan maju.
Desa maju adalah desa yang berkecukupan dalam hal sdm / sumber daya manusia dan juga dalam hal dana modal sehingga sudah dapat memanfaatkan dan menggunakan segala potensi fisik dan non fisik desa secara maksimal. Kehidupan desa swasembada sudah mirip kota yang modern dengan pekerjaan mata pencarian yang beraneka ragam serta sarana dan prasarana yang cukup lengkap untuk menunjang kehidupan masyarakat pedesaan maju.
2.4.
Permasalah Masyarakat Desa
2.4.1. Penyebab Kemiskinan di Perdesaan
Margono, mengemukakan bahwa masalah perdesaan, ditinjau dari segi pembangunan, adalah adanya kesenjangan antara situasi yang ada dengan situasi yang diinginkan. Adanya suatu situasi baru yang diinginkan tetapi tidak tercapai juga menimbulkan ada masalah
2.4.1. Penyebab Kemiskinan di Perdesaan
Margono, mengemukakan bahwa masalah perdesaan, ditinjau dari segi pembangunan, adalah adanya kesenjangan antara situasi yang ada dengan situasi yang diinginkan. Adanya suatu situasi baru yang diinginkan tetapi tidak tercapai juga menimbulkan ada masalah
2.4.2. Permasalahan
ekonomi desa
Hayami dan Collier Cs. telah melakukan penelitian bahwa adanya polarisasi ekonomi perdesaan atau terjadinya proses kemiskinan disebabkan adanya pergeseran desa ke kota (proses modernisasi) dan alih teknologi.
Hayami dan Collier Cs. telah melakukan penelitian bahwa adanya polarisasi ekonomi perdesaan atau terjadinya proses kemiskinan disebabkan adanya pergeseran desa ke kota (proses modernisasi) dan alih teknologi.
2.4.3.
Lokalitas Kelembagaan Desa
Konsep “komunitas” mengandung makna adanya “keterkaitan” yang tidak hanya secara ekologis dan ekonomis, tetapi juga secara sosiologis. Terutama pada tingkat pengambilan keputusan, upaya pengembangan masyarakat akan menciptakan beragam “keterkaitan” tersebut (level organisasi) tersebut berhubungan secara fungsional karena dipandang sebagai suatu sistem kelembagaan lokal yang berpengaruh terhadap kehidupan komunitas. Tingkat institusi lokalitas dengan ciri-ciri oleh kesatuan komunitas yang memiliki relasi sosial dan ekonomi, dengan pusat interaksi sebagai pusat pertumbuhan
Konsep “komunitas” mengandung makna adanya “keterkaitan” yang tidak hanya secara ekologis dan ekonomis, tetapi juga secara sosiologis. Terutama pada tingkat pengambilan keputusan, upaya pengembangan masyarakat akan menciptakan beragam “keterkaitan” tersebut (level organisasi) tersebut berhubungan secara fungsional karena dipandang sebagai suatu sistem kelembagaan lokal yang berpengaruh terhadap kehidupan komunitas. Tingkat institusi lokalitas dengan ciri-ciri oleh kesatuan komunitas yang memiliki relasi sosial dan ekonomi, dengan pusat interaksi sebagai pusat pertumbuhan
2.4.4.
Permasalahan Penguatan Kelembagaan Perdesaan
Berbgai permasalahan pengembangan penguatan komunitas atau kelembagaan itu sendiri. Seperti kita ketahui bahwa, bahwa prinsip-prinsip yang dipakai untuk mengembangkan pendekatan dan strategi yang partisipatif sesuai dengan kondisi lokalitas dan komunitas dengan mempergunakan belum dilandasi pada landasan berfikir untuk mengembangkan kreativitas semua stakeholders dalam upaya mengembangkan partisipasi dan aspirasi masyarakat perdesaan
Berbgai permasalahan pengembangan penguatan komunitas atau kelembagaan itu sendiri. Seperti kita ketahui bahwa, bahwa prinsip-prinsip yang dipakai untuk mengembangkan pendekatan dan strategi yang partisipatif sesuai dengan kondisi lokalitas dan komunitas dengan mempergunakan belum dilandasi pada landasan berfikir untuk mengembangkan kreativitas semua stakeholders dalam upaya mengembangkan partisipasi dan aspirasi masyarakat perdesaan
2.5.
Strategi Pengembangan dan Pembangunan Perdesaan
• Dalam proses pembangunan, partisipasi masyarakat berfungsi sebagai masukan dan keluaran. Proses partisipasi dapat diklasifikasikan menjadi enam tahapan, yaitu mulai dari penerimaan informasi, pemberian tanggapan terhadap informasi, perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan akhirmya penerimaan kembali hasil pembangunan.
• Dalam proses pembangunan, partisipasi masyarakat berfungsi sebagai masukan dan keluaran. Proses partisipasi dapat diklasifikasikan menjadi enam tahapan, yaitu mulai dari penerimaan informasi, pemberian tanggapan terhadap informasi, perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan akhirmya penerimaan kembali hasil pembangunan.
• Conyers,
mengajukan tiga komponen pendekatan pengembangan masyarakat yaitu:
a) adanya penekanan yang diarahkan pada fungsi kemandirian, termasuk sumber-sumber dan tenaga setempat serta kemampuan manajemen lokal;
b) penekanan pada penyatuan masyarakat sebagai suatu kesatuan; terlihat dari adanya pembentukan organisasi-organsasi lokal termasuk di dalamnya lembaga-lembaga yang bertanggungjawab atas masalah administrasi atau suatu bentuk lembaga masyarakat dan;
c) keyakinan umum mengenai situasi dan arah perubahan sosial serta masalah-masalah yang ditimbulkannya. Aspek khusus dalam perubahan sosial yang menjadi pemikiran pokok berbagai program pembangunan masyarakat, yaitu adanya ketimpangan baik di dalam maupun di antara komunitas-komunitas tersebut.
• Pendekatan pertama adalah menolong diri sendiri, di mana masyarakat di kawasan perdesaan menjadi partisipan yang berarti dalam proses pembangunan dan melakukan kontrol dalam kegiatan pengembangan. Pendamping menjadi fasilitator. Sedangkan komunitas (petani) memegang tanggungjawab utama dalam:
a) memutuskan apa yang menjadi kebutuhannya;
b) bagaimana memenuhi kebutuhan itu dan;
c) mengerjakannya sendiri.
• Kebutuhan tersebut menghendaki perlunya pemetaan sebaran desa-desa tertinggal di kawasan perdesaan menurut unit-unit komunitas sosial ekonomi yang terikat dalam suatu culture area, sehingga suatu komunitas sosial ekonomi merupakan:
a) sejumlah desa yang tergolong miskin;
b) secara umum penduduknya bermata pencaharian di bidang pertanian, dan yang lainnya tetapi masih berkaitan erat dan;
c) terdapat dalam wilayah budaya dan wilayah geografis yang sama.
• Pola pengembangan kelembagaan terpadu dalam model komunitas dan bergerak dengan kekuatan partisipasi profesional bagi semua strata sosial ekonomi akan lebih mendorong pertumbuhan dan pemerataan secara bersama-sama. Apabila digunakan model pertumbuhan Smelser yang mengacu pada diferensiasi struktural, maka kelembagaan ini dapat berperan dalam mempersiapkan kerangka landasan untuk tahap-tahap pertumbuhan, mulai dari modernisasi teknologi, komersialisasi pertanian, industrialisasi dan urbanisasi
• Masyarakat harus dilihat sebagai Subjek dari proses secara keseluruhan. Sehingga proses dari pelaksanaan kegiatan pelayanan dapat pengembangan masyarakat selalu meletakkan community development dan community organizers sebagai landasan. Dalam kerangka inilah pelayanan dapat pengembangan masyarakat yang berbasis masyarakat mampu mendorong dari metode “doing for the community”, menjadi “doing with the community”. Dikemukakan oleh Topatimasang et.al (2000: ix) bahwa seorang fasilitator hanya berfungsi dan bertindak mengolah proses belajar masyarakat berdasarkan kebutuhan dan pengalaman mereka sendiri atau pengalaman orang lain.
• Kelompok atau komunitas yang sekedar “doing for” (masyarakat pasif, kurang kreatif dan tidak berdaya, bahkan mendidik masyarakat untuk bergantung) menjadi “doing with”, (merangsang masyarakat menjadi aktif dan dinamis serta mampu mengidentifikasi) mana kebutuhan yang sifatnya real needs (melalui penggalian gagasan langsung di tingkat kelompok masyarakat, felt needs (memprioritaskan) kebutuhan ketika terjadi persaingan usulan di antarkelompok masyarakat) dan expected need (pilihan usulan yang bisa dengan mudah dikerjakan, kesediaan swadaya dan pelestariannya).
• Diharapkan program pelayanan masyarakat ini telah mengantarkan masyarakat menjadi komunitas belajar (learned cummunity), masyarakat menjadi komunitas yang semakin aktif (active society) dalam menolong dirinya sendiri (helping themselves). Dalam proses inilah, usaha strategi pengembangan berbasis masyarakat dalam rangka untuk mengorganisir masyarakat miskin di dalam akar rumput menjadi bagian penting dari menciptakan program yang berkelanjutan. Berbagai unsur kelompok masyarakat (Community Based Organization/ CBOs) didorong dan difasilitasi terus menerus yang akirnya munculnya adanya pengurangan angka kemiskinan, peningkatan sumber daya manusia, peluang dan pilihan kerja serta adanya peningkatan kualitas kelembagaan pelayanan itu sendiri.
a) adanya penekanan yang diarahkan pada fungsi kemandirian, termasuk sumber-sumber dan tenaga setempat serta kemampuan manajemen lokal;
b) penekanan pada penyatuan masyarakat sebagai suatu kesatuan; terlihat dari adanya pembentukan organisasi-organsasi lokal termasuk di dalamnya lembaga-lembaga yang bertanggungjawab atas masalah administrasi atau suatu bentuk lembaga masyarakat dan;
c) keyakinan umum mengenai situasi dan arah perubahan sosial serta masalah-masalah yang ditimbulkannya. Aspek khusus dalam perubahan sosial yang menjadi pemikiran pokok berbagai program pembangunan masyarakat, yaitu adanya ketimpangan baik di dalam maupun di antara komunitas-komunitas tersebut.
• Pendekatan pertama adalah menolong diri sendiri, di mana masyarakat di kawasan perdesaan menjadi partisipan yang berarti dalam proses pembangunan dan melakukan kontrol dalam kegiatan pengembangan. Pendamping menjadi fasilitator. Sedangkan komunitas (petani) memegang tanggungjawab utama dalam:
a) memutuskan apa yang menjadi kebutuhannya;
b) bagaimana memenuhi kebutuhan itu dan;
c) mengerjakannya sendiri.
• Kebutuhan tersebut menghendaki perlunya pemetaan sebaran desa-desa tertinggal di kawasan perdesaan menurut unit-unit komunitas sosial ekonomi yang terikat dalam suatu culture area, sehingga suatu komunitas sosial ekonomi merupakan:
a) sejumlah desa yang tergolong miskin;
b) secara umum penduduknya bermata pencaharian di bidang pertanian, dan yang lainnya tetapi masih berkaitan erat dan;
c) terdapat dalam wilayah budaya dan wilayah geografis yang sama.
• Pola pengembangan kelembagaan terpadu dalam model komunitas dan bergerak dengan kekuatan partisipasi profesional bagi semua strata sosial ekonomi akan lebih mendorong pertumbuhan dan pemerataan secara bersama-sama. Apabila digunakan model pertumbuhan Smelser yang mengacu pada diferensiasi struktural, maka kelembagaan ini dapat berperan dalam mempersiapkan kerangka landasan untuk tahap-tahap pertumbuhan, mulai dari modernisasi teknologi, komersialisasi pertanian, industrialisasi dan urbanisasi
• Masyarakat harus dilihat sebagai Subjek dari proses secara keseluruhan. Sehingga proses dari pelaksanaan kegiatan pelayanan dapat pengembangan masyarakat selalu meletakkan community development dan community organizers sebagai landasan. Dalam kerangka inilah pelayanan dapat pengembangan masyarakat yang berbasis masyarakat mampu mendorong dari metode “doing for the community”, menjadi “doing with the community”. Dikemukakan oleh Topatimasang et.al (2000: ix) bahwa seorang fasilitator hanya berfungsi dan bertindak mengolah proses belajar masyarakat berdasarkan kebutuhan dan pengalaman mereka sendiri atau pengalaman orang lain.
• Kelompok atau komunitas yang sekedar “doing for” (masyarakat pasif, kurang kreatif dan tidak berdaya, bahkan mendidik masyarakat untuk bergantung) menjadi “doing with”, (merangsang masyarakat menjadi aktif dan dinamis serta mampu mengidentifikasi) mana kebutuhan yang sifatnya real needs (melalui penggalian gagasan langsung di tingkat kelompok masyarakat, felt needs (memprioritaskan) kebutuhan ketika terjadi persaingan usulan di antarkelompok masyarakat) dan expected need (pilihan usulan yang bisa dengan mudah dikerjakan, kesediaan swadaya dan pelestariannya).
• Diharapkan program pelayanan masyarakat ini telah mengantarkan masyarakat menjadi komunitas belajar (learned cummunity), masyarakat menjadi komunitas yang semakin aktif (active society) dalam menolong dirinya sendiri (helping themselves). Dalam proses inilah, usaha strategi pengembangan berbasis masyarakat dalam rangka untuk mengorganisir masyarakat miskin di dalam akar rumput menjadi bagian penting dari menciptakan program yang berkelanjutan. Berbagai unsur kelompok masyarakat (Community Based Organization/ CBOs) didorong dan difasilitasi terus menerus yang akirnya munculnya adanya pengurangan angka kemiskinan, peningkatan sumber daya manusia, peluang dan pilihan kerja serta adanya peningkatan kualitas kelembagaan pelayanan itu sendiri.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Desa dibentuk atas
prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul desa dan kondisi sosial
budaya masyarakat setempat. Pembentukan desa dapat berupa penggabungan beberapa
desa, atau bagian desa yang bersandingan, atau pemekaran dari satu desa menjadi
dua desa atau lebih, atau pembentukan desa di luar desa yang telah ada.
Desa dapat diubah
atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan berdasarkan prakarsa Pemerintah
Desa bersama BPD dengan memperhatikan saran dan pendapat masyarakat setempat.
Desa yang berubah menjadi Kelurahan, Lurah dan Perangkatnya diisi dari pegawai
negeri sipil.
Desa yang berubah
statusnya menjadi Kelurahan, kekayaannya menjadi kekayaan daerah dan dikelola
oleh kelurahan yang bersangkutan untuk kepentingan masyarakat setempat.Desa
mempunyai ciri budaya khas atau adat istiadat lokal.
Kebijakan perencanaan
pembangunan desa merupakan suatu pedoman-pedoman dan ketentuan-ketentuan yang
dianut atau dipilih dalam perencanaan pelaksanakan (memanage) pembangunan di
desa yang mencakup seluruh aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat sehingga
dapat mencapai kesejahteraan bagi masyarakat.
Pembangunan
Masyarakat Desa pada dasarnya adalah bertujuan untuk mencapai suatu keadaan
pertumbuhan dan peningkatan untuk jangka panjang dan sifat peningkatan akan
lebih bersifat kualitatif terhadap pola hidup warga masyarakat, yaitu pola yang
dapat mempengaruhi perkembangan aspek mental (jiwa), fisik (raga), intelegensia
(kecerdasan) dan kesadaran bermasyarakat dan bernegara. Akan tetapi pencapaian
objektif dan target pembangunan desa pada dasarnya banyak ditentukan oleh mekanisme
dan struktur yang dipakai sebagai sistem pembangunan desa.
3.2 saran
makalah ini masih
memiliki berbagai kekurangan olehnya itu kritik yang sifatnya membangun sangat
kami harapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Basri, Amaluddin. 1982. Administrasi Pembangunan Untuk Pembangunan
Desa. Bekasi: Akademi Pembangunan Desa.
Hikmat, Harry.2004. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Humaniora
Utama Press.
Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Miles, Matthew dan Huberman, A. Michae.1992. Analisis Data Kuantitatif :
Buku Sumber tentang Metode- Metode Baru. Jakarta : UI Press.
Rahardjo. 1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Gadjah Mada
University Press.
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT: Raja Grafindo
Persada.
Usman, Husaini dan Akbar Setiady, Purnomo. 1995. Metode Penelitian Sosial.
Jakarta Sianar Grafika Offset.
MAKALAH
SISTEM PEMERINTAHAN DESA
DI INDONESIA
DISUSUN OLEH :
NAMA : LA ODE HENDRA
STAMBUK
: 21208268
SEMESTER
: II
JURUSAN
: ILMU PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH
KENDARI
2013
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR
ISI...........................................................................................................ii
BAB
I PENDAHULUAN..........................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................1
1.2 Rumusan
Masalah......................................................................................1
1.3 Tujuan dan
Manfaat...................................................................................1
BAB
II PEMBAHASAN...........................................................................................2
A. Sistem Pemerintahan Desa
........................................................................2
B. Struktur Organisasi Pemerintahan
Desa.....................................................6
BAB III PENUTUP...............................................................................................10
DAFTAR
PUSTAKA.........................................................................................11
KATA PENGANTAR
Segala
Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena atas berkat
dan limpahan rahmatnyalah maka saya boleh menyelesaikan sebuah karya tulis
dengan tepat waktu.
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul
“SISTEM
PEMERINTAHAN DESA DI INDONESIA”
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang saya buat kurang tepat atau menyinggu perasaan pembaca.
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang saya buat kurang tepat atau menyinggu perasaan pembaca.
Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.
Raha, Juli 2013
"Penulis"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar