do-not-copy { -webkit-user-select:none; -khtml-user-select:none; -moz-user-select:none; -ms-user-select:none; user-select:none;

Senin, 13 Oktober 2014

MAKALAH ETIKA MANUSIA DALAM MASYARAKAT


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Telinga kita sering mendengar istilah filsafat etika atau lebih singkatnyaetika. Begitu banyak orang – orang menggunakan istilah ini dalam berbagaikesempatan. Misalnya dalam hal rumah tangga, bisnis, dan berbagai aspekkehidupan lainnya. Penulis akan mengajak pembaca untuk memahami hakikatetika filsafat yang sebenarnya. Sejak dulu hingga sekarang manusia seringmempertanyakan mana yang baik dan mana yang buruk, karena kerap kalimanusia dihadapkan pada pilihan – pilihan etis yang tidak bisa dijawab olehagama dan ilmu pengetahuan. Hal tersebut merupakan alasan dalam pembahasanmakalah kali ini. Dalam sejarah perkembangan ilmu, filsafat etika merupakan aliranpertama dalam filsafat, dengan Socrates sang mahaguru para filsuf sebagaipelopornya. Etika merupakan cabang Aksiologi yang pada pokoknyamembicarakan masalah predikat – predikat nilai betul dan salah dalam arti susilaserta tidak susila . Etika atau moralitas merupakan suatu fenomena manusiawiyang universal, menjadi ciri yang membedakan manusia dari binatang. Padabinatang tidak ada kesadaran tentang baik dan buruk, yang boleh dan yangdilarang, tentang yang harus dan tidak pantas dilakukan. Keharusan mempunyaidua macam arti: keharusan alamiah (terjadi dengan sendirinya sesuai hukumalam) dan keharusan moral (hukum yang mewajibkan manusia melakukan atautidak melakukan sesuatu). Jadi, pada intinya alasan pemilihan judul makalah iniyakni menjadi acuan manusia untuk lebih baik dalam bertindak. Yang pastinya,manusia berperilaku berlandaskan dengan etika, yang seolah menjadi bataspembeda manusia dengan makhluk lainnya dalam berperilaku.

1.2  Rumusan Masalah
       Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahansebagai berikut. 1. Apa yang dimaksud dengan etika dan peranannya ?
2. Apa saja macam – macam etika dalam ilmu filsafat ?
1.3 Tujuan Penulisan
      Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat diuraikan tujuan penulisanmakalah sebagai berikut.
 1. Memahami arti etika dalam ilmu filsafat dan peranannya dalam kehidupan manusia.
2. Memberikan informasi kepada pembaca mengenai macam-macam etika yang ada.
       




  BAB II
 PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani ethos, yang berarti tempat tinggal yangbiasa, padang rumpt, kandang; kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, caraberpikir. Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalahsebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajarinilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etikamencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dantanggung jawab. Dalam bentuk jamak ta etha artinya adat kebiasaan. Dalam artiterakhir inilah terbentuknya istilah etika yang oleh Aristoteles dipakai untukmenunjukkan filsafat moral. Etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukanatau ilmu tentang adat kebiasaan. Ada juga kata moral dari bahasa Latin yangartinya sama dengan etika. Secara istilah etika memunyai tiga arti: pertama, nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatukelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini bisa disebut sistem nilai.Misalnya etika Protestan, etika Islam, etika suku Indoan. Kedua, etika berartikumpulan asas atau nilai moral (kode etik). Misalnya kode etik kedokteran, kodeetik peneliti, dll. Ketiga, etika berati ilmu tentang yang baik atau buruk. Etikamenjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis menjadi bahan refleksi bagisuau penelitian sistematis dan metodis. Di sini sama artinya dengan filsafat moral.Amoral berarti tidak berkaitan dengan moral, netral etis. Immoral berarti tidakbermoral, tidak etis. Etika berbeda dengan etiket. Yang terakhir ini berasal dari kata Inggrisetiquette, yang berarti sopan santun. Perbedaan keduanya cukup tajam, antara lain:
4. etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan, etika menunjukkannorma tentang perbuatan itu. Etiket hanya berlaku dalam pergaulan, etika berlakubaik baik saat sendiri maupun dalam kaitannya dengan lingkup sosial. etiketbersifat relatif, tergantung pada kebudayaan, etika lebih absolut. Etiket hanyaberkaitan dengan segi lahiriyah, etika menyangkut segi batiniah. Moralitasmerupakan suatu fenomena manusiawi yang universal, menjadi ciri yangmembedakan manusia dari binatang. Pada binatang tidak ada kesadaran tentangbaik dan buruk, yang boleh dan yang dilarang, tentang yang harus dan tidakpantas dilakukan. Keharusan memunyai dua macam arti: keharusan alamiah(terjadi dengan sendirinya sesuai hukum alam) dan keharusan moral (hukum yangmewajibkan manusia melakukan atau tidak melakukan sesuatu). St. John of Damascus (abad ke-7 Masehi) menempatkan etika di dalamkajian filsafat praktis (practical philosophy). Etika dimulai bila manusiamerefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhanakan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidakjarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaituuntuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia. Secarametodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika .Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi.Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etikaadalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yangmeneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif.Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.
2.2 Macam – Macam Etika Dalam Ilmu Filsafat
 A. Etika deskriptif
 Hanya melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya adat kebiasaan suatu kelompok, tanpa memberikan penilaian. Etika deskriptif memelajari moralitas yang terdapat pada kebudayaan tertentu, dalam periode tertentu. Etika ini dijalankan oleh ilmu-ilmu sosial: antropologi, sosiologi, psikologi, dll, jadi termasuk ilmu empiris, bukan filsafat.
 B. Etika normatif
Etika yang tidak hanya melukiskan, melainkan melakukan penilaian (preskriptif: memerintahkan). Untuk itu ia mengadakan argumentasi, alasan-alasan mengapa sesuatu dianggap baik atau buruk. Etika normatif dibagi menjadi dua, etika umum yang memermasalahkan tema-tema umum, dan etika khusus yang menerapkan prinsip-prinsip etis ke dalam wilayah manusia yang khusus, misalnya masalah kedokteran, penelitian. Etika khusus disebut juga etika terapan.
C. Metaetika
Meta berati melampaui atau melebihi. Yang dibahas bukanlah moralitas secara langsung, melainkan ucapan-ucapan kita di bidang moralitas. Metaetika bergerak pada tataran bahasa, atau memelajari logika khusus dari ucapan-ucapan etis. Metaetika dapat ditempatkan dalam wilayah filsafat analitis, dengan pelopornya antara lain filsuf Inggris George Moore (1873-1958). Filsafat analitis menganggap analisis bahasa sebagai bagian terpenting, bahkan satu-satunya, tugas filsafat. Salah satu masalah yang ramai dibicarakan dalam metaetika adalah the is/ought question, yaitu apakah ucapan normatif dapat diturunkan dari ucapan
D. Moral dan Hukum
 Hukum dijiwai oleh moralitas. Dalam kekaisaran Roma terdapatpepatah quid leges sine moribus (apa arti undang-undang tanpamoralitas?). Moral juga membutuhkan hukum agar tidak mengawang-awang saja dan agar berakar kuat dalam kehidupan masyarakat. Sedikitnyaada empat perbedaan antara moral dan hukum. Pertama, hukum lebihdikodifikasi daripada moralitas, artinya dituliskan dan secara sistematisdisusun dalam undang-undang. Karena itu hukum memunyai kepastianlebih besar dan lebih objektif. Sebaliknya, moral lebih subjektif dan perlubanyak diskusi untuk menentukan etis tidaknya suatu perbuatan. Kedua,hukum membatasi diri pada tingkah laku lahiriah, sedangkan moralmenyangkut juga aspek batiniah. Ketiga, sanksi dalam hukum dapatdipaksakan, misalnya orang yang mencuri dipenjara. Sedangkan moralsanksinya lebih bersifat ke dalam, misalnya hati nurani yang tidak tenang,biarpun perbuatan itu tidak diketahui oleh orang lain. Kalau perbuatantidak baik itu diketahui umum, sanksinya akan lebih berat, misalnya rasamalu. Keempat, hukum dapat diputuskan atas kehendak masyarakat danakhirnya atas kehendak negara. Tetapi moralitas tidak dapat diputuskan baik-buruknya oleh masyarakat. Moral menilai hukum dan bukansebaliknya.
E. Etika Filosofis
 Etika filosofis secara harfiah (fay overlay) dapat dikatakan sebagaietika yang berasal dari kegiatan berfilsafat atau berpikir, yang dilakukanoleh manusia. Karena itu, etika sebenarnya adalah bagian dari filsafat;etika lahir dari filsafat.Etika termasuk dalam filsafat, karena itu berbicaraetika tidak dapat dilepaskan dari filsafat .Karena itu, bila ingin mengetahuiunsur-unsur etika maka kita harus bertanya juga mengenai unsur-unsurfilsafat. Berikut akan dijelaskan dua sifat etika.1. Non-empiris. Filsafat digolongkan sebagai ilmu non-empiris. Ilmuempiris adalah ilmu yang didasarkan pada fakta atau yang kongkret.Namun filsafat tidaklah demikian, filsafat berusaha melampaui yangkongkret dengan seolah-olah menanyakan apa di balik gejala-gejalakongkret. Demikian pula dengan etika. Etika tidak hanya berhenti padaapa yang kongkret yang secara faktual dilakukan, tetapi bertanya tentangapa yang seharusnya dilakukan atau tidak boleh dilakukan.2. Praktis . Cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu “yang ada”.Misalnya filsafat hukum mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi etikatidak terbatas pada itu, melainkan bertanya tentang “apa yang harusdilakukan”. Dengan demikian etika sebagai cabang filsafat bersifat praktiskarena langsung berhubungan dengan apa yang boleh dan tidak bolehdilakukan manusia. Tetapi ingat bahwa etika bukan praktis dalam artimenyajikan resep-resep siap pakai. Etika tidak bersifat teknis melainkanreflektif. Maksudnya etika hanya menganalisis tema-tema pokok sepertihati nurani, kebebasan, hak dan kewajiban, dsb, sambil melihat teori-teorietika masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan kelemahannya.Diharapakan kita mampu menyusun sendiri argumentasi yang tahan uji.
F. Etika Teologis
 Ada dua hal yang perlu diingat berkaitan dengan etika teologis.Pertama, etika teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkansetiap agama dapat memiliki etika teologisnya masing-masing. Kedua,etika teologis merupakan bagian dari etika secara umum, karena itubanyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam etika secara umum,dan dapat dimengerti setelah memahami etika secara umum. Secaraumum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang bertitik tolakdari presuposisi-presuposisi teologis . Definisi tersebut menjadi kriteriapembeda antara etika filosofis dan etika teologis. Di dalam etika Kristen,misalnya, etika teologis adalah etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi tentang Allah atau Yang Ilahi, serta memandang kesusilaanbersumber dari dalam kepercayaan terhadap Allah atau Yang Ilahi. Karenaitu, etika teologis disebut juga oleh Jongeneel sebagai etika transenden danetika teosentris. Etika teologis Kristen memiliki objek yang sama denganetika secara umum, yaitu tingkah laku manusia. Akan tetapi, tujuan yanghendak dicapainya sedikit berbeda, yaitu mencari apa yang seharusnyadilakukan manusia, dalam hal baik atau buruk, sesuai dengan kehendakAllah. Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya yang unikberdasarkan apa yang diyakini dan menjadi sistem nilai-nilai yangdianutnya.
G. Revisionisme
Tanggapan ini berasal dari Augustinus (354-430) yang menyatakanbahwa etika teologis bertugas untuk merevisi, yaitu mengoreksi danmemperbaiki etika filosofis. Sintesis Jawaban ini dikemukakan oleh Thomas Aquinas (1225-1274) yangmenyintesiskan etika filosofis dan etika teologis sedemikian rupa, hinggakedua jenis etika ini, dengan mempertahankan identitas masing-masing,menjadi suatu entitas baru. Hasilnya adalah etika filosofis menjadi lapisanbawah yang bersifat umum, sedangkan etika teologis menjadi lapisan atasyang bersifat khusus. Diaparalelisme Jawaban ini diberikan oleh F.E.D. Schleiermacher (1768-1834)yang menganggap etika teologis dan etika filosofis sebagai gejala-gejalayang sejajar. Hal tersebut dapat diumpamakan seperti sepasang rel keretaapi yang sejajar. Mengenai pandangan-pandangan di atas, ada beberapakeberatan. Mengenai pandangan Augustinus, dapat dilihat dengan jelasbahwa etika filosofis tidak dihormati setingkat dengan etika teologis.Terhadap pandangan Thomas Aquinas, kritik yang dilancarkan juga samayaitu belum dihormatinya etika filosofis yang setara dengan etika teologis,walaupun kedudukan etika filosofis telah diperkuat. Terakhir, terhadappandangan Schleiermacher, diberikan kritik bahwa meskipun keduanyatelah dianggap setingkat namun belum ada pertemuan di antara mereka.Ada pendapat lain yang menyatakan perlunya suatu hubungan yangdialogis antara keduanya. Dengan hubungan dialogis ini maka relasikeduanya dapat terjalin dan bukan hanya saling menatap dari dua horizonyang paralel saja. Selanjutnya diharapkan dari hubungan yang dialogis ini dapat dicapai suatu tujuan bersama yang mulia, yaitu membantu manusiadalam bagaimana ia seharusnya hidup.





                                                                         
                                                                      BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
 Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa etika adalahsalah satu unsur penting dalam kehidupan manusia. Etika adalah acuan manusiadalam berperilaku, yang seolah menjadi batas pembeda manusia dengan makhluklainnya dalam berperilaku.
3.2  Saran
         Sebaiknya, etika digunakan sebagai landasan dalam berbagai aspekkehidupan.

Tidak ada komentar: