BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia
merupakan wilayah yang memiliki potensi sumber daya perairan yang cukup besar
untuk usaha budidaya ikan. Salah
satunya adalah budidaya perairan laut. Salah satu biota peairan laut yang
banyak dibudidayakan, dan bernilai ekonomis adalah ikan kerapu. Di Indonesia
terdapat tujuh jenis/genus ikan kerapu
yaitu Aethaloperca, Anyperodon, Cephalopholis, Chromileptes, Epinephelus,
Plectropomus, dan Variola. Dari ketujuh jenis tersebut hanya
beberapa jenis saja yang mempunyai nilai komersial tinggi, yakni Chromileptes,
Plectropomus, dan Epinephelus, seperti ikan kerapu bebek/Polkadot Grouper atau ikan kerapu
napoleon (Cheilinus undulatus);
kemudian ikan kerapu sunuk/Coral trout
(termasuk genus Plectropomus); serta ikan kerapu
lumpur/Estuary Grouper dan ikan
kerapu macan/Carpet cod
(termasuk genus Epninephelus).
Budidaya ikan kerapu telah
dilakukan dibeberapa tempat di Indonesia, dan salah satunya adalah wilayah NTB, tepatnya di Balai Budidaya Laut (BBL)
Sekotong Lombok Barat. namun dalam proses pengembangannya masih menemui
kendala, karena keterbatasan benih. Selama ini para petani nelayan masih
mengandalkan benih alam yang sifatnya musiman. Sehingga sehubungan dengan hal
tersebut, maka Balai Budidaya laut (BBL)
Sekotong Lombok Barat, Mengembangkan Budidaya Kerapu. Jenis Ikan kerapu yang
dikembangkan adalah Kerapu Bebek (Cromileptes
altivelis) dan Kerapu Macan (Epinephelus
fuscoguttatus).Dengan teknik budidaya
yang dilakukan yaitu mulai dari pembenihan, pemeliharaan larva, pendederan,
sampai dengan pembesaran.
Kerapu macan dan kerapu bebek
termasuk kelompok ikan kerapu yang berharga tinggi. Jenis kerapu ini merupakan
ikan asli Indonesia yang hidup tersebar di berbagai perairan berkarang di
Nusantara. Selain di Indonesia, daerah penyebaran kerapu macan meliputi
perairan di wilayah Indo-Pasifik. Ikan
kerapu mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan untuk dibudidayakan karena
pertumbuhannya cepat dan dapat diproduksi massal untuk melayani permintaan
pasar ikan kerapu dalam keadaan hidup.
Upaya pemanfaatan sumberdaya ikan
kerapu tersebut di atas, ternyata masih menghadapi berbagai kendala, seperti
masalah pendanaan, penyebaran penyakit, dan tekhnologi pengolahan. Berbeda
dengan produksi ikan laut lainnya, dimana tujuan mendapatkan hasil ikan dalam
keadaan hidup dan tidak cacat/rusak, sangat sulit dicapai. Oleh karena itu,
diperlukan tekhnik-tekhnik pengolahan dan pengelolaan budidaya ikan kerapu
secara tepat dan akurat sehingga dapat menghasilkan produk ikan kerapu yang
berkualitas tinggi.
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah
sebagai berikut:
1.
Mahasiswa dapat memahami secara langsung kegiatan dalam suatu unit budidaya
ikan kerapu.
2.
Mahasiswa dapat mengenal bentuk dan fungsi, bahan dan peralatan yang digunakan
dalam kegiatan budidaya ikan kerapu.
BAB
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Profil Kerapu
secara umum
Ikan Kerapu
(Epinephelus sp) umumnya dikenal
dengan istilah "groupers" dan merupakan salah satu komoditas
perikanan yang mempunyai peluang baik dipasarkan domestik maupun padar
internasional dan selain itu nilai jualnya cukup tinggi. Eksport ikan kerapu
melaju pesat sebesar 350% yaitu dari 19 ton pada tahun 1987 menjadi 57 ton pada
tahun 1988 (Deptan, 1990).
Kerapu merupakan salah satu jenis ikan
karang yang paling populer di daerah Asia-Pasifik dan mempunyai nilai ekspor
cukup tinggi. Salah satu jenis ikan kerapu yang mempunyai nilai ekonomis
tinggi yaitu ikan kerapu macan (Epinephelus
fuscoguttatus). Kerapu macan umumnya tumbuh cepat, kuat dan cocok untuk
budidaya intensif maupun tradisional serta mempunyai kekhasan dalam pasca panen
serta penyajian dalam konsumsi (Tarwiyah, 2001).
Ikan Kerapu mempunyai sifat-sifat
yang menguntungkan untuk dibudidayakan karena pertumbuhannya cepat dan dapat diproduksi
massal untuk melayani permintaan pasar ikan kerapu dalam keadaan hidup (Anonim,
2010).
Larva
kerapu yang baru menetas mempunyai cadangan makanan berupa kuning telur. Pakan
ini akan dimanfaatkan sampai hari ke 2 (D2) setelah menetas dan selama kurun
waktu tersebut larva tidak memerlukan dari luar. Umur 3 hari (D3) kuning telur
mulai terserap habis, perlu segera diberi pakan dari luar berupa Rotifera
Brachionus Plicatilis dengan kepadatan 1 – 3 ekor/ml. Disamping itu ditambahkan
pula Phytoplankton chlorella sp dengan kepadatan antara 5.10 - 10 sel/ml.
Pemberian pakan ini sampai larva berumur 16 hari (D16) dengan penambahan secara
bertahap hingga mencapai kepadatan 5 - 10 ekor/ml plytoplankton 10 - 2.10
sel/ml media. Pada hari kesembilan (D9) mulai diberi pakan naupli artemia yang
baru menetas dengan kepadatan 0,25 - 0,75 ekor/ml media. Pemberian pakan naupli
artemia ini dilakukan sampai larva berumur 25 hari (D25) dengan peningkatan
kepadatan hingga mencapai 2 - 5 ekor/ml media. Disamping itu pada hari ke tujuh
belas (D17) larva mulai diberi pakan Artemia yang telah berumur 1 hari,
kemudian secara bertahap pakan yang diberikan diubah dari Artemia umur 1 hari
ke Artemia setengah dewasa dan akhirnya dewasa sampai larva berumur 50 hari
(Slamet, 1993).
Ikan kerapu
mempunyai kebiasaan makan pada pagi hari sebelum matahari terbit dan menjelang
matahari terbenam. Di alam kerapu mencari makan sambil berenang diantara
batu-batu karang, Kerapu tidak pernah mau mengambil atau mengkonsumsi pakan
yang diberikan apabila sudah sampai ke dasar, meskipun kerapu dalam keadaan
lapar. Biasanya kerapu berdiam di dasar dan tidak akan menyergap pakan yang
diberikan jika mereka sudah kenyang (Akbar, 2002).
Parasit sejenis kutu, bentuknya
seperti Argulus yang merupakan golongan Crustacea,
banyak menyerang pada pendederan kerapu. Parasit ini berbentuk
pipih seperti kutu, berukuran 2–3 mm, menempel pada permukaan tubuh ikan
terutama pada bagian kulit dan sirip. Serangan dalam jumlah besar akan
mengakibatkan kematian, karena parasit ini menghisap darah ikan dan
mengakibatkan tubuh mangsanya berlubang, sehingga ikan mudah terkena infeksi
sekunder yaitu jamur dan bakteri. Pengobatan ikan yang baru terserang parasit
ini cukup dengan cara perendaman tersebut. Biasanya ikan sembuh setelah 2–3
hari kemudian. Jika ikan telah mengalami luka-luka dapat dilakukan perendaman
dalam air tawar, kemudian dilanjutkan dengan perendaman didalam larutan
acriflavin 10 ppm/jam (Mayunar, 1991).
Ciri-ciri umum adanya serangan
penyakit adalah ikan kehilangan nafsu makan. Biasanya sering berenang di
permukaan air karena gelembung renang membengkak. Kerapu kadang-kadang
mengalami sirip busuk dan borok, hal ini terjadi terutama akibat infeksi
bakteri. Bila banyak ikan yang menunjukkan gejala ini, maka antibiotik harus
segera diberikan. Pemberian ampicillin secara oral (5-20 mg/kg berat
badan ikan) atau oxolinic acid (10-30 mg) adalah cukup efektif untuk infeksi
ini. Pada budidaya kerapu, masalah terbesar adalah serangan penyakit oleh
virus, seperti infeksi oleh Viral Nervous Necrosis (VNN) dan Iridovirus.
Sesekali terjadi serangan penyakit, akan terjadi mortalitas yang tinggi. Hingga
saat ini, belum ada cara pengobatan untuk penyakit ini (Kisto, 1991).
Di dalam tangki percobaan ikan
betina yang telah dewasa bila akan memijah mendekati jantan. Bila waktu memijah
tiba, ikan jantan dan betina akan berenang bersama-sama dipermukaan air.
Pemijahan terjadi pada malam hari, antara pukul 18.00 sampai pukul 22.00.
jumlah telur yang dihasilkan tergantung dari berat tubuh betina, contoh betina
berat 8 kg dapat menghasilkan telur 1.500.000 butir. Telur yang telah dibuahi
bersifat "non adhesive" yaitu telur yang satu tidak melekat pada
telur yang lainnya. Bentuk telur adalah bulat dan transparan dengan garis tengah
sekitar 0,80 - 0,85 mm. Telur yang telah dibuahi akan menetas menjadi benih
yang aktif berenang (Sigit, 1993).
2.2 Jenis –
jenis Kerapu
2.2.1
Klasifikasi dan morfologi kerapu bebek
Menurut akbar (2002), Ikan
kerapu bebek adalah jenis ikan karang yang hanya hidup dan tumbuh cepat di
daerah tropis, Ciri khasnya terletak pada bentuk moncong yang menyerupai bebek
sehingga disebut kerapu bebek. Adapun klasifikasi adalah sebagai berikut :
Phyllum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class :
Osteichyes
Subclass : Actinopterigi
Ordo : Percomorphi
Subordo : Percoidea
Family : Serranidae Gambar 2.1. Ikan Kerapu Bebek (Anonim,
2012)
Subfamili : Epinephihelinae
Genus : Cromileptes
Spesies : Cromileptes altivelis
Menurut
akbar (2002), menyebutkan
bentuk tubuh bagian punggung meninggi dengan bentuk cembung (concaver).
Ketebalan tubuh sekitar 6,6 – 7,6 cm dari panjang spesifik sedangkan panjang
tubuh maksimal sampai 70 cm. Ikan ini tidak mempunyai gigi canine (gigi yang
terdapat dalam geraham ikan) lubang hidung hidung besar berbentuk bulan sabit
dertical, kulit berwarna terang abu-abu kehijauan dengan bintik-bintik hitam
diseluruh kepala, badan dan sirip. Pada kerapu bebek muda, bintik hitamnya
lebih besar dan sedikit.
2.2.2
Klasifikasi dan morfologi kerapu macan
Menurut
Subyakto dan Cahyaningsih (2005), Klasifikasi kerapu macan sebagai berikut:
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Osteichtyes
Sub
kelas : Actinopterigi
Ordo : Percomorphi
Subordo : Percoidea
Family : Serranidae
Gambar 2.1. Ikan Kerapu Macan (Anonim, 2012).
Genus : Epinephelus
Spesies : Epinephelus fuscoguttatus
Bentuk
badan kerapu macan memanjang dan gepeng (Compressed), tetapi kadang-kadang ada
juga yang agak bulat. Mulut lebar serong ke atas dan bibir bawahnya menonjol
keatas. Rahang bawah dan atas dilengkapi gigi-gigi geratan yang berderet dua
baris, ujungnya lancip, dan kuat. Sementara itu, ujung luar bagian depan dari
gigi baris luar adalah gigi-gigi yang besar. Badan kerapu macan ditutupi oleh
sisik kecil yang mengilap dan bercak loreng mirip bulu macan. Ikan kerapu
bentuk tubuhnya agak rendah, moncong panjang memipih dan menajam, maxillarry
lebar diluar mata, gigi pada bagian sisi dentary 3 atau 4 baris, terdapat
bintik putih coklat pada kepala, badan dan sirip, bintik hitam pada bagian
dorsal dan posterior (Subyakto, 2005)
2.3
Persyaratan Lokasi Budidaya
2.3.1
Persyaratan Teknis
Faktor teknis adalah segala persyaratan yang harus
dipenuhi dalam kegiatan pembenihan ikan kerapu yang berhubungan langsung dengan
aspek teknis ikan dalam memproduksi benih, bebrapa aspek panting yang harus
dipenuhi sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah:
1.
Letak unit pembenihan di tepi pantai untuk memudahkan perolehan sumber air. Pantai tidak terlalu landai
dengan kondisi dasar laut tidak berlumpur
dan mudah dijangkau untuk memperlancar transportasi.
2.
Air laut harus bersih, tidak tercemar dengan salinitas 28-35 ppt.
3.
Sumbeer air laut dapat dipompa minimal 20 jam perhari.
4.
mSumber air tawar tersedia dengan salinitas minimal 5 ppt.
5.
Penentuan lokasi sesuai Rencana Umum Tata Ruang Daerah/Wilayah (RUTRD/RUTRW)
(Anonim, 2012).
2.3.2 Persyaratan Sosial Ekonomi
Faktor
non-teknis merupakan pelengkap dan pendukung faktor-faktor teknis dalam memilih
lokasi untuk pembenihan ikan kerapu. Dalam penentuan calon lokasi pembenihan,
pertama kali perlu diketahui tentang peruntukan suatu wilayah yang biasanya
telah terpetakan dalam RUTR dan tata guna lahan, memperhatikan RUTR suatu
wilayah untuk pemebnihan kerapu diharapkan tidak akan terjadi tumpang tindih
lahan usaha. Persyaratan lokasi termasuk faktor non-teknis lainnya adalah
mengenai lahan usaha. Persyaratan lokasi termasuk lainnya adalah mengenai kemudahan-kemudahan
seperti tersedianya sarana transportasi, komunikasi, instalasi listrik, tenaga
kerja, pemasaran, pasar, sekolah, tempat ibadah, pelayanan kesehatan, dan
sebagainya. Sebagai makhluk social adanya kemudahan-kemudahan tersebut dapat
memberikan ketenangan dan kenyamanan dalam bekerja. Hal lain yang dapat
mendukung kelangsungan usaha adalah dukungan Pemda setempat, terutama
masyarakat sekitarnya sehingga tidak terjadi konflik atau masalah (Kisto,
1991).
2.4 Pangsa Pasar
Ikan kerapu pada umumnya mempunyai
nilai ekonomis yang cukup tinggi dan mempunyai pasar yang baik bahkan pernah
mencapai angka peningkatan ekspor sebesar 350% pada tahun 1987, yaitu dari 19
ton menjadi 57 ton pada tahun 1988. Salah satu jenis ikan kerapu yang mempunyai
nilai ekonomis penting yaitu kerapu macan dan kerapu bebek (Anonim, 2012).
Keberhasilan pengembangan teknologi
budidaya ikan kerapu oleh pemerintah khususnya untuk jenis kerapu macan, bebek,
dan lumpur, serta diperkuat oleh tinggi dan stabilnya harga jual kerapu hidup
dan semakin meningkatnya permintaan ekspor, telah mengundang para pengusaha
untuk masuk dalam bisnis budidaya kerapu, baik pada kegiatan pembenihan maupun
pembesaran. Hal ini ditandai dengan semakin meningkatnya luas areal budidaya
pembesaran kerapu dengan karamba jaring apung (KJA) dari 15 hektar tahun 1994
menjadi 51 hektar tahun 2000 atau naik dengan rata-rata 53% per tahun. Pada
periode yang sama, produksi ikan hasil budidaya meningkat dari sekitar 30 ribu
ton menjadi 60 ribu ton atau naik rata-rata 35% per tahun (Subiyanto, 2007).
2.5 Penyakit Kerapu
Ciri-ciri
umum adanya serangan penyakit adalah ikan kehilangan nafsu makan. Biasanya
sering berenang di permukaan air karena gelembung renang membengkak. Kerapu
kadang-kadang mengalami sirip busuk dan borok, hal ini terjadi terutama akibat
infeksi bakteri. Bila banyak ikan yang menunjukkan gejala ini, maka antibiotik
harus segera diberikan. Pemberian ampicillin secara oral (5-20 mg/kg
berat badan ikan) atau oxolinic acid (10-30 mg) adalah cukup efektif untuk
infeksi ini. Pada budidaya kerapu, masalah terbesar adalah serangan penyakit
oleh virus, seperti infeksi oleh Viral Nervous Necrosis (VNN) dan Iridovirus.
Sesekali terjadi serangan penyakit, akan terjadi mortalitas yang tinggi. Hingga
saat ini, belum ada cara pengobatan untuk penyakit ini (Kisto, 1991).
Di dalam tangki percobaan ikan
betina yang telah dewasa bila akan memijah mendekati jantan. Bila waktu memijah
tiba, ikan jantan dan betina akan berenang bersama-sama dipermukaan air.
Pemijahan terjadi pada malam hari, antara pukul 18.00 sampai pukul 22.00.
jumlah telur yang dihasilkan tergantung dari berat tubuh betina, contoh betina
berat 8 kg dapat menghasilkan telur 1.500.000 butir. Telur yang telah dibuahi
bersifat "non adhesive" yaitu telur yang satu tidak melekat pada
telur yang lainnya. Bentuk telur adalah bulat dan transparan dengan garis
tengah sekitar 0,80 - 0,85 mm. Telur yang telah dibuahi akan menetas menjadi
benih yang aktif berenang (Sigit, 1993).
2.6 Teknik Budidaya
Ikan Kerapu Secara Umum
Pembenihan ikan kerapu, perlu
diperhatikan sifat biologisnya, dimana ikan kerapu ini bersifat hemafrodid
protogini, perubahan jenis kelamin dari betina ke jantan, sehingga dalam
melakukan pemijahan perlu diperhitungkan perbandingannya, perbandingan induk
dalam pemijahan ikan kerapu biasanya 1 : 1, dan 2 : 1, hal tersebut tergantung
dari berat bobot induk yang akan di pijahkan (Anonim, 2012).
Jangka
waktu penebaran benih kerapu dari masa pendederan sampai ke pembesaran yaitu 2 sampai
4 bulan, namun jika pertumbuhan benihan saat pendederan pertumbuannya cepat,
maka dalam janga umur tiga bulanpun, bisa dilakukan penebaran di Keramba jaring
Apung (KJA), trgantung dari ukuran benih, biasanya ukuran benih yang siap tebar
pada wada pembesaran yaitu (KJA) sekitar 10 sampai 12 cm Anonim (2013).
Menurut
anonim (2013), bahwa perlakuan pemberian pakan dapat dibagi menjadi dua jenis,
yaitu pakan buatan dan rucah. Pakan buatan merupakan pakan komersial yang
diproduksi oleh PT. Matahari Sakti dengan harga Rp. 14.000,- /Kg. Kandungan
protein yang dimiliki oleh pakan tersebut adalah 42,55% dan didalamnya sudah
terdapat unsur-unsur yang penting bagi pemeliharaaan ikan kerapu bebek di
keramba jaring apung. Pelet ini merupakan jenis pelet tenggelam secara
perlahan.
BAB
III
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat diambil
dari hasil dan pembahasan di atas adalah sebagai berikut :
1.
Perbandingan induk yang digunakan dalam pembenihan di BBL sekotong adalah
1 : 3 (tiga betina, dan 1 jantan), dikarenakan
ikan kerapu bersifat hemafrodid protogini, sehingga hal tersebut sangat
berpengaruh terhadap perkembangan gonad.
2.
Masa keritis larva yaitu umur 3 hari (D3) – (D7) karena kuning telur mulai
terserap habis, sehingga perlu segera diberi pakan dari luar berupa Rotifera
Brachionus Plicatilis dengan kepadatan 1 – 3 ekor/ml.
3.
Peda kegiatan pendedran, masa pemeliharaan larva sampai waktu siap tebar pada
wadah pembesaran (KJA) yaitu 2 sampai 4 bulan dengan ukuran 10 sampi 12 cm.
4. Pada Kegiatan pembesaran
, Arus dan keadaan gelombang yang cukup
besar sangat mempengaruhi nafsu makan
ikan yang di pelihara pada Keramba Jaring Apung (KJA).
5.
Penyakit yang sering menyerang ikan kerapu yaitu VNN dan monogenia, dan vibrio.
Penanganan penyakit dilakukan dengan perendaman dalam air tawar dan vitamin
acrivlafin (1 x seminggu).
DAFTAR
PUSTAKA
Ø
Akbar M. 1995. Pembenihan Ikan Kerapu di Balai Budidaya
Laut Lampung. Ditjen Perikanan.
Ø Anonim,
2012. Training Manual on Marine Finfish
Net Cage Culture in Singapore. Revered for the Marine Finfish Net Cage Training
Course. Conducted by Primary Production Department (Republic of Singapore)
and Organized RAS/86/024 cooperation with RAS /84/016.
Ø Anonim,
2011. Pembenihan Ikan Kerapu di Balai
Budidaya Laut Sekotong. http://www.scribd.com/doc/59058145/bab-1.
[tanggal 30 Desember 2012]
Ø Anonim,
2012. Training Manual on Marine Finfish
Net Cage Culture in Singapore. Revered for the Marine Finfish Net Cage
Training Course. Conducted by Primary Production Department (Republic of
Singapore) and Organized RAS/86/024 cooperation with RAS /84/016.
Ø Anonim.
2012. Pembenihan Ikan Kerapu di Keramba Jaring Apung (goldfish).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar