PANCASILA DALAM PERSPEKTIF ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sebagai ideologi sebuah negara
besar dengan beragam kemajemukan di dalamnya, Pancasila senantiasa berada dalam
dilema. Pada satu pihak, Pancasila dinilai sesuai kepribadian bangsa Indonesia.
Namun di sisi lain, tidak sedikit yang melihat Pancasila bukan pilihan ideologi
terbaik bagi bangsa Indonesia. Sesungguhnya, ini bukan perkara baru. Semenjak
gagasan tentang Pancasila disuarakan Soekarno, tanggapan pro dan kontra bermunculan.
Beberapa tokoh Islam saat itu, bahkan menyatakan Soekarno kurang dalam menggali
Pancasila. Padahal pada berbagai kesempatan Soekarno menyatakan, Pancasila
digali secara mendalam mulai dari masyarakat Indonesia prasejarah hingga masuk
di era modern. Hasilnya, lima sila yang tertuang dalam Pancasila itulah
kepribadian bangsa Indonesia semenjak dahulu hingga sekarang.
Ketika menelusuri sistem
kepercayaan masyarakat Indonesia, Soekarno menemukan bahwa sejak masyarakat
prasejarah bangsa Indonesia sudah memercayai hal-hal yang dianggap menentukan
perjalanan hidup manusia. Ketika corak kehidupan masyarakat prasejarah
Indonesia berburu, beberapa hewan dipercaya menentukan baik dan buruk nasib
seseorang. Memasuki corak hidup bercocok tanam, kepercayaan tersebut beralih
pada sosok-sosok tertentu yang diagungkan karena dipercaya mendatangkan nasib
baik ataupun buruk. Demikian seterusnya, peradaban manusia Indonesia akhirnya
bersentuhan dengan paham-paham agama seperti Hindu, Budha dan Islam. Persentuhan
tersebut membawa perubahan besar dalam hal sistem kepercayaan masyarakat
Indonesia. Hingga akhirnya Soekarno merumuskan “Ketuhanan Yang Maha Esa”
menjadi sila pertama Pancasila.
Sementara itu, saat menggali kepribadian
yang lain, ditemukan bahwa masyarakat Indonesia menjunjung tinggi prinsip
prikemanusiaan. Ajaran saling mengasihi dan tolong menolong telah tumbuh subur
dalam jiwa masyarakat Indonesia sejak dahulu kala. Semua bisa ditelusuri dari
berbagai kearifan lokal yang hidup di tengah masyarakat Indonesia hingga saat
ini. Pada setiap suku bangsa, nilai-nilai kearifan lokal senantiasa bertujuan
mengarahkan manusia untuk mencapai keseimbangan hidup baik terhadap sesama
manusia ataupun alam sekitar. Nilai-nilai itulah yang akhirnya diambil Soekarno
untuk merumuskan sila kedua Pancasila, “Kemanusiaan yang adil dan beradab”.
Selanjutnya, nilai lain yang
ditemukan Soekarno adalah persatuan. Nilai tersebut yang mendasari lahirnya
falsafah hidup “gotong-royong”. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Nilai
persatuan itu juga yang mendorong para pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928,
mengucap ikrar berbangsa satu bangsa Indonesia, bertanah air satu tanah air
Indonesia, serta berbahasa satu bahasa Indonesia. Terbukti, pasca sumpah
persatuan tersebut, arah pergerakan perjuangan masyarakat Indonesia lebih
terarah bahkan berhasil mematahkan politik devide
et empera yang dijalankan kolonialis Belanda. Atas fakta-fakta tersebut,
kiranya dapat dipahami tujuan Soekarno merumuskan “Persatuan Indonesia” menjadi
sila ketiga Pancasila.
Tak berhenti disitu, Soekarno terus
menggali hingga menemukan kepribadian masyarakat Indonesia yang lain, yakni
musyawarah mufakat. Nilai tersebut juga terus hidup di tengah masyarakat
Indonesia sejak dahulu hingga sekarang. Oleh karena nilai tersebut, konflik
demi konflik sepanjang jalan sejarah bangsa ini berhasil diredam. Demikian
Indonesia bisa terus berdiri tegak, ditengah berbagai ancaman baik dari dalam
maupun luar. Berbagai kemajemukan yang sempat dikhawatirkan menjadi pemicu
konflik setiap saat, akhirnya terbukti mampu dipertahankan. Untuk itu, tidak
salah bila Indonesia terkenal sebagai salah satu negara paling demokratis di
dunia. Semua berkat itikad seluruh komponen bangsa ini untuk menjalankan roda
kehidupan berbangsa dan bernegara di atas landasan musyawarah untuk mencapai
kata mufakat.
Penggalian akhirnya berhenti pada nilai
keadilan. Itulah kepribadian sekaligus cita-cita mulia yang terus diusahakan
tercipta di Indonesia. Sesungguhnya, para pendiri bangsa ini yakin selama
keadilan dipegang teguh, selama itu pula bangsa ini terus bergerak sampai nanti
menjadi negara besar. Kelima sila yang menjadi dasar bernegara itu, telah
mengawal perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Tak terhitung berapa kali
mendapat rongrongan, tapi Pancasila tetap berdiri tegak.
Oleh karena itu, tidak berlebihan
sekiranya Pancasila dianggap sebagai sebuah ideologi yang bisa menjadi
alternatif kehidupan bernegara manusia dunia pada masa mendatang. Semua bisa
terwujud karena Pancasila adalah jalan tengah antara ideologi
liberalis-kapitalis dan sosial-komunis. Betapa tidak, saat kaum
kapitalis-liberalis menjunjung tinggi prinsip individualisme, Pancasila hadir
dengan menawarkan konsep kemanusiaan yang adil dan beradab. Begitupun ketika kaum
liberalis-kapitalis menganggap agama sebagai candu, Pancasila tampil dengan
konsep “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Namun, perjalanan untuk meyakinkan
masyarakat dunia bukanlah pekerjaan mudah. Apalagi di tengah era kebebasan
dewasa kini. Terkhusus di Indonesia, munculnya anggapan bahwa Pancasila tidak
sesuai dengan Islam menjadi tantangan yang butuh pengkajian mendalam. Tentu
saja, itu semua tidak akan selesai dari hanya melalui dialog, forum diskusi
ataupun seminar. Oleh karena Pancasila adalah ideologi, sementara Islam
merupakan agama. Pancasila selalu dianggap lahir sebagai wujud buah pikiran
manusia, sedangkan Islam diturunkan langsung oleh Allah SWT. Inilah bahan yang
selalu menjadi perbandingan. Apakah hasil pikir manusia lebih baik daripada ajaran
yang diturunkan langsung dari sisi Tuhan.
Mengkaji hal tersebut butuh kehati-hatian.
Islam adalah fitrah umat manusia. Untuk itu, Islam harus tetap ada dan menjadi
pegangan utama dalam kehidupan umat manusia. Tetapi, Pancasila juga harus
dipertahankan demi menjaga keutuhan bangsa Indonesia yang penuh kemajemukan. Dalam
hal ini, cara pandang terhadap Pancasila harus dirubah pada pemahaman bahwa
setiap negara butuh landasan demi terselenggaranya seluruh sistem hidup
bernegara. Islam memang sangat baik untuk dijadikan landasan kehidupan
berbangsa dan bernegara. Namun perlu diingat, Indonesia memiliki kemajemukan
dalam hal kehidupan beragama. Disini hidup umat beragama Hindu, Budha, Kristen,
Konghucu dan berbagai aliran kepercayaan lainnya.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
dirumuskan masalah sebagai berikut : “Bagaimana nilai-nilai Pancasila dalam
perspektif ajaran Islam?”
C.
Tujuan
D.
Manfaat
E.
Landasan
Teori
BAB II
PEMBAHASAN
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar