1.
Sejarah Kesehatan Masyarakat di Indonesia
·
Abad
Ke-16 – Pemerintahan Belanda mengadakan upaya pemberantasan cacar dan kolera
yang sangat ditakuti masyarakat pada waktu itu. Sehingga berawal dari wabah
kolera tersebut maka pemerintah Belanda pada waktu itu melakukan upaya-upaya
kesehatan masyarakat.
·
Tahun
1807 – Pemerintahan Jendral Daendels, telah dilakukan pelatihan dukun bayi
dalam praktek persalinan. Upaya ini dilakukan dalam rangka upaya penurunan
angka kematian bayi pada waktu itu, tetapi tidak berlangsung lama, karena
langkanya tenaga pelatih.
·
Tahun
1888 – Berdiri pusat laboratorium kedokteran di Bandung, yang kemudian
berkembang pada tahun-tahun berikutnya di Medan, Semarang, surabaya, dan
Yogyakarta. Laboratorium ini menunjang pemberantasan penyakit seperti malaria,
lepra, cacar, gizi dan sanitasi.
·
Tahun
1925 – Hydrich, seorang petugas kesehatan pemerintah Belanda mengembangkan
daerah percontohan dengan melakukan propaganda (pendidikan) penyuluhan
kesehatan di Purwokerto, Banyumas, karena tingginya angka kematian dan
kesakitan.
·
Tahun
1927 – STOVIA (sekolah untuk pendidikan dokter pribumi) berubah menjadi sekolah
kedokteran dan akhirnya sejak berdirinya UI tahun 1947 berubah menjadi FKUI.
Sekolah dokter tersebut punya andil besar dalam menghasilkan tenaga-tenaga
(dokter-dokter) yang mengembangkan kesehatan masyarakat Indonesia
·
Tahun
1930 – Pendaftaran dukun bayi sebagai penolong dan perawatan persalinan
·
Tahun
1935 – Dilakukan program pemberantasan pes, karena terjadi epidemi, dengan
penyemprotan DDT dan vaksinasi massal.
·
Tahun
1951 -Diperkenalkannya konsep Bandung (Bandung Plan) oleh Dr.Y. Leimena dan dr
Patah (yang kemudian dikenal dengan Patah-Leimena), yang intinya bahwa dalam
pelayanan kesehatan masyarakat, aspek kuratif dan preventif tidak dapat dipisahkan.
konsep ini kemudian diadopsi oleh WHO. Diyakini bahwa gagasan inilah yang
kemudian dirumuskan sebagai konsep pengembangan sistem pelayanan kesehatan
tingkat primer dengan membentuk unit-unit organisasi fungsional dari Dinas
Kesehatan Kabupaten di tiap kecamatan yang mulai dikembangkan sejak tahun
1969/1970 dan kemudian disebut Puskesmas.
·
Tahun
1952 – Pelatihan intensif dukun bayi dilaksanakan
·
Tahun
1956 – Dr.Y.Sulianti mendirikan “Proyek Bekasi” sebagai proyek
percontohan/model pelayanan bagi pengembangan kesehatan masyarakat dan pusat
pelatihan, sebuah model keterpaduan antara pelayanan kesehatan pedesaan dan
pelayanan medis.
2.
Periode-Periode
perkembangan kesehatan masyarakat
Periode sebelum ilmu pengetahuan
·
Telah ditemukan dokumen-dokumen tertulis
tentang pembuangan air limbah, pengaturan air minum
·
Telah dibangun latrin umum –> bukan
alasan kesehatan.
·
Telah dibuat sumur, karena air sungai
sudah kotor dan terasa tidak enak
·
Abad ke-7 diindia terjadi endemi kolera
·
Abad ke-14 terjadi wabah pes diindia dan
cina.
2. Periode ilmu pengetahuan
Bangkitnya ilmu
pengetahuan pada akhir abad ke-18 mempunyai dampak yang luas terhadap aspek
kehidupan manusia. Oleh karena itu kesehatan merupakan masalah yang kompleks
dan harus dilaksanakan secara komprehensif dan multi sektoral.
Beberapa
pelopor tentang kesehatan modern :
·
Hipocrates (460-370 SM) dikenal sebagai
bapak kedokteran
·
Anthony van Leeuwenhoek (1632 -1723),
penemu mikroskop
·
John snow (1813 – 1912), Bapak
epidemiologi dan menemukan penyakit kolera disebabkan oleh kuman kolera melalui
air
·
Louis pasteur (1827 – 1912) menemukan
vaksin untuk mencegah cacar
·
Joseph Lister penemu asam karbol
(carbolic acid) untuk sterilisasi ruangan operasi
·
William marton –> ether anastesi
·
Robert koch (1843 – 1910), penemu kuman
TBC.
3.
Perkembangan Kesehatan Masyarakat di Indonesia
Kesehatan
masyarakat di Indonesia pada waktu itu dimulai dengan adanya upaya
pemberantasan cacar dan kolera yang sangat ditakuti masyarakat pada waktu itu.
Saat itu masih dilakukan oleh pemerintah penjajahan Belanda pada abad ke 16
peristiwa upaya pemberantasan dianggap sebagai sejarah mula perkembangan
kesehatan masyarakat di Indonesia.
Kejadian lain selanjutnya tentang wabah kolera pada awal abad ke-20 masuk di Indonesia tepatnya tahun 1927 dan tahun 1937 yaitu wabah kolera eltor di Indonesia kemudian pada tahun 1948 cacar masuk ke Indonesia melalui Singapura dan mulai berkembang di Indonesia. Sejak dari wabah kolera tersebut maka pemerintah Belanda pada waktu itu melakukan upaya-upaya kesehatan masyarakat.
Selanjutnya bidang kesehatan masyarakat yang lain pada tahun 1807 pada waktu pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels, telah dilakukan pelatihan dukun bayi dalam praktek persalinan. Upaya ini dilakukan dalam rangka penurunan angka kematian bayi yang tinggi pada waktu itu. Akan tetapi upaya ini tidak berlangsung lama karena langkanya tenaga pelatih kebidanan kemudian pada tahun 1930 dimulai lagi dengan didaftarnya para dukun bayi sebagai penolong dan perawatan persalinan. Selanjutnya baru pada tahun 1952 pada zaman kemerdekaan pelatihan secara cermat dukun bayi tersebut dilaksanakan lagi.
Dokter Bosch, kepala pelayanan kesehatan sipil dan militer dan dr. Bleeker di Indonesia, pada tahun 1851 mendirikan sekolah dokter Jawa. Kemudian sekolah ini terkenal dengan nama STOVIA (School Tot Oplelding Van Indiche Arsten) atau sekolah untuk pendidikan dokter pribumi. Setelah itu pada tahun 1913 didirikan sekolah dokter yang kedua di Surabaya dengan nama NIAS (Nederland Indische Arsten School).
Pada tahun 1927, STOVIA berubah menjadi sekolah kedokteran dan akhirnya sejak berdirinya Universitas Indonesia tahun 1947 berubah menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kedua sekolah tersebut mempunyai andil yang sangat besar dalam menghasilkan tenaga medis yang mengembangkan kesehatan masyarakat Indonesia.
Pada sisi lain pengembangkan kesehatan masyarakat di Indonesia adalah berdirinya Pusat Laboratorium Kedokteran di Bandung pada tahun 1888. Kemudian pada tahun 1938, pusat laboratorium ini berubah menjadi Lembaga Eykman dan selanjutnya disusul didirikan laboratorium lain di Medan, Semarang, Makassar, Surabaya dan Yogyakarta. Laboratorium ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka menunjang pemberantasan penyakit seperti malaria, lepra, cacar dan sebagainya bahkan untuk bidang kesehatan masyarakat yang lain seperti gizi dan sanitasi.
Tahun 1922 pes masuk Indonesia dan pada tahun 1933, 1934 dan 1935 terjadi epidemi di beberapa tempat, terutama di pulau Jawa. Kemudian mulai tahun 1935 dilakukan program pemberantasan pes ini dengan melakukan penyemprotan DDT terhadap rumah-rumah penduduk dan juga vaksinasi massal. Tercatat pada tahun 1941, 15.000.000 orang telah memperoleh suntikan vaksinasi.
Hydrich seorang petugas kesehatan pemerintah Belanda pada tahun 1925, melakukan pengamatan terhadap masalah tingginya angka kematian dan kesakitan di Banyumas-Purwokerto pada waktu itu. Dari hasil pengamatan dan analisisnya tersebut ini menyimpulkan bahwa penyebab tingginya angka kematian dan kesakitan ini adalah karena jeleknya kondisi sanitasi lingkungan. Masyarakat pada waktu itu membuang kotorannya di sembarang tempat, di kebun, selokan, kali bahkan di pinggir jalan padahal mereka mengambil air minum juga dari kali. Selanjutnya ia berkesimpulan bahwa kondisi sanitasi lingkungan ini disebabkan karena perilaku penduduk.
Untuk memulai upaya kesehatan masyarakat, saat itu Hydrich mengembangkan daerah percontohan dengan melakukan propaganda (pendidikan) penyuluhan kesehatan. Sampai sekarang usaha Hydrich ini dianggap sebagai awal kesehatan masyarakat di Indonesia.
Memasuki zaman kemerdekaan, salah satu tonggak penting perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia adalah diperkenalkannya Konsep Bandung (Bandung Plan) pada tahun 1951 oleh dr. Y. Leimena dan dr. Patah, yang selanjutnya dikenal dengan Patah-Leimena.
Dalam konsep ini mulai diperkenalkan bahwa dalam pelayanan kesehatan masyarakat, aspek kuratif dan preventif tidak dapat dipisahkan. Hal ini berarti dalam mengembangkan sistem pelayanan kesehatan di Indonesia kedua aspek ini tidak boleh dipisahkan, baik di rumah sakit maupun di puskesmas.
Selanjutnya pada tahun 1956 dimulai kegiatan pengembangan kesehatan sebagai bagian dari upaya pengembangan kesehatan masyarakat. Pada tahun 1956 ini oleh dr. Y. Sulianti didirikan Proyek Bekasi (tepatnya Lemah Abang) sebagai proyek percontohan atau model pelayanan bagi pengembangan kesehatan masyarakat pedesaan di Indonesia dan sebagai pusat pelatihan tenaga kesehatan.
Proyek ini disamping sebagai model atau konsep keterpaduan antara pelayanan kesehatan pedesaan dan pelayanan medis, juga menekankan pada pendekatan tim dalam pengelolaan program kesehatan.
Untuk melancarkan penerapan konsep pelayanan terpadu ini terpilih 8 desa wilayah pengembangan masyarakat yaitu Inderapura (Sumatera Utara), Lampung, Bojong Loa (Jawa Barat), Sleman (Jawa Tengah), Godean (Yogyakarta), Mojosari (Jawa Timur), Kesiman (Bali) dan Barabai (Kalimantan Selatan). Kedelapan wilayah tersebut merupakan cikal bakal sistem puskesmas sekarang ini.
Pada bulan November 1967, dilakukan seminar yang membahas dan merumuskan program kesehatan masyarakat terpadu sesuai dengan kondisi dan kemampuan rakyat Indonesia. Pada waktu itu dibahas konsep puskesmas yang dibawakan oleh dr. Achmad Dipodilogo yang mengacu kepada konsep Bandung dan Proyek Bekasi. Kesimpulan seminar ini adalah disepakatinya sistem puskesmas yang terdiri dari tipe A, B, dan C.
Dengan menggunakan hasil-hasil seminar tersebut, Departemen Kesehatan menyiapkan rencana induk pelayanan kesehatan terpadu di Indonesia. Akhirnya pada tahun 1968 dalam rapat kerja kesehatan nasional, dicetuskan bahwa puskesmas adalah merupakan sistem pelayanan kesehatan terpadu yang kemudian dikembangkan oleh pemerintah (Departemen Kesehatan) menjadi Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
Puskesmas disepakati sebagai suatu unit pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kuratif dan preventif secara terpadu, menyeluruh dan mudah dijangkau dalam wilayah kerja kecamatan atau sebagian kecamatan, di kotamadya atau kabupaten.
Kegiatan pokok puskesmas mencakup :
1. Kesehatan ibu dan anak
2. Keluarga berencana
3. Gizi
4. Kesehatan lingkungan
5. Pencegahan penyakit menular
6. Penyuluhan kesehatan masyarakat
7. Pengobatan
8. Perawatan kesehatan masyarakat
9. Usaha kesehatan gizi
10 Usaha kesehatan sekolah
11 Usaha kesehatan jiwa
12 Laboratorium
13 Pencatatan dan pelaporan [soepri]
Kejadian lain selanjutnya tentang wabah kolera pada awal abad ke-20 masuk di Indonesia tepatnya tahun 1927 dan tahun 1937 yaitu wabah kolera eltor di Indonesia kemudian pada tahun 1948 cacar masuk ke Indonesia melalui Singapura dan mulai berkembang di Indonesia. Sejak dari wabah kolera tersebut maka pemerintah Belanda pada waktu itu melakukan upaya-upaya kesehatan masyarakat.
Selanjutnya bidang kesehatan masyarakat yang lain pada tahun 1807 pada waktu pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels, telah dilakukan pelatihan dukun bayi dalam praktek persalinan. Upaya ini dilakukan dalam rangka penurunan angka kematian bayi yang tinggi pada waktu itu. Akan tetapi upaya ini tidak berlangsung lama karena langkanya tenaga pelatih kebidanan kemudian pada tahun 1930 dimulai lagi dengan didaftarnya para dukun bayi sebagai penolong dan perawatan persalinan. Selanjutnya baru pada tahun 1952 pada zaman kemerdekaan pelatihan secara cermat dukun bayi tersebut dilaksanakan lagi.
Dokter Bosch, kepala pelayanan kesehatan sipil dan militer dan dr. Bleeker di Indonesia, pada tahun 1851 mendirikan sekolah dokter Jawa. Kemudian sekolah ini terkenal dengan nama STOVIA (School Tot Oplelding Van Indiche Arsten) atau sekolah untuk pendidikan dokter pribumi. Setelah itu pada tahun 1913 didirikan sekolah dokter yang kedua di Surabaya dengan nama NIAS (Nederland Indische Arsten School).
Pada tahun 1927, STOVIA berubah menjadi sekolah kedokteran dan akhirnya sejak berdirinya Universitas Indonesia tahun 1947 berubah menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kedua sekolah tersebut mempunyai andil yang sangat besar dalam menghasilkan tenaga medis yang mengembangkan kesehatan masyarakat Indonesia.
Pada sisi lain pengembangkan kesehatan masyarakat di Indonesia adalah berdirinya Pusat Laboratorium Kedokteran di Bandung pada tahun 1888. Kemudian pada tahun 1938, pusat laboratorium ini berubah menjadi Lembaga Eykman dan selanjutnya disusul didirikan laboratorium lain di Medan, Semarang, Makassar, Surabaya dan Yogyakarta. Laboratorium ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka menunjang pemberantasan penyakit seperti malaria, lepra, cacar dan sebagainya bahkan untuk bidang kesehatan masyarakat yang lain seperti gizi dan sanitasi.
Tahun 1922 pes masuk Indonesia dan pada tahun 1933, 1934 dan 1935 terjadi epidemi di beberapa tempat, terutama di pulau Jawa. Kemudian mulai tahun 1935 dilakukan program pemberantasan pes ini dengan melakukan penyemprotan DDT terhadap rumah-rumah penduduk dan juga vaksinasi massal. Tercatat pada tahun 1941, 15.000.000 orang telah memperoleh suntikan vaksinasi.
Hydrich seorang petugas kesehatan pemerintah Belanda pada tahun 1925, melakukan pengamatan terhadap masalah tingginya angka kematian dan kesakitan di Banyumas-Purwokerto pada waktu itu. Dari hasil pengamatan dan analisisnya tersebut ini menyimpulkan bahwa penyebab tingginya angka kematian dan kesakitan ini adalah karena jeleknya kondisi sanitasi lingkungan. Masyarakat pada waktu itu membuang kotorannya di sembarang tempat, di kebun, selokan, kali bahkan di pinggir jalan padahal mereka mengambil air minum juga dari kali. Selanjutnya ia berkesimpulan bahwa kondisi sanitasi lingkungan ini disebabkan karena perilaku penduduk.
Untuk memulai upaya kesehatan masyarakat, saat itu Hydrich mengembangkan daerah percontohan dengan melakukan propaganda (pendidikan) penyuluhan kesehatan. Sampai sekarang usaha Hydrich ini dianggap sebagai awal kesehatan masyarakat di Indonesia.
Memasuki zaman kemerdekaan, salah satu tonggak penting perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia adalah diperkenalkannya Konsep Bandung (Bandung Plan) pada tahun 1951 oleh dr. Y. Leimena dan dr. Patah, yang selanjutnya dikenal dengan Patah-Leimena.
Dalam konsep ini mulai diperkenalkan bahwa dalam pelayanan kesehatan masyarakat, aspek kuratif dan preventif tidak dapat dipisahkan. Hal ini berarti dalam mengembangkan sistem pelayanan kesehatan di Indonesia kedua aspek ini tidak boleh dipisahkan, baik di rumah sakit maupun di puskesmas.
Selanjutnya pada tahun 1956 dimulai kegiatan pengembangan kesehatan sebagai bagian dari upaya pengembangan kesehatan masyarakat. Pada tahun 1956 ini oleh dr. Y. Sulianti didirikan Proyek Bekasi (tepatnya Lemah Abang) sebagai proyek percontohan atau model pelayanan bagi pengembangan kesehatan masyarakat pedesaan di Indonesia dan sebagai pusat pelatihan tenaga kesehatan.
Proyek ini disamping sebagai model atau konsep keterpaduan antara pelayanan kesehatan pedesaan dan pelayanan medis, juga menekankan pada pendekatan tim dalam pengelolaan program kesehatan.
Untuk melancarkan penerapan konsep pelayanan terpadu ini terpilih 8 desa wilayah pengembangan masyarakat yaitu Inderapura (Sumatera Utara), Lampung, Bojong Loa (Jawa Barat), Sleman (Jawa Tengah), Godean (Yogyakarta), Mojosari (Jawa Timur), Kesiman (Bali) dan Barabai (Kalimantan Selatan). Kedelapan wilayah tersebut merupakan cikal bakal sistem puskesmas sekarang ini.
Pada bulan November 1967, dilakukan seminar yang membahas dan merumuskan program kesehatan masyarakat terpadu sesuai dengan kondisi dan kemampuan rakyat Indonesia. Pada waktu itu dibahas konsep puskesmas yang dibawakan oleh dr. Achmad Dipodilogo yang mengacu kepada konsep Bandung dan Proyek Bekasi. Kesimpulan seminar ini adalah disepakatinya sistem puskesmas yang terdiri dari tipe A, B, dan C.
Dengan menggunakan hasil-hasil seminar tersebut, Departemen Kesehatan menyiapkan rencana induk pelayanan kesehatan terpadu di Indonesia. Akhirnya pada tahun 1968 dalam rapat kerja kesehatan nasional, dicetuskan bahwa puskesmas adalah merupakan sistem pelayanan kesehatan terpadu yang kemudian dikembangkan oleh pemerintah (Departemen Kesehatan) menjadi Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
Puskesmas disepakati sebagai suatu unit pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kuratif dan preventif secara terpadu, menyeluruh dan mudah dijangkau dalam wilayah kerja kecamatan atau sebagian kecamatan, di kotamadya atau kabupaten.
Kegiatan pokok puskesmas mencakup :
1. Kesehatan ibu dan anak
2. Keluarga berencana
3. Gizi
4. Kesehatan lingkungan
5. Pencegahan penyakit menular
6. Penyuluhan kesehatan masyarakat
7. Pengobatan
8. Perawatan kesehatan masyarakat
9. Usaha kesehatan gizi
10 Usaha kesehatan sekolah
11 Usaha kesehatan jiwa
12 Laboratorium
13 Pencatatan dan pelaporan [soepri]
Definisi ilmu kesehatan masyarakat (public health) menurut profesor
Winslow dari Universitas Yale (Leavel and Clark, 1958) dari adalah ilmu dan seni mencegah penyakit,
memperpanjang hidup, meningkatkan kesehatan fisik dan mental, dan efisiensi
melalui usaha masyarakat yang terorganisir untuk meningkatkan sanitasi
lingkungan,
kontrol infeksi di masyarakat, pendidikan individu tentang
kebersihan perorangan, pengorganisasian pelayanan medis dan perawatan,
untuk diagnosadini,
pencegahan penyakit dan pengembangan aspek sosial, yang akan mendukung agar
setiap orang di masyarakat mempunyai standar kehidupan yang kuat untuk menjaga
kesehatannya.
Ikatan Dokter Amerika, AMA, (1948)
mendefinisikan Kesehatan Masyarakat adalah ilmu dan seni memelihara, melindungi
dan meningkatkan kesehatan masyarakat melalui usaha-usaha pengorganisasian
masyarakat.
Kesehatan masyarakat adalah seni dan ilmu pencegahan penyakit, memperpanjang hidup, dan
meningkatkan kesehatan melalui upaya terorganisasi dari masyarakat.
Ruang Lingkup Kesehatan Masyarakat, diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Epidemiologi
2.
Biostatistik
3.
Kesehatan Lingkungan
4.
Pendidikan Kesehatan dan Perilaku
5.
Administrasi Kesehatan Masyarakat
6.
Gizi Masyarakat
7.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja
8.
Kesehatan Reproduksi masyarakat
9.
Sistem Informasi Kesehatan
6.
FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI
DERAJAT KESEHATAN
Hendrik E.Blum
menyatakan bahwa untuk bisa mengerti suatu proses perencanaan terhadap
kesehatan masyarakat, kita perlu mengerti tentang dua paradigm yaitu:
1. THE WELL BEING PARADIGM / PARADIGMA KEADAAN SEHAT :
Yaitu keadaan derajat
kesehatan masyarakat yang menyatakan tingkat/derajat baiknya status kesehatan
masyarakat. Tinggi rendahnya derajat kesehatan ini dapat di ukur dari 12 aspek
/indicator yang dapat diukur
1. Life
span, lamanya umur harapan hidup dari masyarakat
2. Disease
or infirmity adalah keadaan sakit atau cacat secara fisiologis dan anatomis
darfi masyarakat.
3. Discomfort
or illness adalah keluhan sakit dari masyarakat tentang keadaan somatik, kejiwaan
maupun sosial dari dirinya.
4. Disability
or incapacity adalah ketidak mampuan seseorang dalam masyarakat untuk melakukan
pekerjaannya dan menjalankan peranan sosialnya karena sakit.
5. Participation
in heath care adalah kemampuan dan kemauan masyarakat untuk berpartisipasi
dalam manjaga dirinya untuk selalau dalam keadaan sehat.
6. Health
behavior adalah perilaku nyata dari anggota masyarakat yang secara langsung
berkaitan dengan kesehatan.
7. Ecologic
behavior adalah perilaku masyarakat terhadap lingkungan hidupnya, terhadap
spesies lain, sumber daya alam dan ekosistem.
8. Social
behavior adalah perilaku anggota masyarakat terhadap sesamanya.
9. Interpersonal
relation ship adalah kualitas komunikasi anggota masyarakat terhadap sesamanya.
10.
Reserve or positive health adalah daya
tahan anggota masyarakat terhadap penyakit atau kapasitas anggota masyarakat
dalam menghadapi tekanan-tekanan somatic, kejiwaan dan sosial.
11.
External satisfaction adalah rasa
kepuasan anggota masyarakat terhadap lingkungan sosialnya, meliputi rumah,
sekolah, pekerjaan, rekreasi, transportasi, dan sarana pelayanan kesehatan yang
ada.
12.
Internal satisfaction adalah kepuasan
anggota masyarakat terhadap seluruh aspek kehidupan dirinya sendiri.
2. The force field paradigm / paradigm kekuatan lapangan :
Yaitu pengaruh
faktor-faktor dilapangan terhadap derajat kesehatan masyarakat. Dari paradigm
diatas, BLUM menjelaskan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi tinggi
rendahnya derajat kesehatan suatu masyarakat yaitu:
Faktor
lingkungan/Environment
Contoh : Akses terhadap
air bersih, Jamban/ tempat BAB, Sampah, Lantai Rumah, Breeding places, Polusi,
Sanitasi tempat umum, Bahan Beracun Berbahaya (B3), Kebersihan TPU (Tempat
Pelayanan Umum)
Faktor perilaku / Life
styles
Contoh : alkohol,
rokok, promiscuity: tempat-tempat berisiko, narkoba, olah raga dan Health
seeking behavior : Kalau tidak sakit parah tidak akan pergi ke puskesmas
Faktor pelayanan
kesehatan / Medical care services
Contoh : ketersediaan
sarana dan prasarana kesehatan (balai pengobatan) maupun rujukan (rumah sakit),
ketersediaan tenaga, peralatan kesehatan bersumberdaya masyarakat;
Kinerja/cakupan serta pembiayaan /anggaran.
Faktor Herediter atau
Kependudukan / Heredity
Contoh :
Penyakit-penyakit yang sifatnya turunan dan mempengaruhi sumberdaya masyarakat,
Jumlah penduduk dan Pertumbuhan penduduk serta jumlah kelompok khusus/rentan:
bumil, persalinan, bayi, dll.
7.
Sasaran
kesehatan masyarakat
Sasaran
Sasaran adalah
merupakan penjabaran dari tujuan organisasi dan menggambarkan hal-hal yang
ingin dicapai melalui tindakan tindakan yang akan dilakukan secara operasional.
Oleh karenanya rumusan sasaran yang ditetapkan diharapkan dapat memberikan
fokus pada penyusunan program operasional dan kegiatan pokok organisasi yang
bersifat spesifik, terinci, dapat diukur dan dapat dicapai.
Sasaran organisasi yang
ditetapkan pada dasarnya merupakan bagian dari proses perencanaan strategis
dengan focus utama berupa tindakan pengalokasian sumberdaya organisasi kedalam
strategi organisasi. Oleh karenanya penetapan sasaran harus memenuhi criteria
specific, measurable, agresive but attainable, result oriented dan time bond.
Guna memenuhi criteria tersebut maka penetapan sasaran harus disertai dengan
penetapan indikator sasaran, yakni keterangan, gejala atau penanda yang dapat
digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan upaya pencapaian sasaran atau
dengan kata lain disebut sebagai tolok ukur keberhasilan pencapaian sasaran.
Berdasarkan makna
penetapan sasaran tersebut maka sampai dengan akhir tahun 2010, Dinas Kesehatan
Kabupaten Malang menetapkan sasaran sebagai berikut :
1)
Meningkatnya pelayanan kesehatan ibu dan bayi dengan indikator sasaran sebagai
berikut :
a. Meningkatnya
kunjungan ibu hamil K4.
b.
Meningkatnya pertolongan persalinan oleh bidan/tenaga kesehatan yang memiliki
kompetensi kebidanan.
c.
Meningkatnya ibu hamil resiko tinggi dirujuk.
d.
Meningkatnya kunjungan neonatus / KN2.
e.
Meningkatnya kunjungan bayi dan balita.
f.
Meningkatnya bayi berat badan lahir rendah yang ditangani
2)
Meningkatnya pelayanan kesehatan anak pra sekolah dan usia sekolah, dengan
indikator sasaran sebagai berikut :
a.
Meningkatnya deteksi dini tumbuh kembang anak balita dan pra sekolah.
b.
Meningkatnya pemeriksaan kesehatan siswa SD dan setingkat oleh tenaga kesehatan
atau tenaga terlatih/guru UKS / dokter kecil.
c.
Meningkatnya pemeriksaan kesehatan siswa SD dan setingkat kelas 1 oleh tenaga
kesehatan atau tenaga terlatih/guru UKS / dokter kecil.
d.
Meningkatnya pelayanan kesehatan remaja.
8.
DASAR
VISI DAN MISI KESEHATAN MASYARAKAT
VISI
Gambaran
masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan
kesehatan adalah masyarakat, bangsa, dan negara yang ditandai oleh penduduknya
hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat secara adil dan merata,
serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh wilayah
Republik Indonesia.
MISI
Untuk
mewujudkan visi INDONESIA SEHAT 2010, ditetapkan empat misi pembangunan
kesehatan sebagai berikut:
1.
Menggerakan pembangunan nasional berwawasan kesehatan
2.
Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat
3.
Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau
4.
Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat
berserta lingkungannya
9.
POKOK PKM
1. Promosi Kesehatan (Promkes)
·
Penyuluhan
Kesehatan Masyarakat
·
Sosialisasi
Program Kesehatan
·
Perawatan
Kesehatan Masyarakat (Perkesmas)
2. Pencegahan Penyakit Menular (P2M)
:
·
Surveilens
Epidemiologi
·
Pelacakan
Kasus : TBC, Kusta, DBD, Malaria, Flu Burung, ISPA, Diare, IMS (Infeksi Menular
Seksual), Rabies
3. Program Pengobatan :
·
Rawat
Jalan Poli Umum
·
Rawat
Jalan Poli Gigi
·
Unit
Rawat Inap : Keperawatan, Kebidanan
·
Unit
Gawat Darurat (UGD)
·
Puskesmas
Keliling (Puskel)
4. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
·
ANC
(Antenatal Care) , PNC (Post Natal Care), KB (Keluarga
Berencana),
·
Persalinan,
Rujukan Bumil Resti, Kemitraan Dukun
5. Upaya Peningkatan Gizi
·
Penimbangan,
Pelacakan Gizi Buruk, Penyuluhan Gizi
6. Kesehatan Lingkungan :
·
Pengawasan
SPAL (saluran pembuangan air limbah), SAMI-JAGA (sumber air minum-jamban
keluarga), TTU (tempat-tempat umum), Institusi pemerintah
·
Survey
Jentik Nyamuk
7. Pencatatan dan Pelaporan :
·
Sistem
Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP)
B. Program Tambahan/Penunjang
Puskesmas :
Program penunjang ini biasanya
dilaksanakan sebagai kegiatan tambahan, sesuai kemampuan sumber daya
manusia dan material puskesmas dalam melakukan pelayanan
1. Kesehatan Mata : pelacakan kasus,
rujukan
2. Kesehatan Jiwa : pendataan kasus,
rujukan kasus
3. Kesehatan Lansia (Lanjut Usia) :
pemeriksaan, penjaringan
4. Kesehatan Reproduksi Remaja :
penyuluhan, konseling
5. Kesehatan Sekolah : pembinaan
sekolah sehat, pelatihan dokter kecil
6. Kesehatan Olahraga : senam
kesegaran jasmani
10.
VISI
MISI KEMENKES
Visi
Masyarakat
Sehat Yang Mandiri dan Berkeadilan
Misi
Misi
1.
Meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat
madani.
2.
Melindungi kesehatan masyarakat dengan
menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata bermutu dan
berkeadilan
3.
Menjamin ketersediaan dan pemerataan
sumber daya kesehatan
4.
Menciptakan tata kelola kepemerintahan
yang baik
11.
MISI
PEMBERDAYAAN KESEHATAN
1) Meningkatkan
kinerja Dinas Kesehatan dan UPTnya melalui peningkatan kualitas sistem
manajemen mutu dalam memberikan pelayanan prima bagi masyarakat.
2) Meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat dan
meningkatkan kemandirian puskesmasdalam mengelola pelayanan kesehatan
3) Penanggulangan
kemiskinan dengan menjamin pelayanan kesehatan
untuk masyarakat
miskin dan mengembangkan sistem pembiayaan kesehatan masyarakat
4) Memantapkan
pengelolaan prasarana dan sarana kesehatan termasuk sistem informasi kesehatan
12.
ARAH,
TUJUANDAN SASARAN SERTA KEBIJAKAN PEMBERDAYAAN
Tujuan
Implikasi dari semua permasalahan
yang ada, dipandang perlu dibingkai
dalam suatu sasaran yang konseptual, sehingga diharapkan realisasinya dapat
fokus, terarah dan terukur. Substansinya adalah, tujuan yang akan dicapai
Kelurahan Pesurungan Lor, yakni kesejahteraan,
kemandirian dan SDM masyarakat yang meningkat secara signifikan dengan pola dan
konsep yang matang dan terukur secara jelas, sehingga terwujud
tatanan kehidupan masyarakat yang makmur dalam keadilan dan adil dalam
kemakmuran. Hal tersebut mengandung konsekuensi logis, yaitu mensinergikan
hubungan antara pembangunan fisik dan masyarakat dengan fasilitator Birokrasi
yang ada di lini Pemerintahan terendah ( Kelurahan ).
Beberapa hal yang menjadi tujuan dan mendudukkannya sebagai sesuatu yang urgen
adalah sebagai berikut :
1. Perangkat Kelurahan berkomitmen untuk menyandang dan
memposisikan diri sebagai Pelayan Masyarakat dengan memberikan pelayanan
sesuai regulasi yang ada dengan selalu memperhatikan nilai – nilai yang ada di
masyarakat tanpa mengurangi makna Aparatur sebagai Abdi Negara dan Abdi Masyarakat.
1.
Birokrasi
mendudukkan dirinya sebagai way out
dari semua permasalahan yang ada dan memposisikan diri sebagai fasilitator
dengan menampung aspirasi masyarakat, memfasilitasi, merencanakan, membuat
skala prioritas dan menganggarkan sesuai pagu yang ada kemudian diteruskan
kepada SKPD terkait untuk mendapatkan legalisasi secara administrasi maupun
penganggaran ( melalui forum Musrenbangkel ).
2.
Masyarakat
sebagai user sekaligus stake holder berkewajiban melaksanakan,
menjaga, merawat dan melestarikan realisasi kegiatan yang telah di break down.
3.
Program
pembangunan sarana, prasarana, infrastruktur dan mental masyarakat harus dapat
dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat dengan harapan mampu meningkatkan
derajat kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan masyarakat.
Sasaran
Pengejawantahan dari Tujuan di atas
memunculkan langkah – langkah sitematis yang terangkum dalam Sasaran, antara
lain sebagai berkut :
1.
Meningkatnya
kualitas dan kuantitas SDM aparat kelurahan sehingga tercipta aparat yang
profesional, handal, mumpuni, kapabel dan kredibel dalam kiprah dan kinerjanya,
terutama dalam memberikan pelayanan yang cerdas dan berkualitas kepada
masyarakat.
2.
Terpenuhinya
kebutuhan sarana dan prasarana aparatur yang dapat menunjang fungsi sebagai
pelayan masyarakat.
3.
Menumbuhkembangkan
minat, inisiatif, inovasi dan partisipasi masyarakat dalam perencanaan
pembangunan.
4.
Mendukung
dan menggiatkan peran serta wanita dalam membangun kesejahteraan keluarga dan
mendukung terciptanya kesetaraan Gender.
5.
Mengoptimalkan
peran dan fungsi lembaga - lembaga kemasyarakatan di tingkat Kelurahan dalam
hal pemberdayaan masyarakat.
6.
Merealisasikan
aspirasi masyarakat dengan pembangunan sarana, prasarana dan infrastruktur
lingkungan yang dapat menunjang peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan
membuat skala prioritas yang disesuaikan pagu anggaran yang ada.
Kebijakan
Sejalan
dengan kondisi dan permasalahan yang ada serta aktualisasi dari Visi dan Misi
Kelurahan Pesurungan Lor, maka dapat diterjemahkan bahwa Pengejawantahan
Visi dan Misi di atas merupakan arah kebijakan yang jelas untuk
selanjutnya dituangkan dalam Kerangka Kerja yang terbagi dalam Kebijakan
Internal dan Kebijakan Eksternal, antara lain :
1. Kebijakan Internal
a.
Meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM aparat kelurahan sehingga tercipta
aparat yang profesional, handal, mumpuni, kapabel dan kredibel dalam kiprah dan
kinerjanya, terutama dalam memberikan pelayanan yang cerdas dan berkualitas
kepada masyarakat.
b.
Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana aparatur yang dapat menunjang fungsi
sebagai pelayan masyarakat.
2. Kebijakan Eksternal
a. Menyerap dan
menampung segala aspirasi masyarakat yang dikemas dalam Musyawarah Rencana
Pembangunan Kelurahan yang dilaksanakan rutin setiap tahun dan Musyawarah
secara temporer serta situasional dalam Forum – forum RT/RW, LPMK dan Lembaga –
lembaga kemasyarakatan lainnya.
b. Mendukung
dan mengembangkan kreatifitas serta inovasi masyarakat melalui saluran –
saluran komunikasi yang ada.
c.
Meningkatkan peran serta dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan serta
mendukung Kesetaraan Gender.
d.
Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan penguasaan ilmu pengetahuan serta
teknologi bagi aparat Kelurahan, sehingga tercipta birokrat yang profesional,
berdedikasi, berdaya guna, berdaya saing, kapabel dan kredibel dalam dalam
rangka peningkatan pelayanan publik serta mewujudkan pemerintahan yang bersih.
e. Pemenuhan
sarana, prasarana dan infrastruktur lingkungan untuk menunjang peningkatan
derajat kesehatan masyarakat.
f.
Mengoptimalkan peran dan fungsi Lembaga – lembaga Kemasyarakatan yang ada dan
memacu pertumbuhan ekonomi lokal menuju terwujudnya kemandirian dan
kesejahteraan masyarakat.
g.
Menciptakan iklim kondusif lokal dan regional, dalam rangka mewujudkan Kota
Tegal yang aman dan nyaman.
h.
Membuka kran informasi selebar – lebarnya kepada masyarakat dan memfungsikan
diri sebagai corong Pemerintah serta bersikap tidak anti kritik.
i.
Menggandeng semua elemen masyarakat sebagai mitra positif untuk bersama
memajukan Kelurahan dengan selalu mengedepankan persatuan dan kesatuan.
13.
Tujuan Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan
masyarakat adalah upaya atau proses untuk menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan masyarakat dalam mengenali, mengatasi, memelihara, melindungi, dan
meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri (Notoadmojdo, 2007). Batasan
pemberdayaan dalam bidang kesehatan meliputi upaya untuk menumbuhkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan sehingga
secara bertahap tujuan pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk :
1. Tumbuhnya kesadaran, pengetahuan dan pemahaman akan
kesehatan bagi individu, kelompok atau masyarakat. Pengetahuan dan
kesadaran tentang cara – cara memelihara dan meningkatkan kesehatan adalah awal
dari keberdayaan kesehatan. Kesadaran dan pengetahuan merupakan tahap awal
timbulnya kemampuan, karena kemampuan merupakan hasil proses belajar. Belajar
itu sendiri merupakan suatu proses yang dimulai dengan adanya alih pengetahuan
dari sumber belajar kepada subyek belajar. Oleh sebab itu masyarakat yang mampu
memelihara dan meningkatkan kesehatan juga melalui proses belajar kesehatan
yang dimulai dengan diperolehnya informasi kesehatan. Dengan informasi
kesehatan menimbulkan kesadaran akan kesehatan dan hasilnya adalah pengetahuan
kesehatan.
2. Timbulnya kemauan atau kehendak ialah sebagai bentuk
lanjutan dari kesadaran dan pemahaman terhadap obyek, dalam hal ini kesehatan.
Kemauan atau kehendak merupakan kecenderungan untuk melakukan suatu tindakan.
Oleh sebab itu, teori lain kondisi semacam ini disebut sikap atau niat sebagai
indikasi akan timbulnya suatu tindakan. Kemauan ini kemungkinan dapat
dilanjutkan ke tindakan tetapi mungkin juga tidak atau berhenti pada kemauan
saja. Berlanjut atau tidaknya kemauan menjadi tindakan sangat tergantung dari
berbagai faktor. Faktor yang paling utama yang mendukung berlanjutnya kemauan
adalah sarana atau prasarana untuk mendukung tindakan tersebut.
3. Timbulnya kemampuan masyarakat di bidang kesehatan
berarti masyarakat, baik seara individu maupun kelompok, telah mampu mewujudkan
kemauan atau niat kesehatan mereka dalam bentuk tindakan atau perilaku sehat.
Suatu masyarakat dikatakan mandiri
dalam bidang kesehatan apabila :
a. Mereka
mampu mengenali masalah kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi
masalah kesehatan terutama di lingkungan tempat tinggal mereka sendiri.
Pengetahuan tersebut meliputi pengetahuan tentang penyakit, gizi dan makanan,
perumahan dan sanitasi, serta bahaya merokok dan zat-zat yang menimbulkan
gangguan kesehatan.
b. Mereka
mampu mengatasi masalah kesehatan secara mandiri dengan mengenali
potensi-potensi masyarakat setempat.
c. Mampu
memelihara dan melindungi diri mereka dari berbagai ancaman kesehatan dengan
melakukan tindakan pencegahan.
d. Mampu
meningkatkan kesehatan secara dinamis dan terus-menerus melalui berbagai macam
kegiatan seperti kelompok kebugaran, olahraga, konsultasi dan sebagainya
(Notoadmojdo, 2007).
14. NILAI NILAI KEMENKES
Guna mewujudkan visi dan misi rencana strategis
pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menganut dan menjunjung
tinggi niali-nilai yaitu :
1. Pro Rakyat
Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan,
Kementerian Kesehatan selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan harus
menghasilkan yang terbaik untuk rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya bagi setiap orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa
membedakan suku, golongan, agama dan status sosial ekonomi.
2. Inklusif
Semua program pembangunan kesehatan harus
melibatkan semua pihak, karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya
dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan saja. Dengan demikian, seluruh komponen
masyarakat harus berpartisipasi aktif, yang meliputi lintas sektor, organisasi
profesi, organisasi masyarakat pengusaha, masyarakat madani dan masyarakat akar
rumput.
3. Responsif
Program kesehatan harus sesuai dengan kebutuhan
dan keinginan rakyat, serta tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah,
situasi kondisi setempat, sosial budaya dan kondisi geografis. Faktor-faktor
ini menjadi dasar dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda,
sehingga diperlukan penangnganan yang berbeda pula.
4. Efektif
Program kesehatan harus mencapai hasil yang
signifikan sesuai target yang tela ditetapkan dan bersifat efisien.
5. Bersih
Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas
dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), transparan, dan akuntabel.
15 SASARAN STRATEGI KEMENKES
strategi Kementerian Kesehatan
- Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat madani dalam pembangunan kesehatan melalui kerja sama nasional dan global.
- Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan berkeadilan, serta berbasis bukti; dengan pengutamaan pada upaya promotif dan preventif.
- Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama untuk mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional.
- Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan SDM kesehatan yang merata dan bermutu.
- Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan.
- Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan berdayaguna dan berhasil guna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang bertanggung jawab
Sasaran strategis Kementerian
Kesehatan
Sasaran strategis dalam pembangunan
kesehatan 2010 – 2014 Yaitu :
a.
Meningkatnya umur harapan hidup dari 70,7 tahun menjadi 72 tahun.
b.
Menurunnya angka kematian ibu melahirkan dari 228 menjadi 118 per 100.000
kelahiran hidup
c.
Menurunnya angka kematian bayi dari 34 menjadi 24 per 1.000 kelahiran hidup
d.
Menurunnya angka kematian neonatal dari 19 menjadi 15 per 1.000 kelahiran hidup
e.
Menurunnya prevelensi kekurangan gizi pada anak balita dari 18,4 persen menjadi
di bawah 15,0 persen
f.
Menurunnya prevelensi anak balita yang pendek dari 3,8 persen menjadi kurang
dari 32 persen
g.
Persentase puskesmas rawat inap yang mampu PONED sebesar 100 persen
h.
Persentase rumah sakit kabupaten / kota yang melaksanakan PONEK sebesar 100
persen
i.
Cakupan kunjungan neonatal lengkap (KN Lengkap) sebesar 90 persen
16. PHC
World Health Essembly tahun 1977
telah menghasilkan kesepakatan global untuk mencapai “Kesehatan Bagi Semua atau
Health For All” Pada Tahun 2000 ( KBS 2000 / HFA by The Year 2000 ), yaitu
Tercapainya suatu derajat kesehatan yang optimal yang memungkinkan setiap orang
hidup produktif baik secara social maupun ekonomi. Selanjutnya pada tahun 1978,
Konferensi di Alma Ata, menetapkan Primary Health Care (PHC) sebagai Pendekatan
atau Strategi Global untuk mencapai Kesehatan Bagi Semua (KBS) atau Health For
All by The Year 2000 ( HFA 2000 ). Dalam konferensi tersebut Indonesia juga
ikut menandatangani dan telah mengambil kesepakatan global pula dengan menyatakan
bahwa untuk mencapai Kesehatan Bagi Semua Tahun 2000 ( HFA’200 ) kuncinya
adalah PHC ( Primary Health Care ) dan Bentuk Opersional dari PHC tersebut di
Indonesia adalah PKMD ( Pengembangan Kesehatan Masyarakat Desa ).
B. Pengertian
Primary Health Care ( PHC ) adalah :
Pelayanan kesehatan pokok yang berdasarkan kepada metode dan teknologi praktis,
ilmiah dan sosial yang dapat diterima secara umum baik oleh individu maupun
keluarga dalam masyarakat melalui partisipasi mereka sepenuhnya, serta dengan biaya
yang dapat terjangkau oleh masyarakat dan negara untuk memelihara setiap
tingkat perkembangan mereka dalam semangat untuk hidup mandiri ( self reliance
) dan menentukan nasib sendiri ( self determination )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar