BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia
merupakan salah satu Negara tropis yang memiliki wilayah hutan terluas di dunia
setelah Brazil dan Zaire. Hal ini merupakan suatu kebanggaan bagi bangsa
Indonesia, karena dilihat dari manfaatnya sebagai paru-paru dunia, pengatur
aliran air, pencegah erosi dan banjir serta dapat menjaga kesuburan tanah.
Selain itu, hutan dapat memberikan manfaat ekonomis sebagai
penyumbang devisa bagi kelangsungan pembangunan di Indonesia. Karena itu
pemanfaatan hutan dan perlindungannya telah diatur dalam UUD 45, UU No. 5 tahun
1990, UU No 23 tahun 1997, UU No. 41 tahun 1999, PP No 28 tahun 1985 dan
beberapa keputusan Menteri Kehutanan serta beberapa keputusan Dirjen PHPA dan
Dirjen Pengusahaan Hutan.
Hutan yang
seharusnya dijaga dan dimanfaatkan secara optimal dengan memperhatikan aspek
kelestarian kini telah mengalami degradasi dan deforestasi yang cukup
mencenangkan bagi dunia Internasional, faktanya Indonesia mendapatkan rekor
dunia guiness yang dirilis oleh Greenpeace sebagai negara yang mempunyai
tingkat laju deforestasi tahunan tercepat di dunia, Sebanyak 72 persen dari
hutan asli Indonesia telah musnah dengan 1.8 juta hektar hutan dirusakan per
tahun antara tahun 2000 hingga 2005, sebuah tingkat kerusakan hutan sebesar 2%
setiap tahunnya.
Hal ini
dikarenakan pengelolaan dan pemanfaatan hutan selama ini tidak memperhatikan
manfaat yang akan diperoleh dari keberadaan hutan tersebut, sehingga
kelestarian lingkungan hidup menjadi terganggu. Penyebab utama kerusakan hutan
adalah kebakaran hutan. Kebakaran hutan terjadi karena manusia yang
menggunakan api dalam upaya pembukaan hutan untuk Hutan Tanaman Industri (HTI),
perkebunan, dan pertanian. selain itu, kebakaran didukung oleh pemanasan
global, kemarau ekstrim yang seringkali dikaitkan dengan pengaruh iklim
memberikan kondisi ideal untuk terjadinya kebakaran hutan.
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1
Pengertian dan manfaat hutan di Indonesia
1.2.2
Kerusakan hutan dan penyebabnya yang terjadi di Indonesia
1.2.3
Kebakaran hutan dan jenis-jenisnya
1.2.4
Penyebab dan dampak kebakaran hutan
1.2.5
Pencegahan dan penaggulangan kebakaran hutan
1.2.6
Beberapa kasus kebakaran hutan
1.3 Tujuan
1.3.1
Mengetahui pengertian dan manfaat hutan di Indonesia
1.3.2
Mengetahui kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia dan penyebabnya
1.3.3
Mengetahui pengertian dan jenis-jenis kebakaran hutan
1.3.4
Mengetahui penyebab dan dampak kebakaran hutan
1.3.5
Mengetahui cara pencegahan dan penaggulangan kebakaran hutan
1.3.6
Mengetahui beberapa kasus kebakaan huta
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hutan
Hutan adalah
kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang
didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan
yang lainnya tidak dapat dipisahkan (Undang undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan). Sedangkan menurut Ensiklopedia Indonesia, hutan adalah
suatu areal yang dikelola untuk produksi kayu dan hasil hutan lainnya
dipelihara bagi keuntungan tidak langsung atau dapat pula bahwa hutan
sekumpulan tumbuhan yang tumbuh bersama.
Pemanfaatan
sekaligus perlindungan hutan di Indonesia diatur dalam UUD 45, UU No. 5 tahun
1990, UU No 23 tahun 1997, UU No. 41 tahun 1999, PP No 28 tahun 1985 dan
beberapa keputusan Menteri Kehutanan serta beberapa keputusan Dirjen PHPA dan
Dirjen Pengusahaan Hutan. Menurut beberapa peraturan tersebut,hutan merupakan
sumberdaya alam yang tidak ternilai karena didalamnya terkandung keanekaragaman
hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non-kayu,
pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah,
perlindungan alam hayati untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan,
rekreasi, pariwisata dan sebagainya.
2.2 Hutan
di Indonesia
Luas hutan
di Indonesia berkisar 122 juta hektar, yang persebarannya di Pulau Jawa hanya
sekitar 3 juta Ha, terdiri atas 55% hutan produksi dan 45% hutan lindung.
Persebaran hutan di Indonesia kebanyakan berjenis hutan hujan tropis yang
luasnnya mencapai 89 juta hektar. Daerah-daerah hutan hujan tropis antara lain
terdapat di pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa Barat, Sulawesi Utara, dan Irian.
Hutan hujan tropis anggotanya tidak pernah menggugurkan daun, liananya berkayu,
pohon-pohonnya lurus dapat mencapai rata-rata 30 meter.
2.3 Manfaat
Hutan di Indonesia
2.3.1 Kekayaan
Keanekaragaman Hayati yang Tinggi sebagai Paru-paru Dunia Jamur dan bakteri
tersebut dapat membantu proses pembusukan pada hewan dan tumbuhan secara cepat.
Dengan demikian hutan hujan tropika tidak saja ditandai dengan pertumbuhan yang
baik tetapi juga tempat pembusukan yang baik. Keanekaragaman hayati ditandai
dengan kekayaan spesies yang dapat mencapai sampai hampir 1.400 spesies, Brasil
tercatat mempunyai 1.383 spesies. Di daerah tropika tumbuhan berkayu mempunyai
dominasi yang lebih besar daripada daerah lainnya.
2.3.2 Hutan
Sebagai Pengatur Aliran Air
Penguapan
air ke udara hingga terjadi kondensasi di atas tanah yang berhutan antara lain
disebabkan oleh adanya air hujan, dengan ditahannya (intersepsi) air hujan
tersbut oleh tajuk pohon yang terdiri dari lapisan daun, dan diuapkan kembali
ke udara. Sebagian lagi menembus lapisan tajuk dan menetes serta mengalir melalui
batang ke atas permukaan serasah di hutan.
2.3.3 Pencegah
Erosi dan Banjir
Erosi dan
banjir adalah akibat langsung dari pembukaan dan pengolahan tanah terutama di
daerah yang mempunyai kemiringan permukaan bumi atau disebut juga kontur yang
curam. Keduanya dapat bersumber dari kawasan hutan maupun dari luar kawasan
hutan, misalnya perkebunan, tegalan, dan kebun milik rakyat.
2.3.4 Menjaga
Kesuburan Tanah
Kesuburan
tanah sebagian besar dalam bentuk mineral, seperti unsur-unsur Ca, K, N, P, dan
lainnya, disimpan pada bagian dari vegetasi yang ada di atas tanah, misalnya
pada batang, dahan, ranting, daun, bunga, buah, dan lain-lain. Dengan demikian
dengan adanya kerapatan hutan pada hutan tropika dapat menjaga kesuburan tanah.
2.4 Kerusakan
Hutan di Indonesia
Kerusakan
hutan (deforestasi) masih tetap menjadi ancaman di Indonesia. Menurut data laju
deforestasi (kerusakan hutan) periode 2003-2006 yang dikeluarkan oleh
Departemen Kehutanan, laju deforestasi di Indonesia mencapai 1,17 juta hektar
pertahun.Bahkan jika melihat data yang dikeluarkan oleh State of the World’s
Forests 2007 yang dikeluarkan The UN Food & Agriculture Organization (FAO),
angka deforestasi Indonesia pada periode 2000-2005 1,8 juta hektar/tahun. Laju
deforestasi hutan di Indonesia ini membuat Guiness Book of The Record
memberikan ‘gelar kehormatan’ bagi Indonesia sebagai negara dengan daya rusak
hutan tercepat di dunia.
Dari total
luas hutan di Indonesia yang mencapai 180 juta hektar, menurut Menteri
Kehutanan Zulkifli Hasan (Menteri Kehutanan sebelumnya menyebutkan angka 135
juta hektar) sebanyak 21 persen atau setara dengan 26 juta hektar telah dijarah
total sehingga tidak memiliki tegakan pohon lagi. Artinya, 26 juta hektar hutan
di Indonesia telah musnah. Selain itu, 25 persen lainnya atau setara dengan 48
juta hektar juga mengalami deforestasi dan dalam kondisi rusak akibat bekas
area HPH (Hak Penguasaan Hutan). Dari total luas hutan di Indonesia hanya
sekitar 23 persen atau setara dengan 43 juta hektar saja yang masih terbebas
dari deforestasi (kerusakan hutan) sehingga masih terjaga dan berupa hutan
primer.
Laju
deforestasi hutan di Indonesia paling besar disumbang oleh kegiatan industri,
terutama industri kayu, yang telah menyalahgunakan HPH yang diberikan sehingga
mengarah pada pembalakan liar. Penebangan hutan di Indonesia mencapai 40 juta
meter kubik per tahun, sedangkan laju penebangan yang sustainable (lestari
berkelanjutan) sebagaimana direkomendasikan oleh Departemen Kehutanan menurut
World Bank adalah 22 juta meter kubik meter per tahun. Penyebab deforestasi
terbesar kedua di Indonesia, disumbang oleh pengalihan fungsi hutan (konversi
hutan) menjadi perkebunan. Konversi hutan menjadi area perkebunan (seperti
kelapa sawit), telah merusak lebih dari 7 juta ha hutan sampai akhir 1997.
Deforestasi
(kerusakan hutan) memberikan dampak yang signifikan bagi masyarakat dan
lingkungan alam di Indonesia. Kegiatan penebangan yang mengesampingkan konversi
hutan mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan yang pada akhirnya
meningkatkan peristiwa bencana alam, seperti tanah longsor dan banjir.
Dampak buruk
lain akibat kerusakan hutan adalah terancamnya kelestarian satwa dan flora di
Indonesia utamanya flora dan fauna endemik. Satwa-satwa endemik yang semakin
terancam kepunahan akibat deforestasi hutan misalnya lutung jawa
(Trachypithecus auratus), dan merak (Pavo muticus), owa jawa (Hylobates
moloch), macan tutul (Panthera pardus), elang jawa (Spizaetus bartelsi),
merpati hutan perak (Columba argentina), dan gajah sumatera (Elephant maximus
sumatranus).
2.5 Kebakaran
Hutan
Kebakaran
hutan merupakan salah satu penyebab kerusakan hutan yang memiliki dampak negatif.
Kebakaran hutan, kebakaran vegetasi, atau kebakaran semak, adalah sebuah
kebakaran yang terjadi di alam liar, tetapi juga dapat memusnahkan rumah-rumah dan lahan
pertanian disekitarnya. Selain itu, kebakaran hutan dapat didefinisikan sebagai
pembakaran yang tidak tertahan dan menyebar secara bebas dan mengonsumsi bahan
bakar yang tersedia di hutan,antara lain terdiri dari serasah, rumput, cabang
kayu yang sudah mati, dan lain-lain. Istilah Kebakaran hutan di dalam
Ensiklopedia Kehutanan Indonesia disebut juga Api Hutan. Selanjutnya dijelaskan
bahwa Kebakaran Hutan atau Api Hutan adalah Api Liar yang terjadi di dalam
hutan, yang membakar sebagian atau seluruh komponen hutan. Dikenal ada 3 macam
kebakaran hutan, Jenis-jenis kebakaran hutan tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Api
Permukaan atau Kebakaran Permukaan yaitu
kebakaran yang terjadi pada lantai hutan dan membakar seresah, kayu-kayu kering
dan tanaman bawah. Sifat api permukaan cepat merambat, nyalanya besar dan
panas, namun cepat padam. Dalam kenyataannya semua tipe kebakaran berasal dari
api permukaan.
2. Api Tajuk atau Kebakaran
Tajuk yaitu kebakaran yang membakar seluruh tajuk tanaman pokok
terutama pada jenis-jenis hutan yang daunnya mudah terbakar. Apabila tajuk
hutan cukup rapat, maka api yang terjadi cepat merambat dari satu tajuk ke
tajuk yang lain. Hal ini tidak terjadi apabila tajuk-tajuk pohon penyusun tidak
saling bersentuhan.
3.
Api Tanah adalah api yang membakar lapisan
organik yang dibawah lantai hutan. Oleh karena sedikit udara dan bahan organik
ini, kebakaran yang terjadi tidak ditandai dengan adanya nyala api. Penyebaran
api juga sangat lambat, bahan api tertahan dalam waktu yang lama pada suatu
tempat.
2.6 Kebakaran
dan Pembakaran
Kebakaran
dan pembakaran merupakan sebuah kata dengan kata dasar yang sama tetapi
mempunyai makna yang berbeda. Kebakaran indentik dengan kejadian yang tidak
disengaja sedangkan pembakaran identik dengan kejadian yang sengaja diinginkan
tetapi tindakan pembakaran dapat juga menimbulkan terjadinya suatu kebakaran.
Penggunaan istilah kebakaran hutan dengan pembakaran terkendali merupakan suatu
istilah yang berbeda. Penggunaan istilah ini sering kali mengakibatkan
timbulnya persepsi yang salah terhadap dampak yang ditimbulkannya.
Kebakaran-kebakaran
yang sering terjadi digeneralisasi sebagai kebakaran hutan, padahal sebagian
besar (99,9%) kebakaran tersebut adalah pembakaran yang sengaja dilakukan
maupun akibat kelalaian, baik oleh peladang berpindah ataupun oleh pelaku binis
kehutanan atau perkebunan, sedangkan sisanya (0,1%) adalah karena alam (petir,
larva gunung berapi). Saharjo (1999) menyatakan bahwa baik di areal HTI, hutan
alam dan perladangan berpindah dapat dikatakan bahwa 99% penyebab kebakaran
hutan di Indonesia adalah berasal dari ulah manusia, entah itu sengaja dibakar
atau karena api lompat yang terjadi akibat kelalaian pada saat penyiapan lahan.
Bahan bakar dan api merupakan faktor penting untuk mempersiapkan lahan pertanian
dan perkebunan (Saharjo, 1999). Pembakaran selain dianggap mudah dan murah juga
menghasilkan bahan mineral yang siap diserap oleh tumbuhan. Banyaknya jumlah
bahan bakar yang dibakar di atas lahan akhirnya akan menyebabkan asap tebal dan
kerusakan lingkungan yang luas. Untuk itu, agar dampak lingkungan yang
ditimbulkannya kecil, maka penggunaan api dan bahan bakar pada penyiapan lahan
haruslah diatur secara cermat dan hati-hati. Untuk menyelesaikan masalah ini
maka manajemen penanggulangan bahaya kebakaran harus berdasarkan hasil
penelitian dan tidak lagi hanya mengandalkan dari terjemahan textbook atau
pengalaman dari negara lain tanpa menyesuaikan dengan keadaan lahan di
Indonesia (Saharjo, 2000).
2.7 Penyebab
Kebakaran Hutan
Kebakaran
hutan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain sebagai berikut:
1. Kecerobohan manusia antara
lain membuang puntung rokok sembarangan dan lupa mematikan api di perkemahan.
2. Aktivitas
vulkanis seperti terkena aliran lahar atau awan panas dari letusan gunung
berapi.
3. Tindakan
yang disengaja seperti untuk membersihkan lahan pertanian atau membuka lahan
pertanian baru dan tindakan vandalisme.
4.
Kebakaran di bawah
tanah/ground fire pada daerah tanah gambut yang dapat menyulut
kebakaran di atas tanah pada saat musim kemarau.
2.8 Kerugian
yang ditimbulkannya
Kebakaran
hutan akhir-akhir ini menjadi perhatian internasional sebagai isu lingkungan
dan ekonomi khususnya setelah terjadi kebakaran besar di berbagai belahan dunia
tahun 1997/98 yang menghanguskan lahan seluas 25 juta hektar. Kebakaran tahun
1997/98 mengakibatkan degradasi hutan dan deforestasi menelan biaya ekonomi
sekitar US $ 1,6-2,7 milyar dan biaya akibat pencemaran kabut sekitar US $
674-799 juta. Kerugian yang diderita akibat kebakaran hutantersebut kemungkinan
jauh lebih besar lagi karena perkiraan dampak ekonomi bagikegiatan bisnis di
Indonesia tidak tersedia. Valuasi biaya yang terkait dengan emisi karbon
kemungkinan mencapai US $ 2,8 milyar (Tacconi, 2003).
Hasil
perhitungan ulang kerugian ekonomi yang dihimpun Tacconi (2003), menunjukkan
bahwa kebakaran hutan Indonesia telah menelan kerugian antara US $ 2,84 milayar
sampai US $ 4,86 milyar yang meliputi kerugian yang dinilai dengan uang dan
kerugian yang tidak dinilai dengan uang. Kerugian tersebut mencakup kerusakan
yang terkait dengan kebakaran seperti kayu, kematian pohon, HTI, kebun,
bangunan, biaya pengendalian dan sebagainya serta biaya yang terkait dengan
kabut asap seperti kesehatan, pariwisata dan transportasi.
2.9 Dampak
Kebakaran Hutan
2.9.1 Dampak
Kebakaran Hutan terhadap Lingkungan Biologis
Yang
dimaksud dengan lingkungan biologi yaitu segala sesuatu di sekitar manusia yang
berupa organisme hidup selain dari manusia itu sendiri seperti hewan, tumbuhan,
dan decomposer. Dampak yang ditimbulkan dari adanya kebakaran hutan khususnya
terhadap lingkungan biologis antara lain sebagai berikut:
1. Terhadap
flora dan fauna
Kebakaran
hutan akan memusnahkan sebagian spesies dan merusak kesimbangan alam sehingga
spesies-spesies yang berpotensi menjadi hama tidak terkontrol. Selain itu,
terbakarnya hutan akan membuat Hilangnya sejumlah spesies; selain membakar
aneka flora, kebakaran hutan juga mengancam kelangsungan hidup sejumlah
binatang. Berbagai spesies endemik (tumbuhan maupun hewan) terancam punah
akibat kebakaran hutan. Selain itu, kebakaran hutan dapat mengakibatkan terbunuhnya
satwa liar dan musnahnya tanaman baik karena kebakaran, terjebak asap atau
rusaknya habitat. Kebakaran juga dapat menyebabkan banyak spesies endemik/khas
di suatu daerah turut punah sebelum sempat dikenali/diteliti.
Beberapa
dampak kebakaran tehadap hewan dan tumbuhan antara lain sebagai berikut:
-
BANGSA BINATANG
Kebakaran
hutan akan mengakibatkan banyak binatang yang akan kehilangan
tempat tinggal yang digunakan untuk berlindung serta tempat untuk
mencarimakan. Dengan demikian, hewan yang tidak dapat beradaptasi dengan
lingkungan baru setelah terjadinya kebakaran tersebut akan mengalami penurunan
jumlah bahkan dapat mengalami kepunahan.
Contoh
dampak kebakaran hutan bagi beberapa hewan antara lain sebagai berikut:
·
Geobin : seluruh daur hidupnya di dalam tubuh tanah
(Ciliophora, Rhizopoda & Mastigophora, dll)
·
Geofil : sebagian daur hidupnya di dalam tubuh tanah
(serangga)
-
BANGSA TUMBUHAN
Kehidupan
tumbuhan berhubungan erat dengan hutan yang merupakan tempat hidupnya.
Kebakaran hutan dapat mengakibatkan berkurangnya vegetasi tertentu.
Contoh
dampak kebakaran hutan terhadap tumbuhan adalah sebagai berikut:
·
Tumbuhan tingkat tinggi (akar pohon, semak atau
rumput)
·
Tumbuhan tingkat rendah (bakteri, cendawan dan
Ganggang)
Terjadinya
kebakaran hutan akan menghilangkan vegetasi di atas tanah, sehingga apabila
terjadi hujan maka hujan akan langsung mengenai permukaan atas tanah, sehingga
mendapatkan energi pukulan hujan lebih besar, karena tidak lagi tertahan oleh
vegetasi penutup tanah. Kondisi ini akan menyebabkan rusaknya struktur tanah
1. Terhadap
keanekaragaman hayati
Kebakaran
hutan membawa dampak yang besar pada keanekaragaman hayati. Hutan yang terbakar
berat akan sulit dipulihkan, karena struktur tanahnya mengalami kerusakan.
Hilangnya tumbuh-tumbuhan menyebabkan lahan terbuka, sehingga mudah tererosi,
dan tidak dapat lagi menahan banjir. Karena itu setelah hutan terbakar, sering
muncul bencana banjir pada musim hujan di berbagai daerah yang hutannya
terbakar. Kerugian akibat banjir tersebut juga sulit diperhitungkan.
1. Terhadap
mikroorganisme
Kebakaran
hutan dapat membunuh organisme (makroorganisme dan mikroorganisme) tanah yang
bermanfaat dalam meningkatkan kesuburan tanah. Makroorganisme tanah misalnya:
cacing tanah yang dapat meningkatkan aerasi dan drainase tanah, dan
mikroorganisme tanah misalnya: mikorisa yang dapat meningkatkan
ketersediaan unsur hara P, Zn, Cu, Ca, Mg, dan Fe akan terbunuh. Selain itu,
bakteri penambat (fiksasi) nitrogen pada bintil-bintil akar tumbuhan Leguminosae
juga akan mati sehingga laju fiksasi ntrogen akan menurun. Mikroorganisme,
seperti bakteri dekomposer yang ada pada lapisan serasah saat kebakaran pasti
akan mati. Dengan temperatur yang melebihi normal akan membuat mikroorganisma
mati, karena sebagian besar mikroorganisma tanah memiliki adaptasi suhu yang
sempit. Namun demikian, apabila mikroorganisme tanah tersebut mampu bertahan
hidup, maka ancaman berikutnya adalah terjadinya perubahan iklim mikro yang
juga dapat membunuhnya. Dengan terbunuhnya mikroorganisme tanah dan dekomposer
seperti telah dijelaskan di atas, maka akan mengakibatkan proses humifikasi dan
dekomposisi menjadi terhenti.
1. Terhadap
organisme dalam tanah
Kebakaran
hutan biasanya menimbulkan dampak langsung terhadap kematian populasi dan
organisme tanah serta dampak yang lebih signifikan lagi yaitu merusak habitat
dari organisme itu sendiri. Perubahan suhu tanah dan hilangnya lapisan serasah,
juga bisa menyebabkan perubahan terhadap karakteristik habitat dan iklim mikro.
Kebakaran hutan menyebabkan bahan makanan untuk organisme menjadi sedikit,
kebanyakan organisme tanah mudah mati oleh api dan hal itu dengan segera
menyebabkan perubahan dalam habitat, hal ini kemungkinan menyebabkan penurunan
jumlah mikroorganisme yang sangat besar dalam habitat. Efek negatif ini
biasanya bersifat sementara dan populasi organisme tanah akhirnya kembali
menjadi banyak lagi dalam beberapa tahun.
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisika, kimia dan biologi tanah pada hutan
dan hutan yang sudah dibuka pada daerah Buffer Zone dan Resort Sei Betung pada
Taman Nasional Gunung Leuser Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat. Penelitian
ini dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan. Yang dimulai pada bulan April hingga Mei
2011. Penelitian ini mengambil 12 titik sampel tanah sebagai bahan penelitian,
yaitu 6 sampel pada hutan asli dan 6 sampel pada hutan yang sudah dibuka untuk
lahan pertanian. Metode yang digunakan adalah Survei Bebas tingkat survei semi
detail dan analisis data kandungan bahan organik tanah dengan metode Walkley
and Black, hara Nitrogen total tanah dengan metode Kjeldhalterm, Tekstur tanah
dengan metode Hidrometer, pH tanah dengan metode Elektrometri, Kapasitas Tukar
Kation (KTK) dengan metode Ekstraksi NH4OAc pH 7 serta nisbah C/N tanah. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kandungan bahan organik digolongkan dalam 4
kriteria, yakni sangat rendah dan rendah (pada tanah hutan yang sudah dibuka
untuk lahan pertanian tanaman musiman dan tahunan), sedang dan tinggi (pada
tanah hutan alami). N-total tanah digolongkan dalam 3 kriteria, yakni rendah
(pada tanah hutan alami), sedang dan tinggi (pada tanah hutan alami dan hutan
yang sudah dibuka untuk lahan pertanian tanaman musiman dan tahunan). Rasio C/N
tanah digolongkan dalam 4 kriteria, yakni sangat rendah (pada tanah hutan yang
sudah dibuka untuk lahan pertanian tanaman musiman dan tahunan), rendah, sedang
dan tinggi (pada tanah hutan alami). pH tanah digolongkan dalam 3 kriteria,
yakni sangat masam, masam dan agak masam. Tekstur tanah lebih dominan lempung
berpasir. Kapasitas Tukar Kation tanah digolongkan dalam 1 kriteria, yakni
rendah (pada tanah hutan alami dan hutan yang sudah dibuka untuk lahan
pertanian tanaman musiman dan tahunan)
2.9.2 Menteri
Kesehatan RI, 2003 menyatakan bahwa kebakaran hutan menimbulkan polutan
udara yang dapat menyebabkan penyakit dan membahayakan kesehatan manusia.
Berbagai pencemar udara yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan, misalnya :
debu dengan ukuran partikel kecil (PM10 & PM2,5), gas SOx, NOx, COx, dan
lain-lain dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia, antara
lain infeksi saluran pernafasan, sesak nafas, iritasi kulit, iritasi mata, dan
lain-lain.
Selain itu
juga dapat menimbulkan gangguan jarak pandang/ penglihatan, sehingga dapat
menganggu semua bentuk kegiatan di luar rumah. Gumpalan asap yang pedas akibat
kebakaran yang melanda Indonesia pada tahun 1997/1998 meliputi wilayah Sumatra
dan Kalimantan, juga Singapura dan sebagian dari Malaysia dan Thailand. Sekitar
75 juta orang terkena gangguan kesehatan yang disebabkan oleh asap.
(Cifor,2001).
Gambut yang
terbakar di Indonesia melepas karbon lebih banyak ke atmosfir daripada yang
dilepaskan Amerika Serikat dalam satu tahun. Hal itu membuat Indonesia menjadi
salah satu pencemar lingkungan terburuk di dunia pada periode tersebut
(Applegate, G. dalam CIFOR, 2001).
Dampak
kebakaran hutan 1997/98 bagi ekosistem direvisi karena perubahan perhitungan
luas kebakaran yang ditemukan. Taconi, 2003 menyebutkan bahwa kebakaran yang
mengakibatkan degradasi hutan dan deforestasi menelan biaya ekonomi sekitar
1,62-2,7 miliar dolar. Biaya akibat pencemaran kabut asap sekitar 674-799 juta
dolar; biaya ini kemungkinan lebih tinggi karena perkiraan dampak ekonomi bagi
kegiatan bisnis di Indonesia tidak tersedia. Valuasi biaya yang terkait dengan
emisi karbon menunjukkan bahwa kemungkinan biayanyamencapai2,8 miliar dolar.
2.10 Pencegahan
Kebakaran Hutan di Indonesia
Upaya untuk
menangani kebakaran hutan ada dua macam, yaitu penanganan yang bersifat
represif dan penanganan yang bersifat preventif. Penanganan kebakaran hutan
yang bersifat represif adalah upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk
mengatasi kebakaran hutan setelah kebakaran hutan itu terjadi. Penanganan jenis
ini, contohnya adalah pemadaman, proses peradilan bagi pihak-pihak yang diduga
terkait dengan kebakaran hutan (secara sengaja), dan lain-lain.
Sementara
itu, penanganan yang bersifat preventif adalah setiap usaha, tindakan atau
kegiatan yang dilakukan dalam rangka menghindarkan atau mengurangi kemungkinan
terjadinya kebakaran hutan. Jadi penanganan yang bersifat preventif ini ada dan
dilaksanakan sebelum kebakaran terjadi. Selama ini, penanganan yang dilakukan
pemerintah dalam kasus kebakaran hutan, baik yang disengaja maupun tidak
disengaja, lebih banyak didominasi oleh penanganan yang sifatnya represif.
Berdasarkan data yang ada, penanganan yang sifatnya represif ini tidak efektif
dalam mengatasi kebakaran hutan di Indonesia.
Hal ini
terbukti dari pembakaran hutan yang terjadi secara terus menerus. Sebagai
contoh : pada bulan Juli 1997 terjadi kasus kebakaran hutan. Upaya pemadaman
sudah dijalankan, namun karena banyaknya kendala, penanganan menjadi lambat dan
efek yang muncul (seperti : kabut asap) sudah sampai ke Singapura dan Malaysia.
Sejumlah pihak didakwa sebagai pelaku telah diproses, meskipun hukuman yang
dijatuhkan tidak membuat mereka jera. Ketidakefektifan penanganan ini juga
terlihat dari masih terus terjadinya kebakaran di hutan Indonesia, bahkan pada
tahun 2008 ini.
Oleh karena
itu, berbagai ketidakefektifan perlu dikaji ulang sehingga bisa menghasilkan
upaya pengendalian kebakaran hutan yang efektif.
Menurut UU
No 45 Tahun 2004, pencegahan kebakaran hutan perlu dilakukan secara terpadu
dari tingkat pusat, provinsi, daerah, sampai unit kesatuan pengelolaan hutan.
Ada kesamaan bentuk pencegahan yang dilakukan diberbagai tingkat itu, yaitu
penanggungjawab di setiap tingkat harus mengupayakan terbentuknya fungsi-fungsi
berikut ini :
1. Mapping :
pembuatan peta kerawanan hutan di wilayah teritorialnya masing-masing. Fungsi
ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, namun yang lazim digunakan adalah 3
cara berikut:
·
pemetaan daerah rawan yang dibuat berdasarkan hasil
olah data dari masa lalu
maupun hasil prediksi.
maupun hasil prediksi.
·
pemetaan daerah rawan yang dibuat seiring dengan
adanya survai desa (Partisipatory Rural Appraisal)
·
pemetaan daerah rawan dengan menggunakan Global
Positioning System atau citra satelit
2. Informasi :
penyediaan sistem informasi kebakaran hutan.
Hal ini bisa
dilakukan dengan pembuatan sistem deteksi dini (early warning system) di setiap
tingkat. Deteksi dini dapat dilaksanakan dengan 2 cara berikut :
o
analisis kondisi ekologis, sosial, dan ekonomi suatu wilayah
o
pengolahan data hasil pengintaian petugas
3. Sosialisasi
: pengadaan penyuluhan, pembinaan dan pelatihan kepada masyarakat.
Penyuluhan
dimaksudkan agar menginformasikan kepada masyarakat di setiap wilayah mengenai
bahaya dan dampak, serta peran aktivitas manusia yang
seringkali memicu dan menyebabkan kebakaran hutan. Penyuluhan juga bisa menginformasikan kepada masayarakat mengenai daerah mana saja yang rawan terhadap kebakaran dan upaya pencegahannya.
seringkali memicu dan menyebabkan kebakaran hutan. Penyuluhan juga bisa menginformasikan kepada masayarakat mengenai daerah mana saja yang rawan terhadap kebakaran dan upaya pencegahannya.
Pembinaan
merupakan kegiatan yang mengajak masyarakat untuk dapat meminimalkan
intensitas terjadinya kebakaran hutan.
Sementara,
pelatihan bertujuan untuk mempersiapkan masyarakat, khususnya yang tinggal di
sekitar wilayah rawan kebakaran hutan,untuk melakukan tindakan awal dalam
merespon kebakaran hutan.
4. Standardisasi
: pembuatan dan penggunaan SOP (Standard Operating Procedure).
Untuk memudahkan tercapainya pelaksanaan program pencegahan kebakaran hutan maupun efektivitas dalam penanganan kebakaran hutan, diperlukan standar yang baku dalam berbagai hal berikut :
Untuk memudahkan tercapainya pelaksanaan program pencegahan kebakaran hutan maupun efektivitas dalam penanganan kebakaran hutan, diperlukan standar yang baku dalam berbagai hal berikut :
·
Metode pelaporan
Untuk
menjamin adanya konsistensi dan keberlanjutan data yang masuk, khususnya data
yang berkaitan dengan kebakaran hutan, harus diterapkan sistem pelaporan yang
sederhana dan mudah dimengerti masyarakat. Ketika data yang masuk sudah lancar,
diperlukan analisis yang tepat sehingga bisa dijadikan sebuah dasar untuk
kebijakan yang tepat.
·
Peralatan
Standar
minimal peralatan yang harus dimiliki oleh setiap daerah harus bisa diterapkan
oleh pemerintah, meskipun standar ini bisa disesuaikan kembali sehubungan
dengan potensi terjadinya kebakaran hutan, fasilitas pendukung, dan sumber daya
manusia yang tersedia di daerah.
·
Metode Pelatihan untuk Penanganan Kebakaran Hutan
Standardisasi
ini perlu dilakukan untuk membentuk petugas penanganan kebakaran yang efisien
dan efektif dalam mencegah maupun menangani kebakaran hutan yang terjadi.
Adanya standardisasi ini akan memudahkan petugas penanganan kebakaran untuk
segera mengambil inisiatif yang tepat dan jelas ketika terjadi kasus kebakaran
hutan
5. Supervisi :
pemantauan dan pengawasan kepada pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan
hutan. Pemantauan adalah kegiatan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya
perusakan lingkungan, sedangkan pengawasan adalah tindak lanjut dari hasil
analisis pemantauan. Jadi, pemantauan berkaitan langsung dengan penyediaan
data,kemudian pengawasan merupakan respon dari hasil olah data tersebut.
Pemantauan, menurut kementerian lingkungan hidup, dibagi menjadi empat, yaitu :
·
Pemantauan terbuka : Pemantauan dengan cara mengamati
langsung objek yang diamati. Contoh : patroli hutan
·
Pemantauan tertutup (intelejen) : Pemantauan yang
dilakukan dengan cara penyelidikan yang hanya diketahui oleh aparat tertentu.
·
Pemantauan pasif : Pemantauan yang dilakukan
berdasarkan dokumen, laporan, dan keterangan dari data-data sekunder, termasuk
laporan pemantauan tertutup.
·
Pemantauan aktif : Pemantauan dengan cara memeriksa
langsung dan menghimpun data di lapangan secara primer. Contohnya : melakukan
survei ke daerah-daerah rawan kebakaran hutan. Sedangkan, pengawasan dapat
dilihat melalui 2 pendekatan, yaitu :
o
Preventif : kegiatan pengawasan untuk pencegahan sebelum terjadinya perusakan
lingkungan (pembakaran hutan). Contohnya : pengawasan untuk menentukan status
ketika akan terjadi kebakaran hutan
o
Represif : kegiatan pengawasan yang bertujuan untuk menanggulangi perusakan
yang sedang terjadi atau telah terjadi serta akibat-akibatnya sesudah
terjadinya kerusakan lingkungan.
Untuk
mendukung keberhasilan, upaya pencegahan yang sudah dikemukakan diatas,
diperlukan berbagai pengembangan fasilitas pendukung yang meliputi :
1. Pengembangan
dan sosialisasi hasil pemetaan kawasan rawan kebakaran hutan
Hasil pemetaan sebisa mungkin dibuat sampai sedetail mungkin dan disebarkan pada berbagai instansi terkait sehingga bisa digunakan sebagai pedoman kegiatan institusi yang berkepentingan di setiap unit kawasan atau daerah.
Hasil pemetaan sebisa mungkin dibuat sampai sedetail mungkin dan disebarkan pada berbagai instansi terkait sehingga bisa digunakan sebagai pedoman kegiatan institusi yang berkepentingan di setiap unit kawasan atau daerah.
2. Pengembangan
organisasi penyelenggara Pencegahan Kebakaran Hutan
Pencegahan Kebakaran Hutan perlu dilakukan secara terpadu antar sektor, tingkatan dan daerah. Peran serta masyarakat menjadi kunci dari keberhasilan upaya pencegahan ini. Sementara itu, aparatur pemerintah, militer dan kepolisian, serta kalangan swasta perlu menyediakan fasilitas yang memadai untuk memungkinkan terselenggaranya Pencegahan Kebakaran Hutan secara efisien dan efektif.
Pencegahan Kebakaran Hutan perlu dilakukan secara terpadu antar sektor, tingkatan dan daerah. Peran serta masyarakat menjadi kunci dari keberhasilan upaya pencegahan ini. Sementara itu, aparatur pemerintah, militer dan kepolisian, serta kalangan swasta perlu menyediakan fasilitas yang memadai untuk memungkinkan terselenggaranya Pencegahan Kebakaran Hutan secara efisien dan efektif.
3. Pengembangan
sistem komunikasi
Sistem
komunikasi perlu dikembangkan seoptimal mungkin sehingga koordinasi antar
tingkatan (daerah sampai pusat) maupun antar daerah bisa berjalan cepat. Hal
ini akan mendukung kelancaran early warning system, transfer data,
dan sosialisasi kebijakan yangberkaitan dengan kebakaran hutan
2.11 Penanggulan
Kebakaran Hutan di Indonesia
Penanggulangan
hutan di Indonesia telah di atur dengan jelas di dalam Peraturan Menteri
Kehutanan Nomor: P.12/Menhut-Ii/2009 Tentang Pengendalian Kebakaran Hutan. Adapun upaya penanggulangan yang
dimaktub tersebut antara lain:
1. Memberdayakan
sejumlah posko yang bertugas menanggulangi kebakaran hutan di semua tingkatan.
Pemberdayaan ini juga harus disertai dengan langkah pembinaan terkait tindakan
apa saja yang harus dilakukan jika kawasan hutan telah memasuki status Siaga I
dan juga Siaga II.
2. Memindahkan
segala macam sumber daya baik itu manusia, perlengkapan serta dana pada semua
tingkatan mulai dari jajaran Kementrian Kehutanan hingga instansi lain bahkan
juga pihak swasta.
3. Memantapkan
koordinasi antara sesame instansi yang saling terkait melalui dengan
PUSDALKARHUTNAS dan juga di lever daerah dengan PUSDALKARHUTDA tingkat I dan
SATLAK kebakaran lahan dan juga hutan.
4. Bekerjasama
dengan pihak luar seperti Negara lainnya dalam hal menanggulangi kebakaran
hutan. Negara yang potensial adalah Negara yang berbatasan dengan kita misalnya
dengan Malaysia berama pasukan BOMBA-nya. Atau juga dengan Australia bahkan
Amerika Serikat.
Upaya
penanggulangan kebakaran hutan ini tentunya harus sinkron dengan upaya
pencegahan. Sebab walau bagaimanapun, pencegahan jauh lebih baik dari
memanggulangi. Ada beragam cara yang bisa dilakukan dalam rangka mencegah
kebakaran hutan khususnya yang disebabkan oleh perbuatan manusia seperti
membuang punting rokok di wilayah yang kering, kegiatan pembukaan lahan dan
juga api unggun yang lupa dimatikan. Upaya pencegahannya adalah dengan
meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya mereka yang berhubungan langsung
dengan hutan. Masyarakat ini biasanya tinggal di wilayah hutan dan memperluas
area pertaniannya dengan membakar. Pemerintah harus serius mengadakan sosialisi
agar hal ini bisa dicegah.
Pada dasarnya upaya penanggulangan kebakaran hutan juga bisa disempurnakan jika pemerintah mau memanfaatkan teknologi semacam bom air. Atau bisa juga lebih lanjut ditemukan metode yang lebih efisien dan ampuh menaklukkan kobaran api di hutan. Langkah yang paling baik adalah dengan mengikutsertakan para perangkat pendidikan agar merancang teknologi maupun metode yang membantu pemerintah di level praktis. Sokongan dana dari pemerintah akan membuat program tersebut lebih baik dan terarah.
Pada dasarnya upaya penanggulangan kebakaran hutan juga bisa disempurnakan jika pemerintah mau memanfaatkan teknologi semacam bom air. Atau bisa juga lebih lanjut ditemukan metode yang lebih efisien dan ampuh menaklukkan kobaran api di hutan. Langkah yang paling baik adalah dengan mengikutsertakan para perangkat pendidikan agar merancang teknologi maupun metode yang membantu pemerintah di level praktis. Sokongan dana dari pemerintah akan membuat program tersebut lebih baik dan terarah.
2.12 Beberapa
Kasus Kebakaran Hutan yang Terjadi Didunia
2.12.1 Kebakaran
Hutan di Riau
Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kembali menangkap seorang petani saat
membersihkan lahan dengan cara membakar di Kabupaten Siak, Provinsi Riau.
Penangkapan dilakukan saat BNPB melakukan patroli.
“Kejadiannya
beberapa hari lalu saat tim melakukan patroli udara dan darat,” kata Humas BNPB
Agus Wibowo di Pekanbaru, Minggu (21/7) seperti dikutip Antara.
Dia menjelaskan,
pelaku yang teriindikasi sebagai petani pemilik lahan di Kabupaten Siak ini
diamankan oleh tim pemantau yang terdiri atas pasukan Tentara Nasional
Indonesia (TNI), masyarakat dan Polri.
“Sampai saat
ini patroli masih terus berjalan dengan dikoordinir Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Riau,” katanya
Dengan
tertangkapnya seorang pelaku pembakar hutan ini, maka total jumlah pembakar
lahan perorangan ada sebanyak 25 orang. Saat ini Polda Riau juga tengah
melakukan penyelidikan terhadap 12 kasus dan 5 kasus penyidikan dengan
tersangka 24 orang dan satu korporasi.
Sebanyak 24
tersangka tersebut merupakan pelaku pembakar hutan maupun individu yang memang
ingin memperluas lahan dengan menyuruh membakar hutan.
Hingga saat
ini dilaporkan situasi di Riau semakin kondusif meskipun pada peristiwa
pembakaran hutan tersebut dua orang dicatat meninggal yang mana satu orang
bahkan turut terbakar.
Sementara
untuk kasus pembakaran hutan yang melibatkan perusahaan perkebunan di Provinsi
Riau masih ‘menggantung’. Sejauh ini Polda Riau belum juga menetapkan tersangka
pada kasus yang terindikasi melibatkan sebuah perusahaan perkebunan, PT Adei
Plantation (AP). Untuk memperkuat dugaan itu, Polda Riau berencana mengambil
keterangan saksi ahli.
Saksi ahli
yang rencana didatangkan ada beberapa, di mana menurut informasi kepolisian
saksi tersebut dari pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan akademisi.
Polda Riau
sebelumnya juga telah memeriksa sebanyak 16 saksi dari kalangan karyawan dan
pejabat perusahaan diduga pembakar lahan.
2.12.2 Kebakaran
Hutan di Sydney
Langit di
atas pelabuhan kota Sydney berubah menjadi memerah pada Kamis kemarin akibat
kebakaran hutan di sebagian besar area di negara bagian New South Wales (NSW),
Australia. Menurut laporan petugas pemadam kebakaran, terdapat hampir 100 titik
api yang ada di Australia bagian tenggara itu.
Kantor
berita BBC, Kamis 17 Oktober 2013, melansir, sebanyak 200 rumah
diperkirakan ikut terbakar dalam insiden tersebut. Jumlah itu masih dapat terus
bertambah, karena petugas pemadam kebakaran hingga kini masih menghitung.
Akibat
kebakaran tersebut, satu orang dilaporkan tewas saat sedang berusaha melindungi
rumahnya di Danau Munmorah di Central Coast agar tidak ikut terbakar. Korban
tewas adalah pria berusia 63 tahun dan meregang nyawa akibat serangan jantung
pada Kamis sore waktu setempat. Tiga pemadam kebakaran terluka.
Dugaan
sementara, kebakaran disebabkan suhu udara yang sangat panas dan angin kencang.
Kendati suhu udara dan kecepatan angin sudah mulai menurun, namun kebakaran
masih terus terjadi di pinggiran kota Sydney.
Menurut
laporan BBC, sekitar dua ribu petugas pemadam kebakaran dikerahkan ke seluruh
negara bagian untuk mengendalikan si jago merah. Namun, masih banyak titik api
yang di luar kendali mereka.
Wakil Kepala
Layanan Pemadam Kebakaran Pedesaan NSW, Rob Rogers, mengatakan ini merupakan
kondisi kebakaran terparah yang pernah dia lihat dalam satu dekade terakhir.
“Ada ribuan kilometer area yang terbakar api dan harus kami padamkan,” ujar
Rogers.
Hal serupa turut
diperkuat kesaksian petugas pemadam kebakaran lainnya yang menyebut ketinggian
api mencapai 20 hingga 30 meter.
Perdana
Menteri, Tony Abbott, yang mengetahui soal bencana ini, berkunjung ke daerah
Blue Mountain, area terparah yang terkena bencana. Abbott mengaku salut
terhadap upaya para petugas pemadam kebakaran.
“Orang-orang ini adalah sosok yang pada hari biasa bersama-sama mendukung dan melindungi sesama warga Australia,” ungkap Abbott.
“Orang-orang ini adalah sosok yang pada hari biasa bersama-sama mendukung dan melindungi sesama warga Australia,” ungkap Abbott.
Untuk
sementara ini, api memang dapat dikendalikan, namun suhu panas diprediksi akan
kembali melanda NSW mulai pekan depan. Menurut laporan Dailymail, kebakaran
hutan kerap terjadi di Negeri Kangguru saat suhu udara tinggi.
Aksi
kebakaran terparah lainnya pernah terjadi di tahun 2009 silam yang menyebabkan
173 orang tewas dan melalap dua ribu rumah di Negara Bagian Victoria.
2.12.3 Kebakaran
Hutan di California
Kebakaran
hutan di California telah menghanguskan lebih dari 100 bangunan, termasuk 11
rumah, dan menghanguskan areal hutan seluas 155 kilometer persegi.
Petugas
pemadam kebakaran yang berjuang mengatasi kebakaran besar di negara bagian
California yang telah menghanguskan hutan luas di salah satu taman nasional
terkenal mengatakan mereka seharusnya akan memadamkan kebakaran itu sepenuhnya
minggu ini.
Dinas
Kehutanan Amerika memperkirakan yang disebut Lingkar Kebakaran di Taman
Nasional Yosemite dan sekitarnya akan dipadamkan 100 persen hari Jumat. Hingga
Kamis tengah hari, kebakaran itu 84 persen dipadamkan dan telah menghanguskan
104.000 hektar lahan.
Jay Millier,
ekolog senior kebakaran hutan hari Kamis memberitahu Associated Press kebakaran
besar itu telah membuat wilayah mirip permukaan bulan yang “dinuklir” di
pegunungan Sierra Nevada yang lebih besar dari wilayah manapun yang pernah
terbakar dalam ratusan tahun. Dia mengatakan tidak ada lagi yang tersisa di
hampir 40 persen wilayah lokasi kebakaran kecuali lahan hangus.
Pemerintah
Amerika pekan lalu mengatakan Lingkar Api itu disebabkan oleh seorang pemburu
yang tidak dapat mengendalikan api unggun ilegal yang dinyalakannya pada
tanggal 17 Agustus.
Dinas
Kehutanan Amerika mengatakan belum ada orang yang ditahan dalam kasus itu.
Kebakaran
itu telah menghanguskan lebih dari 100 bangunan, termasuk 11 rumah, dan membuat
area seluas 155 kilometer persegi dalam keadaan mati semuanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar