Tugas Individu :
TEKNOLOGI
HASIL PERTANIAN
DISUSUN OLEH :
NAMA : MULIASTI
NIM : 913 04 039
JURUSAN : AGROTEKNOLOGI
SEKOLAH TINGGI ILMU
PERTANIAN WUNA
( STIP WUNA )
2016
KLIMATERIK
DAN NON KLIMATERIK
Buah-buahan
dapat dikelompokkan berdasarkan laju pernapasan mereka di saat pertumbuhan
sampai fase senescene menjadi kelompok buah-buahan klimakterik dan kelompok buah-buahan non klimakterik (Biale dan Young, 1981), seperti terlihat dalam
Tabel 5.
Buah-buahan klimakterik yang sudah mature, selepas
dipanen, secara normal memperlihatkan suatu laju penurunan pernafasan sampai
tingkat minimal, yang diikuti oleh hentakan laju pernafasan yang cepat sampai
ke tingkat maksimal, yang disebut puncak pernafasan klimakterik.
Buah-buahan tropis klimakterik dan
non klimakterik
NAMA UMUM
|
NAMA ILMIAH
|
KLIMAKTERIK
Advokad
Pisang
Nangka
Jambu
R
Mangga
Pepaya
Markisa
(passion fruit)
NON KLIMAKTERIK
Buah
Mete
Jeruk
Bali / Grafe fruit
Lemon
Lychee
Orange
Nenas
|
Persea americana
Musa sepientum
Artocarpus altilis
Psidium guajava
Mangivera indica
Carica papaya
Passi flora edulis
Anacardium occidentale
Citrus paradisi
Citrus lemonia
Litchi chinenses
Citrus cinensis
Ananas comosus
|
Bila buah-buahan klimakterik berada pada tingkat
maturitas “kemrampo” yang tepat, dikspos selama beberapa saat dengan
konsentrasi ethylene yang lebih tinggi dari threshold minimal, maka terjadilah
rangsangan pematangan yang tidak dapat kembali lagi (irreversiable ripening).
Pada buah-buahan non klimakterik terjadi hal yang
berbeda artinya tidak memperlihatkan terjadinya hentakan pernafasan
klimakterik. Meskipun buah-buahan tersebut diekspose dengan kadar ethylene
kecil saja, laju pernafasan, kira-kira sama dengan kadar bila terekspose ethylene
ruangan, kalau ada tingkatan laju pernafasan hanya kecil saja. Tetapi segera
setelah itu laju pernafasan kembali lagi pada laju kondisi istirahat normal,
bila kemudian ethylene nya ditiadakan. Dengan ekspos ethylene terjadilah suatu
respon yang kira-kira mirip dapat diamati. Dalam suatu buah yang telah mature
(tetapi belum matang) terjadilah perubahan parameter yang dialami buah seperti
mislnya degreening atau hilangnya warna hijau.
Meskipun secara ilmiah dan physiologis dapat
ditunjukkan adanya perubahan-perubahan yang terjadi yang memungkinkan untuk
melakukan klasifikasi sifat dan tabiat buah-buahan lepas panen, tetapi
parameter yang sangat mudah dan lebih bermanfaat dan bermakna bagi konsumen
adalah parameter perubahan lain yang lebih praktis sifatnya yang terjadi selama
proses pematangan.
Parameter-parameter yang dimaksud adalah : terjadinya
pelunakan sera terjadinya sintesa karotinoid. Demikian juga halnya dengan
terjadinya perubahan warna eksternal seperti terjadinya pemecahan (breakdown),
khlorophyl, sehingga membuka tabir lapisan karotenoid dalam kulit pisang,
terjadinya perubahan dari warna hijau menjadi kuning (Marriot,980).
Demikian halnya dengan terjadinya perubahan-perubahan
internal dalam buah terhadap komposisi yang dikandungnya. Seperti misalnya
pemecahan pati menjadi sukrosa dan gula pereduksi serta turunnya kandungan
dalam buah mangga (Bhatnagar dan Subramangan, 1973).
Dan khususnya dalam pengembangan timbulnya sifat
karakteristik flavor buah-buahan. Perubahan mana juga terjadi bila buah-buahan
klimakterik tua (mature) dieksposa dengan gas ethylene. Sesungguhnya penting
untuk diamati bahwa pengeluaran gas ethylene juga terjadi sewaktu buah menjadi
matang. Pengeluaran ethylene dari dalam buah merupakan salah satu karakteristik
dari proses pematangan buah.
Berikut disajikan dalam Tabel 6 rekapitulasi perubahan-perubahan selama
proses pematangan buah yang terjadi secara komersial.
Perubahan utama selama proses pematangan buah
Kerusakan
khloroplast
atau
khlorophyl
Kehilangan
asam organik
Pengeluaran
ethylene
Peningkatan
laju pernafasan
|
Hydrolysis
pati
Pelunakan
pektin, peningkatan daya larut
pektin
Pembentukan
karotenoid dan anthocyanin
Syntesa
senyawa flavor
|
Salah satu kesulitan yang dialami secara komersial
dalam menghadapi pematangan buah adalah bagaimana caranya mengendalikan proses
tersebut secara teliti. Berdasarkan pengaruh lingkungan, para pengamat
cenderung untuk bergantung terhadap beberapa parameter seperti perubahan yang
kasat mata saja seperti terjadinya atau tumbuhnya warna merah pada kulit buah,
atau parameter perubahan kimia yang mudah diukur. Seperti misalnya peningkatan
kadar gula pereduksi dan penurunan derajat keasaman.
Perubahan tingkat kekerasan (firmness) atau tekstur
buah, meskipun secara jelas dapat digunakansebagai parameter penting bagi
konsumen, ternyata kurang gampang dihayati dan dimengerti, dan akibatnya lebih
sulit dilakukan kuantifikasi, sebaiknya perubahan flavor (citarasa) yang merupakan
kepedulian utama konsumen dianggap lebih penting diasumsikan sebagai cerminan
dari perubahan-perubahan fisikokimia.
Karena itu telah menjadi kepedulian yang sangat besar
bagi industri buah-buahan agar secar penuh manusia dapat mempengaruhi perubahan
laju pematangan dengan cara melakukan manipulasi suhu, atau konsentrasi
ethylene, yaitu pada saat sebelum dan sewaktu proses pematangan buah (ripening)
terhadap setiap kultural atau spesies buah-buahan.
Proses penuaan buah (maturity) sangat penting dikuasai
mekanismenya. Salah satu aspek dari maturitas adalah pengembangan kapasitas
buah untuk mampu menjadi matang.
Dalam suatu spesies buah atau kultivar tertentu respon terhadap ethylene
sangat dipengaruhi bukan saja oleh derajat maturity buah tetapi juga oleh
konsentrasi relatif dari plant growth
regulator lainnya, seperti misalnya asam giberilat, serta terhadap kadar
mineral yang ada di dalam buah.
Suatu contoh, perlakuan pemberian larutan kalsium
khlorida terhadap buah advokad, ternyata mampu menghambat respirasi, dan
sekaligus memperlambat terjadinya klimakterik dan menekan puncak produksi
ethylene (Ingwa and Young, 1984). Pengaruh mana tidak terjadi terhadap buah
pisang (Will et al., 1982).
Dalam pustaka yang telah diketahui pengaruh ethylene
terhadap proses pematangan buah (ripening) ternyata masih sangat terbatas
kurang informasi yang diperlukan terhadap senyawa-senyawa lain yang harus
dilibatkan dalam mengatur proses metabolisme termasuk proses pematangan buah.
Di samping itu harus dipahami mengenai faktor lain
sebelum menangani buah-buahan tropis khususnya betapa pentingnya faktor sifat
kepekaan terhadap chilling enjuries.
Ekspose buah-buahan tropis pada suhu lebih rendah dari nilai threshold kritis, akan berakibat gagalnya buah mencapai
tingkat kematangan yang normal.
Perbedaan Buah Klimaterik dan Non Klimaterik
Biale dalam
Nurlaela (1996) mengklasifikasikan buah dalam dua kategori, berdasarkan laju
respirasi sebelum pemasakan, yaitu klimaterik dan nonklimaterik.
- Buah klimaterik mempunyai peningkatan atau kenaikan laju respirasi sebelum pemasakan, sedangkan buah non klimaterik tidak menunjukan adanya kenaikan laju respirasi. Contohnya meliputi pisang, mangga, pepaya, advokad, tomat, sawo, apel ,dan sebagainya.
- Buah non-klimaterik menghasilkan sedikit etilen dan tidak memberikan respon terhadap etilen kecuali dalam hal degreening (penurunan kadar klorofil) pada jeruk dan nanas. Contohnya semangka, jeruk, nenas, anggur, ketimun, dan sebagainya.
Buah
klimaterik menghasilkan lebih banyak etilen pada saat matang dan mempercepat
serta lebih seragam tingkat kematangannya pada saat pemberian etilen (Febrianto, 2009).
Untuk membedakan buah klimaterik dari buah non-klimaterik adalah responnya
terhadap pemberian etilen yang merupakan gas hidrokarbon yang secara alami
dikeluarkan oleh buah-buahan dan mempunyai pengaruh dalam peningkatan
respirasi. Buah non-klimaterik akan bereaksi terhadap pemberian etilen pada
tingkat manapun baik pada tingkat pra-panen maupun pasca panen. Sedangkan buah
klimakterik hanya akan mengadakan reaksi respirasi bila etilen diberikan dalam
tingkat pra klimakterik dan tidak peka lagi terhadap etilen setelah kenaikan
respirasi dimulai. (Pantastico, 1993).
Buah klimaterik ditandai dengan peningkatan CO2 secara mendadak,
yang dihasilkan selama pematangan. Klimaterik adalah suatu periode mendadak
yang khas pada buah-buahan tertentu, dimana selama proses tersebut terjadi
serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan proses pembentukan etilen,
hal tersebut ditandai dengan terjadinya proses pematangan. (Syarief dan
Irawati, 1988).
Awal
respirasi klimaterik diawali pada fase pematangan bersamaan dengan pertumbuhan
buah sampai konstan. Biasanya laju kerusakan komoditi pasca panen berbanding
langsung dengan laju respirasinya, walaupun tidak selalu terdapat hubungan
konstan antara kapasitas etilen yang dihasilkannya dengan kemampuan rusaknya
suatu komoditi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar