TUGAS
: MAKALAH
PENDAFTARAN TANAH DI INDONESIA
DISUSUN
OLEH :
NAMA :LA ODE JULHIJANI
STAMBUK : 21209325
SEMESTER : VII (TUJUH)
JURUSAN :
HUKUM
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH
KENDARI
2016
KATA PENGANTAR
. Puji Syukur kami haturkan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan berkah-Nya yang telah dilimpahkan
kepada penyusun. Sehingga dapat menyelesaikan tugas dalam menulis
makalah untuk memenuhi tugas mata kuliah hukum PENDAFTARAN
TANAH .
Makalah yang disajikan ini bukanlah
makalah yang penuh dengan kesempurnaan, karena yang membuat makalah ini juga
masih jauh dari kesempurnaan. Tiada gading yang tak retak begitulah kata
pepatah yang mengungkapkan bahwa di dalam makalah ini pun mungkin ada hal-hal
yang perlu direvisi atau diperbaiki. Sekiranya terdapat kekurangan, diharapkan
para pembaca untuk memberikan saran yang bersifat membangun untuk kelangsungan
penyempurnaan makalah selanjutnya.
Semoga
makalah ini dapat berguna bagi penulis maupun pembaca
Kendari
08 Januari 2016
Penyusun
LA ODE JULHIJAANI
DAFTAR
ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang…………………………………………………………………... 1
B.
Rumusan masalah…………………………………………………………….... 1
C.
Tujuan………………………………………………………………………….… 1
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Persamaan Dan Perbedaan
Substansi ………………….………………….... 2
B.
Pengertian Pendaftaran Tanah………………………………………………... 2
C.
Landasan Hukumpendaftaran
Tanah………………………………………..... 2
D.
Obyek Pendaftaran Tanah………………………………….………………….. 3
E.
Asas-Asas Pendaftaran Tanah………………………………………………... 3
F.
Tujuan Diselenggarakan
Pendaftaran Tanah………………….…………….. 4
G.
Sistem Pendaftaran Tanah………………………………………….……….… 5
H.
Sistem Publikasi Pendaftaran
Tanah……………………………………….… 6
BAB III
PROSES
PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH
A) Penyelenggara
dan Pelaksana Pendaftaran Tanah……………………….. 7
1. Penyelenggara
pendaftaran tanah……………………………..……….... 7
2. Pelaksanaan
Pendaftaran Tanah………………………………..……….. 7
B) Tahap
Proses Permohonan………………………………………….………... 8
C) Permasalahan
Pendaftaran Tanah…………………………………………... 9
1.
Pengukuran perpetaan dan
pembukuan tanah………………………… 9
2.
Pendaftaran Hak dan
Penerbitan Surat Tanda Bukti Hak…………….. 10
BAB I V
PENUTUP
a.
Kesimpulan……………………………………………………………………… 11
b.
Saran…………………………………………………………………………….. 11
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perkembangan pesat yang terjadi dalam pembangunan di
Indonesia tidak bisa dilepaskan begitu saja dengan hubungannya akan kepastian
pendaftaran tanah. Karena tanah jelas menjadi aspek utama dan penting dalam
pembangunan, dimana seluruh kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat
memerlukan tanah untuk melakukan kegiatan tersebut. Untuk tercapainya kepastian
pendaftaran tanah tersebut maka Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 (selanjutnya akan disebut sebagai PP
10/1961) yang telah berlaku sejak tahun 1961 dipandang memiliki substansi yang
sudah tidak dapat lagi memenuhi tuntutan zaman untuk memberikan kepastian atas pendaftaran
tanah tersebut.
Oleh karenanya pada tanggal 8 Juli 1997 pemerintah
menetapkan dan mengundangkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah (selanjutnya akan disebut sebagai PP 24/1997) untuk
menggantikan PP 10/1961 tersebut. PP ini berlaku tiga bulan sejak tanggal
diundangkannya (Pasal 66) yang berarti secara resmi mulai berlaku diseluruh
wilayah Indonesia sejak tanggal 8 Oktober 1997 dengan Peraturan Pelaksananya
adalah Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997
(selanjutnya akan disebut sebagai PerMen 3/1997).
Sementara semua peraturan perundang-undangan sebagai
pelaksana dari PP 10/1961 yang telah ada masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan atau diubah atau diganti berdasarkan PP 24/1997 ini ( Pasal 64
ayat (1) ).PP 24/1997 yang menggantikan PP 10/1961 ini
merupakan peraturan pelaksana dari amanat yang ditetapkan dalam Pasal 19
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(yang selanjutnya akan disebut UUPA) yang mengatur:”Untuk menjamin kepastian
hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik
Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah”.
Proses dan prosedur Pendaftaran tanah menurut PP 24/1997 inilah yang akan
menjadi pembahasan dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Bertolak dari kerangka dasar berfikir sebagaimana diuraikan pada bagian
latar belakang,maka permasalahan yang akan diangkat dalam makalah ini adalah Proses
dan Prosedur Pendaftaran Tanah
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Melatih mahasiswa agar terbiasa
menyusun makalah dalam memenuhi tugas.
2. Agar mahasiswa mempunyai tanggung
jawab dalam memenuhi segala tugas-tugasnya.
3. Agar mahasiswa dapat
mengimplementasikan teori konsep Hukum Agraria dalam kehidupan bermasyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Persamaan dan perbedaan substansi
antara PP 24/1997 dengan PP 10/1961.
PP 24/1997 masih mempertahankan sejumlah substansi yang diatur dalam PP
10/1961 yaitu sebagai berikut :
1) Tujuan dan sistem Pendaftaran tanah
2) Cara pendaftaran tanah
Peyempurnaan yang dilakukan pada dasarnya adalah
mengenai penegasan tentang hal-hal berikut yang terdapat pada PP 24/1997:
1) Pengertian Pendaftaran Tanah
2) Asas-asas, tujuan serta sistem penyelenggaraan
pendaftaran tanah
3) Penegasan, penyederhanaan, serta
penyingkatan tata cara pendaftaran tanah
4) Penggunaan teknologi modern dalam
pengukuran dan pemetaan
5) Pembukuan bidang tanah yang data
fisik atau data yuridisnya masih disengketakan
6) Adanya kekuatan pembuktian lewat
sertifikat
7) Peran dan tanggung jawab Pejabat
Pembuat akta Tanah (PPAT)
B.
Pengertian pendaftaran tanah
Pendaftaran
tanah adalah suatu kegiatan administrasi yang dilakukan pemilik terhadap hak
atas tanah, baik dalam pemindahan hak ataupun pemberian dan pengakuan hak baru,
kegiatan pendaftaran tersebut memberikan suatu kejelasan status terhadap tanah.Dalam
pasal 1 angka 1 PP No.24 tahun 1997 disebutkan bahwa pendaftaran tanah
adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara
terus-menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan,
pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam
bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah
susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah
yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak
tertentu yang membebaninya.
Yang
dimaksud rangkaian kegiatan pendaftaran tanah adalah pendaftaran dalam bidang
data fisik yakni mengenai tanahnya itu sendiri seperti lokasinya,
batas-batasnya, luas bangunan atau benda lain yang ada diatasnya. Berikutnya
adalah data yuridis mengenai haknya yakni haknya apa, siapa pemegang haknya,
ada atau tidak adanya hak pihak lain. Sementara terus-menerus artinya Setiap
ada pengurangan, perubahan, atau penambahan maka harus dilakukan pendaftaran
ulang, yang akan membuat sertifikat tersebut mengalami perubahan, misalnya
perubahan tipe rumah.
C. Landasan HukumPendaftaran Tanah
Dengan
keluarnya Undang-Undang Pokok Agraria, maka dualisme hak-hak atas tanah
dihapuskan, dalam memori penjelasan dari UUPA dinyatakan bahwa untuk
pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud Pasal 19 UUPA, yang ditujukan kepada
pemerintah agar melaksanakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia
yang bertujuan untuk menjamin kepastian hukum yang bersifat Recht Kadaster,
untuk menuju kearah pemberian kepastian hak atas tanah telah diatur di dalam Pasal
19 UUPA yang menyebutkan :
1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh
pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia
menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2) Pendaftaran tersebut dalam ayat 1
pasal ini meliputi :
a) Pengukuran, perpetaan dan pembukuan
tanah.
b) Pendaftaran hak-hak atas tanah dan
peralihan hak-hak tersebut.
c) Pemberian surat-surat tanda bukti
hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
3) Pendaftaran tanah diselenggarakan
dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial
ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya menurut pertimbangan Menteri
Agraria.
4) Dalam Peraturan Pemerintah diatas
biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termasuk dalam ayat 1 diatas,
dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran
biaya-biaya tersebut.
Kalau di atas ditujukan kepada pemerintah, sebaliknya
pendaftaran yang dimaksud Pasal 23, Pasal 32 dan Pasal 38 UUPA ditujukan kepada
para pemegang hak, agar menjadikan kepastian hukum bagi mereka dalam arti untuk
kepentingan hukum bagi mereka sendiri, di dalam Pasal tersebut dijelaskan :
Pasal 23 UUPA :Ayat 1 : Hak milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya
dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan
yang dimaksud dalam
Pasal 19 UUPA:Ayat 2 :
Pendaftaran termasuk dalam ayat 2 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya
hak milik serta sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut.
Pasal 32 UUPA :Ayat 1 : Hak guna usaha, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan penghapusan hak tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam :
Pasal 32 UUPA :Ayat 1 : Hak guna usaha, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan penghapusan hak tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam :
Pasal 19 UUPA
Ayat 2 : Pendaftaran termasuk dalam ayat 1 merupakan
alat pembuktian yang kuat mengenai peralihan serta hapusnya hak guna usaha,
kecuali dalam hak-hak itu hapus karena jangka waktunya berakhir.
Pasal 38 UUPA :Ayat 1 : Hak guna bangunan, termasuk syarat-syarat
pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan hapusnya hak tersebut harus
didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam
Pasal 19 UUPA:Ayat 2 :
Pendaftaran termaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai
hapusnya hak guna bangunan serta sahnya peralihan tersebut, kecuali dalam hal
hak itu hapus karena jangka waktunya berakhirnya.
Dari ketentuan pasal-pasal di atas dapatlah
disimpulkan bahwa pendaftaran yang dilakukan oleh pemegang hak milik, hak guna
usaha, hak guna bangunan adalah merupakan alat pembuktian yang kuat serta untuk
sahnya setiap peralihan, pembebanan dan hapusnya hak-hak tersebut.
D. Obyek pendaftaran tanah
Obyek pendaftaran tanah diatur dalam ketentuan Pasal 9
ayat (1) PP 24/1997 sebagai berikut:
1. Bidang-bidang tanah yang dipunyai
dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak
pakai
2. Tanah hak pengelolaan
3. Tanah wakaf
4. d.Hak milik atas satuan rumah susun
5. Hak tanggungan
6. Tanah negara
E.
Asas-asas pendaftaran tanah
Asas yang dianut untuk Pendaftaran tanah diatur
berdasarkan Pasal 2 PP 24/1997 yakni sebagai berikut:
1. Sederhana
Maksudnya adalah substansinya mudah dibaca atau
dipahami oleh semua lapisan warga negara Indonesia dan juga prosedurnya tidak
perlu melewati birokrasi yang berbelit-belit hanya perlu melewati seksi
pendaftaran tanah saja.
2. Aman
Keamanan disini berarti akan memberikan rasa aman bagi
pemegang sertifikat apabila mereka telah melakukan prosedur pendaftaran tanah
dengan teliti dan cermat.
3. Terjangkau
Berkaitan dengan kemampuan finansial seseorang untuk
membayar biaya, khususnya harus memperhatikan agar tidak memberatkan
pihak-pihak yang ekonominya lemah. Intinya agar jangan sampai pihak ekonomi
lemah tidak melakukan pendaftaran tanah hanya karena masalah tidak mampu
membayar.
4. Mutakhir
Setiap data yang berkaitan dengan pendaftaran tanah
haruslah data yang terbaru, yang menunjukan keadaan riil pada saat yang
sekarang. Setiap ada perubahan fisik atau benda-benda diatasnya atau hal
yuridis atas tanah harus ada datanya (selalu ada pembaharuan data).
5. Terbuka
Dokumen-dokumen atau data-data baik fisik atau yuridis
bersifat terbuka dan boleh diketahui oleh masyarakat. Asas ini bertujuan agar
bila ada hal-hal yang menyimpang atau disembunyikan dapat diketahui.
F.
Tujuan diselenggarakan pendaftaran tanah
Usaha yang menuju kearah kepastian hukum atas tanah
tercantum dalam ketentuan-ketentuan dari pasal-pasal yang mengatur tentang
pendaftaran tanah, dalam pasal 19 UUPA disebutkan untuk menjamin kepastian hukum
dari hak-hak atas tanah, UUPA mengharuskan pemerintah untuk mengadakan
pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia yang bersifat ‘Rech
Kadaster” artinya yang bertujuan menjamin kepastian hukum, dengan di
selenggarakannya pendaftaran tanah, maka pihak-pihak yang bersangkutan dengan
mudah dapat mengetahui status hukum daripada tanah tertentu yang dihadapinya,
letak, luas dan batas-batasnya, siapa yang empunya dan beban-beban apa yang
melekat di atas tanah tersebut.
Menurut para ahli disebutkan tujuan pendaftaran ialah untuk kepastian hak seseorang, disamping untuk pengelakkan suatu sengketa perbatasan dan juga untuk penetapan suatu perpajakan. (A.P. Parlindungan; 1990 : 6).
Menurut para ahli disebutkan tujuan pendaftaran ialah untuk kepastian hak seseorang, disamping untuk pengelakkan suatu sengketa perbatasan dan juga untuk penetapan suatu perpajakan. (A.P. Parlindungan; 1990 : 6).
1. Kepastian hak seseorang
Maksudnya dengan suatu pendaftaran, maka hak seseorang
itu menjadi jelas misalnya apakah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan
atau hak- hak lainnya.
2. Pengelakkan suatu sengketa
perbatasan
Apabila sebidang tanah yang dipunyai oleh seseorang
sudah didaftar, maka dapat dihindari terjadinya sengketa tentang perbatasannya,
karena dengan didaftarnya tanah tersebut, maka telah diketaui berapa luasnya serta
batas – batasnya.
3. Penetapan suatu perpajakan
Dengan diketahuinya berapa luas sebidang tanah, maka
berdasarkan hal tersebut dapat ditetapkan besar pajak yang harus dibayar oleh
seseorang. Dalam lingkup yang lebih luas dapat dikatakan pendaftaran itu selain
memberi informasi mengenai suatu bidang tanah, baik penggunaannya,
pemanfaatannya, maupun informasi mengenai untuk apa tanah itu sebaiknya dipergunakan,
demikian pula informasi mengenai kemampuan apa yang terkandung di dalamnya dan
demikian pula informasi mengenai bangunannya sendiri, harga bangunan dan tanahnya,
dan pajak yang ditetapkan.
Untuk memenuhi berbagai kebutuhan seperti tersebut di
atas, maka untuk itu UUPA melalui pasal-pasal pendaftaran tanah menyatakan
bahwa pendaftaran itu diwajibkan bagi pemegang hak yang bersangkutan
Dalam ketentuan Pasal 3 PP 24/1997 dinyatakan dengan
tegas bahwa pendaftaran tanah mempunyai tiga tujuan, yaitu:
1) Memberikan kepastian hukum dan
perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah
susun, dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan
dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.
Kepastian hukum ini diberikan dalam bentuk sertifikat
kepada pemegang hak tersebut, dimana sertifikat ini bukan sekedar fasilitas,
melainkan merupakan hak bagi pemegang hak atas tanah yang dijamin oleh
undang-undang. Hal ini merupakan pengejawantahan langsung dan tujuan utama dari
ketentuan Pasal 19 UUPA.
a) Untuk menjamin kepastian hukum oleh
pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia
menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah.
b) Pendaftaran tersebut dalam ayat 1
pasal ini meliputi :
o pengukuran, perpetaan dan pembukuan
tanah.
o pendaftaran hak-hak atas tanah dan
peralihan hak-hak atas tanah tersebut.
o pemberian surat-surat tanda bukti
hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
c) Pendaftaran tanah di selenggarakan
dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat. Keperluan lalu lintas sosial
ekonomi serta kemungkinan panyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri
Agraria.
d) Dalam Peraturan Pemerintah diatur
biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termaksud dalam ayat 1 di atas,
dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran
biaya-biaya tersebut.
2) Menyediakan informasi kepada
pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar
dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan
hukum mengenai bidang-bdang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah
terdaftar.
Hal ini khususnya berguna bagi calon pembeli yang perlu mengetahui data yang tersimpan mengenai obyek yang akan mereka beli sehingga terjadi transparansi.
Hal ini khususnya berguna bagi calon pembeli yang perlu mengetahui data yang tersimpan mengenai obyek yang akan mereka beli sehingga terjadi transparansi.
3) Untuk terselenggaranya tertib
administrasi pertanahan.
Didalam kenyataannya
tingkatan-tingkatan dari pendaftaran tanah tersebut terdiri dari :
a) Pengukuran Desa demi Desa sebagai
suatu himpunan yang terkecil.
b) Dari peta Desa demi Desa itu akan
memperlihatkan bermacam-macam hak atas tanah baik Hak Milik, Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Pengelolaan maupun tanah-tanah yang
masih dikuasai oleh negara.
c) Dari peta-peta tersebut akan dapat
juga diketahui nomor pendaftaran, nomor buku tanah, nomor surat ukur, nomor
pajak, tanda batas dan juga bangunan yang ada di dalamnya.
G.
Sistem
pendaftaran tanah
Kegiatan Pendaftaran Tanah di Indonesia sejak
penjajahan Belanda telah ada khususnya untuk mengelola hak-hak barat dan pada
zaman awal kemerdekaan pendaftaran tanah di Indonesia berada di Departemen
Kehakiman yang bertujuan untuk menyempurnakan kedudukan dan kepastian hak atas
tanah yang meliputi :
1. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan
semua tanah dalam wilayah Republik Indonesia
2. Pembukuan hak atas tanah serta
pencatatan pemindahan hak atas tanah tersebut.
Melihat bentuk kegiatan pendaftaran
tanah seperti diuraikan di atas dapat dikatakan bahwa sistem pendaftran tanah
pada saat itu adalah sistem pendaftaran akte (regristration of deeds) dimana
Jawatan Pendaftaran Tanah pada saat itu hanya bertugas dan berkewenangan
membukukan hak-hak tanah dan mencatat akte peralihan / pemindahan hak, tidak
menerbitkan surat tanda bukti hak yang berupa sertifikat tanah. Alat bukti
kepemilikan tanah pada saat itu berupa akte (akte eigendom dll).
Dengan lahirnya UUPA pada tanggal 24
september 1960 maka sistem pendaftaran tanah berubah menjadi sistem pendaftaran
hak (registration of title) dimana hal tersebut ditetapkan dalam Pasal 19 UUPA
yang antara lain berbunyi:
1. Untuk menjamin kepastian hukum oleh
pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia
menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2. Pendaftaran tanah meliputi:
a. Pengukuran, pemetaan dan pembukuan
tanah
b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan
peralihan hak-hak tersebut
c. Pemberian surat-surat tanda bukti
hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Perbedaan kewenangan dalam sistem pendaftaran tanah
seperti diuraikan di atas jelas tertuang dalam ketentuan angka 2 b dan c dimana
pendaftaran tanah melakukan pendaftaran hak termasuk peralihan dan
pembebanannya serta pemberian surat-surat tanda bukti termasuk sertifikat tanah
sebagai alat pembuktian yang kuat.
Dalam sistem ini setiap penciptaan hak baru dan
perbuatan-perbuatan hukum yang menimbulkan perubahan kemudian juga harus
dibuktikan dengan suatu akta (pendaftaran terus-menerus). Tetapi dalam
penyelenggaraan pendaftarannya, bukan akta tersebut yang didaftar melainkan
haknya tersebutlah yang didaftarkan, sementara akta hanya merupakan bukti dan
sumber datanya. Selain itu juga terdapat buku tanah sebagai dokumen yang memuat
data fisik dan data yuridis yang dihimpun dan disajikan serta diterbitkannya
sertifikat sebagai surat tanda bukti hak yang didaftar.
H. Sistem publikasi pendaftaran tanah
Pada garis besarnya dikenal dua sistem publikasi yaitu
sistem publikasi positif dan sistem publikasi negatif. Sistem publikasi positif
selalu menggunakan sistem pendaftaran hak, maka harus ada buku tanah sebagai
bentuk penyimpanan dan penyajian data yuridis, selain itu juga ada sertififkat
hak sebagai surat tanda bukti hak.
Sistem publikasi negatif bukan pendaftarannya yang
diperhatikan, tetapi sahnya perbuatan hukum yang dilakukan yang menentukan
berpindahnya hak kepada pembeli, dimana pendaftaran tidak membuat orang yang
memperoleh tanah dari pihak yang tidak berhak menjadi pemegang haknya yang
baru.
Sistem publikasi yang digunakan dalam PP 24/1997
adalah sistem publikasi negatif yang mengandung unsur positif. Hal ini dapat
dilihat dari ketentuan PP 24/ 1997 Pasal 32 ayat (1) dan Penjelasannya. Dalam
Pasal 32 ayat (1) disebutkan mengenai sertifikat sebagai alat pembuktian yang
kuat yang berarti merupakan sistem publikasi positif karena melihat pada
pendaftaran sebagai bukti hak.
Sementara dalam Penjelasan Pasal 32 disebutkan
sertifikat tersebut sebagai tanda bukti yang kuat dalam arti bila tidak dapat
dibuktikan sebaliknya, sehingga hak dari sertifikat tersebut menjadi tidak
mutlak, bila dapat dibuktikan bahwa sertifikat tersebut didapatkan dengan
melakukan perbuatan hukum yang tidak sah dalam jangka waktu 5 tahun. Disinilah
unsur sistem publikasi negatif tersebut ada.
BAB III
PROSES PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH
A) Penyelenggara dan Pelaksana
Pendaftaran Tanah
1. Penyelenggara pendaftaran tanah
Ada 4 organ yang berperan dalam urusan sebagai penyelenggara dan pelaksana
pendaftaran tanah ini yakni sebagai berikut:
a) Badan Pertanahan Nasional yaitu Sesuai ketentuan Pasal 19 UUPA dan
Pasal 5 PP 24/1997 yakni bertindak sebagai
penyelenggara pelaksanaan pendaftaran tanah tersebut
penyelenggara pelaksanaan pendaftaran tanah tersebut
b) Kepala Kantor Pertanahan yaitu Sesuai ketentuan Pasal 6 PP 24/1997
Dalam hal ini bertindak sebagai pelaksana Pendaftaran Tanah kecuali mengenai
kegiatan-kegiatan tertentu yang ditugaskan kepada pejabat lain, yaitu
kegiatan-kegiatan yang pemanfaatannya bersifat nasional atau melebihi wilayah kerja
Kepala Kantor Pertanahan.
c) Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yaitu Pengertian PPAT diatur dalam
ketentuan Pasal 1 Angka 24 PP 24/1997. Kegiatan PPAT adalah membantu Kepala
Kantor Pertanahan dalam melaksanakan kegiatan dibidang pendaftaran tanah,
khususnya dalam kegiatan pemeliharaan data pendaftaran
d) Panitia Ajudikasi yaitu Tugas dari Panitia Ajudikasi adalah
melaksanakan pendaftaran tanah secara sistematik untuk membantu tugas Kepala
Kantor Pertanahan seperti diatur dalam Pasal 8 PP 24/1997. Pengertian dari
Ajudikasi ini sendiri diatur dalam Pasal 1 Angka 8 PP 24/1997.
2. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah
Pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan
pendaftaran tanah untuk pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah.
a.
Kegiatan Pendaftaran Tanah Untuk
Pertama Kali
Dalam pasal 13 PP 24/1997 ditentukan :
v
Pendafataran tanah untuk pertama kali dilaksanakan
melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara
sporadic.
v
Pendaftaran tanah secara sistematik didasarkan pada
suatu rencana kerja dan dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh
Menteri Agraria.
v
Dalam suatu desa/kelurahan belum ditetapkan sebagai
wilayah pendaftaran tanah secara sistematik sebagaimana dimaksudkan pada ayat
(2), pendaftaranya dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sporadic.
v Pendaftaran tanah secara sporadic
dilaksanakan atas permintaaan pihak yang berkepentingan.
Pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap objek pendaftaran tanah yang belum didaftar. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah :
Pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap objek pendaftaran tanah yang belum didaftar. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah :
o pengumpulan dan pengolahan data
fisik, yang meliputi pengukuran dan pemetaaan; pembuatan peta dasar
pendaftaran; penetapan batas bidang-bidang tanah; pengukuran dan pemetaan
bidang-bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran; pembuatan daftar tanah, dan
pembuatan surat ukur.
o pembuktian hak dan pembukuannya,
yang meliputi pembuktian hak baru; pembuktian hak lama; pembukuan hak.
o penerbitan sertifikat
o penyajian data fisik dan yuridis
o penyimpanan daftar umum dan dokumen
b. Kegiatan Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah
Dalam pasal 36 PP 24/2007 ditentukan bahwa:
v
Pemeliharaan data pendaftaran tanah dilakukan apabila
terjadi perubahan pada data fisik atau data yuridis obyek pendaftaran
tanah yang telah terdaftar
v
Pemegang hak yang bersangkutan wajib mendaftarkan
perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kantor
Pertanahan.
Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah ini
dilakukan terhadap tanah-tanah yang sebelumnya sudah terdaftar. Pendaftaran ini
harus dilakukan ketika pihak yang memiliki tanah tesebut ingin memindahkan
haknya melalui jual beli, tukar menukar, hibah, dan perbuatan hukum pemindahan hak
lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang yang hanya dapat didaftarkan
jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT. Kegiatan pemeliharaan data
pendafataran tanah meliputi :
o Pendaftaran peralihan dan pembebanan
hak
o Pendaftaran perubahan data
pendaftaran tanah lainnya
Dalam penjelasan UUPA dikatakan bahwa pendaftaran
tanah akan diselenggarakan secara sederhana dan mudah dimengerti serta
dijalankan oleh rakyat yang bersangkutan. Ketentuan ini perlu mendapat
perhatian Pemerintah untuk melaksanakan pembenahan dan perbaikan di bidang
pendaftaran tanah terutama hal-hal yang berkaitan dengan pelayanan tanah-tanah
adat dimana pendaftaran tanah masih menggunakan alat bukti pembayaran pajak
masa lalu seperti girik dan petuk sebagai alas hak sedangkan administrasi girik
dan petuk tersebut secara prinsip sudah tidak ada.
Dalam penjelasan UUPA angka IV dikatakan bahwa usaha
yang menuju ke arah kepastian hak atas tanah ternyata dari ketentuan
pasal-pasal yang mengatur pendaftaran tanah yaitu: Pasal 23, 32 dan 38 yang
ditujukan kepada para pemegang hak yang bersangkutan dengan maksud agar mereka
memperoleh kepatian tentang haknya.
Pasal 23 (32 HGU dan 38 HGB ) berbunyi :
1) Hak milik demikian pula setiap
peralihannya, hapusnya dan pembebanannya dengan Hak lain harus didaftarkan
sesuai pasal 19 UUPA
2) Pendafataran dimaksud merupakan alat
pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak milik serta syahnya peralihan dan
pembebanan hak tersebut.
Pasal 19 UUPA ditujukan kepada Pemerintah agar di
seluruh wilayah Indonesia diadakan Pendaftaran Tanah yang bersifat rechts
kadaster, artinya yang bertujuan menjamin kepastian hukum. Di dalam penjelasan
UUPA disebutkan pula bahwa pendaftaran tanah didahulukan penyelenggaraannya di
kota-kota untuk lambat laun meningkat pada kadaster yang meliputi seluruh
wilayah Negara (Indonesia) tentunya yang dimaksud dalam Undang-Undang ini
termasuk daerah hutan maupun laut (marine kadaster.)
B) Tahap Proses Permohonan
Tata cara permohonan dan pemberian hak atas tanah
berlangsung dalam tahap sebagai berikut:
1) Pemohon mengajukan permohonan
tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan hak yang dimohon memberikan
hak yang dimohon, melalui Kantor Sub Direktorat Agraria setempat. Formulir
surat permohonan telah disediakan oleh Kantor Sub Direktorat Agraria. (kantor
agraria tingkat Kabupaten/Kotamadya).
2) Kantor Sub Direktorat Agraria
memeriksa dan minta dipersiapkan surat-surat yang diperlukan, antara lain:
a) surat keterangan pendaftaran tanah
b) gambar situasi/surat ukur
c) fatwa tata-guna tanah
d) risalah pemeriksaan tanah oleh
panitia ”A”
3) Berkas permohonan yang lengkap oleh
Kantor Sub Direktorat Agraria dikirim kepada Gubernur/Kepala Daerah setempat
melalui Kantor Agraria Provinsi setempat.
4) Kalau wewenang pemberian hak yang
dimohon ada di tangan Gubernur/Kepala Daerah, maka Kepala Direktorat Agraria
atas nama Gubenur mengeluarkan Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPH).Jika
wewenang dimaksud ada di tangan Menteri Dalam Negeri, maka berkas permohonan
yang lengkap disertai pertimbangan setuju atau tidak oleh Kepala Direktorat
Agraria dikirimkan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Direktur Jenderal
Agraria. Direktur Jenderal Agraria atas nama Menteri Dalam Negeri kemudian
mengeluarkan Surat Keputusan Pemberian Hak.
5) Surat Keputusan Pemberian Hak
Diserahkan kepada pemohon.
6) Pemohon memenuhi semua persyaratan
yang dicantumkan dalam Surat Keputusan Pemberian Hak.
7) Hak atas tanah itu didaftarkan oleh
pemohon di Kantor Sub Direktorat Agraria setempat.
8) Kantor Sub Direktorat Agraria
mengeluarkan sertifikat hak atas tanah dan menyerahkannya kepada pemegang hak
C) Permasalahan Pendaftaran Tanah
Sesuai ketentuan pasal 19 UUPA untuk kepastian hak dan
menjamin kepastian hukum hak atas tanah pelayanan pendaftaran tanah di lapangan
tidak dapat dipisahkan atau digabung dengan kegiatan lain pengukuran kadastral
yaitu kegiatan pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah dengan kegiatan
pendaftaran hak serta pemberian surat-surat tanda bukti hak merupakan paket
kegiatan yang ditentukan oleh Undang-Undang yaitu pasal 19 UUPA.
1.
Pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah.
Ketentuan dalam Perpres mengenai organisasi BPN
merupakan suatu kemajuan dengan dibentuknya suatu Deputi baru mengenai Survei,
Pengukuran dan Pemetaan. Kegiatan kedeputian ini khususnya untuk menunjang
kegiatan BPN terutama kegiatan untuk penyediaan peta dasar maupun peta-peta
tematik serta jaringan titik dasar teknik dalam rangka pelayanan pertanahan di
BPN atau instansi lain yang memerlukan.
Deputi Bidang Survei, Pengukuran dan Pemetaan pada
prinsipnya tidak melakukan pengukuran kadastral karena kewenangan tersebut
merupakan kewenangan Deputi yang membidangi Pendafataran Tanah. Kegiatan
pengukuran kadastral adalah pengukuran yang berkaitan dengan hak atas tanah
khususnya untuk kegiatan pengukuran bidang tanah yang kemudian dipetakan pada
peta pendaftaran dan dibukukan pada daftar tanah.
Dari uraian di atas untuk percepatan penyusunan data penguasaan tanah dalam rangka menunjang percepatan pensertifikatan tanah seharusnya pemerintah memprioritaskan kegiatan Deputi Survei, Pengukuran dan Pemetaan untuk membuat peta dasar skala besar dan peta bidang-bidang tanah maupun peta tematik lainnya secara digital.Peta dasar dan peta bidang-bidang tanah yang dibuat oleh BPN seharusnya nilai pembuatannya akan lebih murah karena peta-peta tersebut dapat pula dimanfaatkan oleh instansi lain seperti Kantor PBB, Dinas Tata Kota, Perusahaan Gas, Air Minum, PLN, Kependudukan dan Kantor Pos untuk menunjang kode pos. Saat ini peta dasar dengan skala besar dan peta-peta bidang tanah digital sangat diperlukan dalam rangka kegiatan pengemudi untuk mencari alamat yang dituju dengan menggunakan GPS.
Dari uraian di atas untuk percepatan penyusunan data penguasaan tanah dalam rangka menunjang percepatan pensertifikatan tanah seharusnya pemerintah memprioritaskan kegiatan Deputi Survei, Pengukuran dan Pemetaan untuk membuat peta dasar skala besar dan peta bidang-bidang tanah maupun peta tematik lainnya secara digital.Peta dasar dan peta bidang-bidang tanah yang dibuat oleh BPN seharusnya nilai pembuatannya akan lebih murah karena peta-peta tersebut dapat pula dimanfaatkan oleh instansi lain seperti Kantor PBB, Dinas Tata Kota, Perusahaan Gas, Air Minum, PLN, Kependudukan dan Kantor Pos untuk menunjang kode pos. Saat ini peta dasar dengan skala besar dan peta-peta bidang tanah digital sangat diperlukan dalam rangka kegiatan pengemudi untuk mencari alamat yang dituju dengan menggunakan GPS.
Penerbitan Peta Digital tersebut sangat diperlukan
dalam rangka mengembangkan sistem geografis dan sistem informasi di
bidang pertanahan untuk terciptanya Sistem Pertanahan Nasional (Simtanas) yang
berbasis bidang tanah.Kegiatan Perpetaan dan pembukuan tanah yang merupakan
kegiatan lanjutan dari pengukuran bidang tanah sangat diperlukan dalam rangka
terciptanya kepastian hak dan tertib administrasi pertanahan. Bidang-bidang
tanah yang telah diukur mengenai letak dan batas-batasnya dipetakan /
dimasukkan ke dalam peta pendaftaran / kegiatan perpetaan dan bidang-bidang
tanah tersebut dibukukan dalam suatu daftar yang disebut daftar tanah.
Bidang-bidang tanah di dalam daftar tanah disusun berdasarkan nomor urut yaitu
nomor identitas bidang atau NIB yang merupakan nomor identitas tunggal dari
suatu bidang tanah (single identity number). Dalam daftar tanah dicantumkan
pula mengenai siapa yang menguasai atau pemilik tanahnya serta asal / status
tanah tersebut seperti tanah adat, tanah negara atau tanah yang telah memiliki
sesuatu hak atas tanah termasuk data mengenai P4T (Penguasaan Pemilikan
Pengunaan dan Pemanfaatan Tanah). Apabila data peta pendaftaran dan daftar
tanah ini telah lengkap maka diharapkan pelayanan pertanahan dapat dilakukan
lebih cepat dan lebih terjamin kepastian haknya serta tidak dibutuhkan lagi
surat keterangan lurah atau kepala desa mengenai girik, petuk dan lain-lain
yang sebenanrnya adalah bukti pembayaran pajak yang saat ini kegiatan
pengadministrasian girik dan petuk secara prinsip sudah tidak dilakukan.
Kegiatan pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah yang
disebut pula dengan kegiatan fisik kadaster merupakan kegiatan untuk
mendapatkan data awal yang sangat diperlukan untuk pelayanan di bidang
pertanahan seperti yang telah diuraikan di atas.
2.
Pendaftaran Hak dan Penerbitan Surat Tanda Bukti Hak
Dengan terbitnya ketentuan pasal 19 UUPA maka sistem
pendafataran tanah di Indonesia berubah dari sitem pendafataran akte menjadi
sistem pendafataran hak untuk itu diterbitkanlah peraturan pemerintah Nomor 10
Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang kemudian diperbarui dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Sistem pendaftaran tanah setelah UUPA
mewajibkan Departemen Agraria waktu itu untuk menerbitkan buku tanah sesuai
dengan sistem Torens (Australia) yang dianut sistem pendafataran tanah
Indonesia. Buku tanah adalah tempat dilakukannya pendaftaran hak atas tanah,
peralihan hak dan pembebanan hak maupun lahirnya hak atau hapusnya hak atas
tanah yang sebelumnya kegiatan pendaftaran tanah tidak pernah melakukan hal
tersebut.
Sebagai tuntutan sistem pendaftaran hak sesuai UUPA
dimana buku tanah tempat mendaftarakan hak yang dialihkan atau dibebankan
berdasarkan akte PPAT, maka akte yang dibuat para PPAT haruslah
dipastikan kebenaran formalnya sehingga Departemen Agraria/BPN perlu untuk
menerbitkan blangko akte yang dapat dikontrol kebenarannya dengan kode dan
nomor tertentu untuk menjamin kebenaran formal akte tersebut.
BAB I V
PENUTUP
a. Kesimpulan
Setiap obyek pendaftaran tanah harus didaftarkan
kepada pejabat yang berwenang melalui proses yang telah di tetapkan dengan
merujuk pada asas-asas pendaftaran tanah.
Dimana pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadic. Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa atau kelurahan. Pendaftaran tanah secara sistematik ini didasarkan pada suatu rencana kerja dan dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan mentri.
Dimana pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadic. Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa atau kelurahan. Pendaftaran tanah secara sistematik ini didasarkan pada suatu rencana kerja dan dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan mentri.
Dalam hal suatu wilayah belum ditetapkan sebagai
wilayah pendaftaran tanah secara sistematik, maka pendaftarannya dilaksanakan
melalui pendaftaran tanah secara sporadic. Pendaftaran secara sporadic adalah
kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa objek
pendafataran tanah dalam suatu wilayah secara individual atau masal.
Pendaftaran tanah secara sporadic ini tentunya dilakukuan atas permintaan pihak
yang berkepentingan, tanpa adanya suatu penetapan terlebih dahulu dari menteri
atas tanah tersebut dan dihadapan pejabat yang berwenang.Sehingga memberikan
suatu kejelasan status terhadap tanah dan memberikan kepastian hukum bagi
pemegang hak atas tanah.kegiatan BPN khususnya pendaftaran tanah perlu mendapat
prioritas dalam pembuatan peta dasar atau peta tematik terutama peta bidang
tanah secara digital. Sistem informasi pertanahan yang ditunjang dengan
kegiatan komputerisasi pertanahan (LOC/Land Office Computeritation) perlu
diteruskan dan dikembangkan sehingga dapat tercipta suatu sistem pertanahan
yang berbasis bidang tanah dengan memiliki nomor identitas tunggal atau nomor
identitas bidang. Suatu hal yang paling penting dilakukan adalah kegiatan fisik
kadaster yaitu suatu kegiatan pembuatan peta pendaftaran yang dilengkapi data
penguasaan dan pemilikan tanah dalam bentuk daftar tanah yang kegiatannya
dimulai dari perkotaan hingga pedesaan untuk mendapatkan data-data spasial yang
dilengkapi dengan data P4T.
b. Saran
Seyogyanya strategi pembangunan hukum agraria nasional
dapat menampung aspirasi masyarakat hukum adat. Antara lain :
1) Perlu penyuluhan hukum yang sifatnya
terpadu yang dilakukan pihak Badan Pertanahan Nasional secara mandiri sehingga
masyarakat akan mengerti pentingnya sertifikat tanah hak milik, sehingga perlu
dilakukan pendaftaran tanah.
2) Dengan berlakunya PP No.24 Tahun
1997 hendaknya pendaftaran tanah di Indonesia bukan diutamakan didaerah
perkotaan tetapi pendaftaran hendaknya dilakukan di desa terutama desa tingkat
ekonomi lemah, apalagi masyarakat di pedesaan kurang begitu mengerti bagaimana
pendaftaran tanah dan pentingnya pendaftaran tanah.
Demikian tulisan ini dibuat untuk memberikan gambaran
mengenai pendaftaran tanah dan prinsip-prinsip kegiatannya.
DAFTAR PUSTAKA
A.P.Parlindungan, Pendaftaran Tanah Di Indonesia,
Mandar Maju, Bandung, 1990.
Peraturan Pemerintah No.24 Tahun
1997
Undang-Undang Pokok Agraria
Tidak ada komentar:
Posting Komentar