BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sintesis dan sekresi hormon hipofisis anterior selain di
control oleh hipotalamus, dipengaruhi oleh banyak factor antara lain oleh obat
yaitu hormon alamiah, analog dan antagonis hormon. Hubungan antara
hipofisis anterior dengan jaringan perifer yang dipengaruhi merupakan contoh
sempurna mekanisme umpan balik. Hormon hipofisis anterior mengatur sintesis dan
sekrasi hormon dan zat-zat kimia di sel target: sebaliknya hormon yang
disekresi tersebut mengatur juga sekresi hipotalamus dan/atau hipofisis. Konsep
ini mendasari penggunaan hormon untuk diagnosis danterapi untuk kelainan hormon
di klinik. Interaksi berbagai hormon ini juga menjelaskan mekanisme terjadinya
efek samping beberapa jenis obat.
Hormon hipofisis anterior sangat esensial untuk pengaturan
pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, metabolism dan respons terhadap
stres.
Hormon-hormon yang dihasilkan oleh hipofisis anterior dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama berupa hormon
somatropok yang meliputi hormon pertumbuhan (GH=somatotropin), prolaktin
(PRL), laktogen plasenta (LP). Kelompok kedua berbentuk glikoprotein
yaitu tirotropin (TSH); lituenizing hormon (LH), hormon pemacu folikel
(FSH), dan gonadotropin plasenta manusia (HCG). Hormon glikoprotein terdiri
dari dua sub unit yaitu α dan β, yang masing-masing mempunyai gugus karbohidrat
dan asam sialat. Spesifisitas hormon ini ditentukan oleh sub unit β dan gugus
karbohidratnya. Kelompok ketiga adalah kortikotropin (ACTH), melanotropin
(MSH), lipotropin (LPH) dan hormon-hormon lain.
Susunan asam amino semua hormon hipofisis anterior telah
diketahui dan beberapa telah dapat disintetis, sebagian maupun secara
keseluruhan. Saat ini telah dapat dibuat agonis dan antagonis hormon sintetik
dengan struktur serupa gugus aktif hormon alami.
Pada umumnya hormon hipofisis spesifik untuk tiap spesies,
sehingga di masa lalu sumber untuk penggunaan klinis yan memenuhi syarat hanya
mungkin di dapat dari ekstrak hipofisis manusia post-mortem. Hormon dari
manusia ini menimbulkan masalah karena terkontaminasi penyebab penyakit
Creutzfeld-Jacob dan kini tidak lagi digunakan. Saat telah ditemukan cara
rekayasa genetic untuk memproduksi hormon pertumbuhan dengan jumlah relative
besar disertai kemungkinan untuk melakukan modifikasi kimiawi dan tidak akan
terkontaminasi penyebab penyakit Creutzfeld-Jacob.
Estrogen dan progesteron merupakan hormon steroid kelamin
endogen yang diproduksi oleh ovarium, korteks adrenal, testis dan plasenta pada
masa kehamilan. Kedua jenis ini dan derivate sintetiknya mempunyai peranan
penting pada wanita antara lain dalam perkembangan tubuh, proses ovulasi,
fertilisasi, implantasi, dan dapat mempengaruhi metabolism lipid, karbohidrat,
protein dan mineral; juga berperan penting dalam pertumbuhan tulang,
spermatogenesis dan behavior.
Sekarang telah diketahui biosentetis, hormon ini di
masing-masing organ, mekanisme kerja di reseptornya pada tingkat selular dan
molecular. Kecuali itu, dari hasil banyak uji klinik terkontrol, indikasinya
bertambah luas. Demikian pula estrogen yang berasal dari kuda hamil yang yang
dikenal sebagai conjugated equine estrogen, makin banyak digunakan
untuk wanita pasca menopause. Telah diperkenalkan beberapa preparat yang dapat
berefek agonis atau antagonis pada reseptor estrogen, tergantung dari jaringan
dimana hormon ini bekerja, disebut sebagai selective reseptor modulator (SERM)
dan digunakan untuk oesteoporosis pasca menopause. Antagonis reseptor
progesterone dan beberapa derivate progesterone, misalnya megestrol asetat,
juga mulai banyak digunakan dan berguna untuk kanker kelenjar mammae. Juga
tanaman yang mengandung fitoestrogen diperkenalkan meski masih memerlukan lebih
banyak uji klinik. Tentu saja semua jenis preparat di atas, meski berguna
secara klinis, tidak lepas dari efek samping yang harus selalu
diperhatikan.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana mekanisme kerja dari hormon ?
2.
Bagaimana farmakokinetik dari sebuah hormon ?
3.
Apa saja obat yang terbuat dari hormon ?
4.
Apa fungsi dari obat yang mengandung hormon ?
5.
Apa efek samping dari obat yang terbuat dari hormon ?
6.
Bagaimana dengan indikasi obat yang terbuat dari hormon dan indikasinya ?
1.3
Tujuan Penulisan
1.
Untuk memenuhi penugasan mata kuliah dari Farmakologi.
2.
Untuk mengetahui obat-obat yang terbuat dari hormon.
3.
Untuk mengetahui apa saja yang dapat digunakan dari suatu hormon beserta hal
lainnya yang penting untuk diketahui.
1.4
Manfaat Penulisan
1.
Mahasiswi dapat mengetahui obat-obat yang terbuat dari hormon.
2.
Mahaiswi dapat mengetahui apa saja yang dapat digunakan dari suatu hormon
beserta hal lainnya yang penting untuk diketahui.
1.5
Pengertian
Hormon ialah zat aktif yang dihasilkan oleh kelenjar
endokrin, yang masuk ke dalam persedaran
darah untuk mempengaruhi jaringan target secara spesifik. Jaringan yang
dipengaruhi umumnya terletak jauh dari tempat hormon tersebut dihasilkan,
misalnya hormon pemacu folikel (FSH, follicle stimulating hormone) yang
dihasilkanoleh kelenjar hipofisis anterior hanya merangsang jaringan tertentu
di ovarium. Dalam hal hormon pertumbuhan lebih dari satu organ menjadi target
sebab hormon pertumbuhan memperngaruhi berbagai jenis jaringan dalam badan.
Jaringan target suatu hormon sangat spesifik karena sel-selnya mempunyai
reseptor untuk hormon tersebut.
1.6
Klasifikasi
Adapun klasifikasi pada hormon yaitu
:
1.
Hormon adenohiposis
2.
Hormon tiroid dan anti tiroid
3.
Estrogen dan progestin, agonis dan antagonisnya
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Mekanisme/Cara Kerja Obat
Mekanisme kerja hormon pada taraf selular tergantung jenis
hormonnya mengikuti salah satu mekanisme di bawah ini.
A.
Mekanisme Kerja Hormon Peptida
Reseptor hormone peptide terdapat pada membrane plasma sel
target. Reseptor ini bersifat spesifik untuk hormon peptide tertentu. Interaksi
hormon dengan reseptornya mengakibatkan perangsangan atau penghambatan enzim adenilsiklase
yang terikat pada reseptor tersebut. Interaksi hormon reseptor ini mengubah
kecepatan sintetis siklik AMP dan ATP. Selanjutnya siklik AMP berfungsi sebagai
mediator intra sel untuk hormone tersebut dan seluruh system ini berfungsi
sebagai suatu mekanisme spesifik, sehingga efek spesifik suatu hormon dapat
terjadi.
Siklik AMP mempengaruhi berbagai proses dalam sel, dan efek
akhirnya bergantung pada kapasitas serta fungsi sel tersebut. Siklik AMP
menyebabkan aktivasi enzim-enzim protein kinase yang terlibat dalam
proses fosforilasi pada sintetis protein dalam sel. Siklik AMP mempengaruhi
kecepatan proses ini. Metabolisme siklik AMP menjadi 5’AMP, yang tidak
dikatalis oleh enzim fosfodiesterase yang spesifik. Dengan demikian zat-zat
yang menghambat enzim fosfodiesterase ini kadang-kadang dapat menyebabkan
timbulnya efek mirip hormon.
Hormone yang bekerja dengan cara di atas ialah hormone
tropic adenohiposis misalnya gonadotropin, MSH (melanocyte stimulating
hormone), beberapa releasing hormones dari hipotalamus, glucagon,
hormone paratiroid, dan kalsitonin.
Beberapa hormone menyebabkan ion Ca sebagai mediator intraselularnya
(intrasellular messenger). Kerja ion Ca dan siklik AMP dapat saling
mempengaruhi sebab ion Ca dapat menyebabkan aktivasi siklik AMP dan demikian
pula sebaliknya. Molekul-molekul lain yang juga dapat bekerja sebagai mediator
intrasel adalah siklik GMP, diasigliserol dan inositol trifosfat.
B.
Mekanisme Kerja Hormon Steroid
Hormone steroid melewati membrane sel masuk ke dalam
sitoplasma setiap sel, baik sel target hormone steroid maupun sel lainnya.
Tetapi reseptor hormone steroid hanya terdapat di dalam sel target yaitu
dalam sitoplasmanya. Bila hormone steroid berikatan dengan reseptor sitoplasma
maka kompleks hormone-reseptor tersebut setelah mengalami modifikasi akan
ditranslokasi ke tempat kerjanya (site of action) di dalam inti sel yaitu pada
kromatin. Selanjutnya terjadilah beberapa hal yang berhubungan dengan
peningkatan sintetis protein sesuai dengan fungsi masing-masing sel target.
C.
Mekanisme Kerja Lain
Hormone pertumbuhan mempunyai mekanisme kerja yang agak
kompleks karena juga berikatan dengan beberapa zat lain.
D.
Mekanisme Kerja Estrogen
Estrogen mempunyai 2 jenis reseptor, ERα dan ERβ yang
berasal dari gen berbeda. Dan berada di inti sel. ERα terdapat banyak di
saluran reproduksi wanita antara lain uterus, vagina, ovarium dan juga di
kelenjar mammae, hipotalamus, sel-sel endotel. Dan otot-otot polos vaskular,
ERβ letaknya menyebar, terbanyak di prostat dan ovarium dan dalam jumlah lebih
sedikit di paru, otak, dan pembuluh darah. Sekitar 40% sekuens asam amino kedua
jenis reseptor ini identik serta mempunyai struktur domain yang umum dimiliki
oleh jenis reseptor steroid lain. Fungsi biologik reseptor ini nampaknya
berlainan dan dapat memberikan respon berlainan terhadap berbagai senyawa
estrogenic, misalnya ERα dan ERβ mengikat 17-β estradiol dengan kekuatan yang
sama sekitar 0,3 nM, sedangkan fitoestrogen genistein terikat ERβ dengan
afinitas 5 kali lebih tinggi dari ikatannya pada ERα.
Kedua ER merupakan ligand-activated transcription factors
yang dapat meningkatkan atau menurunkan sintetis mRNA dari gen target.
Setelah masuk sel melalui difusi pasif membrane plasma, hormon akan terikat ER
di inti sel. ER yang semula merupakan monomer akan mengalami perubahan
konformasi, terjadi dimerisasi sehingga afinitas dan kecepatan pengikatannya
pada DNA meningkat. ER akan terikat estrogen response elements (EREs) di
gen target. Senyawa yang bersifat antagonis juga akan menyebabkan dimerisasi
dan terikat DNA, tetapi konformasi ER yang terjadi di sini berlainan dari
reseptor yang di duduki oleh agonis.
E.
Mekanisme Kerja Progesteron
Di dalam gen progesteron hanya mempunyai reseptor tunggal
(PR) yang memproduksi dua isoform, PR-A dan PR-B. Kedua isoform PR ini
mempunyai ligand-binding domain yang identik, tidak berbeda seperti yang
dimiliki isoform ER. Pada keadaan tanpa ligand, PR berada di inti dalam bentuk
monomerik terikat inaktif dengan heat-shock proteins (HSP-90, HSP-70 dan
p59), apabila telah terikat progesteron HSP terlepas (berdisosiasi) dan reseptor
mengalami fosforilase dan kemudian membentuk dimer (homo- dan heterodimer) yang
terikat dengan selektivitas tinggi pada progesteron response elements (PREs)
pada gen target. Proses transkripsi oleh PR terjadi melalui recruitment beberapa
ko-aktivator ini selanjutnya berinteraksi dengan beberapa protein spesifik yang
mempunyai aktivitas asetilasi histon. Asetilase histon menyebabkan remodeling
kromatin dan menambah protein transkripsi antara lain RNA polymerase ke
promotor target antagonis progesteron juga akan menyebabkan dimerisasi reseptor
dan pengikatan dengan DNA tetapi konformasi antagonis-bound PR lain
dengan antagonis-bound PR. Konformasi ini tidak akan menyebabkan
transkripsi.
2.2
Farmakokinetik
A.
Transfor tiroid
Pada keadaan normal, yodium di sirkulasi terdapat dalam
berbagai bentuk, sekitar 95% sebagai yodium organic dan hampir 5% sebagai
yodida. Sebagian besar (90-95%) yodium organic berada dalam bentuk tiroksin,
dan hanya sebagian kecil (5%) berada di triyodotironin.
Dalam darah hormone tiroid terikat kuat pada berbagai
protein plasma, dalam bentuk ikatan non kovalen. Sebagian besar hormon ini
terikat pada thyroxine-binding globulin (TBG), T3 ikatannya
sangat lemah dan mudah terlepas kembali, karenanya T3 mula kerjanya
lebih cepat dari T4, serta masa kerjanya T4. Tiroksin
juga terikat transtiretin (thyroxine-binding prealbumin), suatu retinol-binding
protein, yang kadarnya lebih tinggi dari TBG dan terutama mengikat
tiroksin. Adanya ikatan hormon tiroid dengan protein plasma, menyebabkan tidak
mudahnya hormone ini di metabolisme dan diekskresi, sehingga masa paruhnya
cukup panjang.
Hanya sedikit tiroksin yang terikat
albumin dan hampir tidak mempunyai peran fisiologik, keculai pada famial
dysalbuminemic hyperthyroxinemia. Sindroma ini merupakan kelainan autosomal
yang dominan, ditandai dengan meningkatnya afinitas albumin terhadap tiroksin
akibat terjadinya mutasi gen albumin.
Besarnya aktivitas biologic hormone tiroid ditentukan oleh
jumlah hormone tiroid bebas dalam plasma. Jumlah ini antara lain tergantung
dari jumlah TBG plasma. Selama jumlah hormone tiroid bebas di plasma dalam
batas normal, tidak akan timbul gejala hipofungsi atau hiperfungsi tiroid.
Ikatan hormone tiroid dengan protein plasma dapat
memproteksi hormone ini dari proses metabolisme dan ekskresi, sehingga
masa-paruhnya dalam sirkulasi panjang. Hanya sekitar 0,03% tiroksin dan 0,3%
triyodotironin dari total hormon tersebut berada dalam keadaan bebas.
Aktivitas metabolik hormon tiorid hanya dapat dilakukan oleh
hormon yang bebas. Karena afinitas pengikatannya dengan protein plasma tinggi,
maka adanya perubahan kadar protein plasma atau afinitas ikatannya akan
mempengaruhi kadar total hormon dalam serum. Beberapa obat dan berbagai kondisi
patologik dan fisiologik, misalnya peningkatan kadar estrogen plasma pada
kehamilan atau terapi dengan estrogen atau penggunaan kontrasepsi hormonal
oral, dapat meningkatkan pengikatan tiroid dengan protein plasma dan kadar
proteinnya. Karena adenohiposis hanya dipengaruhi dan meregulasi hormon tiroid
yang bebas, maka keadaan di atas hanya sedikit mempengaruhi kadar hormon bebas
dalam sirkulasi, karenanya tes laboratorium yang hanya mengukur kadar hormon
total secara keseluruhan dapat menyesatkan diagnosis.
B.
Estrogen
Berbagai jenis estrogen dapat di berikan oral, parenteral,
transdermal maupun topical. Karena sifat lipofiliknya absorbs peroral baik.
Ester estradiol dapat diberikan IM, bervariasi mulai dari beberapa hari sekali
sampai satu bulan sehari. Pemberian transdermal yang diganti 1-2 kali seminggu
umumnya berisi estradiol yang absorpsinya terjadi secara kontinu melalui kulit.
Umumnya etinilestradol, conjugated estrogen, ester
estron, dietilstilbestrol diberikan oral. Estradol oral, absorpsi cepat
dan lengkap, mengalami metabolism lintas-pertama di hepar yang ekstensif,
substitusi etinil pada atom C17 dapat menghambat prose tersebut.
Preparat oral lain, conjugated equen estrogen (ester sulfat dari
estron), equilin, senyawa alami lain dihidrolisis oleh enzim di intestine bagian
bawah hingga gugus sulfat terlepas dan estrogen di absorpsi di intestine.
Karena adanya perbedaan dalam metabolism menyebabkan perbeadaan potensi
estrogeniknya, misalnya etinilestradol lebih poten dari conjugated estrogen.
Beberapa jenis bahan makanan dan produk asal tanaman, misalnya kacang
kedelai yang mengandung flavonoid genistein, dan kumestan diduga mempunyai efek
estrogenik, tetapi hal ini masih membutuhkan pembuktian klinik.
Transdermal estradiol patch. Penglepasan hormon berlangsung
lambat, kontinu, didstribusi sistemik, kadar dalam darah lebih konstan daripada
per oral. Cara pemberian ini juga tidak menyebabkan kadar tinggi dadlam darah
yang dapat mencapai sirkulasi portal, mungkin inilah yang menyenankan efeknya
pada profil lipid berbeda.
Absorpsi estradiol valerat atau estradiol sipionat setelah
pemberian dosis tunggal IM, berjalan lambat sampai beberapa minggu, karenanya
pemberiannya 1-4 minggu sekali. Di dalam darah umumnya estrogen alami terikat
globulin pengikat hormon kelamin steroid (SSBG) dan sedikit terikat albumin.
Sebaliknya etinilestradol terikat albumin dan tidak terikat SSBG. Karena ukuran
molekul dan sifat lipofiliknya, estrogen yang bebas akan mudah keluar dari
plasma dan akan didistribusi secara ekstensif ke kopartemen jaringan. Jenis
hormon ini mengalami metabolism cepat dan estensif, masa paruh plasma hanya
beberapa menit.
C.
Progesterone
Progesterone oral akan cepat mengalami metabolisme lintas
pertama di hepar, karenanya bioavailabilitas oralnya rendah dan lebih banyak
digunakan IM (dalam larutan minyak) atau suppositoria vagina atau diberikan
bersama alat kontrasepsi dalam rahim atau intra uterin devices
(AKDR/IUD). Kecuali itu dibuat analog 17 α-hidroksi progesterone seperti misal
medroksi progesterone asetat (MPA) dan 19-norsteroid untuk digunakan oral.
Progesterone micronized mengandung partikel kecil (<10 µm) dalam
larutan minyak dikemas dalam kapsul gelatin. Meski bioavailabilitas absolute
preparat ini rendah, kadar plasma yang efektif dapat dicapai.
Derivate progestin, MPA dan megestrol asetat dapat diberikan
oral, karena metabolism hepar lebih sedikit dari progesterone alami, masa kerja
lebih panjang, 7-24 jam karenanya cukup diberikan 1 x sehari.
Hidroksiprogesteron kaproat dan MPA diberikan IM. Ekskresi semua sediaan
melalui urin.
2.3
Farmakodinamika
A.
Hormon Pertumbuhan
Hormon pertumbuhan terutama mempengaruhi metabolisme karbohidrat
dan lemak, dengan mekanisme kerja belum jelas. Hormon lain yaitu insulin,
glukagon juga berpengaruh terhadap pengaturan zat- zat ini. Pengaruh hormon ini
terhadap metabolisme karbohidrat saling berkaitan sehingga sukar dirinci satu
per satu. Hormon pertumbuhan memperlihatkan efek antiinsukin yaitu meninggikan
kadar gula darah, tetapi disamping itu juga berefek seperti insulin yaitu
menghambat penglepasan asam lemak dan merangsang ambilan asam amino oleh sel.
Efek ini sebagian besar mungkin diperantarai oleh somatomedin C atau
disebut juga IGF-1 (insulin like growth factor 1) dan sebagian kecil oleh
insulin like growth factor 2 (IGF-2).
B.
Tiroid dan Anti Tiroid
Hormon tiroid bekerja melalui reseptornya diinti sel. Efek
hormon tiroid timbul melalui regulasi transkripsi DNA yang merangsang sintesis
protein, dan selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan yang normal.
Karenanya hormon ini penting untuk proses pertumbuhan normal. Efek hormon ini
pada sintesis protein dan aktivitas enzim tidak terbatas hanya pada otak saja
tetapi, sebagian besar jaringan tubuh juga dapat dipengaruhi , ini terlihat
dari gejala yang timbul pada hipertiroidisme ataupun hipotiroidisme. Sedangkan
anti tiroid, berefek dalam menghambat sintesis hormon tiroid baik secara
langsung ataupun memblok mekanisme transfor yodida sedangkan yang lain dapat
mengurangi sintesis dan pengeluaran hormon dari kelenjarnya, dan ada pula yang
merusak kelenjar dengan radiasi ionisasi. Juga ada beberapa obat yang tidak
berefek pada hormon dikelenjar, tapi diganakan sebagai terapi ajuvan,
bermanfaat untuk megatasi gejala tirotoksikosis.
C.
Estrogen dan Progesteron
1.
Estrogen
Pada organ non endokrin (tulang, endothelium vascular,
hepar, SSP, jantung) terdapat reseptor estrogen (ER), karenanya banyak efek
metaboliknya terjadi secara langsung pada reseptor yang bersangkutan. Efek
estrogen pada masa tulang menguntungkan karena mengurangi proses resorpsi
kalsium tulang.
Efek utama estrogen antara lain menurunkan jumlah dan aktivitas osteoklas,
menyebabkan pertumbuhan tulang dan penutupan epifisis pada wanita dan pria.
2.
Progesteron
Progesteron dapat meningkatkan insulin basal atau setelah
makan karbohidrat, tetapi tidak menyebabkan perubahan toleransi glukosa, kecuali
penggunaan jangka panjang progestin yang poten (norgestrel). Hormon ini dapat
merangsang aktivitas enzim lipoprotein lipase dan nampaknya menambah deposit
lemak.
Progesteron
dan analognya (MPA) dapat menyebabkan peningkatan LDL dan menurunan HDL (sedang)
atau tidak ada perubahan. Progesteron juga mungkin dapat mengurangi efek
aldosteron pada reabsorpsi Na ditubuli renalis dan menyebabkan peningkatan
sekresi mineralokortikoid korteks adrenal.
2.4 HORMON PERTUMBUHAN
1)
FAAL
Pertumbuhan. Fungsi fisiologi hormon pertumbuhan yang paling
jelas adalah terhadap pertumbuhan. Defisiensi hormon ini menyebabkan kekerdilan
(dwarfisme), sedang kelebihan hormon ini menyebabkan gigantisme pada anak dan
akromegali pada orang dewasa. Disamping hormon lain juga dalam berperan dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan normal yaitu tiroid, insulin, androgen dan
estrogen.
Pemberian hormon pertumbuhan pada pasien hipopituitarisme
menyebabkan pertumbuhan normal apabila pengobatan dimulai cukup dini.
Pematangan alat kelamin tidak terjadi tanpa pemberian hormon kelamin atau
gonadotropin. Gigantisme dan akromegali tidak pernah dilaporkan terjadi akibat
terapi dengan hormon ini.
2)
EFEK
TERHADAP METABOLISME
Hormon pertumbuhan terutama mempengaruhi metabolisme
karbohidrat dan lemak, dengan mekanisme kerja belum jelas. Hormon lain yaitu
insulin, glukagon juga berpengaruh terhadap pengaturan zat- zat ini. Pengaruh
hormon ini terhadap metabolisme karbohidrat saling berkaitan sehingga sukar
dirinci satu per satu. Hormon pertumbuhan memperlihatkan efek antiinsukin yaitu
meninggikan kadar gula darah, tetapi disamping itu juga berefek seperti insulin
yaitu menghambat penglepasan asam lemak dan merangsang ambilan asam amino oleh
sel. Efek ini sebagian besar mungkin diperantarai oleh somatomedin C atau
disebut juga IGF-1 (insulin like growth factor 1) dan sebagian kecil oleh
insulin like growth factor 2 (IGF-2).
Hormon pertumbuhan terbukti berpengaruh pada penyakit
diabetes melitus. Pasien diabetes sangat sensitif terhadap terjadinya
hiperglikemia oleh hormon pertumbuhan. Pada pasien bukan diabetes melitus
hormon ini dapat diberikan dalam dosis besar tanpa menyebabkan hiperglikemia,
bahkan sebaliknya kadang- kadang dapat menyebabkan hipoglikemia pada pada
pemberian akut karena mempermudah glikogenesis.
Pada
keadaan lapar hormon pertumbuhan menyebabkan mobilisasi lemak dari depot lamak
untuk masuk keperedaran darah. Hormon ini agaknya mengalihkan sumber energi
dari karbohidrat ke lemak.
Hormon pertumbuhan memperlihatkan keseimbangan positif untuk
N, P, Na, K, Ca dan Cl, unsur- unsur terpenting untuk membangun jaringan baru.
Nitrogen terutama terdapat dalam asam amino yang dibawa kedalam jaringan untuk
ebentuk protein meningkat, sehingga kadar N dalam darah
(urea)
menurun, sesuai dengan efek anaboliknya.
Efek GH terhadap pertumbuhan terutama terjadi melalui
peningkatan produksi IGF-1, terutama dibentuk dalam hepar. Selain itu GH juga
terangsang produksi IGF-1 ditulang, tulang rawan, otot dan ginjal. GH
merangsang pertumbuhan longitodinal tulang sampai epifisis menutup, hapir saat
akhir pubertas.
Baik pada anak- anak maupun dewasa GH mempunyai efek
anabolik pada otot dan katabolik pada sel- sel lemak sehingga terjdi
peningkatan assa otot dan pengurangan jaringan lemak terutama di daerah
pinggang. Terhadap metabolise karbohidrat GH dan IGF-1 mepunyai efek yang
berlawanan pada sensivitas terhadap insulin.
GH menurunkan sensivitas terhadap insulin sehingga terjadi
hiperinsulinemia. Sebaliknya pada pasien yang tidak sensitif terhadap GH karena
mutasi reseptor. IGH-1 bekerja melalui reseptor IGH-1 dan reseptor
insulin mengakibatkan penurunan kadar insulin dan kadar glukosa.
3)
INDIKASI
Selama ini indikasi hormon pertumbuhan hanya dibatasi untuk
mengatasi kekerdilan. Akibat hipopituitarisme. Dengan ditemukannya cara
rekayasa genetika untuk memproduksi hormon ini secara mudah dalam jumlah besar,
ada kemungkinan penggunaanya untuk mengatasi gangguan pertumbuhan akan lebih
luas. Efektivitas hormon ini pada difisiensi partial dan anak pendek yang
normal hanya tampak diawal terapi. Untuk indikasi ini sulit ditentukan siapa
yang perlu diobati, kapan pengobatan dimulai dan kapan berakhir. Juga perlu
disertai penanganan psikologis, yang akan sangat penting artinya bila terapi
gagal.
Berbagai usulan bermunculan dalam 10 tahun terakhir ini,
antara lain anjuran penggunaan pada anak pendek yang tingginya dibawah 10 %
populasi dan berespon terhadap terapi hormon pertumbuhan yang dicobakan dulu
selama 6 bulan, bagaimana pun penggunaan hormon ini pada kasus tanpa difisiensi
hormon berhadapan dengan pertimbangan etis. Perlu pertimbangan manfaat risiko
efek samping serius misalnya akromegali, gangguan kardiovaskular, gangguan
metabolisme glukosa yang terjadi pada kelebihan hormon endogen, tetapi jugs
risiko kejiwaan pada hormon endogen, tetapi juga risiko kejiwaan pada kegagalan
terapi (perubahan persepsi pendek normal menjadi abnormal).
Dengan dibuatnya hormon ini secara rekayasa genetik
keterbatasan pengadaan tidak akan menjadi masalah lagi. Kalau faktor biaya
juga tidak menjadi masalah, perlu dipikirkan adanya batasan yang jelas
mengenai indikasi.saat ini telah ada laporan penggunaan diluar indikasi yang
telah jelas, misalnya penyalahgunaan obat atlet untuk mencapai tinggi dan
bentuk badan tertentu dan mencapai tinggi dan bentuk badan tertentu dan pada
orang lanjut usia untuk menghambat proses penuaan. Meskipun penelitian menunjukkan
bahwa hormon pertumbuhan menyebabkan hal- hal yang menguntungkan untuk atlet
dan orang lanjut usia yaitu penurunan jumlah jaringan lemak, peningkatan
jaringan otot, peningkatan BMR, penurunan total kolesterol, peningkatan
kekuatan isometrik dan kemampuan kerja fisik, namun efeknya sebagai antipenuaan
tetap dipertanyakan. Pada mencit justru GH dan IGH-1 analog secara konsisten
memperpendek umur. Pemakaian GH oleh atlit dilarang oleh Komite Olimpiade.
Terapi hormon GH telah disetujui di USA untuk pasien yang kekurangan berat
(wasting) karena AIDS, terapi ini bermanfaat untuk sebagian pasien tersebut.
Hormon pertumbuhan perlu diberikan 3 kali seminggu selama
masa pertumbuhan. Pada saat pubertas perlu ditambahkan pemberian hormon kelamin
agar terjadi pematangan organ kelamin yang sejalan dengan pertumbuhan tubuh.
Evalusi terapi dilakukan enam bulan setelah pengobatan. Terapi dikatakan
berhasil bila terlihat pertambahan tinggi minimal 5 cm. Tampaknya pengobatan
lebih berhasil pada mereka yang gemuk. Pertumbuhan sangat kecil atau hampir
tidak ada pada usia 20-24 tahun. Resistensi, yang sangat jarang terjadi,
biasanya disebabkan oleh timbulnya antibodi terhadap hormon pertumbuhan, hal
ini dapat diatasi dengan menaikkan dosis. Di masa lalu manfaat GH pada usia dewasa
dengan defisiensi GH tidak pernah dibicarakan. Baru belakangan diketahui
gejala-gejala obesitas umum, kurangnya massa otot dan curah jantung yang
menurun akan berkurang dengan pemberian GH. Tahun 2004 GH diindikasikan untuk short-bowel
syndrome yang tergantung pada total parentral nutrition. Pemberiannya
bersama glutamin, untuk memperbaiki pertumbuhan sel mukosa usus. Tahun 1993 di
USA GH diizinkan digunakan untuk meningkatkan produksi susu oleh sapi, tetapi
apabila sering terjadi mastitis, maka pemakaian antibiotik meningkat dan
dikhawatirkan adanya residu antibiotik pada susu dan daging sapi.
1.
SOMATREM
Hormon pertumbuhan yang dihasilkan dengan cara rekayasa
genetik ini memiliki satu gugus metionin tambahan pada terminal-N. Hal ini
mungkin menjadi penyebab timbulnya antibodi dalam kadar rendah terhadap sediaan
ini pada ± 30% pasien, adanya antibodi ini tedak mempengaruhi perangsangan
pertumbuhan oleh hormon. Efek biologisnya sama dengan somatropin. 1 mg somatrem
setara dengan 2.6 IU hormon pertumbuhan.
a.
Kegunaan klinik:
Diindikasikan untuk difesiensi hormon pertumbuhan pada anak. Penggunaann pada difisiensi
parsial dan anak pendek normal masih harus diteliti. Suntikan lepas lambat yang
melepas obat perlahan-lahan dapat diberikan subcutan sebulan sekali. Ada pula
preparat yang diberikan 3-6 kali perminggu. Kadar puncak dicapai dalam 2-4 jam
dan kadar terapi bertahan 36 jam.Bila terapi tidak berhasil, setelah 6 bulan
obat harus dihentikan
b.
Dosis. Harus
disesuaikan kebutuhan perorangan, dan diberikan oleh spesialis. Dosis total
seminggu dapat juga dibagi dalam 6-7 kali pemberian, beberapa penelitian
menunjukkan bahwa respons lebih baik bila obat diberikan tiap hari.pengobatan
diberikan sampai diberikan epifisis atau bila tidak ada lagi respons.
c.
Efek samping.
Hiperglikemia dan ketosis (diabeto genic)bisa terjadi pada pasien dengan
riwayat diabetes mellitus.
2.
SOMATROPIN
Secara kimia identik dengan hormon pertumbuhan manusia
tetapi dibuat dengan rekayasa ginetik, efek geologik sama tetapi tidak ada
resiko kontaminasi virus penyebab penyakit Creutzfeldt-Zacob 1 ml gram obat ini
setara 2,6 IU hormon pertumbuhan.
a. Kegunaan klinik. Sama dengan somatrem.
b.
Efek samping dan interaksi obat. Pembentukan antibodi hanya 2% pasien. Antibodi ini
juga tidak menghambat efek perangsangan pertumbuhan . Glukokortikoid diduga
dapat menghambat perangsangsn pertumbuhan oleh hormon ini.
c.
Cara pemberian. IM
dan SC seperti somatrem, begitu pula lama pengobatan. Dosis maksimum dibagi 3
kali pemberian dalam seminggu. Atau 6-7 kali pemberian dalam seminggu. Ada juga
yang menggunakan dosis yang sama dengan somatrem. Telah diketahui bahwa umumnya
pengobatan dengan hormon pertumbuhan menunjukkan respons yang makin lama makin
menurun. Suatu penelitian menunjukkan bahwa menaikkan dosis pada saat respon
menurun dapat kembali meningkatkan respon, tanpa efek samping pada metabolisme
karbohidrat maupun lipid. Penurunan respons mungkin juga disebabkan oleh
penutupan epifisis atau ada masalah lain, misal malnutrisi atau hipotiroidisme.
Saat penyuntikan mungkin mempengaruhi hasil. Penyuntikan pada malam hari kurang
mempengaruhi pola metabolisme (asam lemak rantai medium, serum alanin, laktat)
dibandingkan pada pagi hari.
3.
SOMATOMEDIN C (IGF-1).
Somatomedin ialah sekelompok mediator faktor pertumbuhan
yang mula- mula ditemukan dalam serum tikus normal. In vitro,
somatodedin meningkatkan inkorporasi sulfat ke dalam jaringan tulang rawan,
karena itu zat ini dulu disebut sulfation factor. Kemudian ternyata
masih banyak efek lain yang dapat ditimbulkannya sehingga zat ini disebut
somatomedin.
Somatomedin juga terdapat dalam serum manusia, zat inni
bertambah pada akromegali dam menghilang pada hipopituitarisme, in vitro, zat
ini juga merangsang sintesis DNA, RNA, dan protein oleh kondrosit. Ternyata
efek somatomedin sangat luas, mencakup berbagai efek hormon pertumbuhan.
Meskipun demikian, telah terbukti bahwatidak semua efek hormon pertumbuhan
diperantai oleh somatomedin.
Somatumedin dibuat terutama di hepar, selain itu juga di
ginjal dan otot. Zat- zat ini disentesis sebagai respons terhadap hormon
pertumbuhan dan tidak disimpan. Somatomedin menghambat sekresi hormon
pertumbuhan melalui mekanisme umpan balik. Sejumlah kecil pasien dengan
gangguan pertumbuhan familiaal tak memiliki cukup somatomedin meskipun kadar
hormon pertumbuhannya normal, dan pemberian hormon pertumbuhan pada pasien ini
tidak memperbaiki gangguan peretumbuhan.
4.
MEKASERMIN
Diindikasikan untuk kasus difisiensi IGF-1 yang tidak
responsif terhadap GH karena terjadi mutasi pada reseptor dan terbentuknya
antibodi yang mnetralisir GH.
Mekasremin adalah kompleks rhlGF-1 dan recombinanthiman
IGF- binding protein 3 (rhIGFBP-3).
a.
Efek sampingnya,
yang utama hipoglikemia, untuk mencegah efek samping ini harus makan dulu 20
menit sebelum atau sesudah pemberian mekasermin subkutan. Beberapa pasien
menderita peningkatan tekanan intrakranial dan peningkatan enzim hepar.
ANTAGONIS GH. Adenoma hipofisis dapat menyebabkan gigantisme dan akromegali.
Oktreotid adalah analog somastotatin yang potensinya 45 kali lebih dalam
menghambat GH,tetapi hanya 2 kali dalam penurunan insulin. Bromokriptin
menurunkan produksi GH. Pegvisoman menghambat kerja GH di reseptor dan dipakai
untuk kasus akromegali.
2.5 HORMON TIROID
A.
BIOSINTETIS
Kelenjar tiroid memproduksi hormon tiroid, yang akan disimpan
sebagai residu asam amino dari tiroglobulin. Tiroglibulin merupakan
glikoprotein yang menempati sebagian besar folikel koloid kelenjar tiroid.
Secara garis besar, sintesis, penyimpanan, sekresi, dan
konversi hormon tiroid, terdiri dari beberapa tahap:
1.
Ambilan (uptake) ion yududa (I’) oleh kelenjar
2.
Oksidasi yodida dan yodinasi gugus tirosil pada tirogobulin
3.
Penggabungan residu yodotirosin a.i. menghasilkan yodotironin
4.
Resopsi koloid tiroglibulin dari lumen kedalam sel
5.
Proteolisis tiroglibulin dan pengeluaran atau sekresi tiroksin (T4) dan
tryodotironin (T3) ke aliran darah
6.
Recycling yodium di antara sel- sel tiroid melalui deyodinasi dari mono- dan
diyodotirosin dan penggunaan kembali ion yudida (I’) dan
7.
Konversi T4 menjadi T3 di jaringan perifer dan dalam kelenjar tiroid
a.
Ambilan yodida
Yodium dari makanan mencapai sirkulasi dalam bentuk yodida.
Pada keadaan normal kadarnya dalam darah sangat rendah (0,2- 0,4 µg/dL). Tetapi
kelenjar tiroid mampu menyerap yodida cukup kuat, hingga yodida dalam kelenjar
mencapai 20- 50 kali, bahkan bila kelenjar terangsang mencapai 100 kali dari
kadar plasma.mekanisme tranfor yodida ke kelenjar dihambat beberapa ion, misal
tiosinat dan perkiorat. Sistem transpor yodida ini dipicu hormon tirotropin
dari adenohipofisis (thyroid- stimulating hormone, TSH) yang diatur oleh
mekanisme autoregulasi. Karenanya bila simpanan yodium dikelenjar rendah
ambilan yodida akan dipicu dan sebaliknya pemberian yodida akan menekan
mekanisme di atas.
Mekanisme yang sama dijumpai pula pada alat lain misalnya
kelenjar ludah, mukosa lambung, kulit, kelenjar mamae dan plasenta yang dapat
mempertahankan kadar yodida 10- 15 kali lebih tinggi dari dalam darah.
b.
Oksidasi dan yodinasi
Oksidasi yodida menjadi bentuk aktifnya diperantai tiroid
peroksidase, enzim yang mengandung heme, dan menggunakan H2O2
sebagai oksidan. Enzim ini berada dimembran sel dan terkonsentrasi dipermukaan
paling atas dari kelenjar. Reaksi ini menghasilkan residu monoyodotirosil (MT)
dan diyodotirosil (DIT) dalam tiroglibulin, tepat sebelum penyimpanan
ekstraselulernya di lumen folikel kelenjar. Reaksi tersebur dirangsan TSH.
c.
Pembentukan tiroksin dan triyodotironin dari yodotirosin
Tahap beriktnya, pembentukan triyodotironin dari residu
monoyodotirosi dan diyodotirosil. Reaksi oksidasi ini juga dikatalisasi oleh
enzim tiroid peroksidase. Kecepatan pembentukan tiroksin dipengaruhi kadar TSH
dan tersedianya yodida. Telah diketahui bahwa terdapat hubungan antara jumlah
tiroksin dan triyodotironin yang terbentuk dalam kelenjar dan tersedianya
jumlah yodida atau kedua yodotirosin, misalnya pada tikus, bila terjadi
defesiensi yodium pada kelenjar tiroid, rasio tiroksin/ triyodotironin akan
menurun dari 4 : 1 menjadi 1 : 3. Karena T3 meruopakan bentuk transkripsi aktif
yodium dan hanya mengandung sekitar tiga per empat bagian yodium, penurunan
jumlah yodium yang tersedia hanya sedikit berpengaruh terhadap jumlah hormon
tiroid yang keluar dari kelenjar.
d.
Resorpsi
e.
Proteolisis koloid dan
f.
Sekresi hormon tiroid
Karena T3 dan T4 disentesis dan disimpan sebagai bagian dari
tiroglobulin, maka untuk sekresinya diperlukan proses proteolisis. Proses ini
dimulai dari endositosis koloid dari lumen folikel pada permukaan sel, dengan
bantuan reseptor tiroglobulin, yakni megalin. Tiroglibulin harus dipecah dahulu
menjadi beberapa asam amino, agar hormon tiroid dapat dilepaskan, proses ini
dibantu oleh TSH. Pada saat tiroglibulin terhidrolisis, monoyodotirosin dan
diyodotirosin juga dilepaskan tetapi tetap berada dalam kelenjar, sedangkan
yodium yang dilepaskan sebagai yodida akan tergabung lagi dengan protein.
Molikel triglubulin dibentuk oleh 300 residu karbohidrat dan 5500 residu asam
amino dan hanya 2-5 diantaranya adalah T4, dengan demikian untuk
melepaskan hormon tiroid, molekul tiroglibulin harus dipecah menjadi gugus-
gugus asam amino. Mekanisme ini dipicu oleh hormon tirotropin.
g.
Konversi tiroksin menjadi triyodotironin dijaringan perifer
Pada keadaan normal produksi tiroksin (T4) sehari antara 70-
90 µg, sedangkan triyodotironin (T3) 15- 30 µg. meski T3 diproduksi kelenjar
tiroid, sekitar 80% T3 disirkulasi adalah hasil metabolisme T4 yang terjadi
melalui sekuensial monodeyodinasi di jaringan perifer. Sebagian besar
konversi T4 menjadi T3 diluar kelenjar, yakni terjadi di hati. Karenanya bila
tiroksin diberikan pada pasien hipotiroid dengna dosis yang dapat menormalkan
tiroksin plasma, kadar T3 plasma yang juga akan mencapai normal.
3)
ESTROGEN
a.
Pendahuluan
Estrogen dan progestin merupakan hormone steroid kelamin
endogen yang diproduksi oleh ovarium , korteks adrenal ,testis dan placenta
pada masa kehamilan.Kedua jenis hormone ini derivate sintetiknya mempunyai
peranan penting pada wanita dalam perkembangan tubuh, proses ovulasi,
fertilisasi, implantasidan dapat mempengaruhi metabolisme lipid ,karbohidrat,
protein dan mineral : juga berperan penting pada pertumbuhan tulang
,spermatogenesis dan behavior.
b.
Khasiat/indikasi
Estrogen sangat penting peranannya pada perubahan bentuk dan
perubahan bentuk dan fungsi tubuh masa pubertas anak perempuan menjadi bentuk
tubuh yang karakteristik untuk wanita dewasa. Efek langsungnya pada pertumbuhan
dan perkembangan vagina ,uterus dan tuba falopii.Bersama hormone lain
merangsang pertumbuhan duktuli,stroma dan akumulasi lemak dan kelenjar mammae.
Sebagai kontrasepsi ,ERT atau HRT ( hormon replacement
therapy ) pada wanita pasca menopause .
c.
Efek Samping
Reaksi yang sering terjadi antara lain ganguan siklus haid
,mual, atau bahkan muntah ,rasa kembung ,edema, berat badan bertambah. Yang
lebih serius pusing, migraine, klosma terutama pada kulit muka, peningkatan
tekanan darah ,thrombosis ,proliferasi endometrium atau varises.
d.
Kontra Indikasi
Wanita hamil atau menyusui ,gangguan fungsi hepar ,riwayat
thrombosis atau emboli hipertensi ,penyakit jantung, perdarahan vagina yang
belum jelas penyebabnya, adenoma mamma atau adanya tumor pada alat reproduksi.
e.
Sediaan dan dosis
Estriol
,tablet 1 dan 2 mg ,dosis 2 – 4 tablet sehari.
Estradiol
valerat tablet 2 mg, dosis 1 tablet sehari
17
– ß estradiol patch 100 µg/hari
Etinilestradiol
tablet 50 µg, masa kerja lebih panjang ,dosis 1/2 -
1 tablet sehari.
Estropipat
(Na - estron sulfat ) 0,625 mg,dosis 1 atau 2 tablet sehari
Semua
ini digunakan pada efisiensi estrogen, osteoporosis pasaca menopause.
4)
Progesterone
a.
Pendahuluan
Progesteron merupakan hormone steroid kelamin alamiah yang
diproduksi di tempat yang sama dengan estrogen .
b.
Khasiat /indikasi
Pada keadaan normal ,efek estrogen akan mendahului dan menyertai
progesterone dalam hal efeknya pada endometrium dan hal ini penting untuk
timbulnya siklus haid yang normal.
Selama masa kehamilan dan fase luteal siklus haid, progesterone dan estrogen
menyebabkan proliferasi asini kelenjar mammae.Pada akhir masa kehamilan asini
kelenjar terisi sekret dan vaskularisasi bertambah, sesudah partus dimana
estrogen dan progesterone sangat menurun ,baru akan terjadi laktasi.
Progesterone dapat menimbulkan rasa katuk ,mungkin akibat efek depresaan dan
hypnosis pada SSP .Karena dapat dianjurkan penggunaannya pada malam hari
sebelum tidur yang pada beberapa wanita dapat membantu mudah tertidur.
Kontrasepsi ,wanita pasca menopause ,kombinasi dengan estrogen , abortus
iminiens/ancaman abortus ,ancaman lahir premature , abortus habitualis , kanker
endometrium , perdarahan fungsional endometrium.
c.
Dosis
Jenis preparat untuk kontrasepsi ,kontrasepsi hormonal
tablet nerostiston 5 mg .MPA 5 mg,allilestrenol 5 mg.
5)
Kontrsepsi hormonal
a.
Pendahuluan
Kontrasepsi adalah tindakan untuk mencegah konsepsi atau
mencegah kehamilan.
b.
Jenis kontrasepsi hormonal
Dikenal
3 cara pemberian kontrasepsi wanita yaitu:
Oral
Preparat
kombinasi ,berisi dervat estrogen da progestin,yang hanya berisi progestin
(linestrenol 0,5 mg ), minipil .
Suntikan
DMPA
(Depo- medroksiprogesteron asetat ) berisi MPA 150 mg diberikan 12 minggu
sekali, cyclofem ( MPA 50 mg & estradiol sipionat 10 mg ) disuntikkan
setiap 30 hari
Implant subkutan
Satu
implant nonbiodegradable yang berisi 68 mg etonogestrel (3- ketodesogestrel).
Untuk selama 3 tahun ( implanon) dan implant yang total berisi 6 x 36 mg
levonorgestrel digunakan selama 5 tahun (norplant).
c.
Efek samping
Gangguan haid ,mual mungkin timbul pada awal penggunaan
,peningkatan tekanan darah ,rasa sakit di kelenjar mammae ,gangguan toleransi
glukosa pada diabetes mellitus ,tromboemboli.Komponen progesterone dapat
menyebabkan sakit kepala .Gangguan kardiovaskular umumnya lebih sering terjadi
pada wanita lebih 35 tahun ,perokok atau mempunyai factor resiko kurang baik
atau hipertensi.
d.
Kontra Indikasi
Kehamilan, wanita usia > 40 tahun, thrombosis atau emboli
,penyakit kardiovaskular dan serebrosvaskular,hipertensi ,gangguan fungsi hepar
,ikterus kolestatik, hyperplasia endometrium
,porfiria,hiperpoprotenemia,perdarahan vagina yang tidak diketahui
sebabnya,varises, sering menderita migraine.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Hormon
ialah zat aktif yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin, yang masuk ke dalam
peredaran darah untuk mempengaruhi jaringan target secara spesifik. Adapun
klasifikasi pada hormon yaitu :Hormon adenohiposis, Hormon tiroid dan anti
tiroid dan Estrogen dan progestin, agonis dan antagonisnya.
3.2
Saran
Dengan makalah ini pembaca diharapkan dapat lebih mengerti
tentang Obat Hormon. Semoga pembaca mengetahui bahaya kekurangan serta
kelebihan Hormon bagi tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
Gan Gunawan, Sulistia.2009. Farmakologi
dan Terapi. Jakarta : FKUI
http://www.nurindahs4ri.blogspot.com/
Tugas
individu Makalah Farmakologi
Nama Dosen : Drs. H.M Syaharuddin,Apt
MAKALAH
OBAT HORMON
OLEH:
NAMA
: NURLIANA
NIM : PSW.B.2014.IB.0012
YAYASAN
PENDIDIKAN SOWITE
AKADEMI
KEBIDANAN PARAMATA RAHA
KABUPATEN
MUNA
2015/2016
|
KATA PENGANTAR
Assalamuallaikum. Wr. Wb.
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga saya berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat
pada waktunya yang berjudul “OBAT HORMON”.
Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi dan
pembelajaran kepada kita semua. saya menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun
selalu saya
harapkan demi kesempurnaan Makalah ini.
Akhir kata, saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan Makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Wassalamuallaikum. Wr. Wb.
Raha,
Januari 2016
i
|
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................... ............ i
DAFTAR ISI................................................................................................... ........... ii
BAB
I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... ............ 1
1.2 Rumusan
Masalah........................................................................................3
1.3 Tujuan..........................................................................................................3
1.4 Manfaat
Penulisan.......................................................................................3
1.5 Pengertian....................................................................................................3
1.6 Klasifikasi....................................................................................................4
BAB II : PEMBAHASAN
2.1 Mekanisme/Cara
Kerja Obat.............................................................5
2.2 Farmakokinetik...................................................................................7
2.3 Farmakodinamika.......................................................................10
2.4 Hormon
Pertumbuhan.....................................................................12
2.5 Hormon Tiroid................................................................................18
BAB
III : PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................24
3.2 Saran..........................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA
ii
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar