Pasang surut yang
mewarnai kehidupan sebuah rumah tangga tak hanya dalam hal hubungan pribadi
antara suami dan istri, namun juga menyangkut anak dan rizki. Kesabaran dan
sikap syukur menjadi modal yang mesti dimiliki dalam hal ini.
Setiap insan yang hidup di muka bumi ini pasti pernah mengalami
suka dan duka. Tidak ada insan yang diberi duka sepanjang hidupnya, karena ada
kalanya kemanisan hidup menghampirinya. Demikian pula sebaliknya, tak ada insan
yang terus merasa suka karena suatu saat pasti duka akan menghampirinya.
Suka duka pun suatu kemestian yang dialami suami istri dalam
mengarungi bahtera rumah tangga karena kesmpitan atau kelapangan, kesulitan
atau kemudahan silih berganti. Ketika diperoleh apa yang didamba mereka bersuka,
ketika memperoleh apa yang dicinta mereka berduka.
Sebagai seorang yang beriman kepada Allah swt dan mengimani
takdirnya, sudah semestinya suka dan duka itu dihadapi dengan syukur dan sabar.
Allah menggandengkan dua sifat tersebut dalam Q.S Ibrahim ayat 5, yang artinya
“Sesungguhnya pada uang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi setiap orang
yang banyak bersabar lagi bersyukur.”
Rasul saw. telah mengabarkan bahwa mukmin yang sabar atas
musibah/duka yang menimpanya dan bersyukur atas nikmat/suka yang diterimanya
akan mendapatkan kebaikan. Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh mengagumkan
perkara seseorang mukmin. Sungguh seluruh perkaranya adalah kebaikan baginya.
Yang demikian itu tidaklah dimiliki oleh seseorang kecuali seorang mukmin. Jika
mendapatkan kelapangan dia bersyukur, maka yang demikian itu baik baginya. Dan
jika ia ditimpa kemudaratan/kesusahan ia bersabar, maka yang demikian itu baik
baginya.” (HR. Muslim no 7425)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin menjelaskan hadist
tersebut bahwa setiap manusia tidak lepas dari ketetapan Allah swt. dan
takdir-Nya baik itu kelapangan maupun kesempitan. Seorang mukmin senantiasa
dalam kebaikan pada setiap keadaan yang Allah swt. takdirkan baginya. Bila
ditimpa kesusahan ia bersabar dan dan menanti datangnya kelapangan dari Allah
swt. serta mengharapkan pahala, maka ia meraih pahala orang-orang yang
bersabar. Bila mendapatkan kelapangan berupa nikmat agama seperti ilmu dan amal
shaleh, ataupun nikmat dunia berupa harta, anak dan istri ia bersyukur kepada Allah
swt. dengan taat kepada-Nya.
Seorang mukmim dan mukminah dalam menjalani kehidupan rumah
tangganya harus berada diantara kesyukuran dan kesabaran karena mereka tidak
akan luput dari takdir yang baik ataupun buruk. Bila seseorang diberi nikmat
berupa anak hendaklah ia bersyukur kepada Dzat yang memberikan anugrah. Namun
bila tidak, maka tidak ada yang bisa dilakukan oleh seorang mukmim kecuali
tunduk, sabar, ridha dengan ketetapan-Nya dan berbaik sangka kepada Allah swt.
karena Dia tidak pernah berbuat dzalim kepada hamba-Nya. Dia Maha Tahu apa yang
terbaik bagi hamba-hamba-Nya.
Demikian pula dengan dengan rizki. Ketika seorang mukmin dalam
kehidupan rumah tangganya tidak memperoleh rizki yang lapang, ia pun harus
sabar. Kelapangan dan sempitnya rizki, kaya atau miskinnya seseorang telah
dicatat dan ditetapkan dalam catatan takdir dengan keadilan Allah swt. Dia
memberi rizki kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan Dia menyempitkannya kepada
siapa yang Dia kehendaki, sementara Dia tidak berbuat dzalim kepada
hamba-hamba-Nya.
Ketika rizki datang si mukmin dan kelapangan hidup menyertainya
maka rasa syukur kepada Allah swt harus diwujudkan. Tidak hanya mengucapkan
rasa syukur dengan lisan disertai keyakinan hati, namun harus pula diiringi
dengan amalan, yaitu membelanjakan harta tersebut di jalan yang diridhai oleh
Sang Pemberi Nikmat dengan infak dan sedekah.
Memiliki rasa syukur ini sungguh suatu keutamaan dan anugrah
karena sedikit dari hamba-hamba Allah swt. yang mau bersyukur. Siapa yang
bersyukur Allah swt. akan menambah nikmat-Nya. Adapun orang yang enggan untuk
bersyukur, ia akan diazab.
Hadapilah liku-liku kehidupan berumah tangga dengan sabar dan
syukur, niscaya kebaikan akan diperoleh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar