Kenapa ada orang yang sepertinya lebih beruntung dan selalu berada
pada moment keberuntungan, namun ada orang yang selalu gagal? Penelitian
menunjukkan, orang beruntung dan orang gagal memiliki karakter bertolak
belakang.
Orang beruntung sebagaimana yang disimpulkan psikolog berdasarkan riset adalah
orang:
1. Yang trampil menciptakan dan melihat peluang bagus.
2. Yang membuat keputusan beruntung karena mengikuti naluri.
3. Yang selalu menciptakan sugesti diri dan berpikir positif.
4. Yang tabah sehingga nasib sial berubah menjadi baik.
5. Yang menelaah pilihan hidup secara rasional sekaligus merasakannya, tidak
hanya sisi rasional, sisi perasaan juga diperhitungkan dan bisa menjadi alarm
dan membuat orang berhati-hati mengambil keputusan.
6. Yang selalu mencoba hal yang baru, tidak rutin. Orang yang tidak beruntung
selalu berangkat dan pulang kerja dengan rute sama. Begitu pula dengan saat
pergi ke pesta misalnya, orang yang tidak beruntung, hanya mengobrol dengan
orang yang sudah dikenal. Akibatnya, ia banyak kehilangan kesempatan yang mungkin
membawa keberuntungan.
7. Yang cenderung melihat sisi positif dalam suatu masalah. Jika terjatuh dan
keseleo, misalnya, masih bersyukur karena tidak patah kaki.
Metode Penelitian:
Psikolog dari Inggris, Richard Wiseman, melakukan penelitian atas orang
beruntung dan tidak beruntung sejak 10 tahun silam. Responden 400. Sebanyak 200
menyatakan selalu beruntung dan 200 lainnya menyatakan selalu sial.
Orang yang merasa beruntung, salah satunya Jessica, ilmuwan forensik berusia 42
tahun menyatakan memiliki pekerjaan baik, dua anak yang menyenangkan, dan pria
yang dicintai. "Saya sadar saya selalu beruntung di semua hal."
Sebaliknya Carolyn, perawat berusia 34 tahun, merasa sial dan gampang
kecelakaan. Ia sering terkilir, terperosok lubang, cidera tulang, sampai
menabrakkan mobil ke pohon. Ia juga tidak beruntung dalam kisah asmara dan
merasa berada di tempat dan waktu yang salah.
Bertahun-tahun Wiseman mewawancarai orang-orang ini dan meminta mereka
melakukan tes dan sejumlah percobaan.
Hasilnya, kata Wiseman, orang-orang itu memang tidak tahu mengapa mereka selalu
beruntung atau selalu sial. Tapi, kata Wiseman, "Pikiran dan perilaku
mereka yang menyebabkan keberuntungan atau ketidak beruntungan itu."
Ternyata orang yang selalu beruntung selalu bisa melihat peluang sedang orang
yang sial, tak pernah bisa melihat peluang. Pernah, Wiseman meminta mereka
menghitung jumlah foto di dalam koran. Rata-rata, orang yang merasa sial terus
membutuhkan dua menit untuk menghitung foto. Tapi orang yang beruntung hanya
perlu satu atau dua detik.
Tahu penyebab beda mendasar ini? Di halaman dua koran tertulis huruf sebesar
lima sentimeter dan ruangnya setengah halaman yang bertuliskan: "Berhenti
menghitung. Ada 43 foto di koran ini."
Hebatnya, orang beruntung bisa melihat tulisan mencolok itu, tapi orang sial
tidak bisa.
Wiseman juga iseng menulis seukuran sama di bagian tengah koran: "Berhenti
menghitung. Bilang pada si peneliti jika Anda melihat ini dan dapatkan 250
poundsterling".
Tapi kembali, orang yang tidak beruntung tidak melihat tulisan itu. Mereka
sibuk menghitung foto sehingga gagal memanfaatkan dua peluang di satu koran.
Tes kepribadian juga memperlihatkan bahwa orang yang tidak beruntung pada
dasarnya lebih tegang sehingga tidak bisa menangkap hal-hal di luar dugaan yang
kadang menguntungkan. Orang-orang ini diminta melihat kursor yang
bergerak-gerak di tengah layar komputer. Tanpa ada tanda-tanda, sebuah titik
besar kadang muncul di ujung layar. Hampir semua orang yang ikut percobaan ini,
melihat titik besar yang muncul di ujung layar. Lanjutannya, bagaimana bila
diberi ketegangan? Mereka dijanjikan hadiah uang besar jika memperhatikan
kursor di tengah layar. Mereka menjadi tegang dan memusatkan perhatian pada
kursor di tengah layar. Hasilnya, hampir sepertiga peserta tidak bisa melihat
titik besar di ujung layar.
Mereka yang tidak beruntung, fokus pada satu hal sehingga melupakan hal yang
lain yang kadang membawa keberuntungan. Hal ini tampak bagaimana mereka
menjalani kehidupan sehari-hari. Saat orang yang tidak beruntung ke pesta
misalnya, mereka sangat memusatkan perhatian demi dapat pasangan yang sempurna.
Akibatnya hilang peluang mendapat pertemanan baru.
Saat melihat iklan lowongan pekerjaan mereka yang tak beruntung hanya melihat
macams pekerjaan yang mereka inginkan padahal sangat mungkin ada pekerjaan
lain. Orang yang beruntung lebih santai dan banyak melihat yang ada di
iklan-iklan lowongan, tidak hanya terlalu fokus mencari sesuatu.
Apakah keberuntungan bisa dipelajari?
Wiseman minta sekelompok orang yang beruntung dan tidak beruntung
untuk ikut kursus sebulan. Semua dipaksa berpikir dan berperilaku seperti orang
beruntung semua. Latihan ini membantu mereka melihat peluang, mendengarkan
naluri, berharap beruntung, dan lebih tabah saat tidak beruntung. Sebulan
kemudian, 80 persen orang yang tidak beruntung sekarang lebih bahagia, lebih
puas dengan hidup mereka, dan lebih sering beruntung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar