Anak merupakan “kado”
manis Tuhan utamanya bagi pasutri yang telah mengidamkannya sekian lama. Tentu
suasana rumah tangga akan bertambah taste dengan
tangis, canda, serta aksi jenakanya. Maka, patut disyukuri hadirnya mengingat
banyak pasangan menikah yang berepot ria demi mendapatkannya. Upaya pedangdut
goyang ngebor, Inul Daratista, yang kini mengandung bayi tabung setelah
bertahun-tahun belum dikaruniai momongan, hanya sebuah tamsilnya.
Ungkapan syukur itu sepantasnya pula tercurah melalui komitmen merawatnya
dengan sebaik-baiknya. Walau praktiknya dirasa lumayan ribet dan melelahkan.
Apalagi, ketika biaya hidup terus mahal sejalan kian susahnya mengais rezeki
seperti kini. Sementara, perkembangan anak secara azaly berpotensi masalah, konflik,
serta tantangan. Belum lagi, atmosfer sosial lingkungan sekitar idem ditto derap abad
informasi-teknologi kekinian terasa sering dahsyat mendedahkan efek samping.
Saking hebohnya mendampingi anak (-anak), membuat banyak orang tua merasa
kewalahan. Lebih-lebih jika urusannya menyangkut gelagat umumnya anak dan
(atau) ABG jaman sekarang yang terkesan “bejibun maunya” dalam berbagai hal.
Sebagian besar orang tua lantas dirundung perasaan kesal, sedih, frustasi, atau
pun apatis. Bahkan, seringkali dijumpai bapak-ibu yang ringan tangan mencederai
hingga merampas nyawa buah hatinya sendiri hanya gara-gara persoalan sepele. Alamak!
Pada arasy itulah karya berumbul La
Tahzan for Parents ini lahir turut menguarkan spirit yang adem.
Sebagaimana pengantar si pengampunya, buku ini khusus disiapkan untuk mencoba
membuka mata; melapangkan dada; memompa ghirah;
dan memfasilitasi segenap orang tua dalam memainkan peranannya serta membesarkan
hati tatkala mendapat tekanan. Bersamaan itu, sekalian orang tua dihimbau agar
menikmati fungsinya penuh suka-cita.
Bab demi babnya menjelentrehkan seputar dinamika keorangtuaan. Dimulai dengan
upaya pemaknaan peran orang tua, pemahaman tingkah polah anak, dan cara
menyikapinya. Berlanjut penjabaran pola sikap orang tua mengasuh anak-anaknya
dengan mendiskusikan amarah, amanah, nafkah, ibadah, akidah, harmoni, rahasia, ghibah, pubertas, rongrongan luar, doa,
serta munajat.
Dengan bahasa yang merakyat, bacaan ini mengerami senarai pelajaran berdasar
eksplorasi kaidah Islam secara apik, dipadu serangkaian kisah teladan semasa
para Nabi beserta Sahabat atau orang-orang salih maupun cerita rekaan sendiri.
Lalu digenapi pandangan tokoh filsafat dan pendidikan Barat seperti Plato,
Thomas Aquinas, Lewis B. Smedes; Dr. Richard Bereden.
Lebih menarik lagi, buku ini mencoba ngudar relasi
antara orang tua dan anak yang cenderung mengalami pasang-surut melalui
perspektif kedua pihak. Anak dipandang pula sebagai partner atau mukhatab yang terbuka kemungkinan
memiliki kompetensi melebihi pengalaman ayah-bunda. Prinsip keteladanan pun
lebih ditekankan ketimbang pengasuhan bercorak punitif serampangan.
Tercatat pula serangkum ibrah yang
sangat urgen dicamkan orang tua maupun calon ayah-ibu. Antara lain, pentingnya
menahan kemarahan apalagi sampai memuncratkan semacam kutukan yang dapat
berakibat fatal terhadap langgam kehidupan anak nanti. Dari sini, menurut hemat
saya, legenda Malin Kundang kiranya
jangan sebatas digeneralisasi peringatan keras atas kedurhakaan seorang anak
kepada orang tua (ibu), tapi juga hendaknya dipahami betapa orang tua harus
menjaga ucapan dan senantiasa mengampuni kekhilafan anak.
Ihwal penting berikutnya, yakni mengupayakan nafkah halalan thayyiban sesuai tuntunan
syariat untuk anak, meski sering kekurangan. Sebab, diiyakan atau tidak,
perilaku (mengesalkan) anak sebenarnya juga bergantung asupan yang diberikan
kepadanya. Bisa ditebak kontaminasi pemanfaatan barang konsumsi dari fulus hasil suap, korupsi, dan
sejenisnya terhadap cikal kepribadian anak.
Yang tak kalah penting, orang tua dituntut istiqamah meneladankan refleksi kesalihan pribadi maupun
kesalihan sosial kepada anak. Figur ayah-ibu yang beakidah murni begitu kukuh, sregep beribadah, serta bersolidaritas
mengagumkan jelas ikut amat berpengaruh positif membentuk karakter anak. Begitu
juga sebaliknya. Dan orang tua berkewajiban pintar menyimpan rahasia.
Buku ini sempat pula menyentil pengaruh siaran televisi yang tak selamanya
kondusif bagi anak. Misalnya, tayangan kompetisi talenta vokal AFI (Akademi
Fantasi Indosiar) atau Indonesian
Idol. Rasanya, sama halnya tontonan Idola Cilik yang sampai detik ini sedemikian
menghegemoni terutama kalangan bocah, perlu dicermati berbagai elemen
masyarakat. Termasuk maraknya acara infotainment yang mengobral ghibah tentang sekelumit lelaku
privasi ke ruang publik.
Ringkas kata, berpredikat ayah-ibu merupakan kepercayaan luar biasa yang
dimandatkan Tuhan, sehingga tak perlu terlalu berharap penghormatan dari anak.
Orang tua kudu ikhlas ngopeni anak
dengan memberikan yang terbaik. Perkara menghadapi kesulitan ekonomi dalam
membiayainya, sungguh Tuhan Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Ikhtiar
mengurus dan mendidik anak juga selayaknya direalisasikan bergaya “sersan”
(serius tapi santai) lewat metode yang menyenangkan laiknya game sepenuh perhatian, cinta, serta
kasih sayang; dengan fokus pada proses bukan hasil.
agap. �
p n ��7 �? it mengangguk sambil tersenyum ramah.
"Sejak kita pertemu pertama kali di pintu gerbang kota Madinah, sebenarnya
Tuan sudah berhadapan dengan Umar bin Khattab!" ujarnya dengan tenang.
Kemudian raja itu pun langsung menubruk Umar dan memeluknya erat sekali. Ia
sangat terharu bahkan menangis melihat kesederhanaan Umar. Ia tak menyangka,
Khalifah yang namanya disegani di seluruh negeri itu, ternyata rela menggali
parit seorang diri di pinggir kota. Begitulah apabila Negara benar-benar
dipegang oleh seorang yang memahami betul konsef manhaj kenabian atau manhaj
yang telah melahirkan Peradaban Islam yang gemilang. Wallahu a’lam bissawaab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar