Kalau bukan apologetik, ia menjadi
excuse yang "dimafhumi" dan diterima dengan segera oleh semua pihak
yang berkepentingan dengannya. Dan, kondisi kemacetan yang sangat tidak tentu
di Jakarta, sebagaimana perilaku warganya yang tidak berpola, membuat ungkapan
"sedikit terlambat" menjadi sangat relatif. Begitu juga banyak
frase-frase pendek, yang dalam kehidupan urban-modern kita menjadi gaya bahasa
indah untuk mengelak dari kesalahan, untuk menjaga citra diri yang bersih,
mempertahankan posisi atau jabatan, bahkan untuk mengelabui dengan cara yang tampak
moralistis. Frase-frase seperti: "saya hanya menjalankan perintah
atasan"; "saya sudah lakukan sesuai prosedur"; dan lainnya,
telah menjadi produk bahasa yang generik untuk menyatakan hal-hal yang sebangun
dengan uraian di atas. Satu hal kecil yang luput, dan ternyata akhirnya memberi
dampak yang luar biasa dari tradisi itu adalah: hilang atau tergerusnya
kejujuran. Sebuah istilah kuno yang kini memberi ruang yang aman dan nyaman
bagi semua jenis kesalahan. demi pertanggungjawabannya pada publik, pada hidup
yang telah diberikan kepadanya. Bukan saja petugas hukum diringankan kerjanya,
masyarakat memberi apresiasi yang dalam, kejahatan yang berdebum jatuh
statistiknya, tapi juga efek salju yang diakibatkannya pada sektor-sektor
budaya yang lain.
Boleh jadi, seorang menteri yang
sekonyong berani untuk jujur, menyatakan korupsinya, atau seorang mantan calon
presiden jujur mengakui trik jahat yang digunakannya untuk meraih jabatan, atau
intelektual yang melacurkan kapasitas akalnya demi sebuah proyek, dan sebagainya,
belum tentu menjadi solusi paling komprehensif untuk menyelesaikan dunia
khaotik negeri ini. Tapi mari kita yakini, kejujuran kita dalam bereksistensi
(mengaktualisasi diri), bermasyarakat, berprofesi, bertanggung jawab pada
jabatan, bahkan beribadah, yang harus dilakukan secara terbuka, akan kembali
menyusun bata-bata peradaban Indonesia yang reruntuhannya kini sudah hampir
melenyapkan wajah kultural kita yang sebenarnya. Keberanian yang super mahal
itu memang harus diawali oleh karakter yang kuat. Setidaknya karakter yang
berani melihat di balik hidup yang bertemperamen di muka Bumi ini, ada yang
lebih berharga untuk dibela.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar