Pada gempa di Nias (28/03/2005), korban berjatuhan adalah dari
kalangan kaum Muslim maupun non-Muslim. Nias sendiri selama ini dikenal sebagai
daerah yang mayoritas penduduknya non-Muslim. Namun demikian, Islam tetap
memerintahkan agar kita mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan (qîmah insânniyah)
dengan memberikan bantuan dan meringankan derita penduduk Nias.
Manusia beraktivitas dengan tujuan meraih nilai-nilai kepuasan (qîmah)
tertentu. Ada empat qîmah yang menonjol, yaitu: (1) qîmah rûhiyyah (nilai
spiritual); (2) qîmah madiyyah (nilai material); (3) qîmah akhlaqiyah (nilai
moral); dan qîmah insâniyyah (nilai kemanusiaan).
Nilai spiritual tampak, misalnya, dalam ibadah ritual, dakwah, atau jihad.
Nilai material tampak dalam berbagai bentuk muamalat. Nilai moral tampak dalam
sikap manusia menghadapi sesuatu, termasuk juga sikap sayang kepada binatang.
Adapun nilai kemanusiaan tampak dalam pemberian pertolongan tanpa pamrih kepada
manusia lain—tanpa memandang bangsa, ras/warna kulit, tanah air, agama,
dll—yang memerlukan. Semua nilai (qîmah) ini diakui dalam Islam. Islam juga
memberikan petunjuk bagaimana mendapatkan nilai-nilai itu tanpa bertabrakan
satu sama lain.
Islam memerintahkan kita untuk mewujudkan qîmah insâniyyah (nilai kemanusiaan)
dalam setiap interaksi kita dengan manusia lain. Setiap Muslim diperintahkan
berbuat baik kepada manusia lain dan membantu manusia lain yang mengalami
musibah, tanpa memandang suku, ras, warna kulit, atau agamanya.
Perlakuan yang baik terhadap manusia lain, sekalipun berbeda agama, juga
dikuatkan dalam firman-Nya:
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kalian menjadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil, dan janganlah
sekali-kali kebencian kalian terhadap suatu kaum mendorong kalian untuk berlaku
tidak adil. Berlaku adillah kalian, karena adil itu lebih dekat pada takwa, dan
bertakwalah kepada Allah; sesungguhnya Allah Mahatahu atas apa saja yang kalian
kerjakan. (QS al-Maidah [5]: 8).
Bahkan dalam peperangan sekalipun, Islam menunjukkan kemuliaan ajarannya,
dengan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Misalnya, saat kaum Kafir Quraisy
kalah dalam Perang Badar, kaum Muslim telah dengan tulus memakamkan kaum Kafir
yang terbunuh, sebagaimana mereka memakamkan kaum Muslim. Sementara yang
terluka diberi perawatan dan pengobatan, sebagaimana mereka merawat dan
mengobati tentara kaum Muslim yang terluka (Syet Mahmud Khatthab, ar-Rasûl
al-Qâ'id, hal. 110). Subhana-Llah. Inilah nilai kemanusiaan yang luar biasa,
yang diajarkan oleh Islam kepada ummatnya.
Jika individu saja diperintahkan demikian, apalagi negara yang harus
menanggulangi bencana, maka siapapun korbannya, selama masih rakyatnya, negara
tidak boleh melakukan diskriminasi (perlakuan yang berbeda) dalam hal melayani
warganya.
Rasulullah saw. pun telah memberikan contoh bagaimana Daulah Islamiyah (Negara
Islam) di bawah kepemimpinan beliau memberikan perlindungan yang sama, baik
kepada Muslim maupun non-Muslim. Standar perlakuan yang sama dari negara ini
justru telah menjadi media dakwah yang sangat efektif sehingga banyak orang
berduyun-duyun masuk Islam dengan sukarela.
Pada waktu Umar bin al-Khaththab menjadi khalifah, beliau mendapatkan seorang
musyrik tua yang mengemis karena kemiskinannya. Beliau lalu berkata,
"Celakalah kita. Kita telah menarik jizyah darinya sewaktu muda. Lalu
apakah kita akan menelantarkannya ketika tua?"
Umar lalu memerintahkan bawahannya agar memberikan santunan dari Baitul Mal
secara teratur kepada orang tersebut dan membebaskannya dari membayar jizyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar