BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Kesenian keramik di Jepang, diperkirakan berawal pada
periode Jomon, periode yang tertua dan merupakan Jaman Prasejarah pada sejarah
Jepang. Waktu periode Jomon sekitar 10.000 SM – 200 SM. Pada masa ini,
kehidupan masyarakatnya masih berburu dan meramu untuk kebutuhan makannya.
Bercocok tanam masih belum dikenal pada masa ini, walaupun mereka sudah hidup
menetap dan berkelompok, yang disebut (mura). Mereka tinggal di sebuah bangunan
yang disebut (tateanashikijuukyo).
Meski
belum mengenal budaya bercocok tanam, tetapi masyarakatnya sudah bisa membuat
barang-barang tembikar. Dari situlah yang menjadi cikal bakal dari kesenian
keramik di Jepang. Barang-barang tembikar pada masa ini bervariasi. Dapat
diklasifikasikan menurut periode waktunya, yaitu; permulaan, pertengahan, pra
akhir dan akhir periode Jomon. Barang-barang tembikar pada masa permulaan
periode Jomon mempunyai dekorasi bentuk yang langsing.
Mulai dari masa pertengahan
ornamennya bebas dan tegas, hanya saja lebih kasar daripada barang-barang
tembikar jaman kuno lainnya. Ornamen
tersebut dibuat dari tali dengan cara digulungkan disekeliling barang tembikar
tersebut. Area-area penemuan barang-barang tembikar pada masa ini hanya
terbatas di daerah pegunungan sekitar Honshu tengah, tepatnya di perfekturan
Nagano dan Yamaguchi.
B. TUJUAN
Untuk mengetahui seni kriya Jepang
BAB II
PEMBAHASAN
Setelah
periode Jamon usai, Jepang memasuki periode Yayoi. Waktu periode Yayoi sekitar
200 SM – 250 M. kehidupan masyarakat di periode ini sudah mulai bercocok tanam.
Kebudayaannya berkembang dari pulai Kyushu sampai sebelah timur pulau Honshu.
Pada masa ini berbagai gerabah tanpa glasir sudah mulai bermunculan. Penggunaan
roda tembikar dan pembakaran yang mampu mencapai suhu bebatuan pun sudah mulai
dikenal. Tidak seperti barang tembikar pada periode Jamon, barang tembikar pada
Yayoi mengandalkan bentuknya daripada dekorasinya. Barang kesenian oada masa
ini, khususnya barang tembikarnya merupakan permujudan pertama dalam kesenian
Jepang yang sekarang ini sudah kita kenal.
Kemudian Jepang memasuki periode
Nara. Periode ini kesenian keramik Jepang sangat terpengaruh oleh kebudayaan
Cina dan juga agama Budha yang dibawa masuk oleh China pada periode Asuka. Pada
periode ini merupakan masa emas kesenian Budha yang ada di Jepang. Dengan
adanya reformasi Taika, sistema pemerintahan di Jepang meniru sistema pemerintahan
yang ada di Cina. Para pengrajin Jepang pergi ke Cina mempelajari teknik-teknik
pembuatan keramik. Mereka mempelajari penggunaan glasir dan pembakaran suhu
rendah. Selama berabad-abad mereka menerapkan teknik yang mereka pelajari dari
Cina dan Korea.
Selanjutnya adalah era Momoyama
atau periode Muromachi pada tahun 1334 – 1573, mulai masuk ajaran agama Budha
Zen dan masuknya ajaran ini beriringan dengan kebudayaan Cina, diantaranya
perjamuan minum teh atau yang kemudian dikenal dengan Cha no yu. Tembikar
Karatsu, juga berasal dari sekolompok orang keturunan Korea, kebanyakan
produksinya untuk keperluan sehari-hari dan untuk keperluan upacara minum teh
(tea ceremony). Daerah ini memperoduksi beberapa jenis tembikar dengan corak
hias berupa dari glasir besi, dekorasi kuas-bulir, berbintik dan lain lain. Kebudayaan Cha no yu atau “upacara
minum teh” membawa dampak besar pada pengaruh kesenian keramik. Para ahli atau
guru pada upacara minum teh ingin peralatan makan dan minum mereka juga
mengekspresikan semangat Zen khususnya nilai estetika yang mencari keindahan
yang mendalam, alami, dan sederhana. Dari pandangan sejarah keramik Jepang,
aspek terpenting yang membawa pembangunan kembali kebudayaan pun dari upacara
minum teh.
Keramik Hagi, kebanyakan produksi
keramiknya berupa mangkok untuk tea ceremony. Keramiknya minim dengan ekspresi
pribadi dan pengglasirannya sedikit buram. Keramik tampil di depan sebagai
keramik utama dalam tea ceremony. Saat ini popularitas keramik ini mulai
bangkit kembali setelah sempat tidak diminati beberapa kurun waktu lampau.
Keramik Bizen tanah litany kaya dengan besi, dibuat tanpa glasir untuk
menampilkan keindahan tanah liatnya, apalagi tekstur “benang api” dan “biji
wijen” yang muncul secara alamiah akibat pembakaran. Kyoto yang terkenal
sebagai pusat budaya dan politik dan lebih maju secara cultural juga menjadi
pusat kesenian dan kerajinan. Sehingga tidak mengherankan sebagai puast seni
diikuti juga perkembangan keramiknya. Tidak hanya tembikar tradisonal akan
tetapi tembikar avant-garde pun berkembang di sana.
Di daerah Tamba umumnya digunakan
untuk peralatan rumah tangga dan disukai oleh para penggiat tea
ceremony. Tembikar Arita dipercaya sudah ada sejak abad 16 [priode
Momoyama], ketika seorang pembuat keramik Ri Sampei, seorang keturunan Korea,
menemukan tanah liat di Arita, Kyushu dan memproduksi porselen. Inilah awal
dari pembuatan porselen di Jepang. Bahkan sampai priode Meiji [1868-1911]
wilayah Arita merupakan pusat porselen di Jepang dengan gaya Sometsuke yaitu dekorasi
kebiruan dengan lapisan grasir bawah dan gaya. Disamping itu juga dikembangkan
porselen bergaya Aka-e yang menggunakan glasir enamel dari polychrome.
Proses Pembuatan Tembikar Jepang
Seni Keramik Jepang penawaran dengan
semua elemen seperti api, udara, bumi dan air sebagai bentuk seni yang luar biasa dan teknik, lengan dan kepala sehingga memiliki air, udara
dan api.
Dalam
seni membuat keramik dimodelkan, pra dibakar dan masih diemail, dicat dan
enfornadas akan di kayu terbakar oven Noborigama dipanggil, yang satu ini
memiliki jenis struktur benar-benar refraktori terdiri dari tungku dan juga
empat ruang yang saling berhubungan dan mencapai suhu yang lebih tinggi dari
1400 derajat.
Ada banyak lokakarya yang menunjukkan lingkungan kerja itu sendiri di kaki oven dan melakukan kunjungan di seluruh sistem kultur yang digunakan, sehingga dimungkinkan untuk mengetahui integrasi penuh alam dengan tanah liat, serta air, kayu dan api, semua melayani lebih untuk memotivasi karya seni dari berbagai seniman.
1) Corak binatang
a. Luak atau musang,
merupakan bukti pengaruh takhayul dalam kesenian keramik Jepang. Luwak yang
dalam bahasa Jepang disebut (tanuki) ini sebenarnya adalah khayalan, dari
berbagai jenis binatang yang digunakan di corak keramik Jepang, binatang inilah
yang paling sering muncul. Banyak sekali legenda tentang tanuki Jepang, tanuki
digambarkan sebagai binatang yang cerdik. Untuk corak keramik biasanya tanuki
lebih populer digambarkan dengan membawa ceret yang dikenal sebagai “bumbuku
cha gama“ atau “ceret teh pembawa keberuntungan“. Mungkin adanya corak tanuki
ini dimaksudkan sebagai pembawa keberuntungan bagi masyarakat Jepang.
b. Kelelawar atau Komori
dalam bahasa Jepang, corak ini berasal dari Cina. Jepang tidak menggunakannya
tapi terkecuali apabila mengkopo dari Cina. Biasanya digambarkan mirip
yang asli. Kelelawar merupakan simbol dari pertanda yang bagus karena cara baca
Hanzhe (huruf kanji Cina) kelelawar sama dengan cara baca Hanzhe yang artinya
kebahagiaan.
c. Ayam Jantan atau Ondori
dalam bahasa Jepang, biasa digambarkan bersama dengan ayam betina. Menurut
legenda lama Cina, ayam jantan adalah seekor burung yang menggambarkan lima
kebajikan. Mahkota dikepalanya menandakan jiwa atau semangat sastra; taji di
kedua kakinya menandakan keberanian untuk melawan musuhnya; dia selalu mengalah
untuk ayam betina ketia menggaruk biji padi melambangkan kebaikan; dan terakhir
dia tidak pernah terlambat waktu untuk berkokok menandakan esetiaan.
d. Naga atau Ryu dalam
bahasa Jepang, merupakan motif yang sangat favorit baik di Jepang maupun di
Cina. Menyimbolkan aspirasi dari penjiwaan. Bola mutiara yang digambarkan
bersamanya menjadi penanda jiwa atau esensi dari ketuhanan.
e. Kura-kura atau Kame
dalam bahasa Jepang, biasanya digambarkan panjang dengan ekor yang lebar,
adalah simbol Jepang tentang umur panjang. Biasanya kura-kura ditampilkan
dengan burung bangau, dan kombinasi ini biasanya digabungkan dengan pohon
pinus, yang menggambarkan ucapan selamat.
2) Corak ikan dan kerang
a. Tiram atau Awabi dalam
bahasa Jepang, sebagai penghasil mutiara perhiasan wanita, kerang biasanya juga
digunakan sebagai barang penting saat orang Jepang diet.
b. Gurame atau Koi dalam
bahasa Jepang, merupakan simbol ketekunan dan hidup sukses. Sangat populer
dikalangan seniman Jepang karena pesolek, cantik dan gerakannya yang lemah
gemulai.
c. Udang atau Ebi dalam
bahasa Jepang, melambangkan hidup yang lama dan harapan untuk dapat hidup
sangat lama digambarkan dari punggungnya yang bengkok. Apabila berwarna merah
memiliki makna kekuatan di umur yang tua.
3) Corak bunga
a. Sakura, merupakan bunga
yang melambangkan negara Jepang, biasanya berwarna pink, putih atau kuning.
b. Bambu atau Take dalam
bahasa Jepang, menyimbolkan cadangan kekuatan karena walaupun merunduk ke bawah
permukaan bumi karena berat salju, ketika salju mencair pohon ini kembali
berdiri tegak seperti semula. Ia juga melambangkan kejujuran, integritas dan
kesetiaan.
c. Anggrek atau Ran dalam
bahasa Jepang, motif yang sangat biasa dalam keramik Jepang. Biasanya
digambarkan dengan desain yang elegan. Karena anggrek menyimbolkan pendirian
terhadap kerendahan hati dan kecantikan yang tersembunya.
d. Teratai atau Hasu dalam
bahasa Jepang, bunga ini selalu berhubungan dengan agama Budha. Di dalam
keramik Jepang memang tidak banyak digunakan, tetapi kalau digunakan pun
biasanya merupakan pengkopian dari keramik budaya Cina. Teratai menyimbolkan
kemurnian.
4) Corak buah
a. Limau Jari atau
Busshukan, merupakan simbol kekayaan. Buah ini biasa digunakan untuk dekorasi
Tahun Baru dikarenakan wanginya yang harum dan menyenangkan hati. Biasanya
dalam dekorasi keramik Jepang sering digambarkan bersam abuah persik dan
delima, menandakan promosi, tahun dan anak laki-laki.
b. Persik atau
Momo dalam bahasa Jepang, sangat sering muncul dalam keramik Jepang, baik itu
mangkuk, kotak cangkir, dan piring yang mengikuti bentuk buahnya. Buah ini
melambangkan pertanda yang baik, simbol dari kehidupan dan pernikahan.
c.
Jamur atau Kinoko dalam Bahasa Jepang, merupakah hidup yang panjang bagi orang
Jepang. Biasanya keramik yang bercorak ini sangat tinggi nilai adatnya. Selain
yang sudah disebutkan itu masih banyak juga motif-motif yang lainnya.
Kabuki
Kabuki adalah sebuah bentuk teater klasik yang mengalami evolusi pada awal abad ke-17. Ciri khasnya berupa irama kalimat demi kalimat yang diucapkan oleh para aktor, kostum yang super-mewah, make-up yang mencolok (kumadori),serta penggunaan peralatan mekanis untuk mencapai efek-efek khusus di panggung. Make-up menonjolkan sifat dan suasana hati tokoh yang dibawakan aktor. Kebanyakan lakon mengambil tema masa abad pertengahan atau zaman Edo, dan semua aktor, sekalipun yang memainkan peranan sebagai wanita, adalah pria.
Noh
Noh adalah bentuk teater musikal yang tertua di Jepang. Penceritaan tidak hanya dilakukan dengan dialog tapi juga dengan utai (nyanyian), hayashi (iringan musik), dan tari-tarian. Ciri khas lainnya adalah sang aktor utama yang berpakaian kostum sutera bersulam warna-warni, dan mengenakan topeng kayu berlapis lacquer. Topeng-topeng itu menggambarkan tokoh-tokoh seperti orang yang sudah tua, wanita muda atau tua, dewa, hantu, dan anak laki-laki.
Kyogen
Kyogen adalah sebuah bentuk teater klasik lelucon yang dipagelarkan dengan aksi dan dialog yang amat bergaya. Ditampilkan di sela-sela pagelaran noh, meski sekarang terkadang ditampilkan secara tunggal.
Bunraku
Bunraku, yang menjadi populer sekitar akhir abad ke-16, merupakan jenis teater boneka yang dimainkan dengan iringan nyanyian bercerita dan musik yang dimainkan dengan shamisen (alat musik petik berdawai tiga). Bunraku dikenal sebagai salah satu bentuk teater boneka yang paling halus di dunia.
Yukata
Yukata (baju sesudah mandi) adalah jenis kimono yang dibuat dari bahan kain katun tipis tanpa pelapis. Dibuat dari kain yang mudah dilewati angin, yukata dipakai agar badan menjadi sejuk di sore hari atau sesudah mandi malam berendam dengan air panas.
Menurut urutan tingkat formalitas, yukata adalah kimono nonformal yang dipakai pria dan wanita pada kesempatan santai di musim panas, misalnya sewaktu melihat pesta kembang api, matsuri (ennichi), atau menari pada perayaan obon. Yukata dapat dipakai siapa saja tanpa mengenal status, wanita sudah menikah atau belum menikah.
Musim panas berarti musim pesta kembang api dan matsuri di Jepang. Jika terlihat orang memakai yukata, berarti tidak jauh dari tempat itu ada matsuri atau pesta kembang api.
Berbeda dengan kimono jadi yang hampir-hampir tidak ada toko yang menjualnya, yukata siap pakai dalam berbagai ukuran dijual toko dengan harga terjangkau.
Tanabata
Tanabata atau festival bintang yang diadakan di Jepang setiap musim panas. Perayaan tanabata diadakan pada malam tanggal 7 Juli, hari ke-7 bulan ke-7 kalender lunisolar, atau sebulan lebih lambat sekitar tanggal 8 Agustus. Perayaan Tanabata diadakan sangat meriah , penuh dengan warna dan lentera.
Salah satu kegiatan yang paling diminati pada perayaan ini adalah menulis satu keinginan di atas kertas tanzaku (kertas warna warni) dan menggantungkannya di pohon bamboo, dengan harapan agar keinginan itu terwujud.
Selain itu, selama perayaan, di rumah-rumah penduduk, biasanya juga dihiasi dengan hiasan kertas yang digantung di pohon-pohon yang berada di luar rumah. Di bebrapa tempat bahkan banyak orang yang menyalakan lentera dan meletakkannya di atas sungai yang mengalir.
Ikebana
Ikébana adalah seni merangkai bunga yang memanfaatkan berbagai jenis bunga, rumput-rumputan dan tanaman dengan tujuan untuk dinikmati keindahannya. Ikebana juga sebuah philosofi untuk lebih mendekat dengan alam. yang masing-masing mempunyai cara tersendiri dalam merangkai berbagai jenis bunga. Aliran tertentu mengharuskan orang melihat rangkaian bunga tepat dari bagian depan, sedangkan aliran lain mengharuskan orang melihat rangkaian bunga yang berbentuk tiga dimensi sebagai benda dua dimensi saja.
Ikebana tidak mementingkan keindahan bunga tapi pada aspek pengaturannya menurut garis linier. Bentuk-bentuk dalam Ikebana didasarkan tiga titik yang mewakili langit, bumi, dan manusia.
Perangkai Ikebana adalah dari kaum perempuan, tetapi ada juga dari kaum lelaki yang suka merangkai Ikebana, bahkan ada beberapa perangkai Ikebana laki-laki yang handal.
Ada banyak aliran Ikebana di Jepang diantaranya yang dikenal adalah ; Chiko, Ichiyo, Ikenobo, Koryu, Kozan, Mishoryu, Ohara, Ryusei-Ha, Saga Goryu, Shinpa Seizan, Shofu Kadokai, Sogetsu, dll.
Gaya Rangkaian dalam Ikebana
Ada 3 gaya dalam Ikebana, yaitu : rikka, shoka dan jiyuka.
Rikka (Standing Flower)adalah ikebana gaya tradisional yang banyak dipergunakan untuk perayaan keagamaan.
Shoka adalah rangkaian ikebana yang tidak terlalu formal tapi masih tradisional. Gaya ini difokuskan pada bentuk asli tumbuhan.
Jiyuka adalah rangkaian Ikebana bersifat bebas dimana rangkaiannya berdasarkan kreativitas serta imaginasi.
Origami
Origami adalah sebuah seni lipat yang berasal dari Jepang. Bahan yang digunakan adalah kertas atau kain yang biasanya berbentuk persegi. Sebuah hasil origami merupakan suatu hasil kerja tangan yang sangat teliti dan halus pada pandangan.Origami pun menjadi populer di kalangan orang Jepang sampai sekarang terutama dengan kertas lokal Jepang yang disebut Washi.
Washi juga digunakan sebagai hiasan dalam agama Shinto, bahan pembuatan patung Buddha, bahan mebel, alas sashimi dalam kemasan, bahan perlengkapan tidur, bahan pakaian seperti kimono, serta bahan interior rumah dan pelapis pintu dorong. Di Jepang, washi juga merupakan bahan uang kertas sehingga uang kertas yen terkenal kuat dan tidak mudah lusuh.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Ada 3 gaya dalam Ikebana, yaitu : rikka,
shoka dan jiyuka.
Rikka
(Standing Flower)adalah ikebana gaya tradisional yang banyak dipergunakan untuk
perayaan keagamaan. Shoka adalah rangkaian
ikebana yang tidak terlalu formal tapi masih tradisional. Gaya ini difokuskan
pada bentuk asli tumbuhan. Jiyuka
adalah rangkaian Ikebana bersifat bebas dimana rangkaiannya berdasarkan kreativitas
serta imaginasi.
Origami
Origami adalah sebuah seni lipat yang
berasal dari Jepang. Bahan yang digunakan adalah kertas atau kain yang biasanya
berbentuk persegi. Sebuah hasil origami merupakan suatu hasil kerja tangan yang
sangat teliti dan halus pada pandangan.Origami pun menjadi populer di kalangan
orang Jepang sampai sekarang terutama dengan kertas lokal Jepang yang disebut
Washi.
Washi juga digunakan sebagai hiasan dalam agama Shinto, bahan pembuatan patung Buddha, bahan mebel, alas sashimi dalam kemasan, bahan perlengkapan tidur, bahan pakaian seperti kimono, serta bahan interior rumah dan pelapis pintu dorong. Di Jepang, washi juga merupakan bahan uang kertas sehingga uang kertas yen terkenal kuat dan tidak mudah lusuh.
Washi juga digunakan sebagai hiasan dalam agama Shinto, bahan pembuatan patung Buddha, bahan mebel, alas sashimi dalam kemasan, bahan perlengkapan tidur, bahan pakaian seperti kimono, serta bahan interior rumah dan pelapis pintu dorong. Di Jepang, washi juga merupakan bahan uang kertas sehingga uang kertas yen terkenal kuat dan tidak mudah lusuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar