KATA
PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Segala
puji bagi Allah, Penguasa sekaligus Pengatur bumi seisinya, yang telah
memberikan rahmat, nikmat, dan petunjuk-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
Tugas Makalah Fiqih
Sholawat
dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, penyandang gelar Al-Amin
dan teladan yang mulia. Kita berharap semoga semoga kita termasuk orang yang
kelak mendapatkan syafaat beliau ketika tidak ada seorang pun yang mampu
menolong.
Dengan
selesainya makalah ini dean serba keterbatasan kami, diharapkan mahasiswa
mampu memahami penjeasan penjeasan mengenai bab Thoharoh yang kami
rangkum daam tugas mata kuliah FIQIH
Akhirnya,
kami berharap, makalah sederhana ini dapat memberikan sumbangan bagi
terbentuknya wawasan keilmuan di kampus tercinta. Mudah-mudahan Allah berkenan
melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya untuk setiap langkah kita. Amin
Penyusun
wassalam
Bab 1
Pendahuluan
1.1.Latar Belakang Permasalahan
Manusia dijadikan Allah SWT sebagai
makhluk sosial yang saling membutuhkan antara satuu dengan yang lain. Untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia harus berusaha mencari karunia Allah yang
ada dimuka bumi ini sebagai sumber ekonomi.
dalam kehidupan sosial, Nabi Muhammad mengajarkan kepada kita
semua tentang bermuamalah agar terjadi kerukunan antar umat serta memberikan
keuntungan bersama.
Dalam pembahasan kali ini, pemakalah
ingin membahas tiga diantara muamalah yang diajarkan Nabi Muhammad yaitu
Musaqah, Mukhabarah, dan Muzara’ah .Karena di dalam pembahasan ini terdapat
suatu hikmah untuk kehidupan sosial.
1.2.Rumusan masalah
Yang dimuat dalam rumusan masalah yakni
sejumlah masalah yang dirumuskan yang diawali dengan kata ganti tanya dan
diakhiri dengan tanda tanya. Serta mengacu pada judul penelitian. Adapun yang
menjadi masalah dalam karya tulis ini yaitu:
1. Apa pengertian Musaqah, Muzara’ah, dan
Mukhabarah?
2. Apa hukum Musaqah, Muzara’ah, Mukhabarah
beserta landasan hukumnya?
1.3.Tujuan Pembuatan makalah
Dari rumusan masalah di atas, tujuan
pembatan makalah ini adalah untuk mengetahui pengertian Musaqah, Muzara’ah,
Mukhabarah dan mengetahui hukum-hukumnya atau mengetahui semua yang berkaitan
dengan Musaqah, Muzara’ah, Mukhabarah.
Bab 2
Pembahasan
A. Musaqah
1. Pengertian
Al musaqah berasal dari kata as saqa.
Diberi nama ini karena
pepohonan penduduk Hijaz amat membutuhkan saqi (penyiraman) ini dari
sumur-sumur. Karena itu diberi nama musaqah (penyiraman/pengairan).
pepohonan penduduk Hijaz amat membutuhkan saqi (penyiraman) ini dari
sumur-sumur. Karena itu diberi nama musaqah (penyiraman/pengairan).
Menurut Istilah Musaqah adalah
penyerahan pohon tertentu kepada orang yang menyiramnya dan menjanjikannya,
bila sampai buah pohon masak dia akan diberi imbalan buah dalam jumlah
tertentu.
Menurut ahli fiqih adalah menyerahkan
pohon yang telah atau belum ditanam dengan sebidang tanah, kepada seseorang yag
menanam dan merawatnya di tanah tersebut (seperti menyiram dan sebagainya
hingga berbuah). Lalu pekerja mendapatkan bagian yang telah disepakati dari
buah yang dihasilkan, sedangkan sisanya adalah untuk pemiliknya.
2. Dalil
Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu 'anhuma:
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَلَ أَهْلَ خَيْبَرَ عَلَى مَا يَخْرُجُ مِنْهَا مِنْ ثَمَرٍ أَوْ زَرْعٍ.
“Bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh penduduk Khaibar untuk menggarap lahan di Khaibar dengan imbalan separuh dari tanaman atau buah-buahan hasil garapan lahan tersebut.” [1]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu a'nhu, ia berkata:
قَالَتِ َاْلأَنْصَارُ لِلنَّبِيِّ: صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اقْسِمْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ إِخْوَانِنَا النَّخِيلَ قَالَ لاَ فَقَالُوا تَكْفُونَا الْمَئُونَةَ وَنَشْرَكْكُمْ فِي الثَّمَرَةِ قَالُوا: سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا.
“Orang-orang Anshar berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bagilah pohon kurma antara kami dan sahabat-sahabat kami. Beliau menjawab, ‘Tidak.’ Maka mereka berkata, ‘Kalian yang merawatnya dan kami bagi buahnya bersama kalian.’ Maka, mereka menjawab, ‘Kami mendengar dan kami taat.’”
قَالَتِ َاْلأَنْصَارُ لِلنَّبِيِّ: صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اقْسِمْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ إِخْوَانِنَا النَّخِيلَ قَالَ لاَ فَقَالُوا تَكْفُونَا الْمَئُونَةَ وَنَشْرَكْكُمْ فِي الثَّمَرَةِ قَالُوا: سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا.
“Orang-orang Anshar berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bagilah pohon kurma antara kami dan sahabat-sahabat kami. Beliau menjawab, ‘Tidak.’ Maka mereka berkata, ‘Kalian yang merawatnya dan kami bagi buahnya bersama kalian.’ Maka, mereka menjawab, ‘Kami mendengar dan kami taat.’”
3. Dasar Hukum
Dasar hukum yang digunakan para ulama dalam menetapkan hukum
musaqah adalah:
a. Dari Ibnu Umar: “Sesungguhnya Nabi SAW. Telah memberikan
kebun kepada penduduk khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian
mereka akan diberi sebagian dari penghasilan, baik dari buah – buahan maupun
dari hasil pertahun (palawija)” (H.R Muslim).
b. Dari Ibnu Umar: ” Bahwa Rasulullah SAW telah menyerahkan pohon
kurma dan tanahnya kepada orang-orang yahudi Khaibar agar mereka mengerjakannya
dari harta mereka, dan Rasulullah SAW mendapatkan setengah dari buahnya.” (HR.
Bukhari dan Muslim
4. Hukum
Hukum Musaqah:
1) Hukum musaqah sahih
Menurut ulama Hanafiyah hukum musaqah sahih adalah:
a) Segala pekerjaan yang berkenaan dengan pemeliharaan pohon
diserahkan kepada penggarap, sedang biaya yang diperlukan dalam pemeliharaan
dibagi dua,
b) Hasil dari musaqah dibagi berdasarkan kesepakatan,
c) Jika pohon tidak menghasilkan sesuatu, keduanya tidak
mendapatkan apa-apa,
d) Akad adalah lazim dari kedua belah pihak,
e) Pemilik boleh memaksa penggarap untuk bekerja kecuali ada
uzur,
f) Boleh menambah hasil dari ketetapan yang telah
disepakati,
g) Penggarap tidak memberikan musaqah kepada penggarap lain
kecuali jika di izinkan oleh pemilik.
2) Hukum musaqah fasid
Musaqah fasid adalah akad yang tidak memenuhi persyaratan yang
telah ditetapkan syara’.
Menurut ulama Hanafiyah, musaqah fasid meliputi:
a) Mensyaratkan hasil musaqah bagi salah seorang dari yang
akad,
b) Mensyaratkan salah satu bagian tertentu bagi yang akad,
c) Mensyaratkan pemilik untuk ikut dalam penggarapan,
d) Mensyaratkan pemetikan dan kelebihan pada penggarap,
e) Mensyaratkan penjagaan pada penggarap setelah pembagian,
f) Mensyaratkan kepada penggarap untuk terus bekerja setelah habis
wakt akad,
g) Bersepakat sampai batas waktu menurut kebiasaan,
h) Musaqah digarap oleh banyak orang sehingga penggarap membagi
lagi kepada penggarap lainnya.
5. Syarat
Syarat-syarat musaqah:
1) Ahli dalam akad
2) Menjelaskan bagian penggarap
3) Membebaskan pemilik dari
pohon, dengan artian bagian yang akan dimiliki dari hasil panen merupakan hasil
bersama.
4) Hasil dari pohon dibagi
antara dua orang yang melangsungkan akad
5) Sampai batas akhir, yakni
menyeluruh sampai akhir.
6. Rukun
Rukun musaqah adalah
1) Shigat,
2) Dua orang yang akad (al-aqidain),
3) Objek musaqah (kebun dan semua pohon yang berbuah),
4) Masa kerja, dan
5) Buah.
7. Macam-macam
Musaqah ada 2 macam, yaitu :
1. Musaqah yang bertitik tolak pada manfaatnya, yaitu pada hasilnya berarti pemilik tanah (tanaman) sudah menyerahkan kepada yang mengerjakan segala upaya agar tanah (tanaman) itu membawa hasil yang baik.
2. Musaqah yang bertitik tolak pada asalnya (Cuma mengairi), yaitu mengairi saja, tanpa ada tanggung jawab untuk mencari air. Maka pemiliknyalah yang berkewajiban mencarikan jalan air, baik dengan menggali sumur, membuat parit, bendungan, ataupun usaha-usaha yang lain.
1. Musaqah yang bertitik tolak pada manfaatnya, yaitu pada hasilnya berarti pemilik tanah (tanaman) sudah menyerahkan kepada yang mengerjakan segala upaya agar tanah (tanaman) itu membawa hasil yang baik.
2. Musaqah yang bertitik tolak pada asalnya (Cuma mengairi), yaitu mengairi saja, tanpa ada tanggung jawab untuk mencari air. Maka pemiliknyalah yang berkewajiban mencarikan jalan air, baik dengan menggali sumur, membuat parit, bendungan, ataupun usaha-usaha yang lain.
8. Hikmah Musaqah
1.Menghilangkan bahaya kefaqiran dan kemiskinan dan dengan
demikian terpenuhi segala kekurangan dan kebutuhan.
2.Terciptanya saling memberi manfaat antara sesama manusia.
3.Bagi pemilik kebun sudah tentu pepohonannya akan terpelihara dari kerusakan dan akan tumbuh subur karena dirawat.
2.Terciptanya saling memberi manfaat antara sesama manusia.
3.Bagi pemilik kebun sudah tentu pepohonannya akan terpelihara dari kerusakan dan akan tumbuh subur karena dirawat.
B. Muzara’ah dan Mukhabarah
1. Pengertian
Menurut etimologi, muzara,ah adalah
wazan “mufa’alatun” dari kata “az-zar’a” artinya menumbuhkan. Al-muzara’ah
memiliki arti yaitu al-muzara’ah yang berarti tharhal-zur’ah (melemparkan
tanaman), maksudnya adalah modal.
Sedangkan menurut istilah muzara’ah dan mukhabarah adalah:
a. Ulama Malikiyah; “Perkongsian dalam bercocok tanam”
b. Ulama Hanabilah: “Menyerahkan tanah kepada orang yang akan
bercocok tanam atau mengelolanya,
sedangkan tanaman hasilnya tersebut dibagi antara keduanya.
c. Ulama Syafi’iyah:
“Mukhabarah adalah mengelola tanah di atas sesuatu yang dihasilkan dan benuhnya
berasal dari pengelola. Adapun muzara’ah, sama seperti mukhabarah, hanya saja
benihnya berasal dari pemilik tanah.
Muzara’ah ialah mengerjakan tanah
(orang lain) seperti sawah atau ladang dengan imbalan sebagian hasilnya
(seperdua, sepertiga atau seperempat). Sedangkan biaya pengerjaan dan benihnya
ditanggung pemilik tanah
Mukhabarah ialah mengerjakan tanah
(orang lain) seperti sawah atau ladang dengan imbalan sebagian hasilnya
(seperdua, sepertiga atau seperempat). Sedangkan biaya pengerjaan dan benihnya
ditanggung orang yang mengerjakan.
Munculnya pengertian muzara’ah dan
mukhabarah dengan ta’rif yang berbeda tersebut karena adanya ulama yang
membedakan antara arti muzara’ah dan mukhabarah, yaitu Imam Rafi’I berdasar
dhahir nash Imam Syafi’i. Sedangkan ulama yang menyamakan ta’rif muzara’ah dan
mukhabarah diantaranya Nawawi, Qadhi Abu Thayyib, Imam Jauhari, Al
Bandaniji.Mengartikan sama dengan memberi ketetntuan: usaha mengerjakan tanah
(orang lain) yang hasilnya dibagi.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:
Muzaraah merupakan asal dari ijarah (mengupah atau menyewa orang), dikarenakan
dalam keduanya masing-masing pihak sama-sama merasakan hasil yang diperoleh dan
menanggung kerugian yang terjadi.
Imam Ibnul Qayyim berkata: Muzaraah ini
lebih jauh dari kezaliman dan kerugian dari pada ijarah. Karena dalam ijarah,
salah satu pihak sudah pasti mendapatkan keuntungan. Sedangkan dalam muzaraah,
apabila tanaman tersebut membuahkan hasil, maka keduanya mendapatkan untung,
apabila tidak menghasilkan buah maka mereka menanggung kerugian bersama.
2. Dalil
Dalil Muzara’ah
Hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar:
جرخيامرطشبربيخلهألماعملسوهيلعللهالصىبنلانأرمعنبإنع
34عرزوأمثنماهنم
Artinya:”Dari Ibnu Umar berkata “Rasullullah
memberikan tanah Khaibar kepada orang-orang Yahudi dengan syarat mereka mau
mengerjakan dan mengolahnya dan mengambil sebagian dari hasilnya”.
Hadist yang diriwayatakn oleh Imam Bukhori dari Abdillah
دوهيلا ربيخىطعأملسوهيلعللهالصلوسرلاقهنعللهاىضرللهادبعنع
35اهنمجرخامرطشمهلواهوعرزيواهولمعينأىلع
Artinya:“Dari Abdullah RA berkata: Rasullah telah memberikan
tanah kepada orang Yahudi Khaibar untuk di kelola dan ia mendapatkan bagian
(upah) dari apa yang dihasilakn dari padanya.”
Hadist-hadist tersebut di atas menunjukan bahwasannya bagi hasilMuzara’ah diperbolehkan, karena Nabi SAW sendiri
pernah melakukannya.
Dalil Mukhabarah
عَنْ رَافِعِ بْنِ خَدِيْجِ قَالَ كُنَّااَكْثَرَاْلاَنْصَارِ حَقْلاً فَكُنَّا نُكْرِىاْلاَرْضَ عَلَى اَنَّ لَنَا هَذِهِ فَرُبَمَا أَخْرَجَتْ هَذِهِ وَلَمْ تُخْرِجْ هَذِهِ فَنَهَانَاعَنْ ذَلِكَ
Artinya:
Berkata Rafi’ bin Khadij: “Diantara Anshar yang paling banyak
mempunyai tanah adalah kami, maka kami persewakan, sebagian tanah untuk kami
dan sebagian tanah untuk mereka yang mengerjakannya, kadang sebagian tanah itu
berhasil baik dan yang lain tidak berhasil, maka oleh karenanya Raulullah SAW.
Melarang paroan dengan cara demikian.(HR.Bukhari)
عَنْ اِبْنِ عُمَرَاَنَّ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَلَ أَهْلَ خَيْبَرَ بِشَرْطِ مَايَخْرُجُ مِنْهَا مِنْ ثَمَرٍ اَوْزَرْعٍ (رومسلم)
Artinya:
Dari Ibnu Umar: “Sesungguhna Nabi SAW. Telah memberikan kebun kepada penduduk khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka akan diberi sebagian dari penghasilan, baik dari buah – buahan maupun dari hasil pertahun (palawija)” (H.R Muslim)
Dari Ibnu Umar: “Sesungguhna Nabi SAW. Telah memberikan kebun kepada penduduk khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka akan diberi sebagian dari penghasilan, baik dari buah – buahan maupun dari hasil pertahun (palawija)” (H.R Muslim)
3. Dasar Hukum
Dasar hukum yang digunakan para ulama
dalam menetapkan hukum mukhabarah dan muzara’ah adalah:
a. Berkata Rafi’ bin Khadij: “Diantara Anshar yang paling
banyak mempunyai tanah adalah kami, maka kami persewakan, sebagian tanah untuk
kami dan sebagian tanah untuk mereka yang mengerjakannya, kadang sebagian tanah
itu berhasil baik dan yang lain tidak berhasil, maka oleh karenanya Raulullah
SAW. Melarang paroan dengan cara demikian (H.R. Bukhari)
b. Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Nuslim dari Ibnu
Abbas r.a. “Sesungguhnya Nabi Saw. menyatakan, tidak mengharamkan muzara’ah,
bahkan beliau menyuruhnya, supaya yang sebagian menyayangi sebagian yang lain,
dengan katanya, barangsiapa yang memiliki tanah, maka hendaklah ditanaminya
atau diberikan faedahnya kepada saudaranya, jika ia tidak mau, maka boleh
ditahan saja tanah itu
c. Dari Ibnu Umar: “Sesungguhnya Nabi SAW. Telah memberikan
kebun kepada penduduk khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian
mereka akan diberi sebagian dari penghasilan, baik dari buah – buahan maupun
dari hasil pertahun (palawija)” (H.R Muslim).
d. Imam Al-Bukhari berkata, Qais bin Muslim telah berkata dari Abu
Ja’far, Ia berkata, tidaklah di Madinah ada penghuni rumah hijrah kecuali
mereka bercocok tanam dengan memperoleh sepertiga atau seperempat (dari
hasilnya), maka Ali, Sa’ad bin Malik,’Abdullah bin Mas’ud ,’Umar bin Abdul
Aziz, Al-Qasim bin Urwah , keluarga Abu Bakar, keluarga Umar, keluarga Ali, dan
Ibnu Sirin melakukan Muzaraah (HR.Bukhari).
e. Imam Ibnul Qayyim berkata : kisah Khaibar merupakan dalil
kebolehan Muzara’ah dan Mukhabarah, dengan membagi hasil yang diperoleh antar
pemilik dan pekerjanya, baik berupa buah buahan maupun tanaman lainnya.
Raulullah sendiri bekerja sama dengan orang-orang Khaibar dalam hal ini. Kerja
sama tersebut berlangsung hingga menjelang wafat Beliau, serta tidak ada nasakh
yang menghapus hukum tersebut. Para Khulafaur rasyidin juga melakukan kerja
sama tersebut. Dan ini tidak termasuk dalam jenis mu’ajarah (mengupah orang
untuk bekerja) akan tetapi termasuk dalam musyarakah (kongsi/kerjasama), dan
ini sama seperti bagi hasil.
4. Hukum
Hukum muzara’ah dan mukhabarah
1) Hukum muzara’ah dan mukhabarah
sahih
Menurut ulama Hanafiyah, hukum muzara’ah yang sahih adalah sebagai
berikut:
a) Segala keperluan untuk
memelihara tanaman diserahkan kepada penggarap.
b) Pembiayaan atas tanaman
dibagi antara penggarap dan pemilik tanah.
c) Hasil yang diperoleh
dibagikan berdasarkan kesepakatan waktu akad.
d) Menyiram atau menjaga tanaman.
e) Dibolehkan menambah
penghasilan dan kesepakatan waktu yang telah
ditetapkan.
f) Jika salah seorang yang akad
meninggal sebelum diketahui hasilnya,
penggarap tidak mendapatkan apa-apa sebab
ketetapan akad
didasarkan pada waktu.
2) Hukum Muzara’ah fasid
Menurut ulama Hanafiyah, hukum muzara’ah fasid adalah:
a) Penggarap tidak berkewajiban
mengelola.
b) Hasil yang keluar merupakan
pemilik benih.
c) Jika dari pemilik tanah,
penggarap berhak mendapatkan upah dari pekerjaannya
5. Syarat
Syarat Muzara’ah dan mukhabarah
Disyaratkan dalam muzara’ah dan mukhabarah ini ditentukan kadar
bagian pekerja atau bagian pemilik tanahdan hendaknya bagian tersebut adalah
hasil yang diperoleh dari tanah tersebutseperti sepertiga, seperempat
atau lebih dari hasilnya.
6. Rukun
Rukun-rukun dalam Akad Muzara’ah
Jumhur ulama’ yang membolehkan akad Muzara’ah menetapkan
rukun yang harus dipenuhi, agar akad itu menjadi sah.
a. Ijab qabul (akad)
b. Penggarap dan pemilik tanah (akid)
c. Adanya obyek (ma’qud ilaih)
d. Harus ada ketentuan bagi hasil.4152
Dalam akad Muzara’ah apabila
salah satunya tidak terpenuhi, maka pelaksanaan akad Muzara’ah tersebut batal.
Rukun-rukun dalam Akad Mukhabarah
1.
Akad mukhabarah diperbolehkan,berdasarkan hadist Nabi SAW:ﻋﻦﺍﺑﻦﻋﻤﺮﺍﻥﺍﻟﻨﺒﻲﺹْﻡْ :ﻋﻤﻞﺍﻫﻞﺣﻴﺒﺮﺑﺸﺮﻃ ﻣﺎﻳﺤﺮجﻣﻨﻬﺎﻣﻦﺛﻤﺮﺃﻭﺯﺭع (ﺭﻭﺍﻩﻣﺴﻠﻢ)
“Sesungguhnya Nabi telah menyerahkan tanah kepada penduduk Khaibar
agar ditanami dan diperlihara,dengan perjanjian bahwa mereka akan diberi
sebagian hasilnya.”(HR.Muslim dari Ibnu Umar ra.)
2. Adapun rukun mukhabarah menurut pendapat umum antara lain:
Pemilik dan penggarap sawah / ladang. Sawah / ladang Jenis pekerjaan yang harus
dilakukan Kesepakatan dalam pembagian hasil (upah) Akad (sighat)
7. Macam-macam
Macam-Macam Muzara’ah
Ada empat 4
macam bentuk Muzara’ah.
1. Tanah dan bibit berasal dari satu pihak sedangkan pihak lainnya
1. Tanah dan bibit berasal dari satu pihak sedangkan pihak lainnya
menyediakan alat juga melakukan pekerjaan.
Pada jenis yang pertama ini
hukumnya diperbolehkan.
Status pemilik tanah sebagai penyewa terhadap
penggarap dan benih berasal dari pemilik
tanah, sedangkan alatnya
berasal dari penggarap .
2. Tanah disediakan satu pihak, sedangkan alat, bibit, dan pekerjaannya
2. Tanah disediakan satu pihak, sedangkan alat, bibit, dan pekerjaannya
disediakan oleh pihak
lain. Hukum pada jenis yang kedua ini juga
diperbolehkan. Disini penggarap sebagai
penyewa akan mendapatkan sebagian hasilnya sebagai imbalan.
3. Tanah, alat, dan bibit disediakan pemilik, sedang tenaga dari pihak penggarap. Bentuk ketiga ini hukumnya juga diperbolehkan. Status pemilik tanah sebagai penyewa terhadap penggarap dengan sebagian hasilnya sebagai imbalan.
4. Tanah dan alat disediakan oleh pemilik, sedangkan benih dan pekerjaan dari pihak penggarap. Pada bentuk yang keempat ini menurut, Zhahir riwayat, muzara’ah menjadi fasid. Ini dikarenakan misal akad yang dilakukan sebagai menyewa tanah maka alat dari pemilik tanah menyebabkan sewa-menyewa menjadi fasid, ini disebabkan alat tidak mungkin mengikuti kepada tanah karena ada bedanya manfaat. Sebaliknya, jika akad yang terjadi menyewa tenaga penggarap maka bibit harus berasal dari penggarap yang mana akan menyebabkan ijarah menjadi fasid, ini disebabkan bibit tidak mengikuti penggarap melainkan kepada pemilik.
3. Tanah, alat, dan bibit disediakan pemilik, sedang tenaga dari pihak penggarap. Bentuk ketiga ini hukumnya juga diperbolehkan. Status pemilik tanah sebagai penyewa terhadap penggarap dengan sebagian hasilnya sebagai imbalan.
4. Tanah dan alat disediakan oleh pemilik, sedangkan benih dan pekerjaan dari pihak penggarap. Pada bentuk yang keempat ini menurut, Zhahir riwayat, muzara’ah menjadi fasid. Ini dikarenakan misal akad yang dilakukan sebagai menyewa tanah maka alat dari pemilik tanah menyebabkan sewa-menyewa menjadi fasid, ini disebabkan alat tidak mungkin mengikuti kepada tanah karena ada bedanya manfaat. Sebaliknya, jika akad yang terjadi menyewa tenaga penggarap maka bibit harus berasal dari penggarap yang mana akan menyebabkan ijarah menjadi fasid, ini disebabkan bibit tidak mengikuti penggarap melainkan kepada pemilik.
8. Hikmah Muzara’ah
Adapun manfaat yang lainnya,antara
lain: Terwujudnya kerjasama yang saling menguntungkan antara pemilik tanah
dengan petani dan penggarap Meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Tertanggulanginya kemiskinan Terbukanya lapangan pekerjaan,terutama bagi petani
yang memiliki kemampuan bertani tetapi tidak memiliki tanah garapan.
Mukhabarah
Dalam MUKHABARAH, yang wajib zakat
adalah penggarap (petani), karena dialah hakikatnya yang menanam, sedangkan
pemilik tanah seolah-olah mengambil sewa tanahnya. Jika benih berasal dari
kdeuanya, maka zakat diwajibkan kepada keduanya jika sudah mencapai nishab,
sebelum pendapatan dibagi dua.
Adapun hikmah Mukhabarah antara lain:
a.
Terwujudnya kerja sama yang saling menguntungkan antara pemilik
tanah
dengan petani penggarap.
b. Meningkatnya kesejahteraan
masyarakat.
c. Tertanggulanginya kemiskinan.
d. Terbukanya lapangan pekerjaan,
terutama bagi petani yang memiliki
kemampuan bertani tetapi tidak memiliki tanah garapan.
Bab 3
penutup
A.Kesimpulan
1. Muzara’ah ialah mengerjakan tanah (orang
lain) seperti sawah atau ladang dengan imbalan sebagian hasilnya (seperdua,
sepertiga atau seperempat). Sedangkan biaya pengerjaan dan benihnya ditanggung
pemilik tanah
2. Mukhabarah ialah mengerjakan tanah
(orang lain) seperti sawah atau ladang dengan imbalan sebagian hasilnya
(seperdua, sepertiga atau seperempat). Sedangkan biaya pengerjaan dan benihnya
ditanggung orang yang mengerjakan.
3. Musaqah adalah penyerahan pohon tertentu
kepada orang yang menyiramnya dan menjanjikannya, bila sampai buah pohon masak
dia akan diberi imbalan buah dalam jumlah tertentu
4. Dasar hukum yang dijadikan landasan
Muzara’ah, mukhabarah dan musaqah adalah hadits dari Ibnu Umar:
“Sesungguhnya Nabi SAW. Telah memberikan kebun kepada penduduk khaibar agar
dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka akan diberi sebagian dari
penghasilan, baik dari buah – buahan maupun dari hasil pertahun (palawija)”
(H.R Muslim).
5. Disyaratkan dalam muzara’ah dan
mukhabarah maupun musaqah ini ditentukan kadar bagian pekerja atau bagian
pemilik tanah /buah dan hendaknya bagian tersebut adalah hasil yang diperoleh
dari tanah/buah tersebut seperti sepertiga, seperempat atau lebih dari
hasilnya.
6. Ada perbedaan pendapat mengenai hukum
dari muzaraah dan mukhabarah di kalangan ulama’ salaf, ada yang mengatakan
muamalah ini haram dan ada yang membolehkannya dikarenakan perbedaan pemahaman
hadits Nabi Muhammad SAW.
7. Hukum dari muzaraah, mukhabarah dan
musaqah ada yang bersifat sahih yaitu akad dari muamalah tersebut sesuai dengan
ketentuan syara’ dan ada yang bersifat fasid (rusak) yaitu akad yang tidak
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan syara’
B.Saran
Diharapkan
dalam pembuatan makalah ini sesuai dengan petunjuk yang di tetapkan oleh Baginda
Nabi Muhammad SAW. yang sesuai dengan al-Qur’an dan hadis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar