Pertama,
Jujur.
Ini adalah modal utama seorang pedagang. Nabi
saw bersabda: “ Pedagang yang jujur dan terpercaya bersama para nabi, siddiqqin
dan shuhada.” ( HR at-Tirmidzi. Menurutnya, hadits ini hasan)
Dalam hadits lain disebutkan,”Dua orang yang
berjual beli memiliki khiyar ( hak pilih) sebelum keduanya berpisah. Jika
mereka berdua jujur, maka jual belinya mendapat berkah. Jika keduanya
menyembunyikan cacat serta berdusta, hilanglah keberkahannya.”( HR. Muttafaqun
‘alaih).
Sikap jujur seorang pedagang sangatlah penting.
Disamping untuk mendapatkan kepercayaan dari manusia, yang lebih penting lagi
adalah mendapatkan ridho dari Allah swt.
Seorang pedagang yang tidak jujur, akan
ditinggalkan oleh pelanggannya. Mungkin pada saat tertentu akan mendapat
keuntungan yang besar, namun itu tidak akan berlangsung lama. Lambat laun akan
ketahuan kebohongannya dan dijauhi pelanggannya.
Kedua, Merpermudah Urusan.
Rasulullah saw bersabda.” Semoga Allah merahmati
seorang hamba yang toleran apabila menjual, toleran jika membeli dan toleran
dalam tuntutan,” (HR al-Bukhari). Oleh karena itu, selain bersikap ramah dan
santun, juga harus mempermudah urusan para pelanggannya.
Ketiga, Tidak menipu.
Masyarakat muslim ditegakkan diatas sikap amanah,
sistem yang bersih dan jujur, meninggalkan segala bentuk kecurangan dan
penipuan.
Rasulullah saw bersabda,”Barangsiapa yang
menipu, maka bukan termasuk golongan kami.”( HR Muslim).
Beliau juga bersabda dalam hadits
lain,”Barangsiapa yang menipu, maka bukanlah termasuk golongan kami, makar dan
tipudaya adalah di neraka.” (HR Muslim).
Keempat, Tidak menjual barang yang haram atau
syubhat.
Seorang Muslim tidak diperkenankan menjual
barang haram seperti khamr, narkoba atau rokok yang menurut sebagian ulama’
hukumnya makruh – namun sebagian mereka mengharamkannya. Meskipun kita sebagai
penjual tidak mengkonsumsinya, namun kita telah memberi kemudahan kepada si
pemakai.
Kita juga tidak boleh membeli atau menjual
barang hasil curian.
Rasulullah saw bersabda,”Barangsiapa yang
membeli barang hasil curian dan ia mengetahuinya, maka ia juga sama mendapatkan
dosa dan keburukannya,” (HR Baihaqi).
Kelima, Tidak Curang dalam Takaran dan
Timbangan.
Allah swt berfirman,” Kecelakaan besarlah bagi
orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari
orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang
untuk orang lain, mereka mengurangi,”(QS Al-Muthaffifin: 1-3).
Ibnu Abbas meriwayatkan,”Bahwa tatkala Nabi saw
tiba di Madinah, ternyata banyak penduduknya yang curang dalam takaran.
Kemudian Allah menurunkan surat al-Muthaffifin, maka akhirnya mereka
membaguskan takaran setelah turun ayat itu,”(HR Ibnu Majah dan Ibnu Hibban.
Menurut Syekh al-Albani hadits ini hasan).
Keenam, Tidak Menimbun Barang.
Taktik semacam ini banyak dilakukan oleh
pedagang, apalagi pedagang di masa ini rata-rata tidak tahu hukum dan aturan.
Dengan menimbun barang dagangan harga akan naik, karena permintaan banyak dan
barang tidak ada, maka harga bisa dimainkan sekehendak pedagang. Sehingga akan
memperoleh hasil yang besar. Ini sangat dilarang oleh Islam. Nabi saw
bersabda,”Barangsiapa yang menimbun barang, maka ia telah berdosa.”(HR Muslim).
Dalam hadits lain disebutkan,”Barangsiapa yang
menimbun barang selama 40 hari, sungguh ia telah lepas dari Allah dan Allah
telah berlepas darinya,”(HR Ahmad)
Ketujuh, Tidak Bersumpah Palsu.
Nabi saw bersabda,”Sumpah itu bisa melariskan
barang dagangan, tapi bisa menghapus keberkahannya,”(HR Bukhari).
Dalam hadits lain Beliau juga bersabda,”Sumpah
yang buruk(dusta) melenyapkan barang perdagangan dan menghalangi berkah
penghasilan.”(HR Muttafaqun ‘alaih)
Kedelapan, Tidak berjualan di Masjid dan Waktu
Adzan.
Rasulullah saw melarang jual beli di masjid.
Dalam sebuah haditsnya beliau bersabda,”Apabila kamu melihat seseorang
melakukan transaksi jual beli di masjid, katakanlah, Semoga Allah tidak
memberikan keuntungan atas niagamu.” Hadits inilah yang dijadikan Imam Ahmad
sebagai landasan haramnya jual beli di masjid.
Namun demikian, Imam Abu Hanifah membolehkan
akad jual beli di masjid dan memakruhkan membawa barang dagangan ke dalamnya,
sebagai penghormatan atas kesucian masjid. Imam Malik dan Syafi’i juga
membolehkan tapi hukumnya makruh,(Fiqhus Sunnah, Sayyid Sabiq III/236).
Kesembilan, Berterus Terang Jika Menjual Barang
Cacat.
Bagi pedagang yang menjual barang dagangan cacat
tanpa ia sebutkan sebelum akad, maka ia tetap bertanggung jawab atas barang
itu. Suatu saat jika pembeli mengetahui cacat barang tersebut, maka ia berhak
mengembalikannya. Hal ini pernah dilakukan oleh Zaid bin Tsabit yang pernah
membeli seorang budak dari Abdullah bin Umar. Ketika ia menemukan cacat pada
budak tersebut, maka ia mengembalikannya.
Kesepuluh, Jauhi Riba.
Hal ini diperingatkan Allah lewat FirmanNya,”Hai
orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa
riba(yang belum dipungut), jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu
tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan
RosulNya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat( dari pengambilan riba),
maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya,”(QS
al- Baqarah: 278-279).
Rasulullah saw bersabda kepada Ka’ab bin
Ujrah,”Wahai Ka’ab bin Ujrah, sesungguhnya tidak akan masuk surga, daging yang
tumbuh dari barang yang haram(suht). Ibnu Abbas pernah mengatakan,”Mencari
penghasilan yang halal lebih berat daripada memindahkan satu gunung ke gunung
yang lain.
Akhirnya kesadaran pribadi- pribadi Muslim dan
penegakan system syari’ah yang bisa membawa para pebisnis merengkuh keberkahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar