BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Ilmu
Linguistik sampai saat ini masih dianggap sulit oleh sebagian besar manusia.
Padahal Ilmu Linguistik bersifat umum yang hanya mengkaji sebuah bahasa saja,
melainkan mengkaji seluk beluk bahasa pada umumnya. Hal ini disebabkan oleh
kenyataan bahwa Ilmu Linguistik umum merupakan media komunikasi penting yang
bersifat komunikatif.
Banyak
yang beranggapan bahwa Ilmu Linguistik itu sulit dan perlu segera ditepis.
Masalahnya sekarang, sampai saat ini panduan Ilmu Linguistik umum yang
benar-benar dan detai masih sangat sulit untuk ditemukan. Padahal buku jenis
Ilmu Linguistik akan sangat membantu para penulis pemula untuk mulai mengasah
kemampuan.
Problematika
diatas perlu segera dipecahkan, salah satu langkah yang dapat ditempuh adalah
menyajikan makalah tentang ke Ilmuan Linguistik Umum.. Secara umum makalah ini
dapat dikategorikan kedalam bagian besar yakni pembahasan objek keilmuan
Linguistik dan sejarah berkembangnya Linguistik.
B.
Rumusan Masalah
Beberapa
hal yang kami bahas dalam makalah ini, yakni:
1. Apa pengertian Linguistik?
2. Bagaimana proses perkembangan ilmu Linguistik?
3. Apa saja yang termasuk objek kajian Linguistik?
C.
Tujuan Pembuatan Makalah
1.
Untuk
mengetahui pengertian linguistik dari berbagai ahli atau sumber yang berbeda;
2.
Untuk
mengetahui sejarah perkembangan linguistik hingga saat ini; dan
3.
Untuk
mengetahui beberapa objek kajian linguistik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian ilmu linguistik
Kata linguistic berasal dari bahasa latin “lingua” yang artinya
bahasa. Menurut Kridalaksana (1993) dalam kamusnya kamus linuistik, kata linguistic di
definisikan sebagai ilmu tentang bahasa atau penyelidikan bahasa secara ilmiah.
Definisi yang sama di kemukakan oleh Tarigan (1986), yaitu seperangkat ilmu
pengetahuan yang diperoleh dengan jalan penerapan metode ilmiah terhadap
fenomena bahasa. Sebagai penyelidikan bahasa secara ilmiah, linguistik tidak
membedakan antara bahasa yang satu dengan yang lainnya (hasanan, 1984).
Dalam BA, linguistik disebut ilmu lughah. Pada mulanya
kata ilmu lughah tidak digunakan dengan makna linguistic atau
kajian bahasa. Kata ilmu lughah pertama kali digunakan oleh Ibnu Khaldun dalam karyanya “Al-Muqoddimah” dan dimaksudkan
sebagai ilmu ma’ajim atau lecikology. Berikutnya kata ilmu
lughah digunakan oleh Assuyuti dalam judul bukunya “Al-Mazhar Fi ulumi-l
Lughah wa Anwa’uha”. Assuyuti pun menggunakan dengan makna lexicology.
(dalam Hasanin,1984).[1]
Secara
populer orang asing menyatakan bahwa linguistic adalah ilmu tentang
bahasa; atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya; atau lebih
tepat lagi, sepeti dikatakan Martiner (1987:19), telaah ilmiah mengenai bahasa
manusia.[2]
Kata
linguistik berpadanan dengan linguistic dalam bahasa
inggris, linguistique dalam bahasa Prancis, dan linguistiek dalam bahasa
belanda) diturunkan dalam bahasa latin lingua yang berarti ‘ bahasa’.
Prancis
mempunyai dua istilah, yaitu langue dan langage dengan makna yang
berbeda. Langue berarti suatu bahasa tertentu, seperti bahasa inggris,
bahasa jawa, atau bahasa prancis. Sedangkan langage beararti bahasa
secara umum, dan parole adalah bahasa dalam wujudnya yang nyata ,
yang konkret, yaitu yang berupa ujaran.
B.
Sejarah Perkembangan Ilmu Linguistik/Ilmu Bahasa
Sejarah
perkembangan ilmu bahasa pada dasarnya dapat dikatakan bermula dari dua dunia,
yakni dunia barat dan dunia timur. Secara kebetulan bermulanya sejarah bahasa
di dunia barat dan dunia timur hampir bersamaan
masanya, yaitu disekitar abad IV sebelum masehi. Sejarah perkembangan ilmu
bahasa di dunia barat tersebut di awali dari yunani kuno, sedangkan sejarah
perkembangan bahasa di dunia timur di awali dari india.
1.
Perkembangan Ilmu
Bahasa Didunia Barat
Sejarah
perkembangan ilmu bahasa di dunia barat dimulai sejak dua puluh empat abad yang
lalu, yaitu abad IV sebelum masehi oleh Plato yang membagi
jenis kata bahasa yunani kuno dalam kerangka telaah filsafatnya. Dalam kerangka
telaah filsafatnya Plato membagi jenis kata bahasa yunani kuno menjadi dua
golongan yakni onom dan rhema. Onoma adalah jenis kata yang
biasanya menjadi pangkal pernyataan dan pembicaraan, dalam kata lain onoma pun
disebut sebagai pernyataan pertama atau kurang lebihnya itu disejajarkan dengan
kata benda. Sedangkan rhema adalah jenis kata yang biasanya dipakai
untuk mengungkapkan pernyataan atau pembicaraan, dalam kata lain rhema
merupakan pernyataan kedua dan dapat dijajarkan dengan kata kerja atau sifat.[3]
Pola
pikir tersebut kemudian dikembangkan oleh Aristoteles (384 SM-322 SM). Dimana
Aristoteles membagi jenis kata bahasa yunani kuno menjadi tiga golongan, yakni
onoma, rhema, syndesmos. Dua jenis kata sama dengan pokok pikiran gurunya,
sedangkan yang satunya lagi sebagai buah pikirannya sendiri sebagai usaha
melengkapi pembagiannya itu.
Kriteria
pembagian jenis kata yang dipergunakan oleh Aristoteles tidak lagi semata-mata
filosofis melainkan lebih kepada pemikiran linguistik. Onoma sekarang
ditafsirkan sebagai jenis atau golongan kata yang mengalami perubahan bentuk
secara deklinatif, yaitu perubahan bentuk kata yang disebabkan oleh perbedaan
jenis kelamin, jumlah dan kasus. Rhema diartikan
sebagai golongan kata yang mengalami perubahan bentuk secara konjugatif, yaitu
perubahan bentuk kata yang disebabkan oleh perbedaan personal, jumlah, dan kala
(tenses).
Pada
akhir abad kedua masehi (130 SM) oleh Dyonisius Thrax dimana pada saat ini
sangat menjadi anutan para ahli tata bahasa, beliau menjadikan jenis kata
bahasa mencapai delapan, yakni:
a.
Nomina
b.
Pronominal
c.
Artikel
d.
Verba
e.
Adverbial
f.
Preposisi
g.
Partisipium
h. Konjugasi
Dimana
yang sebelumnya pembagian ini melakukan oleh Zeno.[4]
jenis
kata menjadi empat, yakni:
a. Nomina
b. Verba
c. Artikel
d. Konjugasi
Pada
abad ke-IV dan V, gramatisi yang terkenal pada saat itu adalah Donatius
dan Priscianus. Karangan kedua gramatis ini sangat terkenal dan besar sekali
pengaruhnya diseluruh eropa. Pembagian jenis kata pada saat itu menjadi tujuh,
yaitu:
a. Nomina
b. Pronominal
c. Verba
d. Adverbial
e. Preposisi
f. Partisipium
g. konjugasi/konjungsi
Pada abad pertengahan orang-orang eropa berlomba-lomba
mempelajari bhasa latin. status bahasa latin pada saat itu memang sangat tinggi
hingga bahasa-bahasa lain yang termasuk bahasa-bahasa mereka asli mereka
sendiri dianggap sebagai bahasa vulgar. Setelah
abad XVI barulah muncul kesadaran untuk mempelajari bahasa mereka sendiri.
Pembagian jenis kata pada abad pertengahan dilakukan oleh modistae. Ia membagi
jenis kata menjadi delapan, yaitu:
a. nomina
b. pronominal
c. partisipium
d. verba
e. adverbial
f. preposisi
g. partisipium
Dan
pembagian jenis kata ini di negeri belanda menjadi sepuluh, yaitu: :
a. Nomina
b. Verba
c. Pronomina
d. Adverbia
e. Adjektiva
f. Numeralia
g. Preposisi
h. Konjungsi
i. Interjeksi
j. Artikel.
Tradisi
inilah yang kemudian dikutip oleh para ahli tatabahasa tradisional di
Indonesia.[5]
Di
Indonesia ada tradisi lain di dalam hal pembagianjenis kata ini, yaitu
pembagian jenis kata atas 3 golongan, yakni: (1) isim, (2) fi’il, (3)
harf. Pemabagian semacam ini dilakukan oleh Sultan Muhammad Zain. Dia
terpengaruh oleh ahli tata bahasa melayu Raja Alihaji. Raja Alihaji sendiri
pada dasarnya terpengaruh oleh tradisi Arab, yakni dari seorang ahli tata
bahasa Arab yang bernama Sibawaihi. Sibawaihi sendiri meneruskan poko pikiran
gurunya yaitu Addu’ali.
Awal
abad XX fajar mulai merekah, paham baru mulai muncul . munculnya karangan
Ferdinand de Saussure yang berjudul “Cours de Linguistique generale” (1916)
merupakan angin segar bagi perkembangan ilmu bahasa modern. Bahkan secara
ekstem orang mengatakan buku tersebut merupakan revolusi di dalam sejarah
perkembangan ilmu bahasa. Konsepnya tentang signifiant dan signifie merupakan
kunci utama untuk memahami hakikat bahasa. Konsep lain yang ditampilkan antara
lain parole, langue dan langage; representasi grafis,
serta deretan sintakmatik dan pradigmatik. Pandangan de Saussure ini kemudian
berkembang menjadi suatu aliran dengan nama aliran Strukturalisme. Dibawah
panji-panji strukturalisme ini linguistic modern berkembang dengan pesatnya
hingga sekarang. Walaupun sekarang ini bermunculan beraneka macam aliran
linguistic seperti transformasionalisme, tagmemik, case grammer, dll.
Pembagian
jenis kata pada zaman strukturalisme tidak lagi menggunakan criteria filosofis.
Melainkan criteria structural yang meliputi struktur morpologis, faseologis,
klausal. Berdasarkan criteria itu Moeliono (dalam kridlaksana, 1986:19) membagi
jenis kata Indonesia menjadi tiga, yakni:
a.
Nominal
b.
Verbal
c.
Partikel
Apabila
kita ini kita bandingkan dengan tradisi Arab dan Yunani terdapat kesejajaran
sebagai berikut:[6]
Aristoteles :
Arab
:
strukturalisme :
(1) Onoma
(1) isim
(1) nominal
(2) rhema
(2) fi’il
(2) verbal
(3) syndesmos
(3) harf
(3) partikel
2. Perkembangan Ilmu Bahasa Di Dunia Timur
Sejarah
perkembangan ilmu bahasa didunia timur dimulai dari india kurang lebih empat
abad sebelum masehi, jadi hampir
bersamaan dengan dimulainya sejarah ilmu bahasa didunia barat (tradisi Yunani).
Perkembangan bahasa di dunia timur ini ditandai dengan munculnya karya Panini
yang berjudul “vyakarana” .[7]
buku tersebut buku tata bahasa sansekerta yang sangat mengagumkan dunia pada
zaman yang sedini itu telah dapat mendeskripsikan bahasa sansekerta secara
lengkap dan dan sangat seksama, teristimewa dalam bidang fonologinya. Sayangnya
buku tersebut teramat sulit dipahami oleh orang awam. Hal itulah yang
menyebabkan seorang muridnya yang bernama Patanjali terpaksa harus menyusun
tafsir atau penjelasannya yang diberi judul “mahabhasa”.
Karya
Panini itu pada dasarnya disusun semata-mata berdasarkan dorongan atau motivasi
religious. Para brahmana dan brahmacarin dalam mengajarkan pemahaman dan
pengalaman isi kitab Veda kepada para pengikutnya tidak dilakukan secara
tertulis, melainkan secara lisan. Hal tersebut dilakukan agar hal pengucapannya
benar-benar mendapat perhatian. Pengucapan yang salah tidak hanya menyebabkan
mantranya tidak terkabul, akan tetapi justru akan mendatangkan malapetaka.
Demikianlah anggapan mereka. Dengan anggapan semacam itu mengakibatkan mereka
sangat cermat dan berhati-hati di dalam pengucapan. Untuk keperluan itu maka
pengucapan atau sistem fonologi bahasa
sansekerta dipelajari dengan tekun. Hasilnya memang sangat mengagumkan. Huruf
Devanagari yang dipakai untuk melambangkan bunyi-bunyi bahasa sansekerta
sedemikian lengkapnya. Setiap bunyi diupayakan untuk dilambangkan dengan cara
khas. Di seluruh dunia tidak ada bahasa yang secermat ini sistem bunyi dan
sistem tulisnya. Banyak ahli bahasa barat yang kagum dan terperanjat setelah
mengetahui bahwa tata bahasa sansekerta pada zaman yang sedini itu sudah
memiliki deskrifsi bahasa yang tidak ubahnya dengan deskripsi ahli bahsa
structural di barat pada awal abad dua puluh, atau katakanalah akhir abad
Sembilan belas. Bahkan banyak yang menilai bahwa deskripsi linguistic panini
ini merupakan deskripsi structural yang paling cermat dan paling murni. Dengan
demikian seandainya kita bandingkan antara barat dan timur dengan mengambil
tharikh yang sama, maka dapat dikatakan bahwa ilmu bahsa di dunia barat
tertinggal dua puluh tiga abad dari dunia timur. Sayangnya puncak
strukturalisme pada saat itu terputus sama sekali dan tidak ada kelanjutannya
barang sedikit pun. Hal tersebut dapat kita pahami karena motivasinya bukanlah
motivasi yang sifatnya linguistic melainkan motivasi religius. [8]
C. Objek
Linguistik Bahasa
1.
Pengertian Bahasa
Kata
bahasa dalam bahasa Indonesia memiliki lebih dari satu makna atau pengertian,
sehingga sering kali membingungkan. Untuk jelasnya, coba perhatikan pemakaian
kata bahasa dalam kalimat berikut!
1) Dika belajar bahasa inggris, nila belajar bahasa
jepang.
2) Manusia mempunyai bahasa, sedangkan binatang tidak.
3) Hati-hati bergaul dengan anak yang tidak tahu bahasa itu.
4) Dalam kasus itu ternyata lurah dan camat tidak mempunyai
bahasa yang sama.
5) Katakanalah dengan bahasa bunga!
6) Pertikaian itu tidak bisa diselesaikan dengan bahasa
militer.
7) Kalau dia memberi kuliah bahasanya penuh dengan kata dari
pada dan akhiran ken.
8) Kabarnya, nabi sulaiman mengerti bahasa semut.[9]
Kata
bahasa pada kalimat pertama, jelas
menunjukan pada bahasa tertentu. Jadi, menurut peristilahan de Saussure
adalah sebuah langue. Pada
kalimat ke-2, kata bahasa menunjuk bahasa pada umumnya; jadi, suatu langage.
Pada kalimat ke-3 kata bahasa
berarti ‘sopan santun’; pada kalimat ke-4
kata bahasa berarti ‘kebijakan dalam bertindak ‘; pada
kalimat
ke-5 kata bahasa berarti
‘maksud-maksud dengan bunga sebagai lambang ‘; pada kalimat ke-6 kata bahasa berarti ‘dengan cara ‘; dan pada
kalimat ke-7 kata bahasa berarti ‘ujarannya‘; pada
kalimat ke-8 kata bahasa bersifat hipotetis.
Dari
keterangan diatas bisa disimpulkan hanya pada kalimat (1), (2), dan (7)
saja kata bahasa itu digunakan secara harfiah, sedangkan pada kalimat lain
digunakan pada secara kias. Bahasa sebagai objek linguistic adalah seperti yang
digunakan pada kalimat (1) , kalimat (2), dan kalimat (7). Pada kalimat (1)
bahasa sebagai langue, pada kalimat (2) bahasa sebagai
langage, dan pada kalimat (7) bahasa sebagai parole.
Sebagai
objek linguistik, parole merupakan objek konkret karena parole itu berwujud
ujaran nyata yang diucapkan oleh para bahasawan dari suatu masyarakat bahasa.
Langue merupakan objek yang abstrak karena langue itu berwujud sistem
bahasa secara universal. Yang dikaji linguistik secara langsung adalah parole
itu, karena parole itu yang berwujud konkret, yang nyata, yang dapat diamati,
atau diobservasi. Kajian terhadap parole dilakukan untuk mendapatkan
kaidah-kaidah suatu langue ; dan dari kajian terhadap langue ini akan diperoleh
kaidah-kaidah suatu langage; kaidah bahasa secara universal.[10]
Dalam pendidikan formal disekolah menengah, kalau
ditanyakan apakah bahasa itu, biasanya akan dijawab, “Bahasa adalah alat
komunikasi”. Jawaban ini tidak
salah, tetapi juga tidak benar, sebab jawaban itu hanya menyatakan “Bahasa
adalah alat”. Jadi, fungsi dari bahasa itu yang dijelaskan, bukan “sosok”
bahasa itu sendiri. Memang benar. Fungsi bahasa adalah alat komunikasi bagi
manusia, tetapi pertanyaan yang diatas bukan “Apakah fungsi bahasa?”,
melainkan “Apakah bahasa itu?”. Maka jawabannya haruslah berkenaan
dengan “sosok” bahasa itu. Bukan tentang fungsinya. Jawaban, bahwa
“Bahasa adalah alat komunikasi”, untuk
pertanyaan “apakah bahasa itu ?” memang wajar terjadi karena bahasa itu adalah fenomena social
yang banyak seginya. Sedangkan segi fungsinya tampaknya merupakan segi yang
paling menonjol diantara segi-segi yang lainnya. Karena itu tidak mengherankan
kalu banyak juga pakar yang membuat definisi tentang bahasa dengan pertama-tama
menonjolkan segi fungsinya itu, seperti Sapir (1221:8). Badudu (1989:3), dan
Keraf (1984:16). Jawaban terhadap pertanyaan “apakah bahasa itu?” yang
tidak menonjolkan fungsi tetapi menonjolkan “sosok” bahasa itu adalah
seperti yang dikemukakan Kridalaksan (1983, dan juga dalam Djoko Kentjono
1982): “Bahasa adalah system lambing bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh
para anggota kelompok social untuk bekerja sama, berkomunikasi dan
mengidentifikasi diri”. Definisi
ini sejalan dengan definisi dari Berber (1964:21), Wardhaugh (1977:3) Trager
(1949:18), de Saussure (1966:16), dan Bolinger (1975:15).
2.
Karakteristik bahasa
Ibnu Jinni (392 H) telah mendefinisikan bahasa dengan
pernyataannya: Bahasa adalah bunyi-bunyi yang dipakai oleh setiap kaum untuk
menyatakan tuiuannya. Definsi ini
mengandung unsur-unsur pokok definisi bahasa dan sesuai dengan banyak definsi
modern tentang bahasa. Ia menjelaskan karakteristik bunyi bahasa dan menegaskan
bahwa bahasa adalah bunyi.[11]
Dengan ini ia menghindari kesalahan umum yang menganggap bahwa bahasa dalam
substansinya merupakan fenomena tulis. Juga, definisi Ibnu Jinni menjelaskan
bahwa bahasa memiliki fungsi sosial yang ekspresif dan memiliki kerangka
sosial. Oleh karena itu, bahasa berbeda karena perbedaan kelompok manusia.
Dengan demikian definisi bahasa menurut Ibnu Jinni menjelaskan karakteristik
bahasa dari satu aspek dan fungsinya dari aspek lain. Terlebih dahulu
definisi-definisi modern tentang bahasa menjelaskan bahwa bahasa adalah sistem
lambang. Ini berarti bahwa bahasa terdiri dari seperangkat lambang yang
membentuk sistem terpadu.
Bahasa
adalah sistem bahasa yang paling kompleks. Isyarat lalu lintas adalah lambing
cahaya, tetapi ia spesifik dan sederhana. Isyarat cahaya yang keluar dari
kapal-kapal, para panglima pasukan, pandu, dan klub-klub olahraga merupakan
lambang juga. Adapun teriakan-teriakan yang dilepaskan oleh hewan dengan
berbagai jenisnya, terutama burung-burung, itu juga spesifik dan sederhana.
Akan tetapi hanya manusia yang mampu berinteraksi dengan bahasa yang berdasar
pada sejumlah lambang yang spesifik, tetapi ia membentuk sistem yang kompleks.
Maka bunyi-bunyi yang keluar dari alat-alat ucap pada manusia relatif terbatas.
Oleh karena itu banyak bahasa yang berkoleksi dalam banyak bunyi. Kebanyakan
bahasa manusia memanfaatkan sejumlah bunyi yang kurang dari 40 bunyi. Akan
tetapi bunyi-bunyi yang spsesifik ini menjadikan banyak susunan sehingga
membentuk ribuan kata dalam satu bahasa. Kata-kata ini menjadikan beberapa
susunan yang dikenal di lingkungan bahasa, lalu membentuk jutaan kalimat.
Dengan demikian kata-kata ini dapat mengungkapkan peradaban manusia dan pikiran
manusia. Oleh karena itu, sistem komunikasi bahasa manusia berbeda dengan
system komunikasi yang ada pada hewan. Bahasa manusia merupakan system lambang
yang kompleks.[12]
Lambang bahasa tidak mengandung nilai subjektif yang
karakteristiknya menghubungkannya dengan maknanya dalam kenyataan luar. Maka tidak ada hubungan antara kata hishan (kuda) dan
komponen-komponen tubuh hishan. Hubungannya tersebunyi saja pada kelompok
manusia yang mengistilahkan nama bagi hewan itu atas dasar pemakaian kata ini.
Ini berarti bahwa nilai lambang-lambang bahasa ini berdasar pada konvensi,
yaitu berdasar pada kesepakatan yang ada di antara pihak-pihak yang
menggunakannya dalam interaksi. Oleh karena itu, lambang bahasa merupakan
sarana komunikasi dalam kerangka kelompok bahasa yang sama. Proses ujaran
berdasar pada adanya penutur dan penerima dan di antara keduanya ada sarana komunikasi.
Ini berarti bahwa penutur dan penerima bersepakat dalam pemakaian
lambang-lambang bahasa ini yang kompleks dengan nilai-nilainya yang
konvensional. Dengan kata lain, ada kesepakatan dalam menerjemahkan
lambang-lambang ini dalam akal Sifat
dan fungsi bahasa sampai pada makna-maknanya yang dimaksud oleh penutur atau
penulis, lalu lambang-lambang itu dipahami oleh pendenqar atau pembaca.
3. Sifat dan Fungsi Bahasa
Bahasa bersifat arbiter, yang dimaksud dengan arbiter
adalah sifat bahasa yang manasuka, artinya bahasa tidak ada hubungannya dengan
suatu keharusan atau kewajiban antara satuan-satuan bahasa dengan yang
dilambangkannya. Misalnya, kita tidak bisa memaksa mengenai nama suatu benda,
bahkan kita tidak bisa menjawab mengapa benda itu dinamai pohon, sedangkan oleh
kelompok lain disebut wit, atau syajar, atau arbre. Begitu pula dengan nama
benda yang lain, mungkin terdapat kelompok sosial yang memiliki sebutan
masing-masing. Akan tetapi ada pula unsur bahasa lain yang tidak terlalu bersifat
arbitrer, yaitu yang disebut onomatopea. Misalnya: kokok ayam, desir, gemercik,
geram, gemerincing, dan sebagainya yang masih mempunyai kesamaan faktual dengan
apa apa yang dilambangkannya. Unsur bahasa yang bersifat ikonis semacam ini
jumlahnya terbatas.
Bahasa bersifat produktif, artinya bahasa merupakan
sistem dari unsur-unsur yang jumlahnya terbatas. Akan tetapi, pemakainnya
tidaklah terbatas. Misalnya, bahasaIndonesia mempunyai fonem kurang dari 30,
tetapi mempunyai kata lebih dari 30 000 yang mengandung fonem-fonem itu masih
mungkin diciptakan oleh kata-kata baru. Dari sudut pertuturan, bahasa Indonesia
hanya mempunyai lima tipe kalimat, yakni kalimat pernyataan, pertanyaan,
perintah, keinginan, dan seruan. Akan tetapi dengan kelima tipe kalimat itu
kita dapat menyusun kalimat-kalimat bahasa Indonesia sampai ribuan bahkan
mungkin jutaan. Ini membuktikan bahwa pemakain bahasa tidakla terbatas.
Bahasa bersifat unik. Artinya setiap bahasa mempunyai
sisitem yang has yang tidak harus ada dalam bahasa lain. Contoh: bahasa Inggris
memiliki sistem yang berbeda dengan sistem bahasa Indonesia. Misalnya dalam
bahasa Inggris, kita mengenal bentuk yang menunjukan perbedaan waktu, sedangkan
dalam bahasa Indonesia hal itu tidak ada.
Bahasa itu Universal, artinya semua bahasa memiliki
kesamaan secara umum yaitu bahasa itu ujaran manusia, memiliki struktur,
konvensional, digunakan sebagai alat komunikasi oleh manusia dan potensinya
dibawa sejak lahir (innatruss potential).
Sebaliknya, ada pula sifat-sifat suatu bahasa yang
dimiliki oleh bahasa lain, sehingga sifat itu ada yang universal dan ada pula
yang hampir universal. Contoh: konfiks kean dalam bahasa Indonesia hanya dapat
bergabung dengan sebanyak-banyaknya dua morfem, seperti kata tidak pasti,
kurang ajar, menjadi ketidakpastian dan keurangajaran. Ini sifat yang unik yang
dimiliki oleh bahasa Indonesia. Selain itu, bahasa Indonesia memiliki sifat
yang universal, misalnya dalam bahasa Indonesia setiap kata sifat (ajektif)
pada umumnya mengikuti nominal, seperti baju bagus, rumah mewah, jalan besar.
Sifat-sifat itu ternyata tidak hanya dimiliki oelh bahasa Indonesia tetapi
dimilki pula oleh bahasa lain, seperti bahasa Perancis, bahasa wels di Inggris,
bahasa Tonkawa di Amerika, bahasa Swahili di Afrika dan sebaginya.
Bahasa dipakai oleh kelompok manusia untuk bekerja sama
dan berkomunikasi, dan karena kelompok itu banyak ragamnya sehingga mereka
berinteraksi dengan berbagai lapangan kehidupan yang beraneka ragam pula
keperluannya. Dengan demikian tidak heran bila bahasa memiliki berbagai
variasi. Tiap manusia mempunyai kepribadian tersendiri, setiap orang sadar atau
tidak menggunakan ciri khas pribadinya dalam bahasanya, sehingga bahasa setiap
orang pun mempunyai ciri khas yang sama sekali tidak sama dengan bahasa orang
lain. Kita katakan tiap orang mempunyai idiolek. Ferdinand de Sausure
(1857-1913), bapa Linguistik Modern, membedakan system bahasa yang ada dalam
akal budi pemakai bahasa dalam kelompok sosial, yang disebut langue, dan
manisfetasi serta realisasi fonis dan psikologis yang nyata dalam tiap pemakai
bahasa yang disebut parole.
Dengan bahasa, suatu kelompok mengidentifikasikan
dirinya. Diantara semua cirri budaya, bahasa adalah ciri pembeda yang paling
menonjol, karena dengan tiap kelompok sosial merasa diri sebagai kesatuan yang
berbeda dari kelompok lain. Untuk kelompok-kelompok sosial tertentu bahasa
dipergunakan sebagai lambing identitas sosial lebih daripada bahasa sebagai
sistem lambang/tanda. Contoh, kita sebut bahasa Cina sebenarnya adalah lambang
sosial yang ditandai oleh suatu system tulisan yang mengikat jutaan manusia
yang terdiri atas berbagai suku bangsa dan berbagai bahasa yang cukup jauh
perbedaannya. Dengan demikian, bahasa adalah lambang sosial hanyalah
mengukuhkan yang telah lama. Orang Melayu mengatakan dalam pepatahnya ” Bahasa
menunjukan Bangsa”.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
a. Pengertian
Linguistik
Kata
linguistic berasal dari bahasa latin “lingua” yang artinya bahasa. Secara
populer orang asing menyatakan bahwa linguistic adalah ilmu tentang
bahasa; atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya.
b. Sejarah
Perkembangan
1) Perkembangan Linguistik di
Dunia Barat
berawal pada abad ke IV SM oleh plato yang yang membagi jenis kata yunani
menjadi 2, yaitu onom & rhema.
Pola pikir tersebut kemudian dikembangkan oleh Aristoteles (384 SM-322 SM)
yang membagi jenis kata bahasa yunani kuno menjadi tiga golongan, yakni : onoma, rhema, dan syndesmos.
Pada tahun 130 SM oleh Dyonisius Thrax
menjadikan jenis kata bahasa mencapai delapan, yakni: Nomina, Pronominal,
Artikel, Verba, Adverbial, Preposisi, Partisipium, dan Konjugasi. sebelumnya
Zeno membaginya menjadi empat, yakni:[13] Nomina, Verba, Artikel, dan Konjugasi.
Pada
abad ke-IV dan V, Donatius dan Priscianus membagi jenis kata menjadi tujuh, yaitu: Nomina, Pronominal, Verba, Adverbial, Preposisi,
Parrtisipium, dan konjugasi.
Setelah
abad XVI,
Modistae membagi
jenis kata menjadi delapan, yaitu: nomina, pronominal, partisipium, verba,
adverbial, preposisi, partisipium, konjungasio, dan
interjeksi.
DAFTAR FUSTAKA
Alwi,
Hasan, dkk. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Asori imam, 2004. Sintaksis Bahasa
Arab. Malang : Misykat.
Soeparno, 2002. Dasar-Dasar
linguistic umum. Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya.
Chaer abdul, 2007. Linguistik Umum. Jakarta :
Rineka Cipta.
Hijazi Mahmud Fahmi, 2008. Pengantar
Linguistik. Bandung : PSIBA Press.
KATA
PENGANTAR
Segala
puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena dengan izin dan
ridho-Nya makalah ini dapat kami rampungkan. Sholawat dan salam semoga tetap
dilimpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. yang telah membawa kedamaian
dan rahmat bagi semesta alam.
Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas kelompok yang berjudul “Pengertian
Linguistik, Perkembangan, Dan Objek Kajiannya”. Kami berharap
makalah ini sedikit banyaknya memberikan manfaat khususnya bagi penyusun sendiri
umumnya bagi semuanya.
Akhirnya
kepada Allah jua kami memohon maaf, kalau sampai terjadi kesalahan dan
kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Besar harapan kami atas masukan guna
perbaikan isi materi dari makalah ini.
Raha,
Februari 2016
Penyusun
|
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………….....….................................... i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………….…...... ….. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………..
………................................... 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………….. 1
C. Tujuan............................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
……………………………….................................................................. 8
3.2 Saran............................................................................................................................ 8
DAFTAR PUSTAKA
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar