Katta Pengantar
Puji dan syukur saya panjatkan atas rahmat dan hidayah yang telah Allah berikan
kepada Saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktu
yang telah diberikan untuk menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini berisi tentang SOSIOLOGI KELUARGA. Dan harapan saya semoga makalah
ini dapat membantu. mahasiswa dalam proses pembelajaran.
Saya menyadari bahwa isi makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu
keritik dan saran dari saudara atau saudari sangat saya harapkan untuk
kesempurnaan makalah pada kemudian hari.
Raha, maret
2014
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL...................................................................................................................
i
KATA PENGANTAR............................................................................................
ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
BAB.
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................................
1
B. Perumusan
masalah.........................................................................................
2
BAB .II
PEMBAHASAN
A. Pengaruh Keluarga Terhadap
Perkembangan Moral Anak....................
3
B. Peran
Keluarga...............................................................................................
6
BAB.
III PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................................
8
B.
Saran...............................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Di semua masyarakat yang pernah dikenal, hampir semua orang hidup terikat dalam
jaringan kewajiban dan hak keluarga yang disebut hubungan peran (role
relations). Seseorang disadarkan akan adanya hubungan peran tersebut karena
proses sosialisasi yang sudah berangsung sejak masa kanak-kanak, yaitu suatu
proses dimana ia belajar mengetahui apa yang dikehendaki oleh anggota keluarga
lain daripadanya, yang akhirnya menimbulkan kesadaran tentang kebenaran yang
dikehendaki.(Goode, 1983)
Anak-anak memiliki dunianya
sendiri. Hal iu ditandai dengan banyaknya gerak, penuh semangat, suka bermain
pada setiap tempat dan waktu,tidak mudah letih, dan cepat bosan. Anak-anak
memiliki rasa ingin tahu yang besar dan selalu ingin mencoba segala hal yang
dianggapnya baru. Anak-anak hidup dan berpikir untuk saat ini, sehingga ia
tidak memikirkan masa lalu yang jauh dan tidak pula masa depan yang tidak
diketahuinya. Oleh sebab itu, seharusnya orang tua dapat menjadikan realitas
masa sekarang sebagai titik tolak dan metode pembelajaran bagi anak.(Zurayk,
1997)
Perkembangan karakter seorang anak dipengaruhi oleh perlakuan keluarga
terhadapnya. Karakter seseorang terbentuk sejak dini, dalam hal ini peran
keluarga tentu sangat berpengaruh. “Keluarga merupakan kelompok sosial terkecil
dalam masyarakat. Bagi setiap orang keluarga (suami, istri, dan anak-anak)
mempunyai proses sosialisasinya untuk dapat memahami, menghayati budaya yang
berlaku dalam masyarakatnya.” (Mudjijono, et al., 1995)
Pendidikan dalam keluarga
sangatlah penting dan merupakan pilar pokok pembangunan karakter seorang anak.
Pendidikan dasar wajib dimiliki tidak hanya oleh masyarakat kota, tetapi juga
masyarakat pedesaan. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi
cenderung lebih dihormati karena dianggap berada strata sosial yang tinggi.
Kualitas seseorang dilihat dari bagaimana dia dapat menempatkan dirinya dalam
berbagai situasi.
“Manusia Indonesia yang berkualitas hanya akan lahir dari remaja yang
berkualitas, remaja yang berkualitas hanya akan tumbuh dari anak yang
berkualitas.” (TOR dalam Mudjijono,et al., 1995). Keluarga sebagai lembaga
sosial terkecil memiliki peran penting dalam hal pembentukan karakter individu.
Keluarga menjadi begitu penting karena melalui keluarga inilah kehidupan
seseorang terbentuk.
Sebagai lembaga sosial
terkecil, keluarga merupakan miniatur masyarakat yang kompleks, karena dimulai
dari keluarga seorang anak mengalami proses sosialisasi. Dalam keluarga,
seorang anak belajar bersosialisasi, memahami, menghayati, dan merasakan segala
aspek kehidupan yang tercermin dalam kebudayaan. Hal tersebut dapat dijadikan
sebagai kerangka acuan di setiap tindakannya dalam menjalani kehidupan.
Seiring dengan perkembangan zaman, pendidikan moral dalam keluarga mulai
luntur. Arus globalisasi menyerang di segala aspek kehidupan bermasyarakat,
tidak hanya masyarakat kota tetapi juga masyarakat pedesaan. Dengan demikian,
tidak dapat dipungkiri bahwa peran kelurga sangat besar sebagai penentu
terbentuknya moral manusia-manusia yang dilahirkan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh keluarga
terhadap perilaku moral anak?
2. Bagaimana peran keluarga
terhadap pembentukan karakter anak
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengaruh
Keluarga Terhadap Perkembangan Moral Anak
Papalia dan Old (1987) dalam
Hawadi (2001) membagi masa kanak-kanak dalam lima tahap :
- Masa Prenatal, yaitu diawali dari masa konsepsi sampai masa lahir.
- Masa Bayi dan Tatih, yaitu saat usia 18 bulan pertama kehidupan merupakan masa bayi, di atas usia 18 bulan pertama kehidupan merupakan masa bayi, di atas usia 18 bulan sampai tiga tahun merupakan masa tatih. Saat tatih inilah, anak-anak menuju pada penguasaan bahasa dan motorik serta kemandirian.
- Masa kanak-kanak pertama, yaitu rentang usia 3-6 tahun, masa ini dikenal juga dengan masa prasekolah.
- Masa kanak-kanak kedua, yaitu usia 6-12 tahun, dikenal pula sebagai masa sekolah. Anak-anak telah mampu menerima pendidikan formal dan menyerap berbagai hal yang ada di lingkungannya.
- Masa remaja, yaitu rentang usia 12-18 tahun. Saat anak mencari identitas dirinya dan banyak menghabiskan waktunya dengan teman sebayanya serta berupaya lepas dari kungkungan orang tua.
Anak-anak sering bertanya tentang banyak hal, baik yang berhubungan dengan
hal-hal yang faktual maupun yang fiktif. Pertanyaan-pertanyaan ini, bagi
anak-anak, merupakan ekspresi dari rasa ingin tahu dan menyibak keraguannya,
sehingga anak tersebut terdorong untuk mengajukan pertanyaan. Hal ini merupakan
kebutuhan psikis alamiah yang dinamakan dengan istilah “cinta
meneliti.”(Zurayk, 1997)
Cinta meneliti ini merupakan salah satu pertanda anak yang cerdas. Anak cerdas
selalu ingin tahu dan terangsang untuk memcahkan masalah yang baru
ditemukannya. Dengan begitu, ia dapat mencoba hal-hal baru dan menciptakan
produk-produk pemikiran bagi dirinya sendiri. Gardner (2005) dalam Amstrong
(2005), mendefinisikan kecerdasan sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah
dan menciptakan produk yang mempunyai nilai budaya.
Anak-anak mulai berpikir kritis dimulai ketika mereka menuju pada panguasaan
bahasa dan motorik serta kemandirian, yaitu pada masa tatih (diatas 18 bulan).
Pada masa ini anak-anak mulai mengenal bahasa dan tertarik untuk
mempelajarinya. Berbagai pertanyaan kritis mulai terlontar.
Seiring dengan pertanyaan yang keluar dari bibir mungil seorang anak, disinilah
peran orang tua bermain. Orang tua dapat menjawab segala pertanyaan anak dengan
jawaban yang sebenarnya atau jawaban fiksi yang merupakan karangan orang tua.
Orang tua dituntut untuk dapat memberi jawaban yang dapat memuaskan hati
seorang anak, sekalipun jawaban itu dirasanya sangat sulit dipahami oleh anak
karena pertanyaannya yang bersifat sensitif. Berawal dari pertanyaan-pertanyaan
dari seorang anak, pendidikan mengenani moral dan budi pekerti dapat
ditanamkan.
Penanaman moral pada diri seorang anak berawal dari lingkungan keluarga.
Pengaruh keluarga dalam penempaan karakter anak sangalah besar. Dalam sebuah
keluarga, seorang anak diasuh, diajarkan bebagai macam hal, diberi pendidikan
mengenai budi pekerti serta budaya. Setiap orang tua yang memiliki anak
tentunya ingin anaknya tumbuh dan berkembang menjadi manusia cerdas yang
memiliki budi pekerti baik agar dapat menjaga nama baik keluarga.
Anak bukan lah orang dewasa, ia memiliki sifat-sifat yang khas. Seorang anak
melihat, mendengar, berperasaan, dan berpikir dengan bentuk yang khas, namun
tidak keluar dari logika dan perasaan yang sehat. Misalnya, anak-anak itu
melihat, mendengar, dan berperasaan sebagaimana orang tua melihat, mendengar,
berperasaan, dan berpikir. Karena itu, orang tua seharusnya mempergauli
anak-anak berdasarkan pada anggapan bahwa dia adalah anak-anak. Sebagaimana
dikatakan, “Pemuda tidak akan menjadi pemuda yang sebenarnya selama masa
kanak-kanaknya tidak menjadi anak-anak yang sebenarnya.
Keluarga memberikan pengaruh pada pembentukan budi luhur bagi seorang anak.
Salah satu ciri anak yang berbudi luhur adalah selalu menunjukkan sikap sopan
dan hormatnya pada orang tua. Budi luhur yang melekat pada setiap orang bukan
datang dengan sendirinya, melainkan harus diciptakan. Terutama dalam keluarga
dan bukan merupakan keturunan. Dengan kata lain, budi luhur tidak merupakan
keturunan melainkan merupakan produk pendidikan dalam keluarga, merupakan
perpaduan antara akal. Kehendak, dan rasa.
Seiring dengan perkembangan zaman, terjadi pergeseran nilai-nilai kebudayaan
pada masyarakat. Siaran-siaran televisi kembali menjadi salah satu faktor
penyebab lunturnya nilai-nilai tersebut. Hadirnya televisi telah merebut
perhatian anak terhadap orang tua. Anak seringkali mengabaikan nasihat yang
diberikan oleh orang tua dengan alasan nasihat tersebut terkesan kuno. Dalam
kondisi demikian, seorang anak tidak mengetahui yang sebenarnya mengenai
nilai-nilai yang seharusnya diberikan orang tua kepada anaknya.
Pada masa sekarang, intensitas bertemu antara anak dengan orang tua sangatlah
sempit. Oleh karena itu, orang tua harus mampu membagi waktu dengan baik dan
mencari saat-saat yang tepat untuk menyelipkan pelajaran mengenai budi pekerti
luhur. Pada saat makan malam misalnya, atau pada saat menonton televisi
bersama, sambil membimbing.
Kejujuran merupakan hal terpenting bagi individu dalam menjalani hidup, dan
tahap awal penanaman sikap jujur dimulai dari keluarga. Penanaman sikap jujur
dalam keluarga dapat dimulai dari perilaku orang tua yang selalu bersikap
dan berkata jujur. Dengan begitu, maka akan lebih mudah bagi seorang anak
menanamkan sikap jujur pada dirinya karena tidak pernah merasa dibohongi. Dalam
suatu keluarga, tidak dapat dipungkiri bahwa sesekali seorang anggotanya
melakukan suatu kebohongan. Seseorang melakukan suatu kebohongan biasanya
disebabkan oleh rasa takut karena dianggap melakukan kesalahan atau sedang
menyembunyikan sesuatu. Dalam banyak hal, sebaiknya orang tua mendengarkan
pendapat anaknya, karena bagaimana pun komunikasi dalam keluarga harus tetap
berlangsung dengan baik.
B.
Peran Keluarga
Masa kanak-kanak merupakan masa yang begitu penting untuk meletakkan
dasar-dasar kepribadian yang akan memberi warna ketika seorang anak kelak
menjadi dewasa. Karena itu, kualitas pada pola-pola perkembangan masa anak
adalah sangat penting.” (Gunarsa, 2001)
“Keluarga memiliki peranan
utama didalam mengasuh anak, di segala norma dan etika yan berlaku didalam
lingkungan masyarakat, dan budayanya dapat diteruskan dari orang tua kepada
anaknya dari generasi-generasi yang disesuaikan dengan perkembangan
masyarakat.” (Effendi, et al., 1995)
Keluarga memiliki peranan penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Pendidikan moral dalam keluarga perlu ditanamkan pada sejak dini pada setiap
individu. Walau bagaimana pun, selain tingkat pendidikan, moral individu juga
menjadi tolak ukur berhasil tidaknya suatu pembangunan.
Perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi memegang peranan penting serta sangat mempengaruhi perkembangan
sikap dan intelektualitas generasi muda sebagai penerus bangsa. Keluarga,
kembali mengmbil peranan penting dalam peningkatan kualitas sumber daya
manusia.
Berbagai aspek pembangunan suatu bangsa, tidak dapat lepas dari berbgai aspek
yang saling mendukung, salah satunya sumber daya manusia. Terlihat pada
garis-garis besar haluan negara bahwa penduduk merupakan sumber daya manusia
yang potensial dan produktif bagi pembangunan nasional. Hal ini pun tidak dapat
terlepas dari peran serta keluarga sebagai pembentuk karakter dan moral
individu sehingga menjadi sumber daya manusia yang berkualitas.
Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat memerlukan adanya sumber daya manusia
yang berkualitas baik. Untuk mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas
baik tentunya memerlukan berbagai macam cara. Salah satu diantanya adalah
melalui pendidikan. Pendidikan baik formal maupun informal. Pendidikan moral
dalam keluarga salah satunya.
Walaupun memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, tetapi rendah dalam hal
moralitas, individu tidak akan berarti dimata siapa pun. Pendidikan moral
dimulai dari sebuah keluarga yamng menanamkan budi pekerti luhur dala setiap
interaksinya. Sumber daya manusia berkualitas dapat dilihat dari keluarganya.
Bukan hanya keluarga mampu dari segi materi, yang dapat meningkatkan kualitas
individunya melalui tambahan-tambahan materi pembelajaran di luar bangku
sekolah. Akan tetapi, keluarga sederhana di desa pun dapat menjamin kualitas
sumber daya manusianya. Kualitas sumber daya dan keluhuran budi pekerti
merupakan hasil tempaan orang tua.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ayah, Ibu, dan anak yang masing-masing memiliki
peran. Anak merupakan buah dari keluarga bahagia. Keluarga merupakan suatu
sistem sosial terkecil yang di dalamnya dapat terdiri dari anak-anak memiliki
pemikiran kritis akan banyak hal dimulai ketika ia mulai mengenal bahasa.
Pertanyaan-pertanyaan yang terlontar dari mulut
seorang anak sebaiknya dijawab dengan jawaban yang jujur dan dapat memuaskan
hati anak. Pendidikan moral dan kejujuran bagi seorang anak berawal dari
kelurga, melalui orang tua. Hal ini yang dapat membentuk karakter anak di masa
depan.
B. Saran
Orang tua merupakan panutan bagi anak-anaknya, untuk itu sebaiknya orang tua
dapat menjadi contoh yang baik bagi anak-anaknya. Orang tua juga harus membuka
diri terhadap perkembangan zaman dan teknologi saat ini. Anak-anak memiliki
pemikiran yang kritis terhadap sesuatu yang baru. Bila orang tua tidak membuka
diri terhadap perkmbangan yang ada, kelak akan menuai kesulitan dalam menjawab
pertanyaan dari anak. Pada akhirnya berbuah kebohongan dan secara tidak
langsung menanamkannya pada anak.
Daftar Pustaka
Armstrong, Thomas. 2005. Setiap Anak Cerdas.
Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
Effendi, Suratman, Ali Thaib, Wijaya, Dan B.
Chasrul Hadi. 1995. Fungsi Keluarga Dalam Meningkatkan Kualitas Sumber Daya
Manusia. Jambi: Departemen Pendidikan dan Kebudayan.
Geertz, Hildred. 1983. Keluarga Jawa. Jakarta:
Grafiti Pers.
Goode, William J. 1983. Sosiologi Keluarga.
Jakarta: Bina Aksara.
MAKALAH
SOSIOLOGI
KELUARGA
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3
1.
WA
ODE ADEN IRMA. A
2.
WA ODE ERNI DARASI
3.
WA
ODE SALSARI
4.
SAMAN
HADI
5.
ABIL
ASH BURANSA
6.
ASIRNO
SMA
NEGERI 1 RAHA
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar